Sebagai platform online grocery yang telah hadir sejak tahun 2013, Seroyamart mengklaim mengalami pertumbuhan pengguna signifikan selama pandemi. Hal ini dikarenakan pembatasan kegiatan dan aturan bekerja di rumah, sehingga terjadi perubahan perilaku konsumen dalam berbelanja. Dari segi bisnis, perusahaan mengalami pertumbuhan 30-40% sejak Maret 2020.
Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Seroyamart Sebastian Wijaya mengungkapkan, dari sisi operasional perusahaan sempat mengalami kendala ketika beberapa dari karyawan terjangkit Covid-19 yang menyebabkan hampir lumpuhnya gudang.
“Namun pandemi telah membantu mengedukasikan konsumen tentang belanja online dan juga sangat mengubah mindset konsumen dari selalu mencari diskon dan gratis ongkos kirim menjadi konsumen yang mengutamakan convenience dan safety dalam berbelanja.”
Saat ini Seroyamart telah memiliki 100 ribu pengguna aktif dan lebih dari 100 brand (lokal dan impor) yang diakomodasi platformnya. Terkait segmen pengguna, selain mengarah ke B2C, mereka juga telah menyasar B2B dengan melayani kebutuhan perkantoran. Peranannya lebih sebagai e-distributor/enabler bagi beberapa grocery brand dan juga membantu mengelola penjualan mereka melalui online marketplace.
Seroyamart juga menjual produk Indonesia ke berbagai belahan dunia. Terutama di lokasi partner brand yang tidak memiliki distributor. Sebagian besar pembeli ekspor adalah platform e-commerce di mancanegara.
Menariknya, kini perusahaan juga mengembangkan in-house brand, sudah ada produk beras dengan merek “Cap Ikan Mas” yang juga dipercayai oleh Ismaya Group, Accor Hotels, dan beberapa lainnya termasuk Kokikit.
“Selain beras dan makanan ringan, kami sedang dalam proses untuk menghadirkan house brand lainnya seperti sabun cuci piring, sabun pencuci lantai dengan kualitas baik namun tanpa harga terlalu tinggi. Kami sangat suka produk no nonsense dari Amazon Basics dan melihat potensi segmentasi produk tersebut di pasar kita,” kata Sebastian.
Fokus kepada kebutuhan sehari-hari
Secara komoditas, Seroyamart fokus kepada barang kebutuhan sehari-hari yang lebih mencondong kepada produk kering bukan sayuran atau daging. Tercatat saat ini belum banyak pemain baru yang mempunyai bisnis model farm to table. Bagi Seroyamart bisnis model tersebut secara margin dan operasional cukup kompleks dan masih sangat menantang. Terutama jika memang memang konsep farm to table tersebut tidak membeli sayurannya secara grosir dari pasar induk .
“Masyarakat Indonesia masih suka belanja di pasar untuk sayuran, buah dan daging, tapi mereka tidak keberatan belanja dry goods atau produk kering seperti mi instan, minyak goreng dan sabun atau sampo dari supermarket dan online. Terutama jika ada big savings atau brand deals,” kata Sebastian.
Untuk daerah mereka memiliki gudang atau depot dalam radius 2 km. Hal yang masih menjadi kendala bagi mereka hingga saat ini adalah unit economics dari B2C. Terutama jika layanan berada dalam radius lebih dari 2 km dari satu titik, perhitungan ongkos kirim yang masih menjadi kendala.
“Jadi di luar layanan radius 2 km tersebut kita memilih untuk fokus kepada konsumen bisnis dan berdagang. Tapi kita selalu menargetkan untuk membuka lebih banyak lagi depot di daerah padat penduduk,” kata Sebastian.
Saat ini Seroyamart melihat bisnis grocery untuk ritel sudah sangat matang dan tidak lagi bisa dikategorikan sebagai niche. Bisnis model farm to table juga sebenarnya sudah ada sejak dulu yang dilakukan oleh penjual secara konvensional. Yang kemudian menjadi fokus Seroyamart adalah penerapannya yaitu di operational excellence dan cost efficiency.
“E-commerce is actually a distribution dan logistics game. Teknologi hanya 10% dari bisnisnya, 90% adalah field operations and inventory management. Khusus untuk revenue growth tergantung seberapa besar Operating Expenditure (Opex). Opex terbesar adalah gaji pegawai, dan selama margin bisa menutupĀ pasti bisa bertahan,” kata Sebastian.
Ditambahkan olehnya yang menjadi penting adalah pemahaman bahwa untuk melakukan scale-up layanan e-commerce artinya Opex harus bertambah secara proporsional. Untuk itu dibutuhkan additional revenue generator dari sisi perdagangan atau brand sendiri — margin lebih besar dan bisa berkontribusi untuk menutup Opex.
Hadirkan pilihan berlangganan
Secara khusus Seroyamart berupaya untuk mengikuti perkembangan teknologi dan selalu fleksibel dalam melayani pelanggan. Mereka juga telah memiliki layanan pemesanan via chat dan juga platform pertama yang menawarkan grocery subscription. Meskipun mekanisme subscription di Indonesia masih belum didukung oleh Bank Indonesia, merchant online tidak diperbolehkan melakukan auto-deduct kartu kredit pengguna.
“Banyak dari pelanggan kita belanja tidak berinteraksi dengan situs ataupun aplikasi. Karena memang dianggap rumit oleh ibu-ibu di luar sana untuk melakukan proses yang berulang. Jadi mereka lebih suka memesan via chat dan mereka juga menyukai fitur ‘buy again’ kami,” kata Sebastian.
Jika awalnya Seroyamart hanya fokus kepada produk premium, kini semua produk tersedia untuk pengguna. Dibandingkan dengan beberapa pemain lainnya, mereka memiliki keunggulan stok yang hampir selalu ada dan tersedia, Hal ini dikarenakan, mereka memiliki inventori sendiri dan tidak bergantung kepada supermarket ataupun minimarket lainnya untuk penyediaan stok. Seroyamart saat ini juga sedang melakukan ekspansi penawaran 1 hour delivery.
“Ada beberapa target yang ingin dicapai oleh kami di antaranya adalah menghadirkan in-house brand dengan kualitas terbaik dan juga ekspansi 1-hour delivery ke lebih banyak titik lagi. Untuk mendukung rencana tersebut kami sedang mencari mitra-mitra yang ingin berbisnis online groceries,” tutup Sebastian.