Tag Archives: sinematografi

MIT Kembangkan Drone dengan Kemampuan Sinematografi Otomatis Lebih Canggih dari Milik DJI

Terbang dan merekam video dengan sendirinya sudah bukan perkara besar untuk drone generasi terkini. Lihat saja Phantom 4 Advanced atau Mavic Pro dari DJI yang dibekali teknologi ActiveTrack, dimana keduanya dapat mengudara selagi menempatkan suatu objek di tengah pandangannya, lalu mengikutinya ke manapun objek itu bergerak.

Namun bagaimana dengan manuver-manuver khusus seperti ketika harus merekam adegan balap mobil di salah satu seri franchise Fast & Furious? Kalau ini mungkin masih dibutuhkan operator drone yang berpengalaman, akan tetapi hasil riset tim Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory (CSAIL) asal MIT berkata sebaliknya.

Mereka mengembangkan sebuah sistem yang memungkinkan seorang sutradara untuk mengirimkan instruksi spesifik pada drone, menetapkan parameter-paramter tertentu supaya drone bisa mengerjakan tugas sinematografinya sendiri secara mandiri selagi mengacu pada teknik yang kerap digunakan oleh operator drone pada umumnya.

Secara garis besar sistem ini merupakan versi lebih advanced dari ActiveTrack itu tadi. Perbedaannya dideskripsikan seperti ini: kalau dengan ActiveTrack, drone memang bisa mengikuti pergerakan seorang aktor, tapi ketika aktor tersebut membalikkan badannya 180 derajat, drone bakal terus merekam punggungnya.

Dengan sistem besutan MIT ini, drone dapat mendeteksi aktor yang membalikkan badannya itu, lalu bergerak mengitarinya supaya fokus kameranya tetap ada pada wajah sang aktor. Semua ini tentu saja dilakukan tetap dengan memperhatikan kondisi sekitar, sehingga drone tidak akan menabrak sebuah pohon atau rintangan lain begitu saja ketika bermanuver.

Selebihnya, sistem bernama real-time motion planning for aerial videography ini menitikberatkan pada aspek kontrol yang merinci. Seorang sutradara bisa menetapkan parameter seperti misalnya komposisi dengan sudut pandang lebar atau sempit, orientasi sang aktor, sehingga pada akhirnya drone dapat memprioritaskan variabel-variabel ini dengan sendirinya selama sesi syuting.

Singkat cerita, apa yang ingin tim CSAIL MIT ini tawarkan adalah sinematografi drone yang lebih mudah diakses sekaligus yang lebih bisa diandalkan. Anda bisa menyimak video di bawah untuk mendapat gambaran terkait cara kerjanya secara umum.

Sumber: MIT.

Apa Itu RED Camera dan Apa Saja Keistimewaannya?

Bagi yang pernah belajar videografi atau sinematografi, saya yakin hampir semua pasti pernah mendengar nama RED. Dibandingkan Sony, Panasonic atau produsen kamera lain, RED bisa dibilang masih seumur jagung; ia didirikan di tahun 2005 oleh Jim Jannard, sosok yang juga dikenal sebagai founder Oakley.

Namun dalam waktu sesingkat itu, reputasi RED terus melonjak, dan kamera-kamera buatannya memegang andil dalam produksi film-film Hollywood. Yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, apa keistimewaan kamera RED? Mengapa ia bisa menjadi kepercayaan sutradara-sutradara ternama? Dan mengapa harganya bisa begitu mahal?

Bodi RED Weapon 8K S35 tanpa aksesori sama sekali / RED
Bodi RED Weapon 8K S35 tanpa aksesori sama sekali / RED

Untuk menjawabnya, ada baiknya kita membahas sedikit mengenai sejarah RED. Di tahun 2007, RED merilis kamera pertamanya, RED One, yang sanggup merekam video 4K 60 fps. Seperti yang kita tahu, video full-HD saja masih tergolong langka pada saat itu, dan istilah 4K mungkin belum pernah kita dengar sama sekali.

Sebelum perilisannya, sutradara trilogi Lord of the Rings, Peter Jackson, sempat menjajal prototipe Red One untuk merekam sebuah film pendek. Sutradara lain, yakni Steven Soderbergh yang dikenal lewat Ocean’s Trilogy (Ocean’s Eleven, Ocean’s Twelve dan Ocean’s Thirteen), terkagum melihat hasilnya, dan memutuskan untuk ikut mencobanya.

Setelah dipasangi sederet modul aksesori, RED Weapon 8K S35 jadi kelihatan seperti kamera film 35 mm / RED
Setelah dipasangi sederet modul aksesori, RED Weapon 8K S35 jadi kelihatan seperti kamera film 35 mm / RED

Lompat ke tahun 2016, RED sudah punya sejumlah model sekaligus. Kamera termahalnya, RED Weapon 8K S35 yang dibanderol mulai $49.500, mengusung sensor APS-H 35,4 megapixel yang sanggup merekam video berformat RAW dalam resolusi 8K (8192 x 4320 pixel) 60 fps, dengan data rate maksimum hingga 300 MB per detik.

Kamera-kamera besutan RED sederhananya bisa kita anggap sebagai komputer bersensor gambar. Ukurannya lebih besar dibandingkan DSLR kelas atas sekalipun, bahkan media penyimpanannya saja mengandalkan SSD – salah satu alasan mengapa kita bisa menyebutnya sebagai komputer bersensor gambar, sekaligus menjelaskan mengapa harga kamera RED sangat mahal.

Sensor Helium 8K meraih skor tertinggi dalam pengujian DxOMark / RED
Sensor Helium 8K meraih skor tertinggi dalam pengujian DxOMark / RED

Kualitas rekamannya sudah tidak perlu diragukan lagi, bahkan situs DxOMark yang kerap dijadikan referensi menobatkan sensor milik kamera tersebut sebagai yang terbaik sejauh ini, dengan skor tertinggi yakni 108. Mulai dari dynamic range, akurasi warna sampai performa low-light, sensor terbaru buatan RED ini berhasil menjuarai semuanya.

Anda masih ragu sebagus apa video yang bisa dihasilkan kamera RED? Coba tengok channel YouTube MKBHD atau Devin Supertramp. Meskipun Anda tidak akan bisa melihat hasil sebenarnya karena kompresi YouTube, setidaknya Anda bisa mendapat gambaran mengenai kualitasnya, apalagi jika Anda bandingkan dengan video-video YouTube lain yang sama-sama beresolusi 4K.

Akan tetapi kualitas gambar baru sebagian dari cerita RED. Hal lain yang disukai oleh penggunanya adalah aspek modular dan kustomisasi. Bodi RED Weapon 8K S35 maupun model yang lain bisa dipasangi sederet aksesori dengan mudah, seperti layar eksternal atau handle samping misalnya.

Modul-modul aksesori ini mungkin terkesan diperlakukan sebagai lahan pencari uang buat RED, namun di sisi lain mampu meningkatkan potensi dari kamera RED itu sendiri. Dan ketika kualitas gambar beserta fleksibilitasnya dipadukan, tidak heran apabila RED berhasil menetapkan standar baru di industri perfilman.

Menimbang segala fitur dan kecanggihan yang ditawarkan, RED sejatinya kurang cocok dijadikan kamera pertama seorang videografer, dan ini sama sekali belum menyangkut harganya. Namun ketika dasar-dasar dan teknik sinematografi sudah benar-benar dikuasai, bahkan kamera RED yang paling murah sekalipun – Raven, yang dijual mulai $6.950 – sudah bisa memberikan hasil yang lebih maksimal ketimbang menggunakan kamera lain.