Tag Archives: shanti tolani

Mobile Marketing Association (MMA) dan Integral Ad Science (IAS) mengestimasi potensi ad fraud di Indonesia mencapai Rp1,7 triliun sepanjang tahun ini

“Ad Fraud” di Indonesia Bisa Rugikan 1,7 Triliun Rupiah Sepanjang Tahun 2019

Mobile Marketing Association (MMA), bersama Integral Ad Science (IAS) merilis hasil survei bertajuk “Ad Fraud, Brand Safety & Viewability Whitapaper”, mengestimasi potensi ad fraud (penipuan iklan) di sisi pemasaran digital di Indonesia akan mencapai $120 juta (Rp1,7 triliun) sepanjang tahun ini.

Angka estimasi ini berasal dari gabungan data antara IAS dan eMarketer. Indonesia menjadi negara target kedua untuk penipuan iklan di ASEAN, setelah Thailand, lantaran skala dan volume pembelanjaan iklan yang signifikan. Disebutkan belanja iklan digital di Indonesia bakal menyentuh angka $639,9 juta. Satu per lima dari angka ini akan masuk ke kanal pemasaran iklan digital.

Secara global, potensi penipuan iklan diestimasi mencapai $42 miliar dari pengeluaran iklan, di Asia Pasifik sendiri sebesar $17 juta. Adapun anggaran belanja iklan digital akan meningkat dari $280 miliar di 2018 menjadi $330 miliar di 2019.

“Di negara ini, industri yang menjadi target penipuan iklan adalah para pengguna terbesar dalam pemasaran digital dan seluler. Mereka adalah pemain e-commerce, fintech, FMCG, dan gaming,” terang Country Manager MMA Indonesia Shanti Tolani, Kamis (8/8).

Angka taksiran ini pertama kalinya muncul di Indonesia. MMA akan membawa survei yang sama untuk negara lainnya di mana MMA beroperasi, setelah diklaim sukses di India. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran para stakeholder (pengiklan, publisher, agensi) tentang penipuan iklan dan mencari solusinya untuk mengurangi dampak kerugian.

Managing Director Asia Tenggara IAS Laura Quigley menjelaskan, ad fraud adalah segala aktivitas yang disengaja untuk mencegah iklan tersampaikan untuk orang, waktu, dan tempat yang tepat.

Teknik penipuan iklan ini bermacam-macam, ada yang berupa pixel stuffing, ad stacking, location fraud, cookie stuffing, user-agent spoofing, domain spoofing, dan lain-lain. Namun yang paling umum adalah nonhuman traffic dan domain spoofing.

“Hacker menciptakan bot untuk menjelajahi situs, mengklik iklan, memutar video dan melakukan pencarian, yang semuanya untuk meningkatkan traffic agar menghasilkan lebih banyak uang. Bot ini adalah virus yang dipasang tanpa sadar di komputer dengan cara yang tidak diketahui pengguna,” terangnya.

Ad fraud merupakan fenomena kompleks yang melibatkan hacker, pasar gelap software, traffic brokers, dan publisher yang belum teredukasi dengan baik mengenai apa yang terjadi. Biasanya kejadian ini terjadi di negara dengan penegakan kejahatan siber yang lemah.

Akibatnya, harus ada langkah proaktif untuk menghindari penipuan ini daripada mengandalkan hukum pidana. Solusi yang bisa dipakai adalah analisis perilaku dan jaringan dengan menggunakan data science untuk mempelajari user, analisis perangkat, dan pengintaian yang ditargetkan.

Setelah melakukan mitigasi pun, penipuan iklan ini tidak bisa semata-mata hilang sampai 0%. Tolak ukurnya sekitar 0,4%-0,5% mewakili kesuksesan campaign yang dijalankan dengan strategi mitigasi penipuan. Dibandingkan campaign yang tidak didukung tindakan mitigasi, risiko terkena penipuan berkisar di angka 9,5%-14,9%. Ini mencerminkan rata-rata di global.

Kesadaran stakeholder di Indonesia masih minim

Dalam whitepaper ini juga diterangkan bahwa kesadaran para stakeholder di Indonesia mengenai penipuan iklan masih minim. Dari survei yang dilakukan pada kuartal pertama 2019, sebanyak 33% pemasar masih rendah pengertiannya terhadap penipuan iklan untuk pembelanjaan iklan mereka.

Maksudnya, pengetahuan ini mencakup sistem monitoring dari cara brand ditayangkan di media dan bagaimana penayangan tersebut diukur masih rendah. Dengan demikian, ada kebutuhan untuk meningkatkan transparansi dari mitra media mereka.

“Hal ini penting bagi masing-masing pemangku kepentingan pada ekosistem ini untuk mengedukasi dan terus berusaha mengatasi isu tersebut. Di situlah MMA memberikan kontribusi pada industri periklanan, terkait penipuan iklan dan brand safety, Indonesia baru saja memulai perjalanannya,” ujar Shanti.

Pasalnya, penipuan iklan ini bisa berujung pada terancamnya keamanan nama brand (brand safety) itu sendiri ketika beriklan di konten-konten yang selaras dengan gambar, nilai, dan pesan brand. Halaman situs yang aman buat brand sebenarnya membantu pengiklan mencapai tujuan mereka dalam mengakuisisi konsumen.

Kesalahan tempat beriklan di laman yang tidak patut akan menggangu citra brand, bahkan makin parahnya sampai diboikot oleh konsumen. Kejadian ini biasanya terjadi ketika brand membayar media placement yang tidak sengaja disajikan disamping konten yang kontroversial.

Ada 11 kategori konten utama, menurut Interactive Advertising Bureau (IAB) yang diidentifikasi berisiko buat brand dan perlu dihindari. Mereka diantaranya konten dewasa, memfasilitasi aktifitas ilegal, subjek kontroversial, obat-obatan terlarang, memuat kebencian, dan lainnya.

Perlu ditekankan di sini, dampak dari penipuan iklan ini sebenarnya mengarah langsung kepada para stakeholder, mulai dari brand, publisher, dan agensi. Belanja iklan yang mereka gelontorkan tidak setara dengan hasil yang didapat karena angka impresi yang didapat tidak murni sama sekali.

End user pada umumnya tidak merasakan dampak ini sama sekali. Hanya saja, kemungkinan besar terganggunya perputaran siklus konsumen yang mencakup akuisisi dan engagament/re-engagement. Seringkali, brand hanya fokus pada akuisisi pelanggan saja tanpa memperhatikan cara retensi yang efektif.

Mengutip data Nielsen, MMA Indonesia menyebut belanja iklan di Indonesia sebesar Rp40,7 triliun di 2018. Iklan digital baru menyentuh 6% atau Rp2,4 triliun

Porsi Iklan Digital di Indonesia Baru Rp2,4 Triliun Sepanjang 2018

Mengutip data Nielsen, The Mobile Marketing Association (MMA) Indonesia Chapter menyebut belanja iklan di Indonesia sebesar Rp40,7 triliun di 2018. Namun iklan digital baru menyentuh 6% dari total tersebut atau sekitar Rp2,4 triliun.

Spending digital ini kebanyakan lari ke platform mobile. Ke depannya, potensi peningkatan belanja iklan digital akan terus membesar karena bertambahnya jumlah pengguna smartphone di Indonesia,” sebut Program Director MMA Asia Pacific Azalea Aina, kemarin (28/2).

Dia menambahkan, cara konsumen mengonsumsi iklan lambat laun akan bergeser ke arah mobile. Pasalnya, sebanyak 97% pengguna internet di Indonesia menggunakan smartphone sebagai akses utama mendapatkan informasi. Dari total tersebut, 89% di antaranya menggunakan smartphone Android.

Fakta lainnya, banyak orang Indonesia yang mengonsumsi konten dari smartphone bersamaan dengan saat menonton acara di televisi. Untuk itu, dia melihat beriklan ke media tersebut adalah komplementer dari keseluruhan strategi iklan, bukan dianggap sebagai sampingan saja.

“Kreatif dalam beriklan itu harus menyesuaikan dengan tren yang dikonsumsi masyarakat sekarang, bentuknya perlu menarik karena konsumen cenderung cepat dalam mengambil keputusan saat melihat iklan lewat smartphone mereka.”

Mengutip data lainnya, situs mobile yang paling banyak dikunjungi orang Indonesia adalah Google.com, Facebook, media daring Tribunnews, blogger.com, dan Google.co.id. Sementara lama kunjungan didominasi oleh Facebook dan Google.com.

Untuk aplikasi mobile, yang paling banyak dikunjungi adalah Google Play, disusul WhatsApp, YouTube, Google Search, Gmail, dan Google Maps. Sementara untuk lama kunjungan, statistik ini dikuasai Facebook Lite, WhatsApp, Facebook, dan YouTube.

Tren iklan digital tahun 2019

Sehubungan fakta di atas, konsumsi video dari perangkat smartphone diprediksi akan terus meningkat. Cara mengonsumsinya pun berbentuk vertikal, seperti layaknya menggunakan smartphone dalam keseharian.

Mengutip data Telkomsel, video adalah kategori yang paling dominan di konsumsi oleh para pelanggan. Volumenya mencapai 33% dari total konsumsi data. Bahkan diprediksi volume konsumsi data per pelanggan akan meningkat sampai 59% secara YTD.

Telkomsel mencatat pelanggan secara rerata mengonsumsi data video sebanyak 1,05 Gigabyte per bulannya. Perusahaan telekomunikasi tersebut memprediksi konsumsi data mencapai lebih dari 120 Petabyte pada 2020 mendatang.

“Implikasi dari tayangan video vertikal ini mempengaruhi brand untuk mengikuti tren tersebut karena sekarang cara konsumsi masyarakatnya sudah berubah.”

Tren lainnya yang berhubungan dengan iklan digital adalah meningkatnya aksi iklan penipuan. Indonesia disebut-sebut sebagai negara kedua dengan tingkat iklan penipuan tertinggi di dunia, setelah India.

Iklan penipuan ini masih belum bisa ditangani dengan baik oleh para pengiklan, sehingga banyak iklan yang muncul di tempat yang tidak semestinya. Di Asia Pasifik, iklan penipuan ini diprediksi merugikan pengiklan sampai US$56 miliar pada 2022, naik US$19 miliar dari tahun 2018.

Dilihat dari opsi beriklan, pengiklan bisa memanfaatkan kehadiran aplikasi game yang kini kian digandrungi oleh orang Indonesia. Secara industri, pemain game didominasi kaum perempuan 58%, sementara laki-laki 55%. Usia pemain game dikuasai oleh golongan 25-34 tahun (65%), 16-24 tahun (64%), 35-44 tahun (63%), dan terakhir 45-64 tahun (47%).

Menurut Azalea, buat para pengiklan aplikasi game ini bisa menjadi media iklan yang menarik karena memiliki pangsa pasar yang luas. Industrinya pun semakin terdukung oleh berbagai kompetisi skala nasional maupun regional.

“Brand itu belum banyak yang mau beriklan ke game, mungkin tahun ini akan semakin tinggi didukung oleh faktor pendukungnya. Dari kami akan ada workshop khusus terkait ini, kita mau edukasi semua pihak apa plus minusnya,” pungkasnya.

Resmikan cabang di Indonesia

Seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna smartphone, MMA secara resmi membuka cabangnya di Indonesia. MMA Indonesia Chapter resmi dibentuk pada 19 Desember 2018. Kehadiran MMA diharapkan mempercepat transformasi dan inovasi pemasaran melalui seluler.

Sebagai salah satu dari 10 negara yang aktif berinternet seluler, Indonesia dianggap memiliki potensi pasar yang paling menarik di industri pemasaran seluler. MMA mengklaim sebagai satu-satunya asosiasi perdagangan global yang menyatukan seluruh ekosistem pemasar, agensi iklan, dan penjual teknologi.

Dalam asosiasi ini terpilih sembilan pemimpin yang mewakili masing-masing industri, termasuk Hemant Bakshi (Unilever Indonesia), Sri Widowati (Facebook Indonesia), Dharnesh Gordhon (Nestle Indonesia), Steve Christian (KLY), dan Hellen Katherina (Nielsen).

“MMA hadir untuk membantu menciptakan lanskap pemasaran seluler yang berkelanjutan di Indonesia,” terang Country Manager MMA Indonesia Shanti Tolani.