Tag Archives: sensor kamera

Samsung Ungkap ISOCELL HP1, Sensor Kamera Smartphone dengan Resolusi 200 Megapiksel

Samsung mengumumkan sensor kamera smartphone baru yang sangat istimewa, yaitu ISOCELL HP1. Istimewa karena ia merupakan sensor beresolusi 200 megapiksel dengan ukuran piksel individual 0,64 µm.

200 megapiksel memang masih jauh dari target 600 megapiksel yang ingin Samsung kejar, tapi tetap saja jauh lebih tinggi daripada resolusi kamera yang tertanam di smartphone kita sekarang. Samsung pun tidak lupa mengembangkan teknologi pixel-binning baru untuk ISOCELL HP1. Setelah TetraCell dan NonaCell, kali ini Samsung memilih nama ChameleonCell.

Kenapa bunglon (chameleon)? Mungkin karena sifat teknologinya yang mampu beradaptasi sesuai kebutuhan. Saat hendak mengambil gambar di kondisi minim cahaya, ChameleonCell bakal menggabungkan 16 piksel (4 x 4) menjadi satu piksel berukuran 2,56 µm.

Sesuai hukum fisika, piksel berukuran besar ini mampu menyerap lebih banyak cahaya, sehingga pada akhirnya foto yang dihasilkan di tempat gelap bisa kelihatan lebih terang sekaligus lebih bersih (minim noise). Dalam skenario ini, resolusi fotonya cuma 12,5 megapiksel. 200 megapiksel adalah resolusi foto yang diambil di lokasi dengan pencahayaan yang melimpah.

Kemudian saat hendak merekam video 8K, yang disatukan jadi cuma 4 piksel (2 x 2) saja, sehingga menghasilkan resolusi 50 megapiksel (8192 x 6144), cukup untuk mengambil video 8K (7680 x 4320) dalam kecepatan 30 fps tanpa crop factor.

Dalam kesempatan yang sama, Samsung turut menyingkap ISOCELL GN5. Ini merupakan sensor pertama yang memadukan teknologi Dual Pixel Pro dengan ukuran piksel individual 1,0 µm. Sepintas ini membuatnya kedengaran seperti versi lebih kecil dari ISOCELL GN2, sensor dengan ukuran piksel 1,4 µm yang digunakan oleh Xiaomi Mi 11 Ultra, yang juga dibekali teknologi Dual Pixel Pro demi menyuguhkan kinerja autofocus yang sangat cepat.

Namun yang unik dari GN5 adalah bagaimana teknologi Dual Pixel tersebut telah dikawinkan dengan teknologi FDTI (Front Deep Trench Isolation), sehingga tiap-tiap fotodiode berukuran mikroskopisnya mampu menyerap dan menyimpan lebih banyak cahaya, dan pada akhirnya dapat semakin mengoptimalkan performa autofocus beserta kualitas gambar.

Sejauh ini belum ada informasi kapan kedua sensor tersebut akan diproduksi secara massal, akan tetapi Samsung sekarang sudah mulai menawarkan sampelnya ke pabrikan-pabrikan smartphone yang tertarik.

Sumber: PetaPixel dan Samsung.

Nikon Kembangkan Sensor 1 Inci yang Mampu Merekam Video 4K HDR di 1.000 fps

Berbeda dari Canon, Nikon tidak memproduksi sensor kameranya sendiri. Sudah menjadi rahasia umum kalau sensor yang tertanam di banyak kamera Nikon adalah buatan Sony. Kendati demikian, beberapa di antaranya tetap didesain oleh tim engineering Nikon sendiri.

Salah satunya adalah sensor CMOS unik yang sedang mereka garap berikut ini, yang diklaim sanggup merekam video 4K di kecepatan 1.000 fps, dan di saat yang sama memiliki dynamic range yang begitu luas. Jadi ketika dipakai untuk merekam di kecepatan 1.000 fps, dynamic range-nya tercatat berada di kisaran 110 dB. Lalu kalau diturunkan ke 60 fps, dynamce range-nya malah naik lebih jauh lagi menjadi 134 dB.

Gambar di bawah ini bisa mengilustrasikan betapa luasnya dynamic range yang dimiliki sensor ini. Pada gambar pertama (yang diambil menggunakan sensor ini), tampak bahwa semua detail yang terdapat di sisi gelap dan sisi terang bisa terlihat dengan jelas. Bandingkan dengan gambar kedua dan ketiga (diambil menggunakan sensor tradisional), yang masing-masing hanya bisa menampilkan detail dari sisi gelap atau sisi terang saja.

Nikon stacked CMOS sensor

Seperti halnya sensor berperforma tinggi bikinan Sony, sensor ini mengadopsi desain stacked alias bertumpuk. Di lapisan atas, ada penampang seluas 1 inci yang berisikan 17,8 juta pixel, dengan ukuran masing-masing pixel sebesar 2,7 μm, lalu di bawahnya ada papan sirkuit yang bertindak sebagai controller.

Nikon sejauh ini belum punya rencana pasti terkait sensor ini dan kamera apa yang bakal menggunakannya. Potensi pengaplikasiannya sendiri sangatlah luas, mulai dari kamera compact, kamera saku, sampai kebutuhan komersial seperti di bidang otomotif.

Terlepas dari itu, kabar ini semestinya bisa mematahkan miskonsepsi umum bahwa Nikon tidak mengembangkan sensornya sendiri dan sepenuhnya bergantung kepada Sony. Nikon justru melihat ada demand yang cukup tinggi akan sensor berperforma tinggi yang memiliki wujud ringkas, dan mereka berkomitmen untuk terus melanjutkan riset dan pengembangannya demi memenuhi permintaan pasar.

Sumber: PetaPixel dan DPReview.

Samsung Mengumumkan Sensor Gambar ISOCELL HM2, GW3, GM5, dan JD1 dengan Piksel 0.7µm

Samsung telah memperkenalkan empat sensor gambar baru dengan piksel berukuran 0.7µm. Dibanding dengan sensor 0.8µm yang sudah ada, sensor anyar ini berukuran hingga 15% lebih kecil sehingga modul kameranya akan lebih tipis 10% dan membuat tonjolan kamera menjadi lebih kecil.

Sensor kamera tersebut masih menggunakan ISOCELL Plus, tetapi Samsung juga berencana merilis versi dengan ISOCELL 2.0 yang baru akhir tahun ini. Keempat sensor tersebut adalah ISOCELL HM2, ISOCELL GW3, ISOCELL GM5, dan ISOCELL JD1.

Samsung-07micrometer-pixel-ISOCELL-Image-Sensor_main_2_F

Mari mulai dari ISOCELL HM2, sensor gambar beresolusi 108MP ketiga dari Samsung ini berukuran 1/1.52 inci. Mengandalkan teknologi Nonacell 3×3 yang berarti sembilan piksel bergabung menjadi satu piksel dan menghasilkan foto 12MP dengan ukuran piksel besar 2.1µm. ISOCELL HM2 juga dapat melakukan lossless zoom sebanyak 3x, memiliki sistem autofocus Super-PD, dan dapat merekam video 4K pada 120fps.

Beralih ke ISOCELL GW3, sensor ini berukuran 1/1.97 inci dan mengemas resolusi 64MP. Samsung menggunakan teknologi Tetracell 4-in-1 dengan fitur Smart-ISO untuk menangkap cahaya dengan lebih efektif. Foto optimal yang dihasilkan adalah 16MP dengan piksel 1.4µm dan dapat perekaman video 4K pada 60fps dengan dukungan fitur electronic image stabilization.

Bila ISOCELL HM2 dan GW3 dirancang sebagai kamera utama, selanjutnya sensor ISOCELL GW digunakan untuk kamera sekunder dengan lensa zoom periscope dan ultrawide. Sensor ini berukuran 1/2.55 inci beresolusi 48MP dan menggunakan teknologi Tetracell 4-in-1. Bila digunakan sebagai mode wide-angle, sensor ini dapat merekam video 1080p pada 480fps dan 4K 120fps. Sedangkan bila digunakan dengan lensa telephoto mendukung 4K 120fps.

Satu lagi adalah ISOCELL JD1 untuk kamera depan, baik dalam desain punch hole ataupun pop up camera. Sensor ini mengemas resolusi 32MP dan diklaim sebagai yang terkecil di industri yaitu 1/3.14 inci. Selain itu, ISOCELL JD1 dan GM5 merupakan sensor pertama Samsung yang mendukung HDR yang lebih cepat dan irit daya.

Samsung-07micrometer-pixel-ISOCELL-Image-Sensor_main_1

ISOCELL HM2, GW3, dan J1 saat ini sudah diproduksi secara massal, sedangkan GM5 telah dikirim ke produsen untuk dievaluasi. Saat ini, keempatnya menggunakan ISOCELL Plus yang mana sensitivitas terhadap cahaya meningkatkan hingga 15% dan versi ISOCELL 2.0 akan diperkenalkan pada akhir tahun ini dengan peningkatan sebesar 12% dibanding ISOCELL Plus.

Sumber: GSMArena

Vivo Sedang Kembangkan Sensor Kameranya Sendiri, Diklaim Bisa Menyerap Cahaya Lebih Banyak

Saat bicara mengenai sensor kamera smartphone, sebagian besar dari kita pasti langsung teringat akan dua nama, yaitu Sony dan Samsung. Hampir semua smartphone yang ada di pasaran memang ditenagai oleh sensor kamera bikinan kedua perusahaan tersebut, tapi tahun depan mungkin keadaannya bisa berubah.

Vivo baru-baru ini mengumumkan bahwa setidaknya dalam setahun terakhir, mereka telah sibuk mengembangkan sensor kameranya sendiri. Bukan sembarang sensor, melainkan yang memakai susunan filter warna RGBW (Red, Green, Blue, White), ketimbang yang lebih konvensional, yakni RGB (Red, Green, Blue).

Buat apa penambahan pixel warna putih tersebut? Supaya sensitivitasnya terhadap cahaya meningkat, dan hasil fotonya di kondisi minim cahaya bisa lebih bagus lagi. Dibandingkan sensor konvensional, Vivo percaya sensor bikinannya ini mampu menyerap 160% lebih banyak cahaya.

Vivo RGBW camera sensor

Vivo bukanlah yang pertama menerapkan konsep ini, sebab di tahun 2012, Sony pernah mengumumkan sensor kamera smartphone dengan teknologi serupa, dan Huawei pun juga pernah menggunakannya pada Huawei P8 di tahun 2015.

Problem yang dialami dengan sensor RGBW kala itu adalah resolusi yang tergolong kecil. Namun seperti yang kita tahu, resolusi sama sekali bukan masalah dalam dua tahun terakhir ini berkat semakin canggihnya algoritma image processing yang diterapkan.

Lalu bagaimana jika dibandingkan dengan sensor lain yang juga tidak umum, semisal sensor kamera yang dipakai Huawei yang memakai susunan filter warna RYYB? Menurut Vivo, sensor RGBW rancangan mereka bisa menyerap 15% lebih banyak cahaya, selagi di saat yang sama terhindar dari problem color casting yang umum didapati pada sensor RYYB.

Vivo bilang perangkat yang ditenagai sensor kamera RGBW ini masih dalam tahap pengembangan dan baru akan tersedia di pasaran tahun depan. Vivo selama ini memang cukup rajin bereksperimen dengan teknologi-teknologi kamera smartphone yang tidak umum. Contoh terbarunya apalagi kalau bukan Vivo X50 Pro yang mengemas gimbal mini.

Sumber: GSM Arena dan Sparrows News. Gambar header: Depositphotos.com.

Sensor Baru Canon Kecil tapi Sangat Cekatan Mengambil Video di Kondisi Nyaris Gelap Gulita

Makin besar penampang fisik suatu sensor kamera, makin bagus kualitas gambar yang dihasilkannya pada malam hari. Itu patokan sederhananya. Namun kalau ditelaah lebih jauh lagi, faktor seperti ukuran pixel juga sangat penting untuk urusan mengambil gambar di lokasi yang minim cahaya, terlepas dari seberapa luas sensor yang menjadi rumahnya.

Kalau perlu bukti, lihat saja sensor CMOS baru yang dikembangkan Canon. Sensor bernama LI7050 ini punya ukuran cuma 1/1,8 inci, jauh lebih kecil daripada sensor full-frame, dan lebih mendekati ukuran sensor kamera saku secara umum. Namun berkat ukuran masing-masing pixel sebesar 4,1 µm, sensor ini mampu merekam video full-HD dalam kondisi nyaris gelap gulita.

Lebih istimewa lagi, sensor ini juga dilengkapi mode HDR, dan ketika diaktifkan, ia bisa mengambil gambar pada suatu area dengan perbedaan intensitas cahaya yang sangat drastis (antara 0,08 lux sampai 80.000 lux) selagi memastikan area yang terang tidak kelihatan terlalu terang, dan yang gelap tidak kelewat gelap sehingga semua masih bisa menampilkan detail secara jelas.

Video demonstrasi yang Canon berikan di atas benar-benar bisa menggambarkan keunggulan dari sensor ini. Canon melihat potensi pengaplikasiannya pada produk-produk seperti kamera pengawas maupun kamera wearable yang umum dipakai oleh petugas keamanan di malam hari. Kamera-kamera jenis ini umumnya merupakan kamera inframerah yang hanya bisa merekam dalam format monokrom saja.

LI7050 di sisi lain sama sekali tidak kesulitan merekam video berwarna yang bersih dan mendetail di kegelapan, dan ini tentu saja bisa membantu operator mengidentifikasi detail-detail seperti warna kendaraan, warna baju, dan lain sebagainya yang sebelumnya tidak dimungkinkan jika memakai kamera inframerah.

Berhubung ukuran sensornya terbilang ringkas, tidak salah apabila kita berharap sensor ini juga bisa diaplikasikan ke smartphone ke depannya. 1/1,8 inci itu lebih kecil daripada ukuran sensor kamera utama Galaxy Note20 Ultra (1/1,33 inci), dan sensor yang dikhususkan untuk perekaman video dalam kondisi low-light semacam ini semestinya bisa menjadi tambahan yang lebih esensial di smartphone daripada kamera macro atau kamera monokrom.

Sumber: DPReview dan Canon.

Samsung Berniat Ciptakan Sensor Kamera 600 Megapixel

Resolusi kamera smartphone meningkat drastis dalam dua tahun terakhir ini. Dan kalau bicara soal resolusi, nama Samsung tentu tak akan terlewat dari pembahasan, mengingat mereka adalah yang pertama menembus batas 100 megapixel di ranah smartphone.

Lebih tepatnya 108 megapixel, lengkap dengan teknologi pixel binning generasi terbaru yang mampu melebur sembilan pixel individual menjadi satu dengan ukuran 2,4 μm. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah Samsung akan berhenti di 108 megapixel?

Tidak. Melalui salah satu petinggi divisi sensor kameranya, Yongin Park, Samsung secara resmi menyatakan ketertarikannya untuk menciptakan sensor beresolusi 600 megapixel. Di angka tersebut, bahkan mata manusia pun – yang dipercaya mempunyai resolusi sekitar 500 megapixel – sudah kalah tajam.

Di titik ini, Samsung belum bisa menjabarkan detail mengenai sensor 600 megapixel itu, akan tetapi mereka sadar betul akan sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Sederhananya, menciptakan sensor 600 megapixel tidak semudah menyematkan lebih banyak pixel begitu saja. Ukuran pixel-nya juga harus diciutkan agar dimensi sensor tetap ringkas.

Masalahnya, ketika ukuran pixel mengecil, kualitas gambar dipastikan bakal menurun karena cahaya yang masuk juga lebih sedikit. Itulah gunanya teknologi pixel binning seperti Tetracell atau Nonacell, dan Samsung akan terus menyempurnakan teknologi ini hingga akhirnya mereka bisa mencapai angka 600 megapixel itu tadi.

Kamera smartphone dengan resolusi 600 megapixel? Well, Samsung rupanya juga melihat potensi pengaplikasiannya di bidang lain, semisal IoT dan otomotif. Di segmen otomotif sendiri, permintaan akan sensor kamera dipastikan bakal meningkat seiring terus berkembangnya teknologi mobil kemudi otomatis.

Sumber: Mashable dan Samsung.

Samsung Ungkap Sensor Kamera Smartphone Beresolusi 64 Megapixel

Belakangan ini kita sering dibuat geleng-geleng kepala melihat resolusi kamera yang diusung sejumlah smartphone. Contoh yang paling gampang, lihat saja Huawei P30 dan P30 Pro yang mengemas kamera 40 megapixel. Meski resolusi memang tak bisa dijadikan faktor penentu kualitas gambar yang paling utama, angka setinggi ini jelas tak mungkin bisa dicapai tanpa terobosan dari sisi teknisnya.

Buat produsen sensor kamera seperti Samsung, 40 megapixel rupanya masih kurang. Mereka baru saja mengumumkan sepasang sensor kamera smartphone baru: ISOCELL Bright GW1 dan Bright GM2, masing-masing dengan resolusi 64 dan 48 megapixel. Keduanya sama-sama memiliki ukuran pixel individu sebesar 0,8 mikrometer (μm) saja.

Bright GW1 adalah yang bakal ditujukan untuk smartphone flagship. Pixelpixel super mungil itu duduk di atas penampang dengan bentang diagonal 1/1,72 inci, sedikit lebih besar dari ukuran sensor kamera saku pada umumnya. Bright GM2 di sisi lain punya dimensi yang sedikit lebih kecil, tepatnya 1/2 inci.

Samsung ISOCELL Bright GM2 / Samsung
Samsung ISOCELL Bright GM2 / Samsung

Yang menarik, kedua sensor ini turut Samsung bekali dengan teknologi Tetracell, yang pada dasarnya memungkinkan empat pixel untuk dilebur menjadi satu pixel yang lebih terang. Ini berarti dalam kondisi low light, foto yang diambil ‘hanya’ beresolusi 16 megapixel, tapi hasilnya bisa lebih terang ketimbang hasil tangkapan sensor yang tak dilengkapi teknologi Tetracell.

Jadi perlu dicatat, resolusi 64 dan 48 megapixel itu sejatinya cuma berlaku ketika memotret dalam kondisi pencahayaan yang optimal. Dalam kondisi low light, memaksakan resolusi tinggi adalah hal yang percuma, dan itulah yang Samsung terapkan pada kedua sensor barunya.

Lebih lanjut, Samsung juga mengklaim bahwa Bright GW1 mampu mendukung dynamic range hingga 100 dB di saat mayoritas sensor lain cuma 60 dB kalau dirata-rata. Semakin tinggi angkanya berarti warna yang ditangkap semakin kaya, itulah mengapa mata manusia umumnya disebut memiliki dynamic range setinggi 120 dB.

Saat ini Samsung baru menguji kedua sensor ini bersama sejumlah mitranya. Rencananya, tahap produksinya bakal dimulai setelah pertengahan tahun ini. Jadi kalau menurut saya, kemungkinan paling cepat kita berjumpa dengan smartphone yang mengusungnya adalah awal tahun depan.

Sumber: Samsung dan AnandTech.

Sensor Kamera ISOCELL Plus Buatan Samsung Janjikan Kualitas Gambar yang Lebih Baik Lagi

Pengalaman Samsung memproduksi sensor kamera smartphone memang belum sepanjang Sony, tapi hal itu rupanya tak menghalangi upaya inovasi mereka di bidang ini. Salah satu buktinya adalah teknologi ISOCELL yang pertama diumumkan di tahun 2013, yang menerapkan teknik isolasi pixel guna memaksimalkan reproduksi warna dan penyerapan cahaya.

Kunci dari teknologi ISOCELL adalah adanya sekat pemisah di antara setiap pixel, sehingga pada akhirnya masing-masing pixel bisa menyerap lebih banyak cahaya dan menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik. Problemnya, sekatnya ini terbuat dari logam, sehingga terkadang cahaya yang semestinya masuk ke pixel malah jadi dipantulkan atau diserap sendiri oleh sekat tersebut.

Samsung ISOCELL Plus

Namun masalah ini sudah terselesaikan dengan hadirnya ISOCELL Plus, di mana Samsung telah memanfaatkan material baru ciptaan Fujifilm yang inovatif. Kedua pihak enggan menjelaskan material misterius ini, tapi yang pasti ini adalah pertama kalinya material tersebut masuk tahap komersialisasi.

Hasilnya, sensor ISOCELL Plus mengusung peningkatan sebesar 15 persen dalam hal sensitivitas cahaya, dan reproduksi warnanya pun dijamin juga lebih akurat. Di samping itu, ISOCELL Plus juga memungkinkan ukuran masing-masing pixel pada sensor yang begitu kecil (0,8 mikrometer), sehingga resolusi totalnya bisa melampaui angka 20 megapixel tanpa risiko pengurangan kualitas gambar yang drastis.

Teknologi ini sekarang sedang dipamerkan di acara Mobile World Congress Shanghai, namun sejauh ini belum ada informasi terkait smartphone apa ke depannya yang akan dibekali sensor ISOCELL Plus.

Sumber: Samsung.

Sensor Kamera Baru Samsung Dirancang untuk Mengeliminasi Tonjolan Kamera pada Smartphone

Saat Google meluncurkan Pixel 2 dan Pixel 2 XL kemarin, banyak yang terkejut melihat kedua smartphone flagship itu hanya punya satu kamera belakang saja. Di saat smartphone kelas menengah pun mulai mengadopsi kamera ganda, Google tetap percaya diri kamera tunggal Pixel 2 mampu menghasilkan foto dengan efek blur yang dramatis.

Rahasianya terletak pada perpaduan software dan teknologi Dual Pixel. Tidak hanya untuk menghasilkan efek bokeh yang bagus, Dual Pixel juga berguna untuk meningkatkan kecepatan autofocus, seperti yang kita jumpai pada sejumlah DSLR maupun kamera mirrorless buatan Canon.

Samsung sebagai salah satu produsen sensor kamera smartphone baru saja mengumumkan sensor ISOCELL baru yang mengusung teknologi Dual Pixel. Sensor bernama ISOCELL Fast 2L9 ini dirancang untuk menghasilkan foto dengan efek bokeh yang apik melalui konfigurasi kamera tunggal, seperti kasusnya pada duo Pixel 2 itu tadi.

ISOCELL Fast 2L9 / Samsung
ISOCELL Fast 2L9 / Samsung

Secara teknis, ISOCELL Fast 2L9 mengemas resolusi 12 megapixel, dengan ukuran pixel masing-masing sebesar 1,28 µm. Kelebihan lain dari sensor ini adalah dimensinya yang sangat ramping, sehingga smartphone yang menggunakannya tidak perlu memiliki tonjolan kamera.

Samsung juga memperkenalkan sensor lain bernama ISOCELL Slim 2X7 yang beresolusi lebih besar – 24 megapixel – tapi memiliki ukuran pixel lebih kecil di angka 0,9 µm. Kendati demikian, performanya di kondisi low-light masih terjamin berkat penerapan teknologi Tetracell, yang menyatukan empat pixel sekaligus untuk meningkatkan sensitivitas cahaya.

Sama seperti Fast 2L9, Slim 2X7 juga dirancang agar bisa ditanamkan ke modul kamera tanpa berakibat pada tonjolan di bagian belakang ponsel. Sayangnya sejauh ini belum ada informasi mengenai perangkat yang bakal menggunakan kedua sensor baru ini.

Sumber: DPReview dan Samsung.

Sony Kembangkan Sensor Kamera Ponsel dengan Dukungan Fitur Super Slow-Motion

Sudah bukan rahasia apabila smartphonesmartphone dengan kamera terbaik yang ada di pasaran menggunakan sensor buatan Sony. Pada kenyataannya, bisnis sensor CMOS ini merupakan salah satu bisnis tersukses Sony. Kendati demikian, menjadi pemimpin tidak menghentikan hasrat Sony untuk terus berinovasi di ranah ini.

Baru-baru ini, Sony mengumumkan bahwa mereka tengah mengembangkan sensor CMOS untuk smartphone yang amat istimewa. Istimewa karena sensor ini terdiri dari tiga lapisan, dimana yang berada di tengah merupakan chip DRAM. Desain semacam ini sejatinya sudah Sony terapkan pada lini kameranya, dimulai dari Sony RX100 IV.

Keuntungannya, performa kamera jadi meningkat sangat drastis. Berdasarkan klaim Sony, sensor ini sanggup menangkap gambar 19,3 megapixel dalam waktu 1/120 detik saja, atau empat kali lebih cepat dari sensor konvensional. Hasilnya, problem rolling shutter yang kerap dijumpai saat memotret objek berkecepatan tinggi bisa diminimalkan meskipun smartphone tidak memiliki shutter mekanik.

Perbandingan hasil jepretan sensor konvensional (kiri) dan garapan terbaru Sony (kanan) – perhatikan keretanya / Sony
Perbandingan hasil jepretan sensor konvensional (kiri) dan garapan terbaru Sony (kanan) – perhatikan keretanya / Sony

Namun yang justru lebih mengejutkan lagi adalah kemampuannya merekam video super slow-motion dalam kecepatan yang sangat fenomenal, secepat 1.000 fps tepatnya, dan dalam resolusi full-HD. Dibandingkan Google Pixel misalnya, angka ini sekitar 8x lebih cepat.

Kecepatan setinggi ini pada dasarnya memungkinkan Anda untuk melihat benturan bola bisbol dan tongkatnya maupun atraksi lompat jauh secara mendetail. Hebatnya lagi, karena chip DRAM telah terintegrasi ke sensor, mode super slow-mo ini bisa diterapkan oleh smartphone apapun dengan chip pengolah gambar standar.

Masih seputar slow-mo, Sony sempat menjelaskan kalau mode atau fitur ini nantinya bisa aktif secara otomatis ketika smartphone mendeteksi suatu gerakan cepat. Meski baru masuk tahap pengembangan, potensinya sangatlah menjanjikan.  Buat yang ragu, silakan tonton video di bawah ini.

Sumber: Engadget dan Sony. Gambar header: Pexels.