Tag Archives: seed

Mythic Protocol Raih Pendanaan Awal Dipimpin Alpha JWC dan Shima Capital

Pengembang game Mythic Protocol meraih pendanaan awal sebesar $6,5 juta (sekitar 99,8 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Shima Capital. Investor lain yang ikut berpartisipasi adalah GDP Venture, Saison Capital, Planetarium Labs, Arcane Group, Presto Labs, MARBLEX, EMURGO Ventures, HYPERITHM, dan sejumlah angel investor.

Mythic Protocol didirikan oleh veteran di industri video game, yakni Arief Widhiyasa (Founder Agate) dan Igor Tanzil (eks CMO & CCO Agate, Founder Critical Forge). Perusahaan yang berbasis di Singapura ini memiliki 130 tim yang tersebar di seluruh dunia, yang juga veteran industri kreatif dan teknologi, seperti Caravan Studio, Microsoft, Samsung, Intel, dan Symantec.

CEO Mythic Protocol Arief Widhiyasa mengatakan industri video game mengalami siklus teknologi setiap 25 tahun. Dimulai dengan semikonduktor yang melahirkan industri video game, lalu fokus permainan yang menyenangkan, dan berlanjut ke internet dan gadget. Siklus kedua fokus pada percepatan adopsi video game ke khalayak dengan model bisnis free-to-play.

“Saya percaya siklus selanjutnya akan segera datang, Siklus ini akan digerakkan oleh komputasi terdistribusi (blockchain) dan AI, di mana partisipasi kolektif untuk menghasilkan nilai dalam suatu ekosistem, yaitu collaborative entertainment, menjadi masalah baru yang harus dipecahkan,” ujar Arief dalam keterangan rilis.

Sementara, COO Mythic Protocol Igor Tanzil mengungkap bahwa timnya menemukan peluang unik untuk membangun ekosistem hiburan yang kolaboratif yang akan diawali lewat pengembangan game untuk menjangkau pengguna lebih besar. Ekosistem kolaboratif ini diharapkan dapat memberikan pengalaman unik bagi investor, kreator, dan konsumen.

Maka itu Mythic Protocol akan membangun ekosistem hiburan kolaboratif yang melibatkan teknologi blockchain, AI, video game, dan media kreatif. Ekosistem ini mencakup pengembangan dan peluncuran game action-shooter RPG kolaboratif berjudul RIFTSTORM, yang digabungkan dengan sistem progres roguelite lintas platform (PC, konsol, dan gadget).

Mythic Protocol menargetkan dapat meluncurkan produk gamenya ke pasar global, khususnya Amerika Serikat, pada 2024. “Konsep collaborative entertainment memaksimalkan potensi dan idealisme yang bisa ditawarkan teknologi. Saya punya visi untuk menciptakan sebuah sistem di mana setiap kontribusi pengguna memiliki makna, atribusi yang adil, dan aksi yang mendorong evolusi. Sungguh disayangkan banyak potensi teknologi blockchain disia-siakan karena spekulasi finansial yang berlebihan.”

Selain itu, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk meningkatkan penawaran bagi kreator game, yakni berupa kumpulan sumber data yang diberi nama Decentralized Universal Meta (on Blockchain) atau DUMB. Terakhir, pihaknya akan mengembangkan kelas aset digital LEGACY yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan pendapatan aset mereka.

“Dengan tim pendiri yang telah menerbitkan lebih dari 250 judul game sejak 2009 dan menjadi salah satu pengembang gim terbesar di Asia Tenggara, kami meyakini mereka dapat mencapai keberhasilan di siklus pengembangan game ke depannya.” Tutup Founder dan General Managing Partner Shima Capital Yida Gao.

Delegasi merupakan salah satu peserta Y Combinator S22

Startup SaaS Akuntansi Delegasi Dikabarkan Peroleh Pendanaan Awal

Startup Saas pembukuan digital Delegasi dikabarkan memperoleh pendanaan awal (seed) dengan BEENEXT menjadi salah satu investor di putaran ini. Delegasi merupakan salah satu peserta Y Combinator batch S22.

Delegasi merupakan startup SaaS di bidang akuntansi. Berasal dari Bandung, platform ini didirikan tiga lulusan ITB, yakni Adrian Maulana, Anshorimuslim (Ans) Syuhada, dan Yudha Okky Pratama.

Mengutip dari berbagai sumber, para founder berupaya mengatasi masalah klasik yang kerap dialami para pemilik bisnis, seperti keterbatasan SDM dan minim pengetahuan terhadap akuntansi. Dari survei yang mereka lakukan, banyak pemilik bisnis telah membayar biaya langganan solusi semacam ini selama setahun, tetapi berhenti pada 1-2 bulan pertama. Menurut responden, perangkat lunak akuntansi yang ada dinilai terlalu kompleks bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan pada hal ini.

Startup ini mengembangkan virtual financial assistant berbasis AI yang dapat membantu pemilik usaha F&B untuk melakukan pencatatan keuangan. Pemilik bisnis cukup mengunggah struk, seperti nota belanja, mutasi rekening, dan stock opname via Telegram.

Sistem akan melakukan input, pencatatan, dan analisis yang menghasilkan tiga jenis laporan keuangan, yakni laba rugi, arus kas, dan neraca. Solusi ini diklaim dapat menghemat biaya tiga kali lebih terjangkau sehingga pemilik bisnis dapat fokus terhadap operasional dan tidak perlu merekrut karyawan.

Pasar SaaS

Saat ini pelaku UMKM memiliki banyak opsi yang dapat membantu mereka memudahkan kegiatan operasional. Sudah banyak startup di Indonesia yang mengembangkan produk, seperti pencatatan keuangan digital, cloud, hingga POS.

Mekari termasuk startup SaaS yang terbesar di Indonesia, menawarkan berbagai produk untuk meningkatkan produktivitas pegawai dan bisnis. Terakhir, Mekari mengakuisisi platform pengembang layanan CRM Qontak.

Selain itu, ada pula Credibook dan BukuWarung yang juga mengembangkan solusi pencatatan keuangan digital bagi pelaku UMKM. Kemudian, Qasir yang membidik pasar merchant untuk aplikasi POS.

Mengacu data Kementerian Koperasi dan UKM, baru ada 19 juta UMKM yang masuk ke ekosistem digital per Mei 2022. Angka tersebut masih jauh dari target 30 juta UMKM go digital di 2024. Adapun, total omzet UMKM yang sudah go digital telah mencapai Rp500 triliun-Rp600 triliun.

JaPang Provides Grocery Supply Chain Innovation to Focus on Outside Java

The huge opportunity to disrupt the system of providing rice, chicken and eggs as staple food for the community has inspired Jaringan Pangan (JaPang) to present a breakthrough in the distribution system empowered by technology. In particular, JaPang serves lots of customers outside Java for its product and technology services. This startup officially launched in April 2021, targeting the B2B segment.

Jaringan Pangan Indonesia’s Founder & CEO, Benny Tjong said to DailySocial that the reason they focus on rice, chicken and eggs is because the products has a large volume. For rice alone, the market opportunity is recorded at around $22 billion per year.

“Aside from volume basis, these products are not easily rotten. Rice is guaranteed as a lifetime product, while we sold frozen chicken, it can stay longer. Likewise for eggs, which mostly have at least 30 days shelf life from its laying,” Benny said.

Partnership with local farmers

In order to provide these products, JaPang has established partnerships with local farmers. It is expected to give them direct access to the target market, which is still difficult. At least 350 rice farmers have joined, 100 chicken farmers and 20 chicken egg farmers. JaPang also has 45 B2B clients in various cities.

“We also sell complimentary products such as cooking oil and sugar. We developed our private label for all of these products. These products are also complementary to basic food products,” Benny added.

Focusing on cities outside Java, JaPang claims to have covered most cities in Kalimantan. They also target Sulawesi, Maluku and Papua. In particular, JaPang has several revenue streams, B2B for distributors and agents, as well as B2B2C specifically for retail and their flagship initiative, “Jawara” (JApang WARung RAkyat).

Jawara for B2B2C

In addition to bridging the distributors and agents needs, JaPang helps them distribute and sell all products. Apart from having partners in various areas and even in several cities that are included in the primary city category, JaPang will open its own depot, all of which are managed by the JaPang team. This is related to the company’s next step to develop the B2B2C segment, Jawara.

“We present Jawara for SMEs by creating a social impact for those novice entrepreneurs who want to star a business. In terms of capital, we will provide capital in the form of stock by selling rice, eggs and chicken,” Benny said.

He added that they also partnered with several financial institutions to provide capital. It is expected that more partners from other financial institutions will join JaPang to help the Jawaras.

This latest initiative is still concentrated in the Greater Jakarta area. However, JaPang targets to expand throughout Indonesia in the future. In the first quarter of 2022, they target to reach around 10 thousand Jawaras.

In order to simplify the process, JaPang will be managing the launched depots. In the future, the it can be functioned as a dark store (that only serves online transactions) and will adopt an omnichannel strategy for pick up or delivery. Currently, JaPang has 5 depots in Jabodetabek and 5 others outside Java.

“Currently, we have reached more than 100 Jawaras in Jabodetabek and it is estimated to reach 500 this month. In January 2022, Jawara is to expand to Surabaya, followed by other big cities,” Benny said.

Fundraising plan

To date, JaPang has secured seed funding with a total value of $500 thousand or equivalent to 7.1 billion Rupiah. This amount is a combination of the founders’ investment and fresh funds from several angel investors. In order to accelerate business growth and expansion plans, JaPang is currently in the process of finalizing the pre-series A fundraising. If it goes well, JaPang will announce the news at the end of January 2022.

In addition to fundraising, JaPang is currently developing an app. It has been launched for B2B clients, but since it is still difficult to adopt them online, this app is currently available for internal. In the future, JaPang will develop an app for all partners to buy products, as well as for Jawara and the end consumers.

“It’s not exclusive for Jawara, buyers will be able to find out where the nearest Jawara is. Everything is currently under development forthe app,” Benny added.

In 2022, JaPang will focus on introducing Jawara to the wider market. This includes acquiring more Jawaras, especially those who are affected by the pandemic and want to earn additional income by joining Jawara. The logistics development alone is part of the company’s roadmap. They are currently utilizing third party logistics.

“Our focus remains on B2B and Jawara clients, as well as how we can have food security and help SMEs have economic resilience,” Benny said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Jaring Pangan JaPang

JaPang Hadirkan Inovasi “Supply Chain” Produk Bahan Pangan, Fokus di Luar Jawa

Besarnya peluang untuk mendisrupsi sistem penyediaan beras, ayam, dan telur sebagai bahan pangan pokok masyarakat, dimanfaatkan oleh Jaring Pangan (JaPang) untuk berinovasi menghadirkan terobosan sistem distribusi yang diberdayakan teknologi. Secara khusus JaPang banyak melayani pelanggan di luar Jawa untuk layanan produk dan teknologi mereka. Menyasar segmen B2B, startup ini resmi meluncur bulan April 2021 lalu.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Jaring Pangan Indonesia Benny Tjong mengungkapkan, alasan mereka untuk fokus kepada beras, ayam, dan telur adalah karena memiliki volume yang sangat besar. Untuk beras sendiri tercatat dalam peluang pasar bisa mencapai sekitar $22 miliar per tahunnya.

“Selain basis volume,  kami melihat produk tersebut memiliki ketahanan dalam waktu yang cukup lama. Untuk beras sudah terjamin sebagai lifetime product, sementara untuk ayam karena kami menjual dalam bentuk beku bisa memiliki daya tahan yang lama. Demikian juga untuk telur, yang kebanyakan memiliki daya tahan selama 30 hari semenjak bertelur,” kata Benny.

Jalin kemitraan dengan petani lokal

Untuk menyediakan produk tersebut, saat ini JaPang telah menjalin kemitraan dengan petani lokal. Harapannya bisa memberikan akses langsung mereka kepada target pasar, yang selama ini masih sulit untuk dilakukan. Sedikitnya sudah ada 350 petani padi yang bergabung, 100 peternak ayam, dan 20 peternak telur ayam. JaPang juga telah memiliki 45 klien B2B di berbagai kota.

“Kami juga menjual complimentary product seperti minyak goreng dan gula. Semua produk tersebut kami buat sendiri mereknya melalui private label. Produk tersebut turut melengkapi menjadi produk sembako,” kata Benny.

Fokus kepada kota-kota di luar pulau Jawa, saat ini JaPang mengklaim telah menjangkau sebagian besar kota di pulau Kalimantan. Pulau lain yang juga disasar di antaranya adalah Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Secara khusus JaPang memiliki beberapa revenue stream, yaitu B2B untuk distributor dan agen, juga B2B2C khusus untuk ritel dan inisiatif unggulan mereka, “Jawara” (JApang WArung RAkyat).

Kembangkan Jawara untuk B2B2C

Selain menjembatani kebutuhan distributor dan agen, JaPang juga turut membantu mereka mendistribusikan dan menjual semua produk. Selain sudah memiliki mitra di berbagai area dan bahkan sudah ada di beberapa kota yang masuk dalam kategori primary city, JaPang akan membuka depo sendiri yang semuanya dikelola sendiri oleh tim JaPang. Hal tersebut diklaim ada kaitannya dengan beberapa strategi ke depan perusahaan untuk mengembangkan segmen B2B2C yaitu Jawara.

“Jawara kami hadirkan untuk pelaku UKM dengan menciptakan suatu social impact untuk mereka yang ingin memiliki usaha tapi tidak mengetahui bagaimana cara memulainya. Bagi mereka yang tidak memiliki modal akan kita berikan modalnya dalam bentuk stok dengan berjualan beras, telur dan ayam,” kata Benny.

Ditambahkan olehnya, untuk pembiayaan modal selain disediakan oleh JaPang sendiri, mereka juga bermitra dengan institusi finansial untuk menyediakan pilihan tersebut. Harapannya akan lebih banyak lagi mitra institusi finansial lainnya yang bergabung dengan JaPang membantu para Jawara.

Inisiatif baru ini masih terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek. Namun ke depannya JaPang menargetkan akan memperluas hingga ke seluruh Indonesia. Harapannya pada kuartal 1 tahun 2022 mendatang bisa merangkul sekitar 10 ribu Jawara.

Untuk mempermudah proses, nantinya JaPang akan mengelola depo-depo yang akan di buka sebelumnya. Depo tersebut ke depannya juga akan berfungsi sebagai dark store (konsep toko ritel yang hanya melayani transaksi secara online) dan akan mengadopsi strategi omnichannel yang bisa diambil langsung atau diantar. Saat ini JaPang telah memiliki 5 depo di Jabodetabek dan 5 lainnya di luar pulau Jawa.

“Saat ini jumlah Jawara di Jabodetabek sudah mencapai 100 lebih jumlahnya dan diperkirakan akan mencapai 500 Jawara bulan ini. Bulan Januari 2022 mendatang rencananya Jawara akan merambah Surabaya, dilanjutkan dengan kota-kota besar lainnya,” kata Benny

Rencana penggalangan dana

Saat ini JaPang telah mengantongi pendanaan awal dengan total nilai $500 ribu atau setara 7,1 miliar Rupiah. Jumlah tersebut merupakan gabungan investasi para pendiri dan dana segar dari beberapa angel investor. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperluas rencana ekspansi, JaPang saat ini tengah dalam proses finalisasi penggalangan dana pra-seri A. Jika sesuai dengan rencana, dana segar tersebut bisa dikantongi oleh JaPang akhir bulan Januari 2022.

Selain penggalangan dana, JaPang juga masih mengembangkan aplikasi. Untuk saat ini aplikasi klien B2B sudah diluncurkan, namun karena masih sulitnya untuk mengadopsi mereka secara online, aplikasi tersebut masih digunakan secara internal. Ke depannya JaPang akan mengembangkan aplikasi yang bisa digunakan semua mitra untuk membeli produk, demikian pula untuk Jawara dan end consumer.

“Bukan hanya untuk para Jawara namun juga pembeli nantinya bisa mengetahui lokasi terdekat Jawara ada di mana. Semua masih dalam proses pengembangan untuk aplikasi,” kata Benny.

Tahun 2022 mendatang fokus JaPang masih ingin memperkenalkan Jawara lebih luas lagi. Termasuk di dalamnya menambah jumlah Jawara, terutama bagi mereka yang terdampak pandemi dan ingin mendapatkan penghasilan tambahan dengan bergabung menjadi Jawara. Pengembangan logistik sendiri juga menjadi bagian dari roadmap perusahaan. Saat ini mereka masih memanfaatkan logistik pihak ketiga.

“Fokus kita tetap kepada klien B2B dan Jawara, serta bagaimana kita bisa memiliki ketahanan pangan dan membantu UKM memiliki ketahanan ekonomi,” kata Benny.

East Ventures Leads Seed Funding for F&B Company “Legit Group”

The local F&B firm Legit Group announced $3 million seed funding (worth Rp43 billion) led by East Ventures with participation from AC Ventures. Legit Group will use the funds to launch two new brands focused on delivery services with marketing; and expand operations to 135 distribution points by the end of this year.

Legit Group is a multi-brand cloud kitchen conceptor and operator founded by Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, and Asrul Abraham Hendrata in early February 2021. Sumarno was previously the founder of Eatwell Group, the owner of a restaurant group network that operates the Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, and Eat and Eat.

Currently, Legit Group operates three brands, Pastaria, Sei’Tan and Juju Chikin which has 45 distribution points. They designed the business by utilizing delivery solutions generating big opportunity during this pandemic.

According to data compiled by Statista, Indonesia is the largest food delivery service market in Southeast Asia with a value of $3.7 billion and accounts for 31% of total deliveries in the region. This value is recorded to grow continuously by 32.5% every year.

In the midst of a pandemic situation, the majority of the global community experienced changes in their consumption behavior of F&B products. Consumer behavior that tends to reduce their intensity to eat and drink out (dine-in) has created great opportunities for F&B businesses that focus on delivery services.

Legit Group’s Co-Founder & CEO, Sumarno Ngadiman said, “The DNA of an F&B business that prioritizes delivery is very different from that of an offline or traditional restaurant business, which is why many traditional restaurants find it difficult to compete in the delivery service market.

“The key to the success of a F&B business that focuses on delivery services is being able to create high quality food that has consistent timeliness and remains optimal during delivery and at an affordable price, therefore, customers can make it a part of their daily habits.”

He believes that the trend of adopting food delivery services will continue until the pandemic is over. Legit Group’s sales have grown 9.5 times since its estabishment, and saw a 61% increase in revenue from June to July.

Legit Group has built strategic partnerships with Ismaya Group, Yummy Corp, and GK Hebat to accelerate expansion and drive business growth strategies. This position allows companies to use its existing infrastructure to rapidly expand operations without large upfront investments.

“This has allowed us to rapidly expand our coverage thereby lowering shipping costs for customers who order our products. We have been in the F&B business for more than 20 years and will use our experience to create the products that customers want while adhering to food handling standards. the best safety,” Sumarno added.

East Ventures’ Managing Partner, Roderick Purwana said, since the beginning of the pandemic the F&B sector has been significantly impacted due to restrictions on mobility and eating-in activities. They can no longer rely on traditional dine-in sales, they have to include online food delivery services, which is a necessary step to stay afloat.

“Despite being recently launched earlier this year, Legit Group has proven its ability to create unique and attractive F&B brands with impressive growth. Thanks to a very solid team with industry-leading experience for this achievement is,” he said.

East Ventures’ operating partner, David Fernando Audy added that Ismaya’s role in the F&B industry is unquestionable. Now the concept is being replicated through Legit Group by leveraging their kitchen and network infrastructure with various online initiatives and technology to deliver quality food with great taste and affordable prices.

“At the level of speed and economies of scale it will make Legit Group a great player in the on-demand food delivery business.”

Indonesia’s cloud kitchen industry

According to the e-Conomy SEA 2020 report, the transportation and food delivery industry will be worth $16 billion (GMV) by 2025, from $5 billion in 2020. The main engine of the digital economy in this country is still dominated by trade via e-commerce platforms which is projected to worth $83 billion.

The food delivery service ecosystem is also driven by the development of the cloud kitchen industry. In Indonesia, citing the Rise of Virtual Kitchen 2021 report published by Savills Research & Consultancy, the cloud kitchen model currently operating is targeting different consumers from restaurants in malls.

It is estimated that there are 70 cloud kitchen outlets operated by seven players in Jakarta. Ismaya Group, through one of its affiliates, Yummy Kitchen.

No Operator  Year of est. Location Minimum contract Kitchen size Price from Partner brands
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Awal Legit Group

East Ventures Pimpin Pendanaan Tahap Awal Perusahaan F&B “Legit Group”

Perusahaan F&B lokal Legit Group mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $3 juta (senilai Rp43 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures. Legit Group akan menggunakan dana tersebut untuk meluncurkan dua brand baru yang berfokus pada layanan pengiriman dengan pemasaran; serta memperluas operasional ke 135 titik distribusi hingga akhir tahun ini.

Legit Group adalah konseptor dan operator cloud kitchen multi-brand yang didirikan oleh Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, dan Asrul Abraham Hendrata pada awal Februari 2021. Sumarno sebelumnya adalah founder Eatwell Group, pemilik jaringan grup restoran yang mengoperasikan brand Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, dan Eat and Eat.

Saat ini, Legit Group mengoperasikan tiga brand, yakni Pastaria, Sei’Tan dan Juju Chikin yang telah tersebar di 45 titik distribusi. Mereka mendesain bisnisnya dengan memanfaatkan solusi pesan-antar yang tengah mendapatkan kesempatan besar sepanjang pandemi ini.

Menurut data yang dihimpun Statista, Indonesia adalah pasar layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara dengan nilai $3,7 miliar dan menyumbang 31% dari total pengiriman di kawasan ini. Nilai ini tercatat terus bertumbuh sebesar 32,5% setiap tahun.

Di tengah situasi pandemi, mayoritas masyarakat global mengalami perubahan perilaku konsumsi produk F&B. Perilaku konsumen yang cenderung mengurangi intensitas mereka untuk makan dan minum di luar (dine-in) telah menciptakan peluang besar bagi bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar.

Co-Founder & CEO Legit Group Sumarno Ngadiman mengatakan, DNA dari bisnis F&B yang mengutamakan pengiriman sangat berbeda dari bisnis restoran offline atau tradisional, itulah sebabnya banyak restoran tradisional kesulitan untuk bersaing di pasar layanan pesan-antar.

“Kunci sukses dari bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar adalah mampu menciptakan makanan berkualitas tinggi yang memiliki ketepatan waktu konsisten serta tetap optimal selama pengiriman dan memiliki harga terjangkau sehingga pelanggan dapat menjadikannya sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari mereka.”

Pihaknya percaya tren adopsi layanan pesan-antar makanan akan tetap ada hingga pandemi usai. Penjualan Legit Group telah tumbuh 9,5 kali sejak awal berdiri, dan mengalami peningkatan pendapatan hingga 61% dari Juni hingga Juli saja.

Legit Group telah membangun kerja sama strategis dengan Ismaya Group, Yummy Corp, dan GK Hebat untuk mempercepat ekspansi dan mendorong strategi pertumbuhan bisnis. Posisi tersebut membuat perusahaan dapat menggunakan infrastruktur yang dimiliki untuk memperluas operasional dengan cepat tanpa investasi besar di awal.

“Hal ini memungkinkan kami untuk memperluas cakupan kami dengan cepat sehingga menurunkan biaya pengiriman untuk pelanggan yang memesan produk kami. Kami telah berkecimpung dalam bisnis F&B selama lebih dari 20 tahun dan akan menggunakan pengalaman kami untuk menciptakan produk yang diinginkan pelanggan dengan tetap menerapkan standar penanganan food safety terbaik,” imbuh Sumarno.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, sejak awal pandemi sektor F&B sangat terpukul karena pembatasan mobilitas dan kegiatan makan di tempat. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan penjualan makan di tempat tradisional seperti sebelumnya, sekarang harus menyertakan layanan pengiriman makanan online, yang merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap bertahan.

“Meski baru diluncurkan awal tahun ini, Legit Group telah membuktikan kemampuannya dalam menciptakan brand F&B yang unik dan menarik dengan pertumbuhan yang mengesankan. Pencapaian tersebut berkat tim yang sangat solid dengan pengalaman industri terkemuka,” kata dia.

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy menambahkan, kiprah Ismaya di industri F&B sudah tidak diragukan lagi. Sekarang konsep tersebut direplikasi melalui Legit Group dengan memanfaatkan dapur dan infrastruktur jaringan mereka dengan berbagai inisiatif online dan teknologi untuk menghadirkan makanan berkualitas dengan rasa yang enak dan harga terjangkau.

“Pada tingkat kecepatan dan skala ekonomis akan menjadikan Legit Group sebagai pemain yang hebat di industri pesan-antar makanan online (on-demand food delivery business).”

Industri cloud kitchen di Indonesia

Menurut laporan e-Conomy SEA 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Dalam ekosistem layanan pesan-antar makanan, turut didorong oleh perkembangan industri cloud kitchen. Di Indonesia, mengutip dari laporan Rise of Virtual Kitchen 2021 yang diterbitkan Savills Research & Consultancy, model cloud kitchen yang beroperasi saat ini menyasar target konsumen yang berbeda dari restoran di mal.

Diestimasi ada 70 outlet cloud kitchen yang dioperasikan tujuh pemain di Jakarta. Ismaya Group, melalui salah satunya afiliasinya, Yummy Kitchen.

No Nama Operator Tahun berdiri Lokasi Minimum kontrak Ukuran dapur Harga sewa (mulai dari) Mitra brand
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand

wagely Secures 79 Billion Rupiah, Targeting 250 Thousand Employees for Early Wage Access

Indonesia has the largest underbanked population in Southeast Asia. Millions of low- and middle-income workers struggle to cover unexpected expenses each month, putting significant financial pressure on their paycheck.

Tobias Fischer, Sasanadi Ruka, and Kevin Hausburg intend to address this issue by establishing wagely in March 2020 in Jakarta. Those three hold digital industry background that counts for Wagely’s vision and mission to provide financial welfare to employees by providing access to early salaries.

Fischer used to work at Grab Financial Group, Capital Match, ADB, and Rocket Internet. Meanwhile, Ruka previously worked at Tokopedia, Jenius, AWS, and HappyFresh. While Hausburg has strong experience in digital marketing for many global companies.

In an interview with DailySocial, Fisher explained that Wagely helps businesses increase the productivity, engagement and loyalty of their workforce by offering employees an innovative financial benefits platform to access earned wages and financial education.

Employees can withdraw up to 50% of the salary instantly and on demand to their payroll bank account. The money will be used to help them pay for unexpected expenses and emergencies. Wagely provides an affordable flat fee per withdrawal with no hidden fees or interest. Therefore, Fisher consider wagely in accordance with the sharia concept.

“Wagely has a unique approach as it does not provide loans to employees but only access to earned salary. Therefore, Wagely does not require any underwriting and available to all employees in a company,” he said.

It is said that wagely has partnered with more than 50 companies, most of the companies are in global and national level. Among those are British American Tobacco, Ranch Market, Mustika Ratu, and others. As many as tens of thousands of employees from all of these partners have been served with early salary access.

Mockup aplikasi wagely / wagely
Wagely mockup app / wagely

Seed funding

In the same occasion, on its first anniversary, wagely officially announced the seed funding of $5.6 million (over 79 billion Rupiah) led by Integra Partners (formerly known as Dymon Asia Ventures). Also participated in this round Asian Development Bank (ADB) Ventures, PT Triputra Trihill Capital, 1982 Ventures, Willy Suwandi Dharma (former President Director of Asuransi Adira Dinamika), and others.

As wagely’s CEO, Fisher said that the fresh funds will be used to accelerate the adoption of the Wagely platform to more employees. It is targeted to attract more than 250 thousand employees as users this year. He said, providing a sound and affordable solution to an emergency cash flow problem is only the first step towards building long-term financial health.

“Ensuring long-term financial well-being means building a holistic platform that offers workers access to affordable services, encourages financial responsibility, and provides a pathway to financial stability and inclusion, with access to earned wages at the core and seamlessly integrated features. We are committed to building a complete ecosystem that builds and protects the future financial sustainability of employees in Southeast Asia.”

In an official statement, Integra Partners’ Partner, Christiaan Kaptein said, “The investment and participation of several Indonesian family conglomerates highlighted Wagely’s leadership role in financial awareness and its ability to build sustainable and responsible businesses by taking advantage of the vast financial services market opportunities in Southeast Asia,” he said.

ADB Ventures’ Senior Fund Manager, Daniel Hersson added, “This investment underscores our belief that Wagely has what it takes to lead financial inclusion and literacy in Indonesia. wagely offers workers what they didn’t have before: fair and accessible financial tools to help them manage inevitable contingencies and emergencies, including those caused by climate change.”

The presence of Earned Wage Access (EWA) platforms such as Wagely in Indonesia, GajiGesa has attracted a lot of attention from investors as the potential it offers. EWA solutions provide companies with the opportunity to reduce turnover, increase employee productivity, and increase business savings.

In the United States, Dailypay has received funding that brought them to the unicorn level. Softbank also invested in similar startups named Payactiv, Jeff Bezon and Bill Gates (Wagestream and Minu), and Peter Thiel (Even).

Tiga founder wagely Tobias Fischer, Sasanadi Ruka, dan Kevin Hausburg / wagely

Terima Pendanaan 79 Miliar Rupiah, wagely Berambisi Jangkau 250 Ribu Karyawan Terima Akses Gaji Lebih Awal

Jumlah populasi underbanked di Indonesia merupakan terbesar se-Asia Tenggara. Jutaan pekerja berpenghasilan rendah dan menengah berjuang untuk menutupi pengeluaran tak terduga setiap bulanan, mengakibatkan tekanan keuangan yang signifikan terhadap pendapatan mereka.

Isu tersebut ingin ditangani oleh Tobias Fischer, Sasanadi Ruka, dan Kevin Hausburg dengan mendirikan wagely pada Maret 2020 di Jakarta. Latar belakang ketiganya dari industri digital membulatkan visi dan misi wagely yang ingin memberikan kesejahteraan finansial kepada karyawan dengan memberikan akses gaji lebih awal untuk membayar kebutuhan.

Fischer pernah bekerja di Grab Financial Group, Capital Match, ADB, dan Rocket Internet. Sementara, Ruka sebelumnya bekerja di Tokopedia, Jenius, AWS, dan HappyFresh. Sedangkan Hausburg memiliki pengalaman kuat di digital marketing untuk banyak perusahaan global.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Fisher menerangkan wagely membantu bisnis meningkatkan produktivitas, keterlibatan, dan loyalitas tenaga kerja mereka dengan menawarkan karyawan platform manfaat keuangan yang inovatif untuk mengakses upah yang sudah diperoleh dan pendidikan keuangan.

Karyawan dapat menarik hingga 50% dari upah yang masih harus dibayar perusahaan secara instan dan sesuai permintaan ke rekening bank gaji mereka. Dana tersebut dipakai untuk membantu mereka membayar pengeluaran tak terduga dan keadaan darurat. wagely memberikan biaya tetap yang terjangkau per penarikan tanpa biaya tersembunyi maupun bunga. Makanya, Fisher menilai wagely sesuai dengan konsep syariah.

“wagely memiliki pendekatan yang unik karena tidak memberikan pinjaman kepada karyawan tetapi hanya akses ke gaji yang telah bekerja. Oleh karena itu, wagely tidak memerlukan penjaminan emisi apa pun dan terbuka untuk semua karyawan dalam suatu perusahaan,” ucapnya.

Disebutkan saat ini wagely telah bermitra dengan lebih dari 50 perusahaan, mayoritas mereka adalah perusahaan global dan nasional. Nama-namanya adalah British American Tobacco, Ranch Market, Mustika Ratu, dan lainnya. Sebanyak puluhan ribu karyawan dari seluruh mitra ini telah terlayani dengan akses gaji lebih awal.

Mockup aplikasi wagely / wagely
Mockup aplikasi wagely / wagely

Peroleh pendanaan tahap awal

Pada saat yang bersamaan, setahun setelah beroperasi, wagely resmi mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $5,6 juta (lebih dari 79 miliar Rupiah) yang dipimpin Integra Partners (sebelumnya dikenal sebagai Dymon Asia Ventures). Terdapat sejumlah investor yang turut berpartisipasi dalam putaran ini, yakni Asian Development Bank (ADB) Ventures, PT Triputra Trihill Capital, 1982 Ventures, Willy Suwandi Dharma (eks Presdir Asuransi Adira Dinamika), dan lainnya.

Fisher sebagai CEO dari wagely menyampaikan dana segar ini akan dimanfaatkan untuk mengakselerasi adopsi platform wagely kepada lebih banyak karyawan. Ditargetkan dapat menarik lebih dari 250 ribu karyawan sebagai pengguna sepanjang tahun ini. Menurutnya, memberikan solusi yang sehat dan terjangkau untuk masalah arus kas darurat hanyalah langkah awal menuju pembangunan kesehatan keuangan jangka panjang.

“Memastikan kesejahteraan finansial jangka panjang berarti membangun platform holistik yang menawarkan akses pekerja ke layanan yang terjangkau, mendorong tanggung jawab finansial, dan menyediakan jalan menuju stabilitas dan inklusi keuangan, dengan akses upah yang diperoleh sebagai inti dan fitur terintegrasi yang mulus. Kami berkomitmen untuk membangun ekosistem lengkap yang membangun dan melindungi keberlanjutan finansial masa depan karyawan di Asia Tenggara.”

Dalam keterangan resmi, Partner Integra Partners Christiaan Kaptein mengatakan, “Investasi dan partisipasi dari beberapa konglomerat keluarga Indonesia menggarisbawahi peran kepemimpinan wagely di bidang kesehatan keuangan dan kemampuannya untuk membangun bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan memanfaatkan peluang pasar jasa keuangan yang luas di Asia Tenggara,” ucap dia.

Senior Fund Manager ADB Ventures Daniel Hersson menambahkan, “Investasi ini menegaskan keyakinan kami bahwa wagely memiliki apa yang diperlukan untuk mengarusutamakan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. wagely menawarkan pekerja apa yang tidak mereka miliki sebelumnya: alat keuangan yang adil dan dapat diakses untuk membantu mereka mengelola kontinjensi dan keadaan darurat yang tak terhindarkan, termasuk yang disebabkan oleh perubahan iklim.”

Kehadiran platform Earned Wage Access (EWA) seperti wagely di Indonesia sudah ada GajiGesa mulai menarik banyak perhatian investor karena potensi yang ditawarkan. Solusi EWA memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk mengurangi turnover, meningkatkan produktivitas karyawan, dan meningkatkan tabungan bisnis.

Di Amerika Serikat, ada Dailypay yang memperoleh pendanaan yang memboyong mereka ke status unicorn. Softbank juga sudah memiliki portofolio startup bernama Payactiv, Jeff Bezon dan Bill Gates (Wagestream dan Minu), dan Peter Thiel (Even).

Application Information Will Show Up Here
Managing Director Sequoia India Rajan Anandan / Surge

Dapat Pendanaan Tahap Awal dari Induk, Surge Incar Lebih Banyak Startup Indonesia Bergabung

Surge, program akselerator milik Sequoia Capital India, akan terus menarik lebih banyak startup Indonesia bergabung dalam program-program mereka setlah mengantongi pendanaan tahap awal sebesar $195 juta (lebih dari 2 triliun Rupiah) dari induknya. Sejak program Surge dimulai Maret 2019 lalu, telah menarik sembilan startup Indonesia, dari total 69 startup yang tersebar di Asia Tenggara dan India, mengasah potensi terbaiknya.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Managing Director Sequoia India Rajan Anandan tidak bersedia merinci secara eksplisit dana tersebut akan digunakan untuk apa saja dan di negara mana saja. Dana segar tersebut akan didedikasikan untuk memberdayakan para pendiri yang digerakkan oleh misi di Asia Tenggara dan India dan membantu mereka membangun perusahaan yang benar-benar tahan lama.

Ia juga memastikan Surge ingin merekrut lebih banyak perwakilannya di Indonesia, sebab negara ini telah menjadi bagian dari keluarga Sequoia Capital India. “Kami sangat terkesan dengan bakat dan potensi kawasan ini untuk membangun perusahaan kelas dunia. Sequoia Capital telah menjadi investor aktif di Indonesia sejak 2014,” kata Anandan.

Surge Cohort 4 telah selesai pada bulan lalu, terpilih 17 startup yang masuk ke dalam program. Ada empat startup dari Asia Tenggara di dalamnya, tiga di antaranya dari Singapura dan satu dari Indonesia, yakni Otoklix. Startup ini didirikan oleh Martin Reyhan Suryohusodo, Joseph Alexander Ananto, dan Benny Sutedjo pada 2019. Otoklix membantu mendigitalkan sektor aftermarket otomotif Indonesia dengan menyediakan solusi online ke offline.

Otoklix menambah jajaran startup lokal yang masuk komunitas Surge. Sebelumnya, terdapat Qoala, BukuKas, CoLearn, Hangry, Bobobox, Storie, Chilibeli, dan Rukita. Anandan menuturkan, lebih dari separuhnya telah melakukan putaran seri A dan menggunakan teknologi untuk mengubah cara orang hidup dan bekerja.

Ia mencontohkan, BukuKas yang bergabung di Surge pada April 2020, membantu UMKM mengerti dan mengatur pencatatan keuangan dengan lebih efektif lewat smartphone. Kini BukuKas memiliki lebih dari lima juta pengguna terdaftar dan di dalamnya terdapat dua juta pengguna aktif. Pertumbuhannya dalam setahun tembus 73 kali lipat dan volume transaksi tahunan sebesar $18 miliar. Pada awal tahun ini BukuKas mengantongi pendanaan Seri A $10 juta.

Sementara itu, CoLearn yang layanannya baru diresmikan pada Agustus 2020, telah berkembang pesat dengan 3,5 juta siswa mengajukan lebih dari 5 juta pertanyaan per bulan, yang dijawab melalui platform AI CoLearn. 80% siswa yang disurvei yang menggunakan produk telah melihat nilai mereka meningkat. Misi CoLearn meningkatkan standar pendidikan agar generasi muda Indonesia berdaya saing global.

Pesatnya perkembangan BukuKas dan CoLearn adalah bukti bahwa pandemi bisa menjadi kesempatan yang unik dalam menyelesaikan tantangan baru dengan pendekatan teknologi. Pasalnya, pandemi membuat akselerasi dan adopsi teknologi tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya selama 12 bulan terakhir, menciptakan peluang di beberapa sektor.

“Bisnis offline tradisional telah berubah menjadi online. Indonesia dengan populasi yang paham digital dan memprioritaskan seluler telah menyaksikan gelombang baru startup yang mendukung teknologi memanfaatkan hal ini dengan baik.“

Dirinci lebih jauh, dari 69 startup yang bergabung, mencakup lebih dari 15 sektor. Terbagi atas, sepertiganya membangun produk SaaS, mayoritas untuk pasar global; 25% membangun startup internet konsumen; 13% membangun merek konsumen, dan 12% berada di ruang B2B. 30 startup dari 52 startup dari tiga cohort yang diselenggara berhasil mengumpulkan $390 juta sebagai modal lanjutan (follow on capital) setelah program.

Surge Cohort 5

Surge membuka dua batch dalam setahun dengan kuota sekitar 15-20 startup untuk dibina selama 16 minggu per batch. Startup yang bergabung bisa masih berupa ide atau konsep, asal founder tersebut berkomitmen full time untuk mengembangkannya jadi bisnis nyata.

Startup tahap awal yang sudah punya bisnis diwajibkan mencantumkan kinerja bisnisnya, seperti traksi untuk mengukur seberapa besar potensi industrinya. Surge juga tidak membatasi segmen startup apa yang bisa bergabung, yang penting bergerak di teknologi.

Setiap startup yang bergabung akan mendapat pendanaan awal dengan nilai sekitar $1 juta-$2 juta (sekitar Rp14 miliar-Rp28 miliar). Dana tersebut dapat digunakan membangun tim yang solid dengan memanfaatkan jaringan program Sequoia lainnya, yakni 10x Engineer dalam mendapatkan talenta terbaik.

Dana juga dapat digunakan mematangkan produk agar siap dikomersialkan dan membangun perusahaan agar lebih sustain. “Indonesia adalah prioritas utama Surge dan kami berharap dapat menarik startup dan founder paling cemerlang dari Indonesia. Kami mendorong para pemula yang sudah dalam tahap pre-launch dan sudah diluncurkan untuk mendaftar ke program ini,” pungkas dia.

Saat ini Surge Cohort 5 akan kick off pada Juni hingga Oktober 2021. Pendaftaran telah ditutup pada 15 Maret kemarin.

Pendanaan awal kini adalah Seri A di masa lalu, dan Pra Seed adalah pendanaan awal yang lama

Pandangan Investor tentang Kesenjangan Pendanaan Awal di Industri Startup Indonesia

Popularitas bisnis digital di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan membawa berkah bagi para investor. Pada 2018, Menristekdikti Mohamad Nasir sempat menyebutkan terdapat 956 startup di Indonesia dalam empat tahun terakhir.

Meroketnya industri startup turut mendorong iklim investasi. Startup bergerak cepat dalam mengembangkan inovasi yang memicu Venture Capital (VC) untuk berinvestasi dengan harapan return besar dan boom, industri VC tumbuh subur di Indonesia. Deal investasi semakin banyak, cuan ikut meningkat.

Sampai saat ini, ada banyak VC yang aktif memberikan pendanaan di Indonesia. Fokusnya beragam, mulai dari fokus pada pendanaan tahap awal (early stage) hingga penggalangan dana putaran akhir (later stage), seperti yang diterima Gojek dan Tokopedia.

Tidak ada yang menyangka model bisnis yang dijalankan keduanya berhasil merebut pasar di Tanah Air. Keduanya kini memiliki kesamaan, yakni sama-sama mengantongi valuasi tinggi yang mengantarkannya pada status unicorn dan memperoleh investasi yang terbilang sebagai pendanaan terbesar di Indonesia untuk saat ini.

Tahun lalu Tokopedia memperoleh pendanaan yang dipimpin Softbank dan Alibaba senilai $1,1 miliar atau setara Rp16 triliun. Sementara, Gojek dikabarkan bakal mendapatkan pendanaan seri F senilai $3 miliar dalam waktu dekat. Sebuah angka fantastis yang tidak pernah terpikirkan ketika keduanya merintis bisnis.

Semakin ke sini, ekosistem startup semakin terbentuk. Hal ini memicu sejumlah VC mulai aktif berinvestasi di Indonesia, termasuk kemunculan VC baru, seperti Venturra Discovery. Ekosistem startup kita juga banyak dimotori oleh kehadiran program inkubator dan akselerator.

Bukan berarti iklim investasi sepi-sepi saja pada masa-masa awal ekosistem startup terbangun. Co-founder dan CEO DailySocial Rama Mamuaya mengungkap, investasi startup pada 2014 ke belakang sangat aktif.

Ia mencontohkan e-commerce fashion wanita Berrybenka mendapat pendanaan seri B senilai $5 juta dari TransCosmos dan Gree Ventures. Angka $5 juta terbilang sangat besar untuk ukuran industri yang baru berkembang saat itu. Jika bicara kondisi sekarang, investasi $5 juta sudah sangat mungkin diperoleh startup sebagai pendanaan tahap awal.

Ada sejumlah faktor mengapa para investor kini mulai mengucurkan pendanaan seed dalam jumlah besar. Bisa jadi karena industri yang semakin matang hingga berubahnya mindset investor dalam berinvestasi di industri startup.

Meningkatnya nilai pendanaan seed dan perubahan mindset investor

Fenomena kesenjangan (gap) pada pendanaan tahap awal (pre-seed, seed, dan seri A) sebetulnya tidak mampir begitu saja. Pasar Amerika Serikat (AS) yang merupakan kiblat industri digital dunia juga sempat mengalaminya. Mengingat pasar digital AS dimulai sejak era 1999, tren pendanaan tahap awal VC di AS baru booming pada 2006.

Seperti dikutip dari artikel “Why Has Seed Investing Declined? And What Does This Mean for the Future?”, pendanaan tahap awal di AS sempat mengalami kemerosotan. Hal ini bukan disebabkan oleh kemauan VC untuk berinvestasi dalam jumlah kecil, melainkan perkembangan teknologi yang membuat biaya untuk meluncurkan dan mengembangkan produk startup semakin murah.

Bagaimana di Indonesia? Fenomena gap ini disebut mulai terjadi sejak dua-tiga tahun belakangan. Ada yang menyebutkan gap pendanaan tahap awal membuat para VC kini berinvestasi dalam jumlah kecil dengan nilai berkisar $100 ribu-$500 ribu. Ada juga yang mengatakan bahwa sesungguhnya gap ini paling dirasakan pada pendanaan seri A.

Saat ini, belum ada data yang dapat menunjukkan tren penurunan nilai pendanaan seed selama tiga-empat tahun terakhir. Hal ini karena sejumlah kesepakatan memang sengaja tidak umumkan agar startup dapat fokus untuk membangun produk dan terhindar dari publisitas pasar. Alhasil data yang tersedia saat ini hanya menampilkan jumlah deal untuk pendanaan seed dalam tiga tahun terakhir.

Namun, dari segi jumlah deal, pertumbuhan pendanaan tahap awal tidak terlalu signifikan. Startup Report DailySocial mencatat jumlah pendanaan seed (tidak termasuk pre-seed) mengalami naik-turun, antara lain 28 deal (2016) lalu naik menjadi 32 deal (2017), dan turun drastis ke 21 deal (2018). Sementara, pendanaan seri A mengalami penurunan drastis sebanyak 19 deal (2018) dari 29 deal (2017).

Investasi startup tahap awal dan series A di Indonesia
Jumlah deal pendanaan startup tahap awal dan series A di Indonesia

Berdasarkan wawancara DailySocial dengan sejumlah VC di Indonesia, beberapa di antaranya mengakui adanya gap tersebut. Head of Investment MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto menilai stage wise untuk pendanaan seed mulai menjadi masalah karena perolehan dana investasi yang dikelola VC semakin meningkat.

Sebagai contoh saja, dalam dua tahun terakhir, ada beberapa startup yang telah memperoleh penggalangan dana tahap awal dengan nilai besar. Contohnya, Ajaib mendapat suntikan dana sebesar $2,1 juta (Rp29,6 miliar). Adalagi platform agregator logistik Shipper yang menerima investasi awal $5 juta (Rp70,1 miliar).

Nah, karena tren ini, Aldi menilai tidak masuk akal apabila VC memberikan investasi dalam jumlah kecil lagi. Alih-alih menahan pendanaan seed, industri VC justru meningkatkan besaran investasinya. Kondisi ini juga membuat sejumlah VC beralih fokus pada startup di growth round karena pengalamannya terbukti dan risikonya kecil.

“Karena banyak kekosongan [investasi] di seed, kondisi ini akhirnya memaksa startup yang masih berada di tahap itu untuk sekalian saja menggalang dana dalam nilai yang lebih besar,” ungkap Aldi beberapa waktu lalu.

Nilai pendanaan seed yang diumumkan dalam 5 tahun terakhir
Deretan pendanaan seed yang diumumkan dalam 5 tahun terakhir

Fenomena ini berkebalikan dengan kondisi di 2014 ke belakang di mana saat itu belum ada sektor bisnis yang menunjukkan dominasinya. Pertumbuhan industri baru berkembang dan startup masih mencari model bisnis yang tepat. Masuk akal jika investor belum berani berinvestasi di later stage karena berisiko gagal.

Seiring berjalan waktu, industri startup di Tanah Air semakin matang. Dominasi mulai ditunjukkan oleh keberhasilan sejumlah pelaku startup dalam menjalankan bisnis e-commerce, ride-hailing, dan online travel. Seleksi alam pun terjadi di mana ada banyak startup yang gagal dan investor memilih jalur exit lewat merger dan akuisisi.

Kini, investor mengalami perubahan mindset di mana startup yang ingin menggalang pendanaan awal harus memiliki rencana traction dan monetisasi yang jelas. Dengan kata lain, investor semakin selektif dalam berinvestasi.

Menurutnya, perusahaan VC kini cenderung konservatif. Hipotesisnya tak lagi sebatas pada visi dan misi para founder, tetapi termasuk bagaimana startup memiliki rencana monetisasi yang jelas dalam beberapa tahun ke depan, cara untuk scale up untuk pengembangan bisnis, dan tidak hanya fokus dalam mencari pendanaan saja.

Ia menilai akan sangat berbahaya bagi investor apabila menaruh uang di awal dalam nilai besar pada sebuah startup hanya bermodalkan produk, tanpa tahu rencana monetisasi untuk menuju profitabilitas.

Sebagaimana kita tahu, pendanaan tahap awal atau biasa disebut seed mengacu pada penanaman modal di awal untuk mendukung bisnis sebuah startup sampai dapat menghasilkan uang sendiri atau sampai penggalangan dana berikutnya. Startup tahap awal biasanya belum memiliki traction.

Partner Venturra Discovery Raditya Pramana juga menilai bahwa tidak tepat apabila startup menggalang investasi besar di awal dengan traction yang nihil. Menurutnya ada banyak yang harus dilakukan startup untuk mencapai sebuah valuasi.

“Di Indonesia, pendanaan seed $1 juta itu normal, kan valuasi jadi naik. Pasar makin kompetitif, semakin banyak orang ingin menaruh uang dalam jumlah besar. Yang utama itu orang mau mengambil uang dalam jumlah besar dengan valuasi besar,” ujarnya.

Pria yang karib disapa Adit ini menilai gap pendanaan tahap awal mulai berangsur mengecil sejalan dengan kemunculan VC baru yang fokus untuk mengisi kekosongan pendanaan seed di Indonesia.

Dampaknya bagi industri VC dan startup

Mindset investor tetap mengacu pada cuan. Memberikan investasi awal dalam jumlah besar tentu berisiko. Tetapi ada keuntungan yang dapat dirasakan bagi investor dan startup. Kami mencatat beberapa poin penting dari para VC terkait dampaknya bagi ekosistem startup di Indonesia.

Partner Alpha JWC Erika Dianasari menilai berkurangnya pendanaan VC pada seed justru membuka pintu bagi angel investor untuk berinvestasi di Indonesia. Di sisi lain, tren pendanaan awal yang lebih besar justru dapat memperkuat fondasi para founder startup untuk lebih giat dalam membangun bisnisnya.

“Hal lain menjadi poin penting, seleksi alam akan terjadi antara pemain berkualitas dan bisnis yang solid. Ketika investor lihat potensi besar startup, kenapa tidak kita investasi lebih? Dengan begitu tim dapat fokus membangun milestone sambil membebaskan founder dari distraksi lain,” jelasnya kepada DailySocial.

Sementara menurut Aldi, tren pendanaan tahap awal dengan nilai besar memberikan nilai tambah bagi startup untuk memiliki kesempatan meraih pertumbuhan awal lebih cepat dari sebelumnya. Dengan pendanaan ini, startup dapat memaksimalkan pengembangan produk demi menggaet traction dan mempercepat pencapaian valuasi.

Soal pencapaian valuasi memang tidak bisa kita bandingkan pada lima tahun ke belakang. Startup masih kesulitan untuk membuahkan traction karena sejumlah faktor, seperti ekosistem digital di Indonesia yang belum matang, infrastruktur yang masih minim, hingga rendahnya awareness masyarakat terhadap layanan digital kala itu.

“Startup dapat berkembang menjadi lebih cepat karena mereka didukung oleh pendanaan yang besar. Hal ini tentu bagus [bagi industri startup], tetapi bisa berdampak buruk karena dapat menciptakan gelembung [ekonomi]. Ini sebaiknya dihindari agar [pendanaan] seed bisa balance lagi,” ucap Aldi.

Sementara itu, Adit menilai tingginya penggalangan dana untuk seed dapat mendorong industri VC. Menurutnya, semakin tinggi investasi yang dikucurkan, akan semakin besar juga fee yang dikantongi VC. Artinya, keuntungan ini dapat dimanfatkan perusahaan untuk melakukan ekspansi tim, serta membangun kapabilitas dan defensibilitas sebuah VC.

Ia mencontohkan, penggalangan dana sebesar $10 juta dan $100 juta tentu akan berbeda pengelolaannya, demikian juga fee yang diterima. Bayangkan jika VC mendapat dua persen fee atau $2 juta per tahun dari $100 juta, tentu ini lebih menguntungkan bagi pengembangan bisnis VC.

“Sebagai investor, kalau beli barang karena kualitas bagus tapi untung kecil buat apa? Nah, kalau saya bayar mahal sekarang [investasi di seed], tidak apa deh karena valuasinya bakal besar,” papar Adit.

Di sisi lain, Adit memprediksi tren pendanaan seed dalam ticket size yang lebih besar akan terus berlanjut sampai terjadi market correction yang masif. Menurutnya, jika market correction di pasar saham terjadi, hal ini akan berdampak pada valuasi startup yang didanainya dan membuat private market seperti VC ikut jatuh.

Dari paparan di atas, kita dapat sepakat bahwa pendanaan tahap awal di Indonesia masih cukup aktif meskipun tidak tumbuh secara signifikan. Bahwasannya juga, VC sudah mengubah mindset berinvestasi sejalan dengan perkembangan industri dan lanskap bisnis digital di Indonesia.

Peluang investasi di Indonesia menjadi tak terbatas mengingat VC tak lagi menyuntik pendanaan pada startup yang mengembangkan produk murni teknologi. Kini, VC juga sudah mulai masuk ke startup tech enabler dengan model bisnis konvensional, seperti coffee chain dan warung tradisional.

Meminjam sebuah istilah, tren “pendanaan seed masa kini adalah seri A di masa lalu, dan pre-seed adalah seed lama” di Indonesia sebetulnya kini telah dimulai.

Marsya Nabila berkontribusi dalam pembuatan artikel in-depth ini.