Tag Archives: Sequoia

Sequoia Southeast Asia mengumumkan dana kelolaan perdana untuk kawasan Asia Tenggara senilai $850 juta akan menyuntik startup potensial dari berbagai tahapan

Sequoia Southeast Asia Debut Dana Kelolaan 12,5 Triliun Rupiah, Mayoritas Suntik Startup Indonesia

Sequoia Southeast Asia mengumumkan dana kelolaan perdana untuk kawasan Asia Tenggara senilai $850 juta (lebih dari 12,5 triliun Rupiah). Pemodal ventura tersebut akan menyuntik startup potensial dari berbagai tahapan, mulai dari tahap awal sampai tahap pertumbuhan. Menariknya mereka bilang akan menjadikan Indonesia sebagai negara prioritas.

Managing Director Sequoia Southeast Asia Abheek Anand menyampaikan, selama lebih dari 10 tahun terakhir perusahaan telah berinvestasi di beberapa putaran awal dari beberapa startup Indonesia, termasuk Gojek, Tokopedia, Kopi Kenangan, Bibit, Lummo, dan lainnya. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital, pihaknya melihat ledakan jumlah founder yang membangun generasi perusahaan legendaris berikutnya.

“Kami berharap dapat bermitra dengan mereka langsung dari tahap ide hingga IPO dan seterusnya, dan membawa pengalaman investasi global dan pembangunan perusahaan selama lima dekade untuk membantu berkontribusi bagi masa depan ekonomi digital Indonesia,” ucapnya dalam keterangan resmi, Selasa (14/6).

Komitmen serius Sequoia ini berawal dari eksperimen kecil di sebuah ruangan dalam gedung sepi di Singapura sejak 10 tahun lalu. Setelah menghabiskan banyak waktu di sini, ekosistem teknologi di kawasan ini menunjukkan banyak tanda awal pertumbuhan yang sama seperti telah terlihat di India dan Tiongkok. Dengan total tim kini sebanyak 40 orang dari 12 kewarganegaraan, Sequoia kini memiliki sejumlah portofolio dari investasi-investasi awal, ventura dan pertumbuhan, dan program akselerator seperti Surge dan Spark.

Untuk menyuntik lebih banyak startup di Asia Tenggara, mereka akan terus membawa tim spesialis portofolio besarnya untuk bermitra dengan para founder di saat-saat paling penting mereka dan mendorongnya melalui program akselerator. Juga, menggandakan inisiatif untuk berkolaborasi di seluruh ekosistemnya — dengan founder, pemerintah, rekan investor, dan mitra — untuk membantu kawasan Asia Tenggara menjadi lebih besar, lebih sehat, dan lebih berkelanjutan daripada sebelumnya.

Program akselerator

Salah satu program yang menjadi unggulan dari Sequoia Capital adalah Surge. Melalui program ini startup yang masih dalam tahap awal, bisa mendapatkan mentoring hingga dukungan capital yang relevan. Surge menggabungkan modal awal $1 juta hingga $2 juta dengan dukungan pembangunan perusahaan, kurikulum global, dan dukungan dari komunitas mentor dan pendiri startup.

“Kami melihat program Surge menjadi langkah awal bagi startup yang masih berada dalam tahap awal. Kami ingin menjalin kemitraan dengan lebih banyak lagi startup di Indonesia,” kata Abheek secara terpisah dalam wawancara bersama DailySocial.id.

Bagi mereka yang sudah masuk dalam program Surge dan berhasil mengantongi pendanaan, ke depannya jika memiliki potensi, Sequoia akan memberikan investasi dalam putaran pendanaan selanjutnya. Dengan demikian, program Surge menjadi pembuka bagi mereka untuk bisa mendapatkan kesempatan pendanaan lanjutan.

Startup yang awalnya merupakan lulusan program Surge dan berhasil mengantongi investasi tahapan lanjutan dari Sequoia Capital di antaranya adalah Lummo dan Qoala. Saat ini tercatat sudah ada 9 startup lulusan program Surge. Sementara Sequoia Capital sendiri sudah terlibat dalam 22 startup di Indonesia. Di antaranya adalah Traveloka, Gudangada, GoTo, hingga Kopi Kenangan.

Berikutnya, program Sequoia Spark yang diinisiasi oleh Sequoia India untuk mendukung usaha para perempuan. Program dana hibah sebesar $100.000 beserta pendampingan ini, ingin mengajak lebih banyak perempuan di India dan kawasan Asia Tenggara untuk menjadi pengusaha.

Program ini diadakan dengan menyediakan pendampingan langsung yang mendalam kepada 15 startup yang dipimpin oleh perempuan setiap tahunnya dan modal cukup sebagai biaya awal untuk memulai usaha. Kohort pertama dari program Sequoia Spark terdiri dari berbagai macam bidang, termasuk edtech, fintech, SaaS, dan crypto. Kohort ini menggabungkan tujuh startup dari Asia Tenggara, tujuh dari India dan satu dari Uni Emirat Arab. Dari Indonesia Sribuu berhasil mendapatkan mentoring dan pendanaan awal dari Sequoia Capital.

Mentoring merupakan bagian dari Sequoia, kami bukan hanya bertindak sebagai mitra bisnis tapi juga bisa membantu mereka berupa mentoring melalui program yang kami tawarkan. Diharapkan bisa membantu komunitas karena semua program kami bangun berdasarkan tahapan yang ada. Mulai dari Surge untuk startup tahap awal, Spark untuk perempuan dan kami juga memiliki program bagi startup yang telah masuk dalam tahapan lanjutan seperti seri B hingga mereka yang sudah menjadi unicorn dan decacorn,” kata Abheek.

Hangry

Alpha JWC Ventures Terlibat dalam Pendanaan Awal Hangry Senilai 42,7 Miliar Rupiah

Hangry, startup yang mengembangkan konsep restoran “multi-brand” telah mendapatkan pendanaan tahap awal senilai US$3 juta atau setara dengan 42,7 miliar Rupiah. Investasi tersebut didapatkan dari Sequoia dan Alpha JWC Ventures. Putaran pendanaan tersebut sudah ditutup sejak awal tahun 2020 ini.

Sebelumnya bisnis yang digawangi Abraham Viktor, Andreas Resha, dan Robin Tan tersebut juga mengikuti program akselerator Surge milik Sequoia India pada debut awalnya.

“Benar kami sudah menutup pendanaan tahap awal sejak Januari 2020. Sangat bersyukur bisa dipercaya oleh investor,” ujar Viktor kepada DailySocial.

Konsep multi-brand Hangry memiliki dan mengelola beberapa brand produk makanan. Mereka mengoptimalkan layanan pesan antar makanan untuk mendistribusikan produk-produknya – mengandalkan berbagai platform seperti Gofood, Grabfood, dan Traveloka Eats. Saat ini juga sudah merilis aplikasi untuk sistem loyalty.

“Selama pandemi ini, growth kami masih aman. Mungkin karena banyak orang yang belum mulai makan di luar. Dari Januari sampai Maret pertumbuhannya 100%, sementara dari Maret ke Juni 30% tiap bulannya,” imbuhnya.

Produk makanan yang mereka jajakan meliputi San Gyu (japanese beef bowl), Ayam Koplo (ayam geprek), Bude Sari (nasi ayam, kulit dan paru tradisional) dan Kopi Dari Pada (aneka ragam minuman). Dan baru-baru ini meluncurkan brand baru bernama “Moon Chicken”.

“Sejauh ini kami masih melayani pelanggan  di sekitar Jakarta, Bintaro, Bekasi, dan Karawaci. Tapi sedang proses juga untuk membuka di Serpong, Alam Sutra, Cengkareng, dan beberapa wilayah lainnya. Tentu ekspansi ke kota-kota lain akan menjadi agenda kami selanjutnya,” terang Viktor.

Hangry adalah salah satu representasi perkembangan bisnis kuliner. Melalui sentuhan teknologi, bisnis kuliner mulai bertransformasi. Misalnya, akhir-akhir ini banyak bisnis menghadirkan konsep “cloud-kitchen”, yakni konsep restoran yang hanya melayani pemesanan makanan melalui aplikasi delivery.

Penyaji makanan di cloud kitchen umumnya tidak memiliki kedai atau tempat makan layaknya restoran biasa. Hanya saja, secara brand dan produk mereka memiliki daya tawar tersendiri. Startup pengembang platform cloud kitchen menjembatani proses bisnis antara dapur dengan pelanggan, sembari memberikan jasa pengiriman hingga transaksi.

Application Information Will Show Up Here
Fokus Insider kembangkan teknologi AI dan machine learning untuk pemasaran / Pexels

Rencana Insider Usai Kantongi Pendanaan Seri B dari Sequoia

Setelah mendapatkan pendanaan Seri B dari Sequoia senilai $ 11 juta, platform multi channel untuk kegiatan pemasaran Insider berencana melakukan ekspansi ke berbagai negara. Kepada DailySocial, Country Manager Insider Indonesia Joe Harahap mengungkapkan, selain pasar Amerika, Insider juga tertarik untuk melakukan eksplorasi ke negara lainnya.

“Rencana kami selanjutnya adalah melakukan ekspansi ke pasar Amerika sambil terus melanjutkan penetrasi di pasar baru dan menjanjikan seperti Jepang, Korea Selatan, SEA, Australia, dan Eropa.”

Insider juga masih konsisten dengan rencana sebelumnya yaitu merekrut talenta terbaik dengan memanfaatkan pendanaan yang terbarunya. Selain itu juga masih akan terus berusaha mendapatkan talenta terbaik di setiap pasar yang bakal dituju.

Luncurkan Growth Management Platform

Perusahaan asal Turki tersebut saat ini juga tengah mengembangkan teknologi baru yang diklaim mampu meminimalkan biaya pemasaran, yaitu Growth Management Platform (GMP).

Cara kerjanya data pengunjung yang dikumpulkan dari situs, mobile web dan aplikasi. Kemudian teknologi artificial intelligence dan machine learning dimanfaatkan untuk mengolah data tersebut dan membuat prediksi segmentasi berdasarkan perilaku pengunjung secara real-time.

Digital marketer kemudian bisa menggunakan segmentasi tersebut untuk memberikan personalised user experience di situs, mobile web, mobile app dan juga ad channels kepada setiap individu,” kata Joe.

Dengan platform ini, kegiatan pemasaran bisa menjadi lebih terpadu secara end-to-end dan mampu menyebar ke seluruh channel. Mulai dari akuisisi pelanggan, activation, retensi dan revenue. Growth Management Platform juga diklaim dapat membantu bisnis untuk menambah pendapatan, pertumbuhan dan loaylitas kepada brand.

GMP sebenarnya sudah diluncurkan awal April 2018 lalu, menargetkan sektor perbankan, layanan e-commerce, publisher, maskapai penerbangan, OTA, Classified, UKM dan korporasi.

Melalui platform ini, Insider berharap bisa membantu kegiatan pemasaran menjadi lebih cerdas saat melakukan interaksi dengan konsumen, melalui konten yang relevan sesuai dengan channel sekaligus menciptakan pengalaman yang terbaik bagi konsumen.

Persoalan Minimnya Talenta dan Peranan Investor dalam Mendukung Ekosistem Startup

Masalah minimnya talenta berkualitas ternyata menjadi salah satu kendala utama yang dihadapi oleh dunia startup Indonesia saat ini. Rendahnya lulusan engineer berkompetensi belum bisa mengakomodasi kebutuhan startup lokal hingga asing yang melancarkan bisnisnya di Indonesia.

Dalam sesi diskusi yang digelar Google Indonesia hari ini (19/09), dibahas riset dan penelitian tentang investasi startup di Indonesia. Partner A.T. Kearney Alessandro Gazzini mengungkapkan dibandingkan India yang jumlah lulusan baru engineer luar biasa besar, Indonesia dinilai masih sangat minim baik dari jumlah dan pengetahuan.

“Karena masih rendahnya kualitas dari engineer Indonesia, idealnya pemerintah memberikan kemudahan untuk pekerja asing, dalam hal ini engineer, untuk bekerja di Indonesia.”

Hal senada diungkapkan Co-Founder & Group CEO C88 Financial Technologies JP Ellis yang selama ini telah cukup lama berkecimpung dalam dunia financial technology (fintech) di tanah air. Ia merasakan masih kesulitan untuk menemukan tenaga engineer yang berkualitas di Indonesia.

“Dari industri fintech tantangan bukan hanya soal talenta, namun juga dukungan dari pemerintah dalam hal ini regulator terkait dengan kebijakan untuk industri fintech di Indonesia,” kata Ellis.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengungkapkan ada atau tidak ada talenta, bisnis startup harus terus berjalan. Tidak bisa menunggu jumlah engineer lokal untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Untuk itu ia menyarankan pendekatan perekrutan talenta asing (sambil mendidik engineer lokal baru) atau men-switch tenaga dari korporasi untuk berpindah ke startup.

Perlunya local hero dari sisi startup dan investor

Meskipun saat ini sudah banyak venture capital  lokal yang mulai aktif berinvestasi kepada startup asal Indonesia, namun masih kalah banyak jumlahnya dengan investor asing. Menurut Willson masih sedikit, bahkan terbilang belum ada investor lokal yang sukses mencetak startup yang sukses atau exit, dibandingkan dengan investor asing.

“Bukan hanya startup saja yang perlu local hero untuk menjadi inspirasi, namun investor juga perlu adanya local hero yang sukses. Idealnya paling tidak ada quick winning yang dihasilkan dari investor lokal.”

Dengan makin banyaknya perusahaan besar asal Tiongkok yang mendanai startup di Indonesia, bisa dipastikan bakal mempersempit ruang bagi investor untuk mendanai startup di Indonesia. Menurut Principal Sequoia Capital Abheek Anand, hal tersebut harusnya bukan menjadi persoalan yang perlu dikhawatirkan oleh investor, justru menjadi peluang terbaik untuk startup dan ekosistem.

“Masuknya perusahaan Tiongkok berinvestasi artinya kapital makin banyak tersedia, saya juga melihat perlunya local hero dari venture capital di Indonesia untuk menjadi inspirasi.”

Anand menambahkan banyaknya peluang dan kapital yang masuk ke Indonesia memang bisa menjadi permasalahan tersendiri, namun pendiri startup yang cerdas tentunya bisa menghadapi situasi tersebut dengan baik.

Wave kedua industri startup di Indonesia

Setelah wave pertama industri startup di Indonesia banyak didominasi oleh layanan e-commerce hingga transportasi menurut para investor dan pakar yang hadir dalam acara tersebut, untuk wave kedua diprediksi bakal bermunculan startup baru yang menyasar kepada edutech, healthtech hingga fintech dengan layanan yang lebih kompleks.

“Saya melihat fintech masih menjadi pilihan para pelaku startup, namun bentuknya mungkin lebih advance dengan berbagai layanan dan pilihan lebih baru lagi,” kata Ellis.

Sementara, menurut Willson, idealnya untuk investor sudah mulai melihat lebih ke depan terkait dengan kategori startup yang berpotensi untuk didanai. Bukan hanya berpatokan kepada tren yang ada namun berpikir “ahead of the wave“.

“Investor harusnya sudah bisa melihat lebih jauh lagi kira-kira layanan apa yang bakal sukses untuk diinvestasikan. Jangan melihat tren yang ada saat ini saja.”

Tokopedia’s Massive Investment Shatters All Doubts On Indonesian Tech Investment

Screen Shot 2014-10-24 at 7.50.57 AM

When I heard that Tokopedia closes that massive $100 million investment deal from Softbank and Sequoia Capital, I burst into small pieces of happiness. My dear fellow Indonesian founders and investors, the moment we’ve been waiting for, has finally arrived. Now, let’s not fuck things up, shall we?

Continue reading Tokopedia’s Massive Investment Shatters All Doubts On Indonesian Tech Investment

Tokopedia Raises Rp 1.2 Trillion Funding from Softbank and Sequoia Capital

Online marketplace Tokopedia annnounces today it has raised astronomical $100 million (Rp 1.2 trillion) investment. It’s not an error. Rp 1,2 trillion. This funding easily situates Tokopedia as an e-commerce startup that receives the biggest investment in Indonesia to date.

With this funding, Softbank Internet & Media Inc (SIMI) and Sequoia Capital will  put their representatives in board of director position in startup founded by William Tanuwijaya and Leontinus Alpha Edison. This move will be the first by the enormous Sillicon Valley investor Sequioa Capital in Indonesia.

William Tanuwijaya, CEO Tokopedia, stated, “I am very excited to welcome SIMI and Sequoia Capital as Tokopedia’s new partner. Through this investment, Tokopedia will have enough resources to build an even better team, develop world class technology to help Tokopedia merchants, and give better experience for our loyal customer. Our customer is our main priority. We focus on helping our merchants to achieve their goals. This is the most important principle of our business model.”

Shailendra Singh, Managing Director, Sequoia Capital India Advisors added, “We’re very impressed with William’s vision for Tokopedia. This company connects buyers and sellers in an online marketplace, with reliable transaction process. We are happy to be part of Tokopedia team and investor, and can’t wait to cooperate on building the reputable Internet company in the future.”