Tag Archives: seed stage

Para partner di MAGIC / MAIGIC

CEO Payfazz Hendra Kwik Berpartisipasi sebagai LP dan Partner Pemodal Ventura Global “MAGIC”

MAGIC, VC global untuk pendanaan tahap awal yang dikelola oleh sekelompok founder startup, mengumumkan dana kelolaan kedua sebesar $30 juta (lebih dari 435 miliar Rupiah). Dana tersebut sepenuhnya akan diinvestasikan kembali untuk startup tahap awal dengan nominal mulai dari $100 ribu-$300 ribu di berbagai sektor dan geografis.

Sepertiga dari total dana ini berasal dari para LP di MAGIC, di antaranya Michael Seibel (Y Combinator), Tim Draper, Ace & Company. Dalam kesempatan tersebut, MAGIC turut memperkenalkan sejumlah jajaran partner baru, salah satunya adalah Co-Founder & CEO Payfazz Hendra Kwik, yang juga menjadi LP dalam putaran ini.

Kepada DailySocial, Hendra menerangkan ia bertugas untuk menambah portofolio MAGIC di kawasan Asia Tenggara dan India. Total fund tersebut akan dibagi secara merata ke lima sampai enam benua, sehingga tidak spesifik ke salah satu negara saja. Di kawasan ini, Hendra akan bekerja dengan Elvis Zhang, founder startup dari Singapura Oxy2.

Pada debut pertamanya di 2017, melalui fund pertama, MAGIC telah berinvestasi ke 70 startup seantero dunia sejak putaran pendanaan pre-seed dan seed di sejumlah negara berkembang. Beberapa namanya adalah Payfazz, Novobank, Frubana, Mono, dan Retool, yang kini telah bervaluasi tinggi.

Sumber: MAGIC

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, fund kedua ini hadir karena tim MAGIC percaya dengan tesis mereka, “dana kecil yang dijalankan oleh beragam founder memberikan hasil terbaik pada investasi tahap awal”, terbukti memberikan dampak nyata.

MAGIC melihat founder berpengalaman yang menjadi investor (experienced founders-turned-investor) itu mendefinisikan ulang VC tahap awal yang seperti dikenal selama ini. Pasalnya, founder itu ingin tahu bahwa orang yang mereka ambil uangnya memiliki pengalaman langsung.

Dengan model ini, founder startup menerima modal langsung dari advisor yang membantu, juga memberikan kompensasi kepada founder yang diinvestasi atas saran mereka. Pendekatan ini persis dengan apa yang dilakukan oleh AngelList, platform ekosistem startup dari Amerika Serikat.

Hendra tertarik untuk bergabung dengan MAGIC karena sesuai dengan visinya yang ingin membantu lebih banyak founder tahap awal, khususnya di Asia tenggara, dengan lebih banyak kapital dan bantuan. Ia memahami berbagai tantangan pada awal-awal mendirikan startup yang sering kali kesulitan membangun produk bagus karena perlu banyak injeksi modal.

“Karena saya ingin ada saling support [ke sesama founder startup],” terangnya.

Tak hanya MAGIC, dengan visi yang sama, Hendra juga berpartisipasi sebagai partner dan LP di Number Capital sejak 2016. VC lokal ini juga fokus pada pendanaan startup mulai dari tahap awal sampai lanjutan. Kata Hendra, kehadiran MAGIC dan Number itu saling melengkapi karena punya cara berpikir yang sama “founders backing-helping founders.”

Bagi dia, bila disandingkan Number dan MAGIC itu seperti EV Seed dan EV Growth, atau Sequoia dan Sequoia Growth, atau Y Combinator dan Y Combinator Continuity, dan sebagainya.

Secara personal, ia sering kali melihat founder yang kesulitan dengan startup-nya atau bingung bagaimana pre-market fit, biasanya akan meminta saran dan mentorship dari dia. Jika ia “klik” dengan personal dari founder tersebut, maka ia akan bantu sesuai dengan kebutuhan.

“Jika mereka butuh capital, maka saya akan bantu sediakan melalui investasi. Jika tidak butuh capital, maka saya hanya akan bantu advice. Semua investasi saya lakukan melalui Number.”

Tidak banyak startup yang memperoleh investasi dari Number, hanya empat startup. Mereka adalah Payfazz, Shipper, Pahamify, dan Verihubs. Meski secara kuantitas sedikit, namun pihaknya lebih mengutamakan kualitas. Kapital itu tidak hanya soal nominal uang, tapi juga menyangkut hal lain. Seperti, bantu eksekusi, advice, sales, partnership, penggalangan berikutnya, coaching, dan sebagainya.

Money is just one. [Karena banyak yang kita bantu] makanya enggak bisa banyak-banyak juga [investasi] di Number. Nanti malah enggak membantu jadinya.”

Ia melanjutkan, “Jika hanya mencari capital, mungkin kami bukan the best. Tapi jika mencari capital dan support founders yang sudah berpengalaman, maka kami percaya Number dan MAGIC is the best.”

Desty Secures Seed Funding from East Ventures, Developing Services to Support Social Commerce

Social commerce infrastructure provider startup Desty announced an undisclosed seed funding from East Ventures. The fund will be used for product development and boost user acquisition.

Desty was founded in October 2020. It is a digital platform that helps content creators, influencers, and merchants on social media create online destinations to market, sell their products and content.

Desty’s CEO and Founder, Bill Wang explained, Desty was designed in a challenging condition, but he believes that digital acceleration provides opportunities for growth. “Desty is here as a local, simple, and free solution for online businesses to create landing pages and build their own online brand in just minutes,” he said in an official statement, Tuesday (12/1).

East Ventures’ Co-Founder and Managing Partner Willson Cuaca added, the number of online businessmen in Indonesia has grown rapidly since last year because they are shifting to open online stores. He sees that Desty’s team, which combines global and local expertise, is able to create a product that can draw the attention of thousands of users, just a few weeks after being launched.

“We are very pleased to work with Desty in helping millions of online merchants and content creators in Indonesia integrate their businesses across various e-commerce and social media platforms,” ​​Willson added.

Desty has two products, Desty Page and Desty Store. Desty Page is a landing page provider service that is optimized for links on social media accounts, especially Instagram – the concept is similar to Linktree or Oneblink developed by MTARGET. Meanwhile, Desty Store provides a platform to easily open an online store, as a complement to the marketplace.

Despite the early stage, Desty is said to have succeeded in attracting thousands of users, including online brands (Alowalo, Babycare, Notbad), content creators (Mindblowon Studio/Tahilalat), and influencers from the culinary, travel, lifestyle and fashion industries. The company has integrated with several important partners to add payment and logistics features to the Desty Store platform.

“In addition to online merchants, Desty also used by various users to increase engagement with their followers. We also provide our users with the best features, from customizable templates to comprehensive analysis tools.”

Bill said that his team will use this seed funding to accelerate product development and boost user acquisition. He targets Desty to be able to attract 100 thousand users by the first half of next year.

Bill Wang founded Desty with Eric Nathanael. Both have enough experience in local and global companies, from the e-commerce industry to B2B to telecommunications. Bill previously worked for 17 years at Alibaba, he was involved in the journey of the technology giant to evolve into AliExpress.

Social commerce momentum

According to the Econsultancy report with Magento and Hootsuite in October 2019 entitled “The State of Social Commerce in Southeast Asia”, the social commerce industry is projected to grow significantly. Southeast Asia has more than 350 million internet users and 90% of them are connected to smartphones, as a result this opportunity is very promising to work on.

The pie has grown significantly during the pandemic and has been previously covered by DailySocial.

In Indonesia, these players offer a variety of simple technology solutions that make it easier for sellers to enter the digital realm. These players are Woobiz, TapTalk.io, Storie, Super, Chilibeli, Halosis.

In fact, Moka released the GoStore which makes it easy for merchants to create online shop sites. Before investing in Desty, East Ventures also invested in a social commerce startup called KitaBeli last August.

Another player, Kata.ai, a conversational technology platform powered by AI and NLP, released a dedicated social commerce platform and manages a business called QIOS. Through this platform, MSME players can create virtual assistants via WhatsApp to serve inquiries, payments, and deliveries.

This platform is integrated with e-wallets (OVO, DANA, LinkAja), and logistics services (GoSend and GrabExpress). “Kata.ai is an enabler to help players in this industry be more thriving with intelligent technology,” Kata.ai’s CEO Irzan Raditya said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Desty Page dan Desty Store

Desty Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures, Kembangkan Layanan Pendukung “Social Commerce”

Startup penyedia infrastruktur social commerce Desty mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari East Ventures. Dana akan digunakan untuk pengembangan produk dan menggenjot akuisisi pengguna.

Desty baru didirikan pada Oktober 2020. Mereka adalah platform digital yang membantu kreator konten, influencers, dan pedagang di media sosial membuat destinasi online untuk memasarkan, menjual produk, dan konten mereka.

CEO dan Founder Desty Bill Wang menerangkan, Desty dirintis dalam kondisi pandemi yang menantang, namun ia percaya bahwa akselerasi digital memberikan kesempatan untuk berkembang. “Desty hadir sebagai solusi lokal, sederhana, dan gratis bagi bisnis online untuk membuat landing pages serta membangun online brand sendiri hanya dalam hitungan menit,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (1/12).

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, dalam setahun terakhir jumlah pebisnis online di Indonesia tumbuh pesat karena berbondong-bondong membuka toko online. Ia melihat, tim Desty, yang menggabungkan keahlian global dan lokal, mampu membuat sebuah produk yang mampu menarik perhatian ribuan pengguna, hanya dalam beberapa minggu setelah diluncurkan.

“Kami sangat senang untuk bekerja sama dengan Desty dalam membantu jutaan pedagang online dan kreator konten di Indonesia mengintegrasikan bisnis mereka lintas berbagai platform e-commerce dan media sosial,” imbuh Willson.

Desty memiliki dua produk, yaitu Desty Page dan Desty Store. Desty Page adalah layanan penyedia landing page yang dioptimasi untuk tautan di akun media sosial, khususnya Instagram — konsepnya mirip Linktree atau Oneblink yang dikembangkan MTARGET. Sementara Desty Store menyediakan platform untuk buka toko online dengan mudah, sebagai pelengkap marketplace.

Meski baru seumur jagung, diklaim Desty berhasil menggaet ribuan pengguna, termasuk online brands (Alowalo, Babycare, Notbad), kreator konten (Mindblowon Studio/Tahilalat), dan influencer dari industri kuliner, travel, gaya hidup, dan fesyen. Perusahaan telah terintegrasi dengan beberapa rekanan penting untuk menambahkan fitur pembayaran dan logistik di dalam platform Desty Store.

“Tidak hanya pedagang online, Desty digunakan oleh beragam pengguna untuk meningkatkan engagement dengan followers mereka. Kami juga menyediakan fitur terbaik untuk pengguna, mulai dari customizable templates hingga alat analisis yang lengkap.”

Bill menuturkan, pihaknya akan menggunakan dana tahap awal ini untuk mempercepat pengembangan produk dan menggenjot akuisisi pengguna. Ia menargetkan Desty mampu menarik 100 ribu pengguna hingga semester pertama tahun depan.

Bill Wang merintis Desty bersama Eric Natanael. Keduanya memiliki pengalaman panjang di perusahaan lokal dan global, mulai dari industri e-commerce, B2B, hingga telekomunikasi. Bill sebelumnya bekerja selama 17 tahun di Alibaba, ia terlibat dalam perjalanan raksasa teknologi tersebut berevolusi menjadi AliExpress.

Momentum social commerce

Menurut laporan Econsultancy bersama Magento dan Hootsuite pada bulan Oktober 2019 berjudul “The State of Social Commerce in Southeast Asia”, industri social commerce diproyeksikan akan bertumbuh signifikan. Asia Tenggara memiliki lebih dari 350 juta pengguna internet dan 90% dari mereka sudah terhubung dengan smartphone, alhasil kesempatan ini begitu menjanjikan untuk digarap.

Kue tersebut semakin signifikan pertumbuhannya selama pandemi dan sudah dibahas sebelumnya oleh DailySocial.

Di Indonesia, para pemain ini menawarkan berbagai solusi teknologi simpel yang memudahkan penjual masuk ke ranah digital. Pemain-pemain tersebut adalah Woobiz, TapTalk.io, Storie, Super, Chilibeli, Halosis.

Bahkan, Moka merilis GoStore yang memudahkan merchant membuat situs toko online. Sebelum berinvestasi ke Desty, East Ventures juga berinvestasi ke startup social commerce bernama KitaBeli pada Agustus kemarin.

Pemain lainnya, Kata.ai, platform teknologi percakapan bertenaga AI dan NLP, merilis platform khusus social commerce dan mengelola bisnis bernama QIOS. Melalui platform ini, pelaku UMKM bisa membuat asisten virtual via WhatsApp untuk melayani pertanyaan, pembayaran, hingga pengiriman.

Platform ini terintegrasi dengan e-wallet (OVO, DANA, LinkAja), dan layanan logistik (GoSend dan GrabExpress). “Kata.ai sebagai enabler untuk membantu para pemain di industri ini bisa lebih thriving dengan adanya teknologi kecerdasan,” kata CEO Kata.ai Irzan Raditya.

Project Alpha sasar startup tahap awal yang potensial di pasar Asia Tenggara

Program “Project Alpha” Siap Dukung Startup Tahap Awal di Indonesia

Meluncurkan startup itu tidak mudah, banyak aspek yang harus disiapkan, teknis dan non-teknis. Dalam upaya membantu penggiat startup di Asia Tenggara untuk bertumbuh, SeedPlus dan Amazon Web Services menginisiasi sebuah program yang disebut dengan “Project Alpha”.

Project Alpha memiliki tujuan untuk mencari dan memberdayakan startup pemula yang berpotensi untuk berkembang di pasar Asia Tenggara. Program tersebut mencoba menjadi pendamping pertumbuhan startup melalui program pembiayaan operasional, bimbingan kewirausahaan, dan mengantarkan startup untuk fundraising.

Tahun 2018 ini Project Alpha melakukan debut di Kuala Lumpur, Bangkok, Singapura dan Jakarta. Kehadirannya di masing-masing kota menggandeng langsung startup terbaik di wilayah tersebut. Di Jakarta, menggandeng GO-JEK, GO-LIFE, dan Bizzy, program Project Alpha akan mengadakan roadshow.

Acara akan diselenggarakan pada tanggal 9 Agustus 2018, bertempat di GO-JEK HQ (Pasaraya Blok M, Building B, 6th Floor, Jakarta) dimulai pukul 13.00 WIB. Beberapa pemateri dari ketiga startup pendukung akan memaparkan kiat sukses startup untuk mencapai pertumbuhan yang mengesankan.

Dalam rowdshow tersebut juga akan didiskusikan tentang cara pemilik startup untuk dapat bergabung di program Project Alpha. Namun bagi startup yang ada di luar kota juga bisa bergabung melakukan submisi pitch-deck dengan template yang sudah disediakan.

Nantinya startup yang terpilih dalam program masing-masing akan mendapatkan paket layanan komputasi awan dari AWS senilai $25.000, peningkatan pangsa pasar melalui jaringan AWS dan SeedPlus, hingga kesempatan mendapatkan pendanaan tahap awal dari SeedPlus.

Sebagai informasi, SeedPlus sendiri merupakan pemodal ventura berbasis di Singapura yang fokus pada pendanaan startup di tahap awal. Sementara AWS adalah pemimpin pasar komputasi awan global yang menyediakan berbagai alat untuk pengembangan produk digital.

Informasi lebih lanjut dan pendaftaran ke acara, kunjungi situs resminya melalui: http://alpha.seedplus.com.

Pemodal Ventura Asal Amerika Base Ventures Mulai Bidik Startup Indonesia

Modal ventura Base Ventures menyatakan minatnya untuk mulai berinvestasi ke startup Indonesia. Keputusan ini perdana dilakukan perusahaan setelah sebelumnya hanya menyasar startup yang berasal di Amerika Serikat dan Kanada.

Pernyataan ini disampaikan Operation Partner Base Ventures Lisa Parks saat menjadi mengisi salah satu sesi di Global Venture Summit 2018, Rabu (25/4).

“Pasar Indonesia memiliki banyak sekali potensi dari segi pertumbuhan penetrasi internet, populasi yang besar. Kami baru pertama kali melakukan ekspansi ke luar negeri di luar Amerika Serikat dan Kanada,” terang Parks kepada DailySocial.

Kendati demikian, menurutnya perusahaan belum bisa ditentukan rencana investasi terdekat yang bakal direalisasikan. Lantaran pihaknya masih membaca situasi segala sesuatu tentang startup Indonesia. Begitu pun terkait total investasi yang siap dikucurkan dan tim lokal yang mau ditempatkan.

Dia melanjutkan, Base Ventures tidak secara spesifik menyasar segmen bisnis yang akan dibidik, hanya saja yang masuk ke dalam radarnya adalah perusahaan yang masih dalam awal (early stage). Umumnya investasi tahap awal itu kisaran nilainya antara Rp500 juta sampai 2,5miliar.

“Tidak ada segmentasi vertikal tertentu untuk startup yang kami bidik. Namun kami optimis dari event hari ini, kami bisa menangkap ada banyak startup yang menarik dengan ide bagus di Indonesia.”

Base Ventures adalah modal ventura yang didirikan oleh Erik Moore pada 2012 di Barkeley, California. Perusahaan ini fokus pada pendanaan tahap awal. Secara total perusahaan telah berinvestasi ke 62 perusahaan, beberapa di antaranya AngelList, StyleSeat, Balanced, InDinero, Virool, dan masih banyak lagi.

Portofolio startup dari Base Ventures yang telah exit seperti Socialcam (diakuisisi oleh Autodesk) dan Appstores (diakusisi oleh InMobi). Investasi terbaru yang diumumkan Base Ventures adalah Rapchat, aplikasi hiburan berbasis komunitas untuk menghubungkan musisi rap dari seluruh dunia.

Pada Maret 2017, perusahaan berhasil mengumpulkan pendanaan tahap kedua “Base Venture Fund II” sebesar US$8,75 juta . Dalam tahap tersebut diikuti oleh 20 Limited Partners (LP).

Tantangan berinvestasi di pendanaan tahap awal

Dalam kesempatan yang sama, Parks juga menuturkan bahwa founder memegang kunci terpenting bagi perusahaan sebelum mengguyur sejumlah investasi ke sana. Melihat startup dari founder terlebih dahulu, merupakan strategi untuk meminimalkan potensi terjadinya kegagalan.

Untuk itu, Base Ventures umumnya sangat detail saat pitching demi mencari tahu bagaimana sosok founder, apakah memiliki visi dan misi yang kuat, mau belajar, cepat beradaptasi dengan keadaan, dan sebagainya.

“Kita lihat bagaimana latar belakangnya, apa saja yang sudah dilakukan karena kami berinvestasi di founder, bukan di perusahaannya. Founder itu faktor utama kami saat memilih startup, bukan seperti apa produknya.”

Berikutnya, setelah melihat founder, perusahaan melihat bagaimana produknya. Apakah memiliki potensi yang dapat dikembangkan lebih jauh atau tidak. Dari situ, Base Ventures dapat mendikte dari bagaimana mengatur hak pro ratanya.

Pro rata itu mengacu pada hak investor untuk berpartisipasi dalam putaran pendanaan pada nantinya, sehingga mereka bisa mempertahankan jumlah ekuitas yang dimiliki di perusahaan tersebut.

Seedstars Jakarta Tantang Startup Tahap Awal Tunjukkan Potensi di Kancah Global

Untuk kali keempat, pagelaran kompetisi startup Seedstars World melenggang di Indonesia. Kompetisi ini ditujukan bagi startup di negara berkembang yang masih dalam tahap seed-stage (tahap awal). Sebagai acara utama, Seedstars World akan mengadakan acara pitching pada esok hari (16/9) bertempat di Menara by Kibar.

Startup yang terpilih berkesempatan memenangkan hadiah senilai $1 juta dan kesempatan untuk terhubung dengan investor dan mentor skala global. Dan delapan dari startup terbaik juga akan diikutsertakan dalam Seedstars Summit di Swiss.

Startup yang boleh mengikuti Seedstars Jakarta harus berumur kurang dari dua tahun, dan jika sudah mendapatkan pendanaan maka tidak boleh lebih dari $500 ribu. Startup juga harus sudah memiliki MVP (Minimum Viable Product) untuk ditunjukkan kepada dewan juri.

Hal unik yang dibawa pada Seedstars Jakarta tahun ini ialah kriteria tambahan, yakni startup regional dan skalabilitas global. Seedstars World mencari startup cerdas yang dapat memecahkan masalah di regional dan mengembangkan produk yang menguntungkan untuk pasar global, untuk mendukung bisnis dan pertumbuhan regional mereka.

“Karena ini menjadi kali keempat kami menyelenggarakan acara di Jakarta, selain kegembiraan harapan kami juga sangat tinggi. Kami telah mendengar begitu banyak tentang ekosistem startup yang ada di Indonesia dan kami sekarang berada di sini untuk melihat langsung kondisi tersebut. Kami terkesan dengan apa yang telah kami lihat di regional sejauh ini dan tidak sabar menunggu tambahkan startup dari Indonesia di peta kami,” ujar Adriana Collini selaku Asia Associate Seedstars World.

Selain oleh Kibar, acara Seedstars Jakarta turut didukung oleh Kulina dan Gaharu. Acara pitching juga akan terbuka untuk peserta umum. Jika tertarik mengikuti acara ini, silakan kunjungi situs resminya di https://www.seedstarsworld.com/event/seedstars-jakarta-2017 untuk mendapatkan informasi tiket masuknya.

––

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Seedstars World