Tag Archives: Sensor Tower

8 Mobile Game dengan Pemasukan Lebih dari US$1 Miliar di 2021

Pandemi COVID-19 membuat industri game tumbuh pesat pada 2020. Momentum tersebut berlanjut di 2021. Menurut data dari Sensor Tower, total belanja mobile gamers pada 2021 mencapai US$89,6 miliar, naik 12,6% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Seiring dengan meningkatnya total belanja para mobile gamers, jumlah mobile game yang pemasukannya menembus US$1 miliar pun bertambah. Di 2018 dan 2019, hanya ada 3 mobile game yang pemasukannya mencapai US$1 miliar. Angka itu naik menjadi 5 mobile game pada 2020. Dan pada 2021, ada 8 mobile game yang pemasukannya melebihi US$1 miliar.

Total Belanja Gamers dari 8 Mobile Game Tembus US$1 Miliar

Di tahun 2021, PUBG Mobile berhasil menjadi mobile game dengan total belanja paling banyak. Sepanjang tahun ini, pemain PUBG Mobile menghabiskan US$2,8 miliar di game tersebut. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, total spending PUBG Mobile pada tahun ini naik 9%.

Pada tahun lalu, PUBG Mobile sempat mengalami masalah dan diblokir di India, salah satu pasar terbesarnya. Namun, tahun ini, masalah tersebut telah terselesaikan. Di India, PUBG Mobile diluncurkan dengan nama Battlegrounds Mobile. Selain di India, PUBG Mobile juga melalui proses pelokalan di Tiongkok. Di sana, PUBG Mobile dikenal dengan nama Game For Peace.

Dengan total spending sebesar US$2,8 miliar, Honor of Kings berhasil menjadi mobile game dengan total spending terbesar ke-2 di 2021. Pada tahun ini, total belanja gamers Honor of Kings — yang juga dikenal dengan nama Arena of Valor — mengalami kenaikan sebesar 14,7%. Baik PUBG Mobile dan Honor of Kings merupakan mobile game di bawah bendera Tencecnt.

Delapan mobile game dengan total belanja lebih dari US$1 miliar. | Sumber: Sensor Tower

Selain PUBG Mobile dan Honor of Kings, mobile game lain yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar pada tahun ini adalah Genshin Impact dari miHoYo. Sejak diluncurkan pada September 2020, Genshin Impact telah meraup US$1,8 miliar, menjadikannya sebagai mobile game dengan total belanja terbesar ke-3. Untuk membuat para gamers tetap tertarik memainkan Genshin Impact, miHoYo terus merilis update secara berkala. Strategi miHoYo ini terbukti efektif. Setelah mereka meluncurkan Version 2.1 pada September 2021, total spending mingguan para pemain Genshin Impact naik hingga 5 kali lipat.

Dalam daftar 8 mobile game dengan total spending terbesar di 2021, Roblox ada di posisi ke-4. Sepanjang 2021, total spending gamers Roblox mencapai US$1,3 miliar, naik 20,3% jika dibandingkan dengan tahun lalu. Peringkat 5 diisi oleh Coin Master dari Moon Active, yang juga mendapatkan total spending sebanyak US$1,3 miliar. Dari tahun lalu, total belanja gamers Coin Master tahun ini naik hingga 13,8%.

Posisi ke-6 dan ke-7 diisi oleh Pokemon Go dari Niantic dan Candy Crush Saga dari King. Kedua game itu sama-sama mendapatkan total spending sebesar US$1,2 miliar. Game ke-8 yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar adalah Free Fire dari Garena. Selain delapan mobile game tersebut, Sensor Tower mengatakan, ada satu mobile game lain yang berpotensi untuk mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar.

Ialah Uma Musume Pretty Derby dari Cygames. Walau mobile game itu baru diluncurkan pada Februari 2021 dan hanya diluncurkan di Jepang, game tersebut telah berhasil mendapatkan US$965 juta per 14 Desember 2021. Jadi, tidak tertutup kemungkinan, total spending dari game itu akan menembus US$1 miliar dalam dua minggu terakhir dari 2021.

900 Aplikasi Dapatkan US$1 Juta untuk Pertama Kalinya di 2021

Sepanjang 2021, konsumen tidak hanya menghabiskan uangnya untuk membeli item dalam mobile game, tapi juga untuk aplikasi lain. Buktinya, total spending pengguna aplikasi mobile di 2021 juga mengalami kenaikan. Berkat hal itu, sepanjang 2021, lebih dari 900 publisher aplikasi mobile berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$1 juta untuk pertama kalinya.

Dari semua publisher itu, sebanyak 581 publishers merilis aplikasi mereka di iOS dan 325 publisher lainnya meluncurkan aplikasi mereka di Android. Sebagai perbandingan, pada 2016, jumlah publisher aplikasi iOS yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta hanyalah 310 perusahaan dan jumlah publisher aplikasi Android yang berhasil mendapatkan pencapaian itu hanyalah 165 perusahaan. Hal itu berarti, dalam 5 tahun lalu, jumlah publisher aplikasi iOS yang pemasukannya bisa menembus US$1 juta meningkat 87%. Angka pertumbuhan itu lebih tinggi di Android, mencapai 97%.

Jumlah aplikasi yang pemasukannya berhasil menembus US$1 juta. | Sumber: Sensor Tower

Sebagian besar aplikasi yang pemasukannya mencapai US$1 juta merupakan mobile game. Menurut Sensor Tower, tahun ini, ada 185 publisher mobile game yang berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta. Selain mobile game, banyak aplikasi dengan pemasukan lebih dari US$1 juta yang masuk dalam kategori Social Networking dan Entertainment. Jumlah aplikasi Social Networking yang berhasil mendapatkan US$1 juta di tahun ini adalah 62 aplikasi. Sementara di sektor Entertainment, ada 41 aplikasi yang berhasil mendapatkan US$1 juta.

Selain mobile game, Social Networking, dan Entertainment, aplikasi-aplikasi yang berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta berasal dari kategori Productivity dan Sports. Jumlah aplikasi Productivity dengan total spending lebih dari US$1 juta di 2021 mencapai 34 aplikasi, naik dari 21 aplikasi pada tahun lalu. Sementara di kategori Sports, di tahun ini, ada 18 aplikasi yang berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$1 juta, naik dari 5 aplikasi pada tahun lalu.

Kategori aplikasi-aplikasi yang berhasil mendapatkan US$1 juta. | Sumber: Sensor Tower

Di masa depan, spending yang dilakukan oleh konsumen di mobile game dan aplikasi mobile diperkirakan masih akan mengalami kenaikan. Sayangnya, jumlah aplikasi yang akan bisa mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta justru diduga akan berkurang. Alasannya adalah perubahan kebiasaan konsumen.

Pandemi COVID-19 pada 2020 membuat kebiasaan konsumen dalam memasang aplikasi mobile berubah drastis. Mereka cenderung mau untuk memasang aplikasi baru. Namun, seiring dengan semakin terkendalinya pandemi, maka kebiasaan penggunaan aplikasi konsumen mulai kembali normal seperti sebelum pandemi. Hal ini tercermin dari menurunnya jumlah aplikasi yang diunduh oleh konsumen pada tahun ini jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Selain itu, jumlah aplikasi yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta di tahun 2021 sebenarnya lebih sedikit dari tahun 2020. Di tahun lalu, jumlah aplikasi dengan total spending lebih dari US$1 juta adalah 1.003 aplikasi: 636 aplikasi iOS dan367 aplikasi Android.

Sumber header: Sensor Tower

3 Tren Aplikasi Belanja di Amerika Serikat Pada Q1 2021

Pandemi COVID-19 memaksa orang-orang untuk mengubah gaya hidupnya. Misalnya, para gamers menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bermain game dan menonton game karena pandemi. Selain itu, pandemi juga mengubah cara orang-orang berbelanja. Lockdown yang ditetapkan oleh pemerintah di berbagai negara — termasuk Amerika Serikat — membuat banyak orang beralih ke belanja online. Karena itulah, jumlah download dari aplikasi belanja di AS meningkat pesat pada tahun lalu. Dan tren ini tampaknya masih terbawa hingga tahun ini.

Marketplace Kuasai 33% Pangsa Pasar Aplikasi Belanja Online

Pada Q1 2021, jumlah download dari aplikasi belanja online di AS naik 9% dari tahun lalu, menjadi 162 juta downloads, menurut data terbaru dari Sensor Tower. Seiring dengan bertambahnya pengguna, maka persaingan di antara aplikasi belanja online pun menjadi semakin ketat. Dari berbagai jenis aplikasi belanja online, kategori marketplace masih cukup mendominasi. Buktinya, marketplace menguasai sekitar 33% dari total download aplikasi belanja online di AS. Artinya, satu dari tiga aplikasi belanja yang diunduh oleh pengguna smartphone di AS merupakan aplikasi marketplace.

Marketplace kuasai 33% pangsa pasar aplikasi belanja online. | Sumber: Sensor Tower

Sensor Tower mengartikan aplikasi marketplace sebagai aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi jual-beli. Jadi, pengguna tak hanya bisa membeli barang melalui aplikasi, tapi juga menjual barang. Salah satu contoh aplikasi marketplace yang beroperasi di Indonesia adalah Tokopedia. Sensor Tower lalu membagi kategori marketplace ke dalam tiga subkategori: marketplace umum, resale, dan jual-beli mobil.

Dari tiga jenis aplikasi marketplace tersebut, subkategori marketplace umum mendapatkan downloads paling banyak. Sekitar 58% dari keseluruhan downloads aplikasi marketplace merupakan aplikasi marketplace umum, seperti Amazon. Sementara itu, 36% downloads berasal dari aplikasi resale, dan 6% sisanya dari aplikasi jual-beli mobil.

Secara umum, jumlah downloads dari aplikasi marketplace memang mengalami kenaikan sepanjang tahun lalu. Download untuk aplikasi marketplace umum menuncak pada Mei 2020. Ketika itu, aplikasi-aplikasi marketplace umum diunduh hingga 9,6 juta kali dalam waktu satu bulan. Di bulan yang sama, total download dari aplikasi resale mencapai lebih dari lima juta downloads. Hanya saja, pengunduhan untuk aplikasi marketplace umum dan resale menunjukkan tren menurun pada 2021. Kabar baiknya, pengunduhan untuk aplikasi jual-beli mobil justru naik. Pada Maret 2021, total download untuk aplikasi jual-beli mobil mencapai 900 ribu downloads.

Rating rata=rata memengaruhi tingkat pertumbuhan download. | Sumber: Sensor Tower

Amazon masih menjadi aplikasi marketplace umum yang paling populer di kalangan warga AS. Di Desember 2020, aplikasi e-commerce tersebut diunduh sebanyak tiga juta kali. Total downloads untuk aplikasi itu kembali memuncak pada Maret 2021, mencapai 2,6 juta downloads. Meskipun begitu, Amazon bukan aplikasi marketplace umum dengan pertumbuhan jumlah downloads paling tinggi.

Gelar itu jatuh ke tangan Stadium Goods. Jumlah downloads dari aplikasi itu pada tahun ini naik 112% dari tahun lalu. Menurut Sensor Tower, salah satu alasan mengapa jumlah downloads dari Stadium Goods naik pesat adalah karena rating rata-rata aplikasi yang tinggi. Di App Store, sejak 2020, rating rata-rata dari Stadium Goods adalah 4,8 bintang. Hal ini menunjukkan, ada hubungan antara ratng rata-rata aplikasi dengan pengalaman pengguna dalam memakai aplikasi.

Retensi Aplikasi Resale Naik 

Pandemi tidak hanya membuat jumlah download dari aplikasi marketplace di AS naik, tapi juga meningkatkan retensi pengguna aplikasi. Di Q1 2021, retensi hari pertama dari pengguna aplikasi marketplace umum naik 5% menjadi 23%. Sementara itu, jika dibandingkan dengan aplikasi marketplace umum dan jual-beli mobil, aplikasi resale punya retensi paling tinggi. Sampai 2021 pun, retensi dari aplikasi resale tetap tinggi. Tingkat retensi hari pertama dari aplikasi resale mencapai 34%, sementara retensi hari ke-7 mencapai 20%.

Enam aplikasi resale paling populer di AS. | Sumber: Sensor Tower

Selain retensi, aplikasi resale juga mengalami pertumbuhan pengguna aktif bulanan (MAU) yang pesat. Pada November 2020, jumlah MAU dari aplikasi resale naik 35% dari jumlah MAU pada Januari 2019. Sensor Tower menyebutkan, alasan mengapa jumlah pengguna aplikasi resale naik adalah karena aplikasi resale, sesuai namanya, memudahkan para pengguna untuk menjual barang-barang bekas mereka. Hal ini bisa membantu orang-orang yang mengalami masalah finansial karena kehilangan pekerjaan selama masa pandemi. Selain aplikasi resale, aplikasi marketplace umum dan jual-beli mobil juga mengalami pertumbuhan pengguna. Pertumbuhan MAU tertinggi, mencapai 23%, terjadi pada Mei 2020.

Di AS, aplikasi resale paling populer adalah OfferUp. Pada Maret 2021, jumlah unduhan dari aplikasi itu mencapai 1,4 juta downloads. Sementara itu, jumlah installs dari OfferUp meningkat tajam pada September 2020. Ketika itu, jumlah download mereka dalam sebulan mencapai 2,8 juta downloads. Peningkatan itu terjadi setelah OfferUp mengumumkan bahwa mereka berencana untuk mengakuisisi aplikasi resale lain, yaitu Letgo.

Jumlah Download Aplikasi Jual-Beli Mobil di App Store Konsisten di Q1 2021

Berbeda dengan aplikasi marketplace umum dan resale, jumlah download dari aplikasi jual-beli mobil justru mengalami penurunan sejak April 2020, saat pemerintah AS menetapkan lockdown. Kabar baiknya, pada Maret 2021, jumlah download dari aplikasi jual-beli mobil mulai pulih. Sayangnya, pandemi masih memengaruhi industri otomotif secara umum, yang memberikan dampak pada jumlah download dari aplikasi jual-beli mobil. Dari enam aplikasi jual-beli mobil di AS, hanya dua aplikasi yang jumlah installs-nya mengalami peningkatan pada Maret 2021, yaitu CARFAX dan Carvana.

Jumlah installs dari aplikasi jual-beli mobil di Play Store dan App Store. | Sumber: Sensor Tower

Penurunan jumlah download dari aplikasi jual-beli mobil sangat terlihat di Play Store. Pada 2020, jumlah installs dari aplikasi jual-beli mobil justru turun 22% dari tahun 2012. Dan tren ini masih berlanjut hingga awal 2021. Secara total, pada Q1 2021, enam aplikasi jual-beli mobil terpopuler di AS hanya mendapatkan 768 ribu downloads. Sementara itu, jumlah download dari aplikasi jual-beli mobil di App Store tidak mengalami perubahan. Pada Q1 2021, jumlah download untuk aplikasi jual-beli mobil mencapai 1,7 juta juta, sedikit lebih rendah dari total downloads pada 2020, yang mencapai 1,8 juta downloads.

pemasukan call of duty mobile

Dalam Setahun, Pemasukan Call of Duty: Mobile Capai Rp7,1 Miliar

Satu tahun setelah diluncurkan, Call of Duty: Mobile berhasil mendapatkan pemasukan sekitar US$480 juta (sekitar Rp7,1 miliar), menurut data dari Sensor Tower. Amerika Serikat menjadi negara dengan kontribusi terbesar dalam pemasukan Call of Duty: Mobile. Diperkirakan, dalam satu tahun, gamer Amerika Serikat menghabiskan sekitar US$215 juta (sekitar Rp3,2 miliar) untuk game ini. Negara dengan kontribusi terbesar kedua adalah Jepang, diikuti oleh Jerman.

Dalam periode 1 Oktober 2019 sampai 30 September 2020, Call of Duty: Mobile menjadi mobile game shooter dengan pemasukan terbesar ketiga di Amerika Serikat. Posisi pertama diduduki oleh PUBG Mobile dari Tencent, yang berhasil mendapatkan pemasukan US$274 juta (sekitar Rp4 miliar) dalam satu tahun. Sementara posisi kedua ditempati oleh Fortnite, yang dapat mengumpulkan US$239 juta (sekitar Rp3,5 miliar) selama satu tahun terakhir. Free Fire dari Garena ada di posisi keempat dengan pemasukan US$148 juta (sekitar Rp2,2 miliar).

pemasukan call of duty mobile
Game-game shooter dengan pemasukan terbesar dalam satu tahun di Amerika Serikat. | Sumber: Sensor Tower

Dari segi waktu, Call of Duty: Mobile mendapatkan pemasukan paling besar pada Q2 2020. Memang, saat itu adalah puncak ketika negara-negara di dunia memperketat peraturan terkait lockdown dan karantina akibat pandemi COVID-19. Sepanjang pandemi, semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya untuk bermain game. Tak hanya itu, para gamer juga semakin sering menghabiskan uangnya untuk game. Buktinya, total belanja para gamer Amerika Serikat mengalami kenaikan. Sementara industri game Tiongkok juga tumbuh.

Salah satu alasan mengapa Call of Duty: Mobile bisa sukses adalah berkat kerja sama yang baik antara Activision dan Tencent. Dalam waktu satu minggu setelah diluncurkan, Call of Duty: Mobile telah diunduh sebanyak 100 juta kali. Dalam satu bulan, total download dari game ini naik menjadi 148 juta dan pada bulan kedua setelah peluncuran, angka download mencapai 172 juta kali.

Dari segi total download, kontribusi terbesar juga datang dari Amerika Serikat. Call of Duty: Mobile telah diunduh sebanyak hampir 50 juta kali di negara tersebut. Sementara itu, Brasil memberikan kontribusi terbesar kedua, diikuti oleh India di posisi tiga.

Tiga Bulan Pasca Peluncuran Quibi, Jumlah Konsumen yang Lanjut Berlangganan Sangat Sedikit

Diluncurkan di Amerika Serikat pada bulan April lalu, Quibi merupakan layanan streaming baru besutan eks bos Disney sekaligus pendiri DreamWorks, Jeffrey Katzenberg. Namun latar belakang pendirinya bukan satu-satunya alasan di balik hype-nya yang cukup besar. Quibi juga menawarkan premis yang unik: semua kontennya orisinal, berdurasi singkat, dan eksklusif untuk platform mobile.

Aspek eksklusivitas ini sempat memicu kekhawatiran sejumlah pihak bahwa Quibi tidak mampu menggaet banyak konsumen. Kehadiran suatu layanan di banyak platform otomatis membuka peluang untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Kalau hanya tersedia di mobile, Quibi tentu bakal kesulitan memikat perhatian konsumen yang lebih suka menonton di TV.

Kekhawatiran tersebut nampaknya cukup akurat. Berdasarkan laporan dari Sensor Tower, Quibi hanya mampu meyakinkan sekitar 8% dari total konsumennya untuk lanjut berlangganan setelah masa free trial tiga bulannya usai. Jadi dari sekitar 910.000 konsumen yang mendaftarkan akun Quibi selama beberapa hari pasca peluncurannya, cuma sekitar 72.000 yang sekarang lanjut menjadi pelanggan dengan membayar biaya bulanan.

Kalau cuma dilihat persentasenya saja, 8% sebenarnya cukup lumayan. Sebagai perbandingan, Sensor Tower mencatat tingkat konversi Disney+ sebesar 11%. 11 persen dari berapa, itu yang juga harus kita perhatikan, sebab dalam tiga hari pertama peluncurannya di Amerika Serikat dan Kanada, Disney+ berhasil menggaet sebanyak 9,5 juta konsumen. 11 persennya saja sudah mengalahkan jumlah keseluruhan konsumen yang mendaftar di Quibi.

Quibi sejauh ini belum pernah mengumumkan jumlah pelanggan berbayarnya seberapa banyak, namun mereka sempat bilang aplikasinya sudah diunduh lebih dari 5,6 juta kali sejak bulan April. Tentu saja angka ini tidak bisa dijadikan patokan, mengingat kita tidak tahu berapa banyak dari mereka yang sempat mengunduh Quibi yang masih terus menggunakannya sampai sekarang.

Dalam wawancaranya bersama New York Times Mei lalu, Jeffrey Katzenberg sempat berdalih bahwa pandemi COVID-19 merupakan alasan utama mengapa pencapaian awal Quibi tidak sesuai dengan ekspektasinya. Andai Quibi meluncur dengan aplikasi untuk smart TV maupun web player sekaligus (seperti yang sudah menjadi standar buat layanan streaming saat ini), saya kira bosnya tidak akan sekecewa itu.

TikTok saja dengan jutaan konten user-generated-nya bisa diakses lewat browser laptop, masa Quibi tidak? Memang benar format video pendek lebih cocok dikonsumsi lewat smartphone, tapi tentu ada kalanya juga pelanggan ingin menontonnya di laptop atau TV sambil bersantai, apalagi di saat semua orang lebih banyak berdiam di rumah seperti sekarang.

Sumber: The Verge.

Pokemon GO

Data Sensor Tower: Revenue Pokémon GO Sepanjang Masa Capai Rp42 Triliun

Pokémon GO di tahun 2019 ini telah menginjak usia tiga tahun, dan tampaknya Niantic masih belum berhenti meraup keuntungan besar darinya. Di awal tahun 2019 ini, perusahaan data aplikasi mobile Sensor Tower mengungkap bahwa Pokémon GO telah meraih keuntungan senilai kurang lebih US$795 juta, atau sekitar Rp11,2 triliun. Kini, Sensor Tower kembali melaporkan bahwa game tersebut berhasil mencapai sebuah milestone baru, yaitu revenue sebesar US$3 miliar (sekitar Rp42 triliun) sepanjang masa.

Angka tersebut didapat oleh Sensor Tower dari platform analisis download dan perkiraan revenue milik mereka, yang disebut Store Intelligence. Tentu saja karena ini adalah layanan pihak ketiga, dan bukan laporan resmi dari Niantic (developer Pokémon GO), angkanya hanya berupa perkiraan dan belum tentu akurat. Akan tetapi Sensor Tower memiliki reputasi sebagai salah satu penyedia layanan ASO (app store optimization) yang cukup terpercaya dan banyak digunakan oleh developer.

Pokémon GO pertama kali diluncurkan pada bulan Juli 2016. Hingga saat ini, game augmented reality berbasis lokasi tersebut diperkirakan telah diunduh sebanyak 541 juta kali, dengan revenue rata-rata senilai US$5,6 per unduhan. Sepanjang tahun 2019 hingga Oktober, nilai revenue yang mereka peroleh adalah US$774,3 juta. Masih ada sisa dua bulan lagi sebelum tahun ini berakhir, dan Sensor Tower memperkirakan bahwa revenue Pokémon GO di tahun 2019 akan bisa melampaui rekor tertinggi mereka di tahun 2016, yaitu senilai US$832,4 juta.

Dari seluruh revenue tersebut, 54,4% di antaranya berasal dari pemain di Android/Google Play. Sementara pemain di iOS/App Store menyumbang sebesar 45,6%. Menariknya, jumlah pengguna di Android jauh lebih tinggi dari iOS, yaitu 424,6 juta unduhan. Sementara di App Store aplikasi ini hanya diunduh 116 juta kali. Artinya meskipun jumlah pemainnya lebih sedikit, rata-rata pengguna iOS lebih banyak melakukan in-app purchase daripada pengguna Android.

Pokemon GO - Sinnoh Evolution
Beberapa monster baru Pokémon GO yang muncul di tahun 2019 | Sumber: Pokémon GO Live

Mengapa game ini bisa sedemikian populer? Sensor Tower memperkirakan alasan yang mendorong tingginya revenue itu adalah banyaknya update menarik yang diberikan oleh Niantic. Para pemain Pokémon GO tahun ini memang bisa dibilang cukup dimanja, dengan kemunculan konten Team GO Rocket di bulan Juli lalu, kemunculan monster unik Armored Mewtwo, evolusi dari region Sinnoh, hingga event kolaborasi dengan film Detective Pikachu.

Di awal tahun 2020 nanti Niantic juga berencana meluncurkan fitur yang sangat menarik terutama bagi penggemar PvP, yaitu GO Battle League. Fitur ini memungkinkan pemain untuk bertarung melawan pemain lain dari belahan dunia mana pun secara online. Ini merupakan pengembangan dari fitur Trainer Battle yang sudah dirilis di pertengahan 2019 ini. Bedanya, Trainer Battle hanya bisa digunakan untuk bertarung melawan pemain yang berdekatan atau berada di Friend List. Sementara GO Battle League akan menggunakan sistem matchmaking, menjadikannya lebih aksesibel bagi pemain yang ingin bertanding.

Pokémon GO juga memiliki komunitas grassroot yang setia dan gemar bermain secara kompetitif. Meski tanpa ada sirkuit kompetisi resmi, penggemar di seluruh dunia telah menjalankan berbagai turnamen sendiri, bahkan mendirikan liga esports tak resmi yang disebut Silph League Arena. Musim perdananya baru saja diluncurkan pada bulan Januari 2019 kemarin, dan liga ini juga sangat aktif di Indonesia. Anda dapat menyimak perjalanan mereka dalam artikel berikut.

Sumber: Sensor Tower