Hampir semua headphone terbaik yang ada di pasaran mengemas earcup berdesain terbuka (open-backed), salah satunya Sennheiser HD 800 S. Keuntungan dari headphone jenis ini umumnya adalah soundstage yang terasa amat luas, akan tetapi kekurangannya, Anda hanya bisa menggunakannya di ruangan yang senyap, sebab suara dari sekitar akan sangat mudah terdengar.
Apakah menikmati musik dari headphone berkualitas harus selamanya menjadi aktivitas yang hanya bisa dilakukan di masa-masa tenang di rumah? Tidak. Pada kenyataannya, tidak sedikit juga headphone berjenis closed-back yang menjadi favorit kalangan audiophile, Fostex TH900mk2 contohnya.
Sennheiser pun sekarang juga punya headphone premium berdesain tertutup. Diumumkan di ajang CES 2018, Sennheiser HD 820 merupakan versi closed-back dari HD 800 S. Desainnya nyaris identik dengan HD 800 S, hanya saja kedua earcup-nya kini telah ditutup. Yang unik, penutupnya adalah kaca Gorilla Glass yang sedikit melengkung, sehingga jeroannya masih kelihatan dari luar.
Sennheiser bilang bahwa kaca Gorilla Glass ini juga berkontribusi terhadap kualitas suara yang dihasilkan, dengan cara meminimalkan resonansi. Perbedaan lainnya, bantalan telinga HD 820 dibalut perpaduan bahan kulit sintetis dan microfiber, sedangkan HD 800 S sebelumnya hanya mengandalkan microfiber saja.
Sennheiser tidak segan mengategorikan HD 820 sebagai headphone kelas reference dengan reproduksi suara yang alami sekaligus realistis. Namun untuk bisa merasakannya, ia butuh didampingi amplifier eksternal yang sama berkualitasnya. Itulah mengapa Sennheiser juga mengumumkan amplifier baru HDV 820.
Ketergantungan akan amplifier berarti Anda tidak bisa semudah itu membawa dan menggunakan HD 820 selagi berada di dalam kereta komuter. Headphone sekelas ini bukan termasuk barang yang portable, tapi setidaknya Anda tak memerlukan ruangan khusus untuk dimanjakan oleh HD 820; di ruang keluarga pun bisa, sebab suara yang dihasilkannya tak akan bocor ke mana-mana seperti HD 800 S, dan suara dari luar pun juga tidak akan mengganggu Anda kecuali volumenya luar biasa keras.
Sennheiser berencana memasarkan HD 820 seharga $2.400, akan tetapi konsumen yang tertarik harus bersabar menunggu sampai sekitar awal musim panas nanti.
Kontras dengan HD 820, Sennheiser juga mengumumkan earphone Bluetooth berharga terjangkau. Dijuluki CX 6.00BT, ia mengusung desain yang amat ringkas dengan bobot hanya 14 gram. Di saat yang sama, ia menjanjikan reproduksi suara yang jernih dan mendetail, lengkap dengan dentuman bass yang mantap.
Meski belum menggunakan Bluetooth 5.0, earphone ini cukup istimewa karena dapat di-pair dengan dua perangkat yang berbeda secara bersamaan, semisal laptop dan smartphone, sehingga pengguna bisa berganti perangkat dengan mudah. Mikrofon berteknologi noise cancelling turut tersedia, demikian pula remote control berisikan tiga tombol.
Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama enam jam nonstop, dan perangkat juga mendukung fitur fast charging sehingga bisa terisi penuh hanya dalam waktu sekitar 1,5 jam saja. Harganya? $100 saja, dan konsumen sudah bisa membelinya mulai bulan ini juga.
Sennheiser kembali mengadakan acara Sound Forum untuk kedua kalinya. Setelah sebelumnya digelar akhir tahun 2015 kemarin, kali ini Sennheiser tidak hanya mengajak para awak media menikmati headphone buatan mereka tetapi mengumumkan ketersediaan dua headphone premium mereka di pasar Indonesia. Acara sendiri dilaksanakan di hotel Morrissey Jakarta, tanggal 20 April 2016.
Dua headphone premium yang diperkenalkan adalah headphone HD 800 S yang bertipe open dan over the ear, sedangkan satu lagi adalah HD 630VB yang bertipe close dan over the ear. Untuk headphone yang kedua, DailySocial sempat mengulasnya dan menuliskan hands-on yang bisa Anda baca di tautan ini.
Untuk headphone HD 630 VB pihak Sennheiser menyebutkan bahwa harga jualnya di Indonesia adalah 8.3 juta rupiah. Hands-on untuk perangkat ini bisa Anda baca di tautan di atas, tulisan kali ini akan lebih membahas acara sound forum yang kedua serta pengalaman singkat menggunakan HD 800 S.
Sound forum yang kedua
Ng Chee Soon, President & Managing Director Sennheiser Asia, yang membuka acara Sound Forum 2016 kemarin menjelaskan bahwa acara ini diselenggarakan sebagai bagian dari komitmen Sennheiser ke pasar Indonesia. Menurut rencana acara ini akan di selenggarakan secara rutin.
Di sesi tanya jawab di akhir acara, Soon juga menyebutkan bawah Sennheiser melihat produk mereka sesuai denagn pasar Indonesia. Kita ketahui bahwa nama brand ini cukup populer di sini, salah satunya adalah karena menghadirkan range produk yang cukup luas dan beragam, mulai dari yang entry level sampai yang untuk para audiophile.
Sennheiser juga cukup optimis dengan berbagai produk premium mereka. Keoptimisan ini bisa terlihat dari digelarnya acara sound forum yang merupakan acara pertama di regional dengan tipe ini. Selain itu range produk yang luas dari Sennheiser memberikan journey bagi konsumen yang juga luas, misalnya saja ketika mereka mencoba produk Sennheiser untuk entry level, ketika pengatahuan tentang sound mereka bertambah, bisa upgrade ke model atau tipe lebih tinggi.
Meski demikian, bagi saya sendiri, luasnya pilihan produk di sisi lain memberikan sedikit kebingungan karena perbedaan nama yang sulit diingat dan terkadang mirip serta menjadikan brand ini kurang eksklusif karena digunakan oleh ‘semua umat’.
Learning session produk Sennheiser
Jika acara sound forumyang pertama lebih memfokuskan pada tips untuk memilih headphone a la Sennheiser, acara kali ini lebih ditonjolkan pada pengalaman penggunaan dan membandingkan headphone tipe open dan close. Tentunya selaran dengan pengenalan dua produk headphone premium di acara yang sama, yang terdiri dari dua tipe ini.
Di ajang ini para awak media di ajak untuk mengikuti beberapa sesi hands-on, mulai dari membedakan tipe headphone jenis open dan close sampai mencoba headphone premium terbaru.
Open and close entry level headphone
Salah satu fokus experience yang ingin diberikan adalah tentang perbedaan antara headphone close dan open. Bagi Anda penggemar headphone tentunya tidak asing lagi dengan istilah ini. Sennheiser mengajak saya dan rekan lain untuk mendengarkan sepotong lagu dari beberapa genre dengan menggunakan Sennheiser PX 100 – II untuk headphone jenis terbuka dan PX 200 – II untuk merasakan tipe headphone tertutup.
Secara sederhana, headphone dengan tipe terbuka memberikan sirkulasi udara, suara dari luar akan terdengar dan musik yang diputar pun akan terdengar oleh orang lain. Sedangkan tipe close kebalikannya. Pemilihan untuk dua jenis headphone ini tentunya akan tergantung dari selera musik yang ingin didengarkan. Headphone open biasanya menghasilkan suara yang lebih natural sedangkan yang tipe close menghasilkan suara bass yang lebih terasa.
Waktu atau tempat untuk menggunakan headphone ini pun akan menentukan pilihan dari tipe headphone, apakah PX 100 – II (open) atau PX 200 – II (tertutup). Perwakilan Sennheiser menjelaskan bahwa untuk tipe headphone terbuka direkomendasikan untuk mendengarkan musik di rumah atau home private use, karena bersifat terbuka yang artinya suara musik akan terdengar keluar dan suara luar pun akan terdengar, jadi membutuhkan lokasi yang lebih sepi atau tenang.
Sedangkan tipe tertutup direkomendasikan untuk mendengarkan saat traveling atau di luar ruangan. Bentuk pad headphone yang tertutup memungkinkan suara luar dan dari dalam terisolasi sehingga tak akan begitu mengalami kendala saat mendengarkan di luar ruang.
Dua headphone yang dicoba ini hadir dengan jenis on ear yang artinya tidak menutu telinga secara penuh, beberapa kelebihan dari sisi desain adalah ringan, bisa dilipat serta pad (baik busa di PX 100 – II atau synsthetic leather di PX 200 – II) bisa diganti.
Open and close premium headphone
Masih tentang open dan close headphone, setelah mencoba yang entry level, kali ini pengalaman yang ingin dibagikan adalah untuk premium headphone, mereka adalah HD 600 yang bertipe terbuka dan HD 630VB yang bertipe tertutup. Kualitas suara jelas meningkat tetapi pengalaman yang berhubungan dengan jenis musik yang cocok serta rekomendasi lokasi untuk mendengarkan hampir serupa.
Headphone Sennheiser HD 600 menghadirkan bagian yang memungkinkan suara musik terdengar ke luar dan suara luar terdengar saat mendengarkan lagi, berbeda dengan HD 630VB yang mengisolasi suara serta dilengkapi dengan kontrol untuk ‘menaik turunkan’ kadar bass.
Saat mencoba, pengalaman yang saya rasakan atas HD 600 adalah suara keluar saat mendengarkan musik cukup terasa yang mengindikasikan bahwa headphone ini lebih cocok untuk didengarkan di ruang private. Desain pad yang memanjang memberikan kenyamanan sedangkan desain dan material yang hadir gabungan antara metal dan plastik. Musik akustik yang didengarkan terasa lebih nyaman, headphone ini akan lebih cocok untuk musik ‘lembut’ seperti akustik atau Jazz.
Sedangkan untuk HD 630 BV desain pad-nya bulat dan tertutup, terasa cukup nyaman dan suara bass yang dihasilkan lebih dalam. Headphone ini bisa dilipat, mendukung perangkat iOS dan Android dengan switch yang mudah dijangkau serta lebih cocok untuk musik EDM atau musik yang membutuhkan punch bass yang lebih terasa. Desan material sendiri gabungan antara plastik dan metal. Bahan pad synthetic leather.
Open headphone yang lebih premium, HD 800 S
Tiba akhirnya mencoba headphone premium yang pada acara resmi diluncurkan untuk pasar Indonesia, Sennheiser HD 800 S. Tipe headphone ini adalah tipe open, menghasilkan suara yang lebih natural dan lebih detail.
Pengalaman saya sendiri saat mencoba, meski bertipe open tetapi suara luar tidak terlalu terasa saat mendengarkan musik. Lalu untuk musik akustik sound-nya terasa luas, pemisahaan elemen sound juga terasa, vokal pun cukup celar. Headphone ini akan lebih cocok untuk musik akustik atau soft musik dan mungkin juga musik rock tetapi akan kurang pas untuk musik EDM atau elektronik.
Dari desain sendiri material metalnya cukup kentara meski di beberapa bagian dipadukan dengan plastik. Bentuk pad yang lonjong dan cukup besar juga menjadikan lebih terasa nyaman. Bahan pad dari kain yang terasa premium, bisa juga disesuaikan dengan bentuk kepala bagian pinggir agar pas di telinga. Sayangnya saya merasa bagian atas gagang headphone ini terasa kurang premium.
Headphone HD 800 S ini juga hadir dengan dua kabel, unbalance serta balance. Tipe kabel balance menghadirkan suara yang lebih real, seperti mendengarkan langsung. Meski demikian, layaknya headphone premium maka suara musik yang dihadirkan akan lebih maksimal jika di dengarkan menggunakan amplifier premium serta kualitas file musik yang juga tinggi.
Kekurangan satu lagi yang agak cukup terasa saat pengalaman mencoba beberapa headphone Sennheiser ini adalah pilihan musik yang dihadirkan tidak banyak dan beberapa hanya sepenggal atau bukan lagu lengkap. Tidak ada musik rock sebagai contoh termasuk musik full band electric.
Satu lagi yang cukup menarik dari sesi sound forum adalah blind test, para awak media ditutup matanya dan diberikan beberapa pilihan earphone untuk potongan lagu yang sama untuk merasakan kualitas earphone premium dari Sennheiser. Saya sendiri ternyata memilih headphone Sennheiser entry level bukan yang highend, bisa jadi karena pilihan selera saya lebih cocok untuk jenis earphone tertentu.
Menjadi menarik tentunya ketika peluncuran atau pengenalan produk baru yang tersedia untuk pasar Indonesia dibalut dengan acara ujicoba perangkat, meski dengan keterbatasan yang ada jenis acara seperti ini tentunya bisa memberikan pengalaman dan gambaran lebih detail tentang suatu produk tertentu.
Meski demikian, tentu saja untuk produk headphone atau earphone, waktu yang singkat tidak bisa menjadi rujukan utama karena butuh waktu tertentu untuk bisa menilai dan memilih headphone yang cocok. Namun, hands-on singkat bisa jadi acuan awal untuk melakukan pilihan. Jenis musik serta alat memutar juga tentunya akan memberikan pengaruh, belum lagi amplifier sebagai alat tambahan untuk memutar musik juga akan berpengaruh pada hasil suara yang keluar.
Untuk harga dua produk terbaru Sennheiser yang hadir di pasar Indonesia adalah HD 800 S dijual dengan harga 27 juta rupiah sedangkan HD 630VB dijual dengan harga 8.3 juta rupiah.