Tag Archives: Skystar Capital

Pendanaan Startup Masih Sulit, 2024 Momentum Benahi Fundamental Bisnis

Meski ekonomi digital diproyeksikan tetap tumbuh dalam beberapa tahun mendatang, ekosistem startup Indonesia masih mengalami masa sulit sejak dua tahun terakhir. Beberapa indikasinya seperti PHK massal dan penutupan bisnis masih berlangsung mengawali tahun 2024. Situasi ini juga memicu penurunan iklim investasi di sepanjang tahun 2023.

Dalam sesi diskusi “Navigating the Future: Investment Outlook 2024” yang digelar oleh Aspire dan Trihill Capital, sejumlah perwakilan VC membagikan proyeksinya terkait tren pendanaan dan beberapa catatan penting bagi ekosistem startup Indonesia.

Penggalangan dana masih sulit

Menurut Partner Trihill Capital Anthony Tjajadi, likuiditas dari investor dalam negeri sebetulnya masih terbilang baik. Banyak VC masih mampu mengumpulkan dana dalam jumlah besar dari berbagai investor. Namun, ketika tech winter terjadi, sejumlah investor mulai berhati-hati untuk mengucurkan modalnya.

“Masa sulit dalam penggalangan dana masih akan terjadi dibandingkan tahun 2020, 2021, hingga awal 2022. Saya rasa investor masih menanti situasi new normal terbentuk sepenuhnya, karena mereka masih mencari tahu standar baru pada industri ini, misalnya metrik valuasinya,” paparnya.

Jika mengacu laporan AC Ventures dan Bain & Company, jumlah transaksi investasi pada paruh pertama 2023 hanya mencapai 110 kesepakatan, dibandingkan paruh kedua 2022 yang sebanyak 344. Pertumbuhan transaksi pendanaan masih didorong oleh tahap awal, sedangkan pendanaan seri B menurun.

Sementara Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip menyoroti tentang tren penurunan ticket size pendanaan di beberapa tahapan. Nilai pendanaan seri A tercatat merosot signifikan dari rata-rata $10 juta menjadi $5,8 juta yang membuat nilai valuasi startup ikut turun.

Menurutnya, para founder mungkin menghadapi dilusi yang lebih tinggi. Mereka harus menyerahkan persentase kepemilikan saham lebih besar kepada investor. Namun, bagi startup awal tingginya porsi kepemilikan investor sangat krusial mengingat tahap ini cenderung belum punya hasil yang pasti sehingga potensi return menjadi lebih rendah.

“Mungkin ada total sekitar 125 kesepakatan pendanaan di Indonesia, dan kita telah melihat penurunan pada putaran di berbagai tahap. Valuasinya juga ikut turun. Artinya, dilusi [saham] yang dikorbankan oleh founder kini jadi jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Saya pikir kepemilikan sangat penting pada pendanaan tahap awal karena potensi exit tidak akan setinggi sebelumnya,” tutur Patrick.

Perusahaan teknologi besar perlu buktikan profitabilitas

Managing Partner Skystar Capital Abraham Hidayat memberikan pendapat lain perihal profitabilitas yang belum mampu diraih perusahaan teknologi Indonesia yang sudah melantai di bursa saham. Hal ini menimbulkan keraguan pasar terhadap potensi perusahaan teknologi di masa depan.

Setidaknya hingga kuartal III 2023, di sektor besar e-commerce dan on-demand, sejumlah perusahaan, seperti GoTo, BliBli, dan Bukalapak, belum ada yang mencetak keuntungan.

“Kita perlu melihat mereka meraih keuntungan terlebih dulu sebelum pasar mau mengubah persepsi mereka tentang [bisnis] teknologi di Asia Tenggara. Bagi startup tahap awal, ini menjadi momentum untuk membangun fondasi bisnis yang tepat. Dan ketika pasar membaik, [generasi selanjutnya] startup tahap awal yang dibangun dengan baik akan berkembang,” jelas Abraham.

Ia memproyeksikan 2024 sebagai tahun bearish bagi sektor teknologi. Menurutnya, berbagai kesepakatan pendanaan yang terjadi di sepanjang tahun 2020, 2021, dan 2022 banyak mengalir ke startup yang belum siap, baik dari model bisnis maupun produk. Konsekuensinya, mereka tidak bisa meraup margin. Karena model bisnis dan produknya.

“Namun, saya melihat akan ada banyak inovasi yang terjadi di segmen grassroot. VC akan terus berinvestasi, terutama pada tahap awal,” tambahnya.

Sektor potensial maupun yang alami kemerosotan

Baik Anthony dan Patrick sepakat bahwa bisnis tradisional dan B2B akan menjadi sektor yang potensial bagi investor. Sektor yang kini banyak dipenuhi oleh pemain D2C atau ritel ini disebut menawarkan potensi keuntungan yang lebih besar dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi biaya dan produktivitas.

Sementara bicara sektor lain, “Periode 2020-2021 adalah tahun yang baik bagi fintech. Namun, tahun lalu fintech mengalami penurunan. Pasar banyak bicara jumlah pengguna atau GTV, tetapi apakah mereka fokus pada keuntungan atau benar-benar sudah mendapat keuntungan dari penggunanya? Saya pikir pasar mulai sadar [fintech] punya banyak pengguna, tetapi tidak ada keuntungan di dalamnya. Lalu, apa untungnya bagi kami [investor]?” tambah Anthony.

Kendati begitu, sanggah Abraham, penurunan minat investor terhadap fintech tak berarti membuat sektor ini gagal. Ia berpendapat, kegagalan gelombang pertama fintech tidak berarti tidak memiliki peluang di masa depan.

Rekosistem Raih Pendanaan Senilai 75 Miliar Rupiah Dipimpin Skystar Capital [UPDATED]

Startup climate-tech Rekosistem mengumumkan perolehan pendanaan senilai US$5 juta atau lebih dari Rp75 miliar yang dipimpin oleh Skystar Capital, diikuti oleh East Ventures, Provident, dan investor lainnya. Rencananya, dana segar ini akan difokuskan untuk meningkatkan sistem pengelolaan sampah Rekosistem hingga lebih dari 20 ribu ton metrik sampah per bulan dalam 2 tahun ke depan.

Untuk mewujudkan target ini, Rekosistem menggencarkan serangkaian langkah strategis, mulai dari pengembangan sistem pengelolaan sampah, juga memperluas penerapan teknologi Internet of Things (IoT) dan Machine Learning. Selain itu Rekosistem juga akan mengembangkan teknologi daur ulang dan meningkatkan fasilitas pemulihan material, yaitu Reko Waste Station dan Hub.

Melalui langkah strategis ini, Rekosistem akan memproses lebih dari 70% jenis sampah, menjadi bahan baku daur ulang dan energi baru terbarukan, ekspansi ke lebih banyak kota, dan menyediakan program Extended Producer Responsibility yang mendorong pengusaha bertanggung jawab atas dampak bisnisnya terhadap lingkungan.

Selain menargetkan untuk meningkatkan sistem pengelolaan sampahnya, Rekosistem juga berencanan melibatkan lebih dari 5 ribu pekerja dan mitra bisnis ke dalam ekosistem digitalnya.

Didirikan pada 2018 oleh Ernest Layman dan Joshua Valentino, Rekosistem mendorong penerapan ekonomi sirkular dalam rantai pasokan sampah dengan sistem pengelolaan sampah terintegrasi menggunakan Internet of Things (IoT) dan Machine Learning. Melalui solusi ini, perusahaan ingin menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah sebesar 49%.

Co-Founder dan CEO Rekosistem Ernest Layman dalam keterangan resmi mengungkapkan tekadnya untuk membangun bisnis yang mampu menghadapi tiga tantangan terbesar di bisnis generasi saat ini terkait 3P, yaitu profit (keuntungan), people (manusia), dan planet.

“Melalui penerapan ekonomi sirkular di rantai pasok pengelolaan sampah, produk dan layanan yang kami tawarkan bertujuan membuat produksi dan konsumsi bertanggung jawab dapat diterapkan oleh bisnis dan semua orang,” ungkapnya.

Dalam menjangkau bisnis dan konsumen akhir, Rekosistem menggunakan model bisnis B2B dan B2B2C melalui aplikasi mobile dan web. Ada dua isu yang ingin diselesaikan oleh Rekosistem, yakni proses pengelolaan sampah yang masih nonformal, dan meningkatkan nilai di rantai pasok sampah.

Lima tahun beroperasi, Rekosistem telah berhasil meningkatkan produktivitas sampah menjadi material sebesar 523% untuk daur ulang, daur naik, dan sumber energi berbasis sampah. Di samping itu, sekaligus meningkatkan pendapatan pekerja sampah sebesar 117%.

Saat ini, ekosistem Rekosistem terdiri dari 300 pekerja sampah dan mitra bisnis, 10 Reko Hub, dan 33 Reko Waste Station. Perusahaan juga berhasil menggaet 100 pelanggan bisnis dan 20 ribu pelanggan rumah tangga, menjangkau lebih dari 100 ribu irang dan sudah mengelola lebih dari 2.500 ton metrik sampah per bulan.

Startup waste management di Indonesia

Isu pengelolaan sampah masih menjadi topik yang hangat dibicarakan di tengah masyarakat. Mulai dari proses yang masih nonformal, minimnya penegakan hukum untuk tindakan ilegal yang merusak lingkungan, serta anggaran untuk pembangunan hijau punya tingkat kegentingan masing-masing.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 19,45 juta ton timbulan sampah sepanjang 2022. Hal ini mendorong kehadiran sejumlah startup yang fokus untuk menggarap isu pengelolaa sampah.

Selain Rekosistem, ada juga Duitin, sebuah pengembang layanan digital yang memfasilitasi daur ulang, memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward. Startup ini juga masuk sebagai salah satu lulusan Google for Startup Accelerator, program akselerator Google pertama yang diadakan di Indonesia.

Di samping itu, Waste4Change yang didirikan sejak 2014, mengadopsi pengelolaan sampah berwawasan lingkungan dan bertanggung jawab. Misinya adalah meningkatkan tingkat daur ulang dengan menetapkan standardisasi dalam pengumpulan dan prosedur daur ulang sampah, serta meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan operator.

Perusahaan telah mendapat pendanaan seri A dipimpin oleh AC Ventures dan PT Barito Mitra Investama senilai lebih dari Rp76 miliar. Belum lama ini, aktris ternama Indonesia Luna Maya juga bergabung dalam jajaran investor.  Waste4Change juga menggencarkan kerja sama investasi dengan berbagai pihak untuk mendorong proyek pengelolaan sampah berbasis teknologi.

Satu lagi startup greentech yang menerapkan ekonomi sirkular berbasis teknologi adalah OCTOPUS, platform agregator yang bisa dimanfaatkan oleh industri terkait untuk mendapatkan sampah daur ulang dari pemulung dan pengepul. Perusahaan diketahui telah bekerja sama dengan lebih dari 1700 bank sampah dan 14.600 pemulung terlatih dan terverifikasi.

Semakin banyak pemain yang menyasar isu pengelolaan sampah mendorong keterlibatan banyak pihak untuk gencar mengatasi isu ini. Selain itu, solusi pengelolaan sampah juga bisa dikembangkan menjadi banyak hal, seperti yang dilakukan Rebricks dengan mengolah sampah plastik menjadi bahan bangunan.

Startup fintech yang berfokus pada digitalisasi BPR Komunal mengumumkan perolehan pendanaan senilai $8,5 juta dipimpin oleh East Ventures (Growth fund)

East Ventures Kembali Pimpin Pendanaan 132 Miliar Rupiah untuk Komunal

Komunal, startup fintech yang berfokus pada digitalisasi BPR, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $8,5 juta (sekitar 132 miliar Rupiah) dipimpin oleh East Ventures (Growth fund). Putaran ini turut diikuti oleh AlphaTrio Sustainable Technology Fund, Skystar Capital, Sovereign’s Capital, Ozora, dan Gobi Partners.

East Ventures merupakan investor awal Komunal sejak pertama kali perusahaan berdiri. Pada 2021, East Ventures menyuntik Komunal dalam putaran seri A dengan total nilai $2,1 juta.

Dana segar ini akan digunakan Komunal untuk mengakselerasi misi perusahaan, yaitu mendorong inklusi finansial dan memperkuat ekosistem neo-rural bank di Indonesia, terutama di luar Jabodetabek.

“Sebagai pendukung awal Komunal, kami telah menjadi saksi dari pertumbuhan dan berbagai pencapaian Komunal. Kami percaya pada kegigihan dan inovasi yang telah dan pastinya akan terus dihadirkan Hendry dan tim akan semakin mempercepat digitalisasi di sektor keuangan [..],” terang Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keterangan resmi, Selasa (17/1).

Di saat bersamaan, perusahaan juga mengumumkan bergabungnya Peter Jacobs sebagai komisaris per 1 Januari 2023. Peter Jacobs telah berkarier di Indonesia sejak 1991 dan memegang beberapa peran strategis, seperti Coordinator of World Bank IMF meeting di 2018. Jabatan terakhirnya di bank sentral adalah sebagai Kepala Departemen Jasa Perbankan, Perizinan, dan Operasional Tresuri periode 2019-2022.

“Kami sangat senang untuk menyambut kehadiran Pak Peter di Komunal. Pengalamannya yang luas di Bank Indonesia akan sangat berharga dan memberikan warna dan perspektif tersendiri bagi seluruh tim Komunal,” ucap Co-Founder & CEO Komunal Hendry Leviant.

Pencapaian Komunal

Saat ini Komunal memiliki dua lini bisnis, yaitu DepositoBPR by Komunal dan Komunal P2P Lending. Kedua bisnis ini bergerak di industri fintech dengan misi mengakselerasi inklusi keuangan di Indonesia. DepositoBPR by Komunal adalah aplikasi marketplace untuk produk Deposito BPR di Indonesia. Sementara, Komunal P2P Lending adalah platform p2p lending yang menghubungkan UMKM berpotensi dengan para pemberi dana.

Perusahaan juga mengakuisisi penuh BPR Prima Dadi Arta yang berasal di Kediri, Jawa Timur. Lewat akuisisi ini, BPR tersebut akan menjadi percontohan untuk berbagai pengembangan industri BPR dengan dukungan teknologi yang mumpuni.

Untuk pencapaiannya, sepanjang tahun lalu perusahaan telah menyalurkan simpanan dan pinjaman sebesar $230 juta (sekitar 3,6 triliun Rupiah) ke BPR dan UMKM lokal. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 350% secara year-on-year dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun untuk jumlah simpanan dan pinjaman yang disalurkan adalah $50 juta (setara dengan 781 miliar Rupiah).

Sementara itu, volume transaksi diperkirakan akan melebih $500 juta pada 2023. Perusahaan juga telah membukukan EBITDA positif sejak Oktober 2022, mencatat pertumbuhan serta profitabilitas di saat yang bersamaan.

Hingga saat ini, terdapat lebih dari 220 BPR dari 19 provinsi di Indonesia yang telah bergabung ke dalam platform DepositoBPR by Komunal. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan deposito secara digital kepada ratusan BPR di seluruh Indonesia tanpa tatap muka namun tetap aman karena jaminan LPS dan mendapatkan bunga yang lebih tinggi dari bank umum.

Hendry menuturkan, pihaknya berterima kasih untuk kepercayaan yang diberikan para investor, mitra BPR, dan semua pelanggannya. “Kepuasan tersendiri bagi kami melihat mitra-mitra BPR tumbuh melalui digitalisasi dan pelanggan setia kami dapat dengan mudah dan aman mengakses simpanan dan pinjaman secara digital. Di tahun 2023, kami berharap layanan Komunal dapat memberikan benefit lebih luas, khususnya untuk pengguna dan mitra BPR di luar Jawa dan Bali,” kata dia.

“Kami optimis kolaborasi antara fintech dan incumbent banks (termasuk BPR) akan menciptakan sinergi yang luar biasa. Komunal melihat potensi kemitraan dengan BPR untuk meningkatkan inklusi keuangan bagi UMKM di kota-kota tier 2 dan 3,” sambungnya.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan seri A Base

Base Mendapat Pendanaan Seri A 94 Miliar Rupiah Dipimpin Rakuten Ventures

Startup DTC untuk produk perawatan dan wellness “Base” mendapat pendanaan seri A sebesar $6 juta atau sekitar 94,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Rakuten Ventures, diikuti investor terdahulu termasuk Antler, East Ventures, Skystar Capital, dan Pegasus Tech Ventures.

Sebelumnya, Base memperoleh pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi East Ventures, Antler, iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, dan angel investor. 

Dalam keterangan resminya, Associate Rakuten Ventures Regina Ho mengatakan, selama ini industri produk perawatan kecantikan di Asia Tenggara masih didominasi oleh merek-merek asing. Selain itu, produknya dijual dengan harga di atas pendapatan rata-rata konsumen.

“Hal ini membuat kami bersemangat dengan kemampuan Base untuk membalikkan ekspektasi konsumen tradisional bahwa produk berkualitas tinggi tidak harus mahal. Kami harap bisa mendukung perjalanan Base untuk mengisi ruang kosong perawatan pribadi yang berkembang di Asia Tenggara,” ucap Regina dalam keterangan resminya,

Base didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari pada 2019 dengan operasi awal melalui strategi Direct-to-Consumer (D2C). Kemudian, Base memperluas distribusi ke online dan offline (O2O) untuk menjangkau kota-kota regional. Kini, Base telah melayani pengiriman produk ke 34 provinsi di Indonesia.

Salah satu misi Base adalah memperjuangkan keragaman dan inklusivitas kebutuhan kecantikan masyarakat Indonesia dengan menawarkan perawatan kulit berbahan vegan dan menghadirkan fitur “Smart Skin Test”.

Partner di East Ventures Melisa Irene menambahkan, “Sejak awal kami percaya dengan inovasi Base. Keahlian dan pendekatan lokalnya menghasikan produk perawatan kulit berkualitas tinggi dan berkelanjutan dalam memenuhipermintaan pasar. Kami menantikan lebih banyak inovasi dan pertumbuhan yang akan dihadirkan oleh Yaumi, Ratih, dan tim Base.”

Produk berbasis bioteknologi

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta mengungkap bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan lini produk baru, di antaranya kosmetik, perawatan tubuh dan rambut, edible wellness, dan fragrance. Selain itu, Base berencana berinvestasi lebih lanjut pada inovasi dan pengembangan produk. Salah satunya menggabungkan bioteknologi (biotech) ke dalam metode pengembangan lini produk vegan secara kreatif.

Hal ini sejalan dengan profil konsumen Base yang teridentifikasi sebagai gen Z dan milenial; segmen yang memprioritaskan produk sadar lingkungan, mudah diakses, dan berkelanjutan. Melalui pengembangan produk yang mendalam, pihaknya dapat memperluas pertumbuhan pelanggan.

Mengacu studi Euromonitor, industri kecantikan mengalami pertumbuhan signifikan dibandingkan industri lain selama masa pandemi. Adapun, nilai pasarnya diproyeksikan mencapai $10 miliar pada 2025 yang didorong oleh produk kategori perawatan rambut, tubuh, dan kulit, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 6%. Dengan potensi pasar ini, Base memiliki posisi tepat untuk menjadi pemain terkemuka. Base mengklaim telah mengalami pertumbuhan pendapatan 10x lipat dalam satu tahun terakhir.

Dalam kesempatan ini, Base juga mengumumkan Muhammad Cipta Suhada yang akan mengisi posisi Direktur People & Culture. Sebelumnya, Cipta sempat berkarier di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka, seperti Gojek dan LinkAja. Pihaknya berupaya mendefinisikan kembali bagaimana dunia memandang standar kecantikan sehingga setiap orang dapat merasa berdaya dan bangga dengan keunikan yang dimiliki.

“Ini berlaku juga di Base di mana kami mengantisipasi orang-orang untuk mengeluarkan potensi mereka dan melakukan yang mereka sukai. Seiring pertumbuhan perusahaan, kami senang menyambut lebih banyak anggota kepemimpinan senior untuk meningkatkan jalan base sebagai organisasi kelas dunia yang dapat dibanggakan generasi kami.” Tutupnya.

Startup pedagang aset kripto Reku mengumumkan pendanaan Seri A senilai $11 juta yang dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Coinbase Ventures dan Skystar Capital

Startup Pedagang Aset Kripto “Reku” Terima Pendanaan Seri A 163 Miliar Rupiah Dipimpin AC Ventures

Startup pedagang aset kripto Reku, rebrand dari Rekeningku, mengumumkan pendanaan seri A senilai $11 juta (lebih dari 163 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Coinbase Ventures dan Skystar Capital.

Reku akan memanfaatkan dana segar untuk menambah tim hingga menjadi 80 orang, meluncurkan inovasi baru untuk mengatasi masalah terbesar para investor kripto, baik trader berpengalaman dan pemula.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO Sumardi Fung menyampaikan, di tengah crypto winter ini permintaan lokal tetap tangguh. Masih banyak masalah yang dihadapi para pengguna, bahkan mata uang kripto ini adalah kelas aset yang rumit untuk dipahami. Untuk masuk ke dalamnya, orang Indonesia harus memiliki panduan dan kepercayaan yang cukup pada platform yang mereka gunakan pada tingkat dasar.

“Kami bertujuan untuk membantu mereka mencapai hal tersebut dengan Reku dan menawarkan mereka perlindungan semaksimal mungkin sebelum membiarkan mereka membeli dan menjual dengan murah dan aman di platform. Kepatuhan terhadap BAPPEBTI dan keamanan pengguna dimasukkan ke dalam setiap fitur dan pengalaman pengguna di Reku,” kata Sumardi, Kamis (15/9).

Pendiri dan Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji turut memberikan komentarnya. Dia bilang, “Kami sangat antusias untuk memimpin investasi ini ke Reku. Dengan pengalaman pengguna yang intuitif, biaya terendah di pasar, dan tim kepemimpinan yang hebat, kami yakin Reku akan memperkuat kepemimpinannya dalam industri mata uang kripto yang dinamis di Indonesia.”

Perjalanan Reku

Pada saat yang bersamaan, perusahaan juga mengumumkan bergabungnya Jesse Choi sebagai COO. Choi merupakan lulusan Universitas Columbia dengan jajaran pengalaman di perusahaan teknologi, seperti Bain & Company, Thumbtack, Playground Capital, Payfazz, AC Ventures (Entrepreneur-in-Residence), dan memperoleh gelar MBA dari Standford Graduate School of Business, sebelum resmi bergabung di Reku.

Choi menyampaikan, “Reku adalah perusahaan yang sangat menarik di ruang yang ia minati dan ketahui. Menurutnya, Sumardi dan tim benar-benar memahami semua mekanisme dalam menjalankan pertukaran — mereka telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menyiapkan teknologi dan membangun produk tercepat, paling efisien, dan paling fleksibel di pasar hingga saat ini. Seraya kami memperluas tim, membangun produk baru, meningkatkan pemasaran, dan membawa perusahaan ke tingkat berikutnya, di situlah saya masuk.”

Reku sendiri sejatinya sudah berdiri sejak lima tahun lalu, tim mengaku telah diuntungkan dengan pengalaman seputar ekspansi dan resesi ekonomi. Kemudian, mendapatkan gambaran seperti apa perilaku investor kripto di Indonesia, baik selama masa bullish dan bearish. Pengalaman tersebut memungkinkan Sumardi dan timnya untuk membangun platform yang telah teruji hingga dapat dengan cepat meningkatkan dan menanggung sentimen pasar apapun.

Tim Reku sendiri berasal dari industri perdagangan berjangka dan memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun menangani instrumen keuangan yang kompleks. Sebelum merintis Reku, Sumardi, bersama CCO Robby bekerja di bidang perdagangan berjangka sejak 2005 hingga 2017.

Sumardi menyampaikan platform Reku dibangun sepenuhnya secara in-house dan terus disempurnakan dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan keamanan dan ketentuan maksimum. Menurutnya, filosofi Reku adalah keamanan dan keramahan pengguna yang maksimal dengan mempertahankan pasar yang sepenuhnya adil dan transparan, yang tidak selalu terjadi di platform lain.

“Karena sektor mata uang kripto masih berlangsung di sini, kami percaya bahwa penting bagi konsumen untuk mendapat perlindungan pada tingkat yang sama seperti mereka berada di sektor dan pasar yang lebih maju.”

Reku menawarkan biaya terendah untuk pengguna. Diklaim, perusahaan telah mencetak nilai transaksi bruto senilai $3 miliar pada 2021.

Lanskap crypto exchange di Indonesia

Dengan volatilitas yang tinggi, aset kripto nyatanya memiliki minat yang besar di Indonesia. Data Bappebti menunjukkan, per Juni 2022 jumlah investor kirpto mencapai 15,1 juta orang dengan nilai transaksi mencapai Rp212 triliun.

Namun demikian, di tengah perkembangan pesat industri investasi kripto, bulan lalu Bappebti mengumumkan penghentian penerbitan izin pendaftaran calon pedagang fisik aset kripto, tertuang dalam Surat Edaran Nomor 208/BAPPEBTI/SE/08/2022. Alasannya, terkait efektivitas pengawasan.

Sejauh ini, telah memberikan izin kepada 24 perusahaan, termasuk Reku. Berikut daftarnya:

1 PT Tumbuh Bersama Nano Nanovest
2 PT Kagum Teknologi Indonesia Ajaib
3 PT Aset Digital Berkat Tokocrypto
4 PT Aset Digital Indonesia Incrypto
5 PT Bumi Santosa Cemerlang Pluang
6 PT Cipta Koin Digital Koinku.id
7 PT Coinbit Digital Indonesia Coinbit.id
8 PT Galad Koin Indonesia Galad.id
9 PT Gudang Kripto Indonesia GudangKripto.id
10 PT Indodax Nasional Indonesia Indodax
11 PT Indonesia Digital Exchange Digital Exchange
12 PT Kripto Maksima Koin Kripto Maksima
13 PT Luno Indonesia LTD Luno
14 PT Mitra Kripto Sukses Kripto Sukses
15 PT Pantheras Teknologi Internasional Pantheras
16 PT Pedagang Aset Kripto Pedagang Aset Kripto
17 PT Pintu Kemana Saja Pintu
18 PT Rekeningku Dotcom Indonesia Reku
19 PT Tiga Inti Utama Triv
20 PT Triniti Investama Berkat Bitocto
21 PT Upbit Exchange Indonesia Upbit
22 PT Utama Aset Digital Indonesia Bittime
23 PT Ventura Koin Nusantara Vonix
24 PT Zipmex Exchange Indonesia Zipmex
Application Information Will Show Up Here
Para pendiri Lifepack / Lifepack

Startup Healthtech Lifepack Rampungkan Pendanaan Seri A yang Dipimpin Golden Gate Ventures

PT Indopasifik Teknologi Medika Indonesia (ITMI) melalui brand Lifepack, berhasil meraih pendanaan Seri A senilai $7 juta atau lebih dari 103 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Golden Gate Ventures dan diikuti beberapa investor terdahulu, seperti Teja Ventures, Jungle Ventures, dan SkyStar Capital.

Natali Ardianto, Co-Founder dan CEO Lifepack, mengungkapkan bahwa dana segar ini akan digunakan untuk memperkuat kehadiran di luar Jakarta. Hingga saat ini apotek Lifepack sudah tersedia di Jakarta dan Surabaya. Perusahaan juga sudah mendapat lisensi untuk membuka cabang di Bandung.

“Targetnya, perusahaan akan menambah 7 apotek baru di masing-masing kota, seperti Bekasi, Tangerang, dan Bogor,” sambung Natali.

Justin Hall, partner di Golden Gate Ventures mengungkapkan, bahwa Lifepack memiliki formula terbaik dengan kombinasi dari para pendiri hebat dengan visi yang kuat dan ide bisnis yang relevan dengan pasar. “Kami siap untuk mendukung pertumbuhan bisnis Lifepack melalui jaringan kami yang luas dan wawasan mendalam kami untuk berbagai kesempatan kolaborasi di wilayah segitiga emas start-up di Indonesia, Vietnam, dan Singapura,” ujarnya.

Sejak awal perusahaan ini berdiri, Golden Gate Ventures telah memberikan dukungan besar pada Lifepack sebagai salah satu start-up yang mengusahakan digitalisasi industri tradisional di Indonesia. Golden Gate Ventures merupakan salah satu pelopor ekosistem start-up di Asia Tenggara yang sudah lama berfokus di industri teknologi kesehatan, yang juga sudah turut mendukung pemain kuat di sektor yang sama seperti Medigo, Alodokter, dan Hanna Life Technologies.

Lifepack mulai beroperasi di masa awal pandemi. Ketika itu, PPKM masih ketat dan rumah sakit masih dipenuhi pasien Covid-19. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi penderita penyakit kronis seperti diabetes, jantung, stroke dan lainnya dalam mendapatkan obat. Hal ini yang kemudian menjadi fokus perusahaan dalam menyediakan layanan terpadu dan cepat.

Dari sisi bisnis, Natali mengaku bahwa hadirnya Covid-19 sempat memberi keuntungan bagi perusahaan. Namun, dampak signifikan dari pandemi ini adalah pembelajaran mengenai kesehatan. Covid-19 menjadi gerbang awal dari literasi kesehatan dan katalisator bagi para konsumen dalam hal kesadaran kesehatan.

Sebagai digital pharmacy, Natali mengungkapkan, perusahaan saat ini memiliki dua model bisnis. Pertama, model B2B2C yang melayani peresepan digital atau e-prescription oleh dokter. Lalu, layanan B2C produk OTC (over the counter). Apotek Lifepack memberikan pelayanan kefarmasian dengan menjamin kualitas obat, memberikan harga yang terjangkau, terlengkap, serta lebih hemat dengan program gratis ongkos kirim (ongkir) ke seluruh Indonesia.

Potensi pasar apotek di Indonesia sendiri terbilang masih sangat besar.Di tahun 2025, industri farmasi di Indonesia diprediksi akan tumbuh dua kali lipat dengan estimasi nilai pasar mendekati US$ 20 milyar. Farmasi online sendiri baru mencakup 3.5% dari total pangsa pasar farmasi yang besar ini. Populasi masyarakat Indonesia yang mencapai lebih dari 245 juta jiwa dan tersebar di 34 provinsi menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk pasar apotek.

Selain Lifepack, pemain lain yang juga memiliki model bisnis serupa adalah perusahaan farmasi asal Singapura SwipeRx, yang sebelumnya bernama mClinica Pharmacy Solutions. Perusahaan belum lama ini berhasil mengumpulkan pendanaan seri B dan siap mengakselerasi bisnis di Indonesia.

Pertumbuhan bisnis dan target ke depan

Lifepack bukanlah satu-satunya produk di bawah bendera ITMI yang bergerak dalam industri kesehatan. Sebelumnya ada Jovee, sebuah layanan yang fokus menyediakan kebutuhan suplemen bagi masyarakat. Perusahaan ini mengandalkan “data science” dalam memberikan rekomendasi suplemen sesuai kebutuhan.

Natali mengakui, ketika didirikan pada tahun 2019, perusahaan masih dalam tahap discovery. Lifepack menemukan model bisnisnya di tahun 2021. Setelah dirasa scalable, maka timnya mulai menggalang dana dan akhirnya memasuki growth stage di tahun 2022 ini.

Hingga saat ini, apotek Lifepack menyediakan lebih dari 5.000 produk dari mulai obat-obatan, vitamin, hingga alat kesehatan yang dapat dipastikan orisinal. Lifepack juga menawarkan pengiriman secara instan dengan durasi maksimal 2 jam, sedangkan untuk seluruh pulau Jawa, pengiriman dalam waktu 24 jam. Melalui aplikasi ini, pihaknya mengaku ingin mengimplementasi Good Pharmacy Practice dalam memberikan pelayanan kefarmasian.

Natali juga memaparkan dari sisi pertumbuhan bisnis MoM perusahaan yang mencapai 30%, dengan total 60 ribu pengguna per bulannya. Selain itu, jumlah dokter yang mendaftar di ekosistem Lifepack sudah menginjak lebih dari 1000. Ini membuktikan bahwa Lifepack sudah berada di jalur yang berkelanjutan.

Dalam diskusi bersama DailySocial, Natali turut mengangkat salah satu inisiatif pemerintah untuk Uji Coba Platform Indonesia Health Service yang akan mengintegrasikan data kesehatan dari berbagai pelaku di industri ini. Menurutnya, hal ini penting, mengingat industri kesehatan yang sangat terfragmentasi, padahal layanan kesehatannya sudah sangat baik.

Dari sisi kolaborasi, perusahaan mengaku selalu menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang terlibat di industri. Menurutnya, regulasi pemerintah untuk industri ini juga sudah terbilang baik.

“Kita sangat terbuka untuk kolaborasi. Kita sendiri sudah melakukan kolaborasi dengan banyak pihak terkait seperti asosiasi di bidang farmasi dan kedokteran. Karena kita hadir untuk membangun industri farmasi yang lebih baik.”

Menurut Natali, permasalahan fundamental dari farmasi di Indonesia adalah apoteker yang seringkali dinilai sebatas tukang obat. Padahal, apoteker mempelajari farmakologi (interaksi obat) jauh lebih lama daripada dokter. Tidak banyak orang-orang yang menganggap serius hal ini. Call center Lifepack dilayani langsung oleh apoteker handal dan terbuka untuk konsultasi.

“Saat ini Indonesia sudah berada di awal revolusi layanan kesehatan berbasis teknologi. Kurang dari dua tahun, masyarakat sudah merubah kebiasaannya hingga 180 derajat, di mana semua hal terkait kesehatan dapat diakses melalui ponsel. Lifepack akan memimpin revolusi apotek tersebut dan menciptakan layanan omnichannel – sebagai satu destinasi kesehatan untuk pasien dan tenaga medis profesional agar mendapatkan layanan kesehatan yang prima,” ungkap Natali.

Application Information Will Show Up Here

Pasarnow Is Reportedly to Receive 138 Billion Rupiah Funding, Led by East Ventures

Pasarnow online grocery is reportedly received follow-on funding of $9.5 million (over 138 billion Rupiah). According to a reliable source, the round has boosted the company’s valuation to $56 million.

Again, East Ventures led the latest round, supported by a number of investors such as January Capital and Skystar Capital. DailySocial.id tried to confirm the news, but until this news published, we haven’t heard any response from the company’s representative.

Last September, Pasarnow has received $3.3 million seed funding along with the pivotal effort of its social commerce platform under the brand “Jamannow”. In this round, apart from East Ventures, also participated SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, and others.

Pasarnow was founded in 2019 by James Rijanto, Donald Wono, and Cindy Ozzie. They are focused on simplifying the supply chain in the healthy grocery sector and offering quality fresh food products to customers through a multi-channel platform, enabling them to embrace both B2B and B2C sectors.

Each of these channels offers different prices, promotions and key features to meet specific customer needs. Pasarnow’s Co-founder and CEO, James Rijanto said food such as fruits, vegetables, and frozen meat are perishable, thus requiring fast delivery with well-controlled temperature control, and ultimately causing high logistics costs.

This is what Pasarnow currently focuses on. In the process, the operating system on the backend collects order history to generate market demand predictions, therefore, over 1,000 partner farmers and suppliers can better plan and optimize their harvest schedules.

Therefore, they can offer customers high quality and fresh ingredients at the best prices and minimize the amount of wasted fresh ingredients. To date, Pasarnow is available in Greater Jakarta and Bandung with more than 100 employees and 200 day laborers and driver partners.

Long list of online grocery startup funding

Throughout the pandemic, the online grocery business continued to reap high traction as it penetrates into daily necessities. The following is a list of funding that DailySocial.id has summarized throughout 2020 to date:

Period Startup Investment
March 2022 Sayurbox Series C
February 2022 Astro Series A
February 2022 Bananas Seed Funding
January 2022 KedaiSayur Bridge round
January 2022 JaPang Pre-Series A
November 2021 Astro Seed Funding
September 2021 Pasarnow Seed Funding
September 2021 Segari Series A
August 2021 Pasarnow Seed Funding
August 2021 Segari Series A
July 2021 HappyFresh Series D
April 2021 Sayurbox Series B
March 2021 Dropezy Seed Funding
March 2021 Segari Seed Funding
March 2021 Eden Farm Seed Funding
August 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Series A
July 2020 BorongBareng Pre-Series A
March 2020 Chilibeli Series A


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri A Pasarnow

Pasarnow Dikabarkan Raih Pendanaan 138 Miliar Rupiah, Kembali Dipimpin East Ventures

Startup online grocery Pasarnow dikabarkan memperoleh pendanaan lanjutan sebesar $9,5 juta (lebih dari 138 miliar Rupiah). Menurut sumber terpercaya yang kami terima, putaran tersebut melambungkan valuasi perusahaan ke angka $56 juta.

East Ventures kembali memimpin putaran teranyar tersebut, didukung sejumlah investor seperti January Capital dan Skystar Capital. DailySocial.id sempat mencoba meminta konfirmasi perihal kabar tersebut, namun belum menerima respons dari pihak hingga berita ini diturunkan.

Pada September tahun lalu, Pasarnow menerima pendanaan tahap awal senilai $3,3 juta bersamaan dengan upaya pivot dari platform social commerce dengan brand sebelumnya “Jamannow”. Pada putaran ini, selain East Ventures, terdapat SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, dan lainnya.

Pasarnow didirikan pada 2019 oleh James Rijanto, Donald Wono, dan Cindy Ozzie. Mereka memiliki fokus untuk menyederhanakan rantai pasok di sektor bahan makanan sehat dan menawarkan produk makanan segar berkualitas kepada pelanggan melalui platform multi-channel, sehingga memungkinkan mereka untuk merangkul ranah B2B dan B2C secara sekaligus.

Tiap channel ini menawarkan harga, promosi, dan fitur utama yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan. Co-founder dan CEO Pasarnow James Rijanto mengatakan, produk makanan seperti buah-buahan, sayuran, dan daging beku mudah rusak, sehingga membutuhkan pengiriman yang cepat dengan kontrol suhu yang terjaga, dan akhirnya menyebabkan tingginya biaya logistik.

Hal tersebutlah yang menjadi fokus Pasarnow. Dalam proses kerjanya, sistem operasi di backend mengumpulkan riwayat pesanan untuk menghasilkan prediksi permintaan pasar, sehingga lebih dari 1.000 mitra petani dan pemasok dapat merencanakan dan mengoptimalkan jadwal panen mereka dengan lebih baik.

Dengan begitu, mereka dapat menawarkan bahan makanan berkualitas tinggi dan segar dengan harga terbaik kepada pelanggan dan meminimalkan jumlah bahan segar yang terbuang. Saat ini, Pasarnow beroperasi di Jabodetabek dan Bandung dengan lebih dari 100 karyawan dan 200 pekerja harian dan mitra pengemudi.

Daftar pendanaan startup online grocery

Sepanjang pandemi, bisnis online grocery terus menuai traksi yang tinggi karena masuk ke dalam kebutuhan sehari-hari. Berikut daftar pendanaan yang DailySocial.id rangkum sepanjang 2020 hingga sekarang:

Periode Startup Investasi
Maret 2022 Sayurbox Seri C
Februari 2022 Astro Seri A
Februari 2022 Bananas Pendanaan Awal
Januari 2022 KedaiSayur Pendanaan bridge round
Januari 2022 JaPang Pra-Seri A
November 2021 Astro Pendanaan Awal
September 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
September 2021 Segari Seri A
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A
Application Information Will Show Up Here

Grupin Social Commerce Startup Receives 42 Billion Rupiah Funding Led by Surge

The social commerce platform “Grupin” announced seed funding of $3 million or equivalent to 42 billion Rupiah. This round was led by Surge from Sequoia Capital India. Also participated in this round, Skystar Capital and East Ventures. Grupin is part of the sixth cohort of the Surge accelerator program.

Grupin was founded by Kevin Sandjaja and Ricky Christie in January 2021. Kevin himself was previously known as Pegipegi’s CEO.

As other existing social commerce applications, Grupin offers a community-based shopping experience to consumers in collective concept, aiming to get better price offers. They provide daily products, such as basic necessities, kitchen utensils, baby products, and electronics. Currently, this service is only available for the Greater Jakarta and Bandung areas.

“With the rise of e-commerce, especially since the pandemic, consumer wants a different shopping experience that still provides certain offline experience, not only competitive prices, but also social interaction. At Grupin, we offer this shopping experience, which is very attractive to customers in Indonesia, because it is related to the ‘gotong royong’ value, as we working together to achieve a common goal,” Grupin’s Co-Founder, Kevin Sandjaja said.

He continued, “Not only do we provide customers with greater value, but also enable producers, MSMEs, as well as farmers to reach new consumers. Through this funding, we plan to strengthen our team and expand our network of cooperation with producers, both local and global.”

How Groupin works

In order to use the service, user can download the app and signed up to select the items. Then, users will be asked to invite friends to join the group by sharing a special link. Once the group meets the certain number, the product can be purchased and will be sent to each member’s address.

Each offer has different conditions for group members. Grupin also provides offering features based on location, browsing behavior, purchasing preferences and purchasing power.

“In addition, customers can share the best deals and products with their friends and family within the app, providing a unique shopping that has a different social experience compared to some other e-commerce platforms,” he said

Collective buying business model

Grupin is not the first player using the e-commerce business model with the collective buying concept. Previously, other startups had similar features, including Kitabeli. KitaBeli has recently secured a series A funding worth more than $10 million supported by Go-Ventures, East Ventures, and a number of other investors.

This business model is considered to be suitable for the Indonesian market, especially targeting the tier-2 and 3 areas. This collective shopping model can also attract consumers who are yet to be familiar with online shopping. In addition, the strong community network among neighbors in the regions is considered suitable for collective purchases like this – let alone being able to get a more affordable price.

This is one of several business models that can be applied to social commerce. Another model is a partnership, allowing micro entrepreneurs [individuals] to have a selling business without having to gain large capital for stock. Some startups in this segment are Evermos and RateS.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Social Commerce Grupin

Startup Social Commerce Grupin Dapat Pendanaan 42 Miliar Rupiah Dipimpin Surge

Startup pengembang platform social commerce “Grupin” mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal senilai $3 juta atau setara 42 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Surge dari Sequoia Capital India. Turut terlibat juga Skystar Capital dan East Ventures. Grupin merupakan bagian dari kohort keenam dari program akselerator Surge.

Grupin didirikan oleh Kevin Sandjaja dan Ricky Christie pada bulan Januari 2021. Kevin sendiri sebelumnya dikenal sebagai CEO Pegipegi.

Layaknya aplikasi social commerce yang sudah ada, Grupin menawarkan pengalaman belanja berbasis komunitas kepada konsumen secara kolektif, tujuannya untuk mendapatkan penawaran harga yang lebih baik. Barang yang disediakan seputar kebutuhan sehari-hari seperti sembako, perlengkapan dapur, produk bayi, sampai elektronik. Untuk saat ini layanan tersebut baru tersedia untuk area Jabodetabek dan Bandung.

“Dengan menjamurnya e-commerce, terutama sejak awal pandemi, konsumen menginginkan pengalaman berbelanja yang berbeda, namun juga memiliki aspek yang mereka temukan secara offline, yaitu pengalaman yang bukan hanya memberikan produk dengan harga kompetitif, namun juga memiliki interaksi sosial. Di Grupin, kami menawarkan pengalaman belanja tersebut, yang sangat menarik bagi pelanggan di Indonesia, karena memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai gotong royong, yaitu bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama,” ujar Co-Founder Grupin Kevin Sandjaja.

Ia melanjutkan, “Kami tidak hanya memberikan nilai yang lebih besar kepada pelanggan untuk uang mereka, tetapi juga memungkinkan produsen, UMKM, dan juga petani untuk menjangkau konsumen baru. Dengan pendanaan ini, kami berencana untuk memperkuat tim kami dan memperluas jaringan kerja sama dengan produsen baik di dalam maupun di luar Indonesia.”

Cara kerja Grupin

Untuk menggunakan layanan ini, setelah mengunduh aplikasi dan mendaftarkan diri di dalamnya, pengguna dapat memilih barang yang dibutuhkan. Kemudian, pengguna diminta untuk mengajak teman untuk bergabung di grup dengan cara membagikan tautan khusus. Setelah grup tersebut memenuhi syarat minimal jumlah orang, produk tersebut dapat dibeli dan akan dikirim ke alamat rumah masing-masing anggota.

Setiap penawaran barang memiliki ketentuan jumlah anggota grup yang berbeda-beda. Grupin juga menyediakan fitur penawaran yang selalu disesuaikan berdasarkan lokasi, perilaku penelusuran, preferensi pembelian, dan daya beli.

“Selain itu, pelanggan dapat berbagi penawaran dan produk terbaik dengan teman dan keluarga mereka di dalam aplikasi itu sendiri, memberikan pengalaman berbelanja yang unik yang memiliki nuansa aspek sosial yang berbeda dari apa ditawarkan oleh beberapa platform e-commerce lainnya,” imbuhnya.

Model bisnis pembelian kolektif

Grupin bukan yang pertama memainkan model bisnis e-commerce dengan konsep pembelian kolektif. Sebelumnya startup lainnya juga sudah memiliki fitur serupa, sebut saja Kitabeli. Terakhir KitaBeli sudah merampungkan pendanaan seri A senilai lebih dari $10 juta didukung Go-Ventures, East Ventures, dan sejumlah investor lainnya.

Model bisnis ini diyakini cocok dengan pasar Indonesia, khususnya untuk menyasar pengguna di daerah tier-2 dan 3. Model belanja kolektif ini turut dapat menjaring kalangan konsumen yang belum familiar untuk melakukan belanja secara online. Selain itu, kuatnya jaringan komunitas antartetangga di daerah-daerah dinilai cocok untuk pembelian kolektif seperti ini – apalagi bisa mendapatkan harga yang lebih terjangkau.

Ini adalah satu dari beberapa model bisnis yang dapat diaplikasikan social commerce. Model lain adalah kemitraan, memungkinkan pengusaha mikro [individual] untuk memiliki usaha jualan tanpa harus memiliki modal besar untuk stok barang. Beberapa startup yang bermain di ranah ini adalah Evermos dan RateS.

Application Information Will Show Up Here