Tag Archives: SBI Group

Ralali Confirms Series D Funding of 155 Billion Rupiah Led by SBI Group and Bee Accelerate

The B2B marketplace startup, Ralali, confirmed the Series D funding of $10.9 million (over 155 billion Rupiah) led by the previous leading investor in its Series B round, SBI Group, and Bee Accelerate. This round also participated by other investors, such as Beenos Asia, ICMG Partners, and Arbor Venture.

With the additional funds, Ralali has managed to raise a total $33.4 million (more than 476 billion Rupiah) since its establishment. The company announced the series C round in July 2019 worth of $13 million. The leading investors in this round including Arbor Ventures, TNB Aura, and ZIGExN Co., Ltd. founder, Jo Hirao.

Ralali’s Founder and CEO Ralali Joseph confirmed the news to DailySocial. “This [funding] has been finalized a few months ago,” he said.

Ralali’s nine years operation

Ralali started its business as a B2B marketplace in 2013 and is now engaging in various lines outside the marketplace to become a group. Ralali Group aims to be a one stop solution for business ecosystem. Moreover, the company focused on providing for the business players, therefore, all channels are focused on user suppliers and business players.

Along with the growing market demand and business opportunities, Ralali Group develops business solutions to help business people build reputations and develop networks in the digital era. Today’s marketplace platform is equipped with various business solutions, from financial (paylater), logistics, MSME support, and enablers, the result of partner collaborations.

Ralali Connect is one of them, a platform aimed to provide MSME players with digital storefront and to connect with various communities with related business interests. There is also Ralali Agent as an on-demand business platform, a solution to find additional income for the community in order to help businesses grow by providing collaboration between digital technology and the workforce in conducting O2O (offline-to-online) processes.

Next, the Ralali Solution Center as a forum for business players still doing the offline appproach to join as a Ralali.com seller, therefore, they can market the products online. Ralali Solution Center is a bridge between sellers and corporations or clients of Ralali.com. Clients or buyers can make purchases via RFQ (Request For Quotation), one of the superior features of Ralali.com.

The next newly released innovation is the Ralali Business Collection to create opportunities for people who are planning to start a business, offering business packages and wholesale prices. This opportunity is open for all kinds of businesses, including coffee, basic necessities, contemporary drinks, and automotive.

Apart from that, the company has penetrated the health segment by producing Primero masks and presenting a tech-based clinic called Neoclinic. It provides antigen swab services, rapid tests, drive thru or home services, and releases vitamin products. The company has also entered the Indonesian porang (konyaku) processing industry with FITMEE, a low-calorie healthy instant noodle. Ralali acquired FITMEE from The Fit Company and already make an announcement on the company website.

In the latest data, Ralali.com is said to have more than 1.3 million registered users, more than 20,000 vendors, 360 thousand products, and more than 6 million monthly visits from all over Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan seri D Ralali

Ralali Konfirmasi Raih Pendanaan Seri D 155 Miliar Rupiah Dipimpin SBI Group dan Bee Accelerate [UPDATED]

Startup B2B marketplace Ralali mengonfirmasi perolehan pendanaan Seri D senilai $10,9 juta (lebih dari 155 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh SBI Group, investor sebelumnya yang memimpin putaran Seri B, dan Bee Accelerate. Kemudian diikuti oleh jajaran investor lainnya, seperti Beenos Asia, ICMG Partners, dan Arbor Venture.

Dengan penambahan dana tersebut, sejak Ralali dirintis hingga kini berhasil mengumpulkan perolehan dana lebih dari $33,4 juta (lebih dari 476 miliar Rupiah). Putaran seri C diumumkan oleh perusahaan pada Juli 2019 sebesar $13 juta. Investor yang memimpin dalam putaran tersebut adalah Arbor Ventures, TNB Aura, dan founder ZIGExN Co., Ltd., Jo Hirao.

Kepada DailySocial.id, Founder dan CEO Ralali Joseph memberikan konfirmasi atas kabar tersebut. “[Pendanaan] ini sudah dari beberapa bulan lalu,” ucapnya.

Perkembangan sembilan tahun Ralali

Ralali mengawali bisnisnya sebagai B2B marketplace sejak 2013 dan kini menggurita ke berbagai lini di luar marketplace menjelma menjadi sebuah grup. Ralali Group bertujuan menjadi one stop solution bagi pelaku bisnis. Selain itu mereka berfokus untuk memenuhi kebutuhan usaha para pelaku bisnis, sehingga semua kanal berfokus pada user supplier dan pelaku bisnis.

Seiring dengan permintaan pasar dan peluang usaha yang terus berkembang, Ralali Group mengembangkan solusi usaha untuk membantu pelaku bisnis membangun reputasi serta mengembangkan jaringan di era digital. Platform marketplace yang dimiliki kini sudah dilengkapi dengan berbagai solusi bisnis, mulai dari finansial (paylater), logistik, dukungan UMKM, dan enabler, hasil kerja sama dengan para mitra.

Salah satunya Ralali Connect, yaitu berupa platform yang ditujukan kepada para pelaku UMKM untuk dapat memiliki digital storefront serta terhubung dengan berbagai komunitas yang memiliki minat usaha sesuai dengan pengguna. Kemudian, Ralali Agent sebagai on-demand business platform menjadi solusi untuk mencari penghasilan tambahan bagi masyarakat sehingga membantu bisnis tumbuh dengan memberikan kolaborasi antara teknologi digital dan tenaga kerja dalam melakukan proses O2O (offline-to-online).

Berikutnya, Ralali Solution Center sebagai wadah bagi para pelaku usaha yang masih berjualan secara offline dapat bergabung menjadi seller Ralali.com, sehingga dapat memasarkan produknya secara online. Ralali Solution Center menjembatani antara seller dengan korporasi atau klien dari Ralali.com. Klien ataupun pembeli dapat membuat permintaan barang melalui RFQ (Request For Quotation), salah satu fitur unggulan dari Ralali.com.

Inovasi yang baru dirilis berikutnya adalah Ralali Business Collection untuk membuka kesempatan bagi masyarakat yang sedang berencana memulai bisnis dengan tawaran paket usaha dan harga grosir terbaik. Peluang ini terbuka untuk bisnis kopi, sembako, minuman kekinian, dan otomotif.

Di luar itu, perusahaan merambah segmen kesehatan dengan memproduksi masker Primero dan menghadirkan Neoclinic, klinik berbasis teknologi. Klinik tersebut menyediakan layanan swab antigen, rapid test, drive thru, hingga home service, juga merilis produk vitamin. Juga, masuk ke industri pengolahan porang (konyaku) Indonesia dengan perkenalkan FITMEE, mie instan sehat berkalori rendah. FITMEE diakuisisi oleh Ralali dari The Fit Company dan diumumkan dalam situs perusahaan.

Dalam data terakhir, diklaim Ralali.com telah memiliki lebih dari 1,3 juta pengguna terdaftar, lebih dari 20.000 vendor, 360 ribu produk, dan lebih dari 6 juta kunjungan setiap bulannya dari seluruh Indonesia.

*) Kami menambahkan konfirmasi langsung dari manajemen Ralali terkait pendanaan Seri D

Jirnexu's board of co-founder / Jirnexu

KreditGoGo Parent Company Records a Series B Funding Worth of 155 Billion Rupiah

Jirnexu, a parent company of the financial aggregator “KreditGoGo”, announces the closing round of series B funding worth of $11 million (equal to Rp155 billion). It is led by Japanese Venture Capital, SBI Group. SIG Asia Investments also participated in this round. Previously, the company has managed to acquire $4,5 million in series A funding round. In total (all rounds), the company has raised around $17 million.

Yuen Tuck Siew, CEO of Jirnexu, said in his speech that the previous funding has led the company into rapid development, going 100% year-on-year in 2017. This year, they are hoping to make it bigger than before. In Indonesia, KreditGoGo business unit is not really subtle, meanwhile, in Malaysia, it becomes one of the largest units in regional fintech landscape.

Jirnexu last year’s focus is to develop white-label product “XpressApply” for the automation of marketing, sales, and product shipping used by financial institutions. The technology is now integrated for RinggitPlus service in Malaysia and KreditGoGo in Indonesia. In terms of consumers, it offers comprehensive financial products feature qualification.

Partners with RBH bank, Jirnexu has launched a chatbot for the online personal lending process. It is claimed to be the first in Southeast Asia. The service called XpressApply, it allows financial institutions to manage transaction and demand easier through familiar instant messaging platform used by customers.

“The next step of the technology roadmap, we’ll be launching various solutions for financial institutions, including digital technology for consumer identification and eKYC (Electronic Know Your Customer), that capable of providing very personal and relevant financial products. Next year, Jirnexu will automate the digital risk assessment and customer verification,” Yuen Tuck Siew, said.

In addition, the Series B funding will be allocated to upgrade human resources. Specifically for RinggitPlus, the company is looking for a new CTO and Head of Digital Marketing, for the expansion plan in the near future. In the meantime, there’s no particular agenda for KreditGoGo in this strategic plan post-series B funding.

KreditGoGo got its own fight in Indonesia’s tight competition without special recognition from the parent company. On the other hand, there are several players start dominating the market with similar services in Indonesia, such as Cermati, CekAja, DuitPintar, and HaloMoney.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Jajaran co-founder Jirnexu / Jirnexu

Induk Perusahaan KreditGoGo Bukukan Pendanaan Seri B Senilai 155 Miliar Rupiah

Jirnexu sebagai induk perusahaan agregator finansial KreditGoGo hari ini (17/5) mengumumkan penutupan putaran pendanaan seri B senilai $11 juta (atau setara dengan 155 miliar rupiah). Kali ini pendanaan dipimpin oleh pemodal ventura asal Jepang SBI Group. SIG Asia Investments (SIG) juga turut berpartisipasi dalam pendanaan ini. Sebelumnya, di pendanaan seri A, perusahaan juga telah mengantongi pendanaan $4,5 juta. Ditaksirkan total nilai pendanaan yang didapat perusahaan secara keseluruhan (di semua putaran) mencapai $17 juta.

Dalam sambutannya, CEO Jirnexu Yuen Tuck Siew mengatakan pendanaan yang telah dicapai pada tahap sebelumnya berhasil membawa perusahaan berkembang pesat, mencapai 100% year-on-year di tahun 2017. Diharapkan tahun ini dapat melakukannya lagi dengan angka yang lebih besar. Di Indonesia unit bisnis KreditGoGo memang terlihat tidak begitu mencolok, namun diklaim bisnisnya di Malaysia menjadi salah satu yang terbesar di lanskap fintech wilayah setempat.

Tahun lalu fokus Jirnexu mengembangkan produk whitelabel XpressApply untuk otomasi pemasaran, penjualan, dan pengiriman produk yang digunakan lembaga finansial. Kini teknologi tersebut telah diintegrasikan untuk layanan RinggitPlus di Malaysia dan KreditGoGo di Indonesia. Di sisi konsumen teknologi tersebut menawarkan layanan perbandingan produk finansial yang komprehensif.

Bekerja sama dengan RBH Bank, Jirnexu juga meluncurkan chatbot untuk pemrosesan pinjaman personal secara online. Inovasi tersebut diklaim menjadi yang pertama di Asia Tenggara. Bernama XpressApply Chatbot, layanan tersebut memungkinkan institusi finansial untuk memproses permintaan dan transaksi dengan mudah melalui platform pesan instan yang biasa digunakan oleh pelanggan.

“Di tahap berikutnya dari roadmap teknologi, kami akan meluncurkan berbagai solusi untuk lembaga keuangan, termasuk teknologi digital untuk identifikasi konsumen dan teknologi eKYC (Electronic Know Your Customer), sehingga dapat menyediakan produk keuangan yang sangat personal dan relevan. Di tahun mendatang, Jirnexu akan mengotomatiskan penilaian risiko digital dan verifikasi pelanggan,” ujar Yuen Tuck Siew.

Selain pengembangan di sisi teknologi, pendanaan Seri B kali ini juga akan difokuskan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Khusus untuk RinggitPlus, pihaknya tengah mencari CTO dan Digital Marketing Head baru, karena ada agenda ekspansi yang akan dilancarkan dalam waktu dekat. Sementara untuk KreditGoGo belum ada agenda khusus yang diperbincangkan dalam rangkaian strategi pasca pendanaan seri B ini.

Di Indonesia, KeditGoGo sebenarnya sudah dihadang dengan persaingan yang cukup ketat, kendati belum mendapatkan perhatian spesial dari perusahaan induk. Di lain sisi, saat ini sudah ada beberapa pemain yang mulai beradu mendominasi pasar. Selain KreditGoGo, di Indonesia ada layanan serupa, seperti Cermati, CekAja, DuitPintar, dan HaloMoney.

Closer Look on Foreign VCs Interest in Indonesia

As one of the most promising country on economics and technology in Southeast Asia, Indonesia is globally being watched over by investors. In 2008-2010, when startup was still growing, only few foreign investors coming and Japan’s venture capital is dominating. In 2017, U.S.’s and Chinese’s VCs are coming to invest in Indonesia.

In a session of Wild Digital Indonesia, foreign VCs representatives, like Bluesky’s Investment Director Ben Dunphy, SBI’s CEO & Managing Director Ryosuke Hayashi, and OPT SEA’s COO & Partner Soonhe Kim, discussed about the enthusiasm towards Indonesia.

Indonesia’s huge market size

Out of many reasons regarding Indonesia’s superiority over Malaysia and equivalent to Singapore is the huge market size. Proven by the increasing use of smartphone and internet penetration in Indonesia.

“According to current data, Indonesia and Singapore are the most contributed
country of consumers to various profit in many industries, a proof for the huge
market size,” Dunphy Said.

Hayashi shares similar opinion, seeing the lack of financial services create
opportunity for startup development in Indonesia.

“Lots of ‘unbanked people’ is an opportunity for startup to develop solution for this problem,” Hayashi added.

Since 2011, Indonesia has started significant change in technology, led by local rising stars, like Tokopedia, GO-JEK, and Bukalapak. The dynamic puts Indonesia as one of the fastest growing economy in Southeast Asia.

“When local startup was non-existence, there is no clear opportunity for investment. Nowadays, many high-potential local startup are rising and attract foreign investment,” Kim said.

Ready to compete with Chinese VCs

The similarity in market and technology development between Indonesia and China becomes a reason of many foreign investors come and invest more in Indonesia. It does not complicate Bluesky, OPT SEA, and SIB to keep looking for opportunity in potential startup in Indonesia and to compete with Chinese VCs.

“With China VCs experience, they will get a head start. However, as Southeast
Asia-focus investor, like OPT SEA, it won’t be a problem,” Kim said.


Disclosure: DailySocial is a media partner of Wild Digital Indonesia.
Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Perwakilan VC asing saat sesi diskusi acara Wild Digital Indonesia / DailySocial

Mencermati Minat Besar “Venture Capital” Asing Berinvestasi di Startup Indonesia

Sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan paling signifikan dari sisi ekonomi hingga teknologi, Indonesia saat ini menjadi pusat perhatian para investor secara global. Di tahun 2008-2010, ketika startup belum sebanyak tahun ini jumlahnya, masih sedikit jumlah investor asing yang masuk ke Indonesia untuk berinvestasi dan masih didominasi venture capital asal Jepang. Di tahun 2017 ini, VC asal Amerika Serikat dan Tiongkok mulai ramai mengunjungi Indonesia untuk berinvestasi.

Dalam sesi diskusi yang digelar dalam rangkaian Wild Digital Indonesia, turut hadir perwakilan VC asing seperti Investment Director Bluesky Ben Dunphy, Managing Director & CEO SBI Ryosuke Hayashi, dan COO & Partner OPT SEA Soonhee Kim yang urun pendapat tentang antusiasmenya terhadap Indonesia.

Besarnya “market size” Indonesia

Salah satu alasan mengapa saat ini Indonesia tampil lebih unggul mengalahkan Malaysia dan bersanding dengan Singapura adalah besarnya ukuran pasar atau market size. Hal tersebut dibuktikan dengan penggunaan smartphone yang makin banyak digunakan masyarakat Indonesia, hingga makin meningkatnya penetrasi internet di Indonesia.

“Saat ini berdasarkan data yang ada, Indonesia dan Singapura merupakan negara yang paling banyak memberikan kontribusi dari sisi pelanggan hingga profit untuk berbagai industri, membuktikan besarnya pasar di Indonesia,” kata Ben.

Hal senada diungkapkan Ryosuke, yang melihat kurangnya layanan keuangan di Indonesia justru menjadi peluang untuk startup mengembangkan layanannya.

“Masih banyaknya masyarakat yang masuk dalam kategori “unbankable” merupakan peluang tersendiri untuk startup mengembangkan layanan yang bisa memecahkan solusi tersebut,” kata Ryosuke.

Sejak tahun 2011 Indonesia mulai mengalami perubahan yang cukup signifikan dari sisi teknologi, dengan bermunculannya startup lokal seperti Tokopedia, GO-JEK, hingga Bukalapak. Dinamika tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan dan perubahan paling cepat.

“Dulu sebelum startup lokal tersebut belum ada, peluang untuk berinvestasi di Indonesia masih belum jelas arahnya. Namun saat ini bermunculan startup lokal yang memiliki potensi cerah dan menarik perhatian investor asing untuk masuk,” kata Soonhee.

Siap bersaing dengan VC Tiongkok

Adanya persamaan, dari sisi pasar hingga perkembangan teknologi, antara Indonesia dan Tiongkok, menjadi salah satu alasan mengapa saat ini makin banyak investor asal negara Tiongkok tersebut masuk ke Indonesia dan memberikan investasi dalam jumlah yang cukup besar. Hal tersebut ternyata tidak menyulitkan Bluesky, OPT SEA dan SIB untuk terus mencari peluang startup yang berpotensi di Indonesia dan bersaing dengan VC asal Tiongkok.

“Dengan semua pengalaman yang dimiliki VC asal Tiongkok, pastinya memberikan mereka keuntungan lebih, namun bagi kami di OPT SEA yang fokus kepada Asia Tenggara, hal tersebut tidak menjadi kendala,” kata Soonhee.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Wild Digital Indonesia.

Realisasi Visi Startup Fintech Taralite melalui Pengembangan Algoritma Analisis Pengguna

Salah satu kategori bisnis fintech paling bergema di lanskap digital tanah air adalah peer-to-peer lending. Dengan ragam spesifikasi layanan yang disajikan, bisnis ini memberikan solusi terpadu untuk peminjaman dana. Jika dilihat demografinya saat ini, antara satu pemain dengan pemain lainnya yang pekat membedakan adalah segmentasi pasar dituju. Dari beberapa layanan peer-to-peer lending yang kian eksis saat ini ada Taralite.

Taralite didirikan sejak tahun 2015 lalu, fokusnya memberikan pinjaman modal kepada segmen pedagang online yang umumnya tidak dapat difasilitasi oleh perbankan. Para merchant dari online marketplace C2C seperti Tokopedia, Lazada hingga penyedia jasa Travel yang menjadi bagian dari OTA seperti AiryRooms menjadi sasaran Taralite. Strategi ini nyatanya berjalan lancar, terbukti hingga saat ini lebih dari 1000 peminjam telah terjaring platform Taralite.

Keyakinan itu juga yang melandasi konglomerasi fintech asal Jepang SBI Group. Beberapa waktu lalu pihaknya menggelontorkan pendanaan kepada Taralite senilai $6,3 juta (atau senilai Rp 84 miliar rupiah).

Menjadi the next Capital One versi Indonesia

Pendanaan dari SBI Group tersebut akan difokuskan Taralite untuk mengembangkan tim Research & Development dengan tujuan mengembangkan algoritma pintar untuk menjadi one stop shop platform layanan peminjaman biaya modal.

“Yang dimaksud dengan R&D mengembangkan algoritma internal perusahaan yang bertujuan untuk menganalisis kredit. Alogirtma ini penting untuk dikembangkan supaya memberi hasil terbaik. Salah satu keuntungan algoritma yang akurat kita bisa kasih pinjaman dengan bunga yang lebih murah, karena yang gagal membayar jadi lebih sedikit. Algoritma yang akan dikembangkan menjadi penyempurnaan dari otomatisasi analisis kredit yang sudah dimiliki Taralite,” jelas CEO Taralite Abraham Viktor kepada DailySocial.

Alogoritma tersebut menjadi krusial bagi Taralite jika melihat pangsa pasar dan visi bisnis yang ditargetkan. Pihaknya menginginkan menjadi seperti Capital One di Amerika. Capital One beberapa dekade lalu mengeluarkan produk kartu kredit untuk golongan “sub-prime” –yakni kategori kalangan masyarakat yang sulit mendapatkan akses layanan perbankan seperti kartu kredit, biasanya bank menolak karena faktor kepercayaan dll.

Cara yang dilakukan Capital One tersebut menjadi inspirasi Taralite untuk pengembangan layanannya, menargetkan kepada kalangan “sub-prime” (atau Taralite sering menyebutnya under-served) yang membutuhkan pinjaman modal.

“Kami melakukan apa yang Capital One dan Ant Financials lakukan beberapa tahun yang lalu. Mereka berkomitmen untuk melayani segmen yang kurang terlayani dan tumbuh kuat dari sana. Mereka berkembang dari hanya satu penawaran produk ke dalam one stop shop untuk pelanggan yang mereka layani. Kami ingin mengikuti jejak mereka dan fokus untuk melayani segmen yang kurang terlayani di Indonesia,” sambut Viktor.

Terkait dengan regulasi, Viktor menyampaikan bahwa saat ini Taralite sedang dalam proses pendaftaran izin ke pihak terkait, dalam hal ini OJK. Peraturan untuk peer-to-peer lending sendiri juga sudah diterbitkan pemerintah sejak tahun Desember 2016 lalu.

“Terkait dengan regulasi pemerintah saat ini sudah memiliki aturan, artinya secara hukum sudah mengizinkan permain-permain seperti kita (peer-to-peer lending), dan saat ini kami sedang dalam proses untuk apply-nya,” pungkas Viktor.