Terlepas dari Anda suka politik atau tidak, pastinya Anda merasakan betapa gaduhnya percakapan mengenai politik selama Pilpres 2014 ini di berbagai media sosial. Salah satu dampak, entah baik atau buruk, dari perkembangan teknologi informasi adalah hiruk pikuk Pilpres pun kini bisa kita rasakan dalam berbagai interaksi di media sosial. Sebuah layanan bernama Sentigram berusaha untuk mengkuantifikasikan interaksi-interaksi tersebut.
Informasi menarik: Facebook Election Tracker Tampilkan Popularitas Capres Berdasarkan Percakapan di Facebook
Ada dua hal yang berusaha diukur oleh Sentigram dari interaksi pengguna media sosial selama Pilpres 2014 ini. Pertama adalah sentimen. Sentigram menggunakan metode pemodelan Support Vector Machine (SVM), algoritma N-Gram dan terakhir dengan algoritma MRA dalam memproses konten-konten media sosial yang hendak diukur. Hasilnya, Sentigram bisa mengklasifikasikan apakah sebuah konten sosial media memiliki nilai sentimen positif atau negatif terhadap salah satu atau kedua pasang calon presiden dan wakil presiden.
Sentigram mengklaim bahwa metode yang digunakannya memiliki akurasi sebesar 75% untuk mengukur sentimen sebuah konten. Saat tulisan ini dibuat, menurut data Sentigram, pasangan Prabowo-Hatta memiliki sentimen positif sebesar 61% dan sentimen negatif sebesar 39% sementara pasangan Jokowi-JK memiliki sentimen positif sebesar 64% dan sentimen negatif sebesar 36%.
Hal kedua yang diukur oleh Sentigram adalah elektabilitas. Berdasarkan keterangan dari Robin Ma’rufi, kreator Sentigram, elektabilitas untuk masing-masing pasangan capres-cawapres diukur berdasarkan persentase sentimen positif yang diterima pasangan tersebut dikurangi dengan sentimen negatif yang diterimanya kemudian dibagi dengan total data yang masuk.
Saat tulisan ini dibuat, Sentigram menghasilkan angka elektabilitas sebesar 41,78% untuk pasangan Prabowo-Hatta dan 43,92% untuk Jokowi-JK. Angka ini agak berbeda dengan hasil-hasil dari lembaga survei konvensional yang menempatkan angka elektabilitas pada angka 41,1% (versi Poltracking) dan 38,7% (versi LSI) untuk pasangan Prabowo-Hatta serta 48,5% (versi Poltracking) dan 45% (versi LSI) untuk pasangan Jokowi-JK.
Menanggapi perbedaan dengan data dari lembaga survei konvesional, Robin menyatakan, “Sentigram juga pernah mendapatkan selisih 6-7% untuk keunggulan Jokowi-JK [seperti hasil yang diperoleh lembaga survei konvensional]”. Robin kemudian menjelaskan bahwa data yang muncul pada portal Sentigram juga merupakan data real time sehingga sangat mungkin berbeda dengan hasil dari lembaga survei konvensional yang perlu jeda antara waktu pengumpulan data dengan waktu pengolahan dan rilis.
Mengenai korelasi antara angka elektabilitas para capres-cawapres di media sosial dengan elektabilitas di dunia nyata, Robin berkomentar, “menurut saya media sosial sangat berpengaruh [terhadap elektabilitas pasangan capres-cawapres di dunia nyata], karena Indonesia merupakan salah satu pengguna media sosial terbesar dunia, pengaruhnya sama kuatnya dengan pemilu presiden Amerika Serikat [yang dimenangkan oleh] Barrack Obama yang waktu itu sangat kuat kampanye di media sosial”.
Berbeda dengan Robin, saya sendiri cenderung skeptis dalam menanggapi hasil analisis elektabilitas kedua pasangan capres-cawapres berdasarkan data media sosial. Saya masih berpendapat bahwa pengguna media sosial Indonesia belum menghadirkan demografis yang representatif berbanding kesuluruhan populasi. Tapi tentunya penghakiman yang tepat mengenai akurasi analisis media sosial dibandingkan dengan lembaga survei konvensional dan hasil pemilu aktual hanya bisa kita lakukan setelah keluar hasil penghitungan setelah tanggal 9 Juli nanti.
Update: sebelumnya tertulis dekripsi yang tidak tepat mengenai alur proses metode dan algoritma yang digunakan oleh Sentigram dalam memproses konten-konten media sosial.