Tag Archives: smartphone foldable

Samsung Singkap Galaxy Z Fold3, Z Flip3, dan Galaxy Buds2, Semuanya Lebih Murah dari Pendahulunya

Setelah cukup lama dinantikan, Samsung akhirnya resmi memperkenalkan dua ponsel foldable terbarunya, yakni Galaxy Z Fold3 dan Z Flip3. Keduanya menghadirkan beragam penyempurnaan dalam harga yang lebih terjangkau.

Yang paling utama adalah dari segi ketahanan fisik. Baik Z Fold3 maupun Z Flip3 sama-sama mengemas bodi tahan air dengan sertifikasi IPX8, sanggup bertahan di kedalaman 1,5 meter sampai selama 30 menit. Rangka aluminiumnya juga diklaim lebih kokoh ketimbang yang digunakan sebelumnya.

Samsung juga telah melengkapi kedua smartphone ini dengan lapisan film pelindung baru berbahan PET (polyethylene terephthalate) yang dapat meregang dan panel layar utama yang lebih optimal sehingga menciptakan layar yang 80% lebih tahan lama dibanding pendahulunya.

Spesifikasi Samsung Galaxy Z Fold3

Kalau dilihat sepintas, penampilan Z Fold3 memang tidak kelihatan terlalu berbeda dibanding Z Fold2. Meski begitu, dimensi Z Fold3 sedikit lebih ringkas ketimbang pendahulunya, dengan ketebalan 16 mm dalam posisi terlipat, atau 6,4 mm dalam posisi terbuka, serta bobot 271 gram.

Ukuran layar AMOLED di sisi luarnya masih sama, yakni 6,2 inci, demikian pula resolusinya yang cuma naik sedikit menjadi 2268 x 832 pixel. Bedanya, layar luar milik Z Fold3 ini sudah mengandalkan refresh rate 120 Hz.

Layar utamanya di bagian dalam juga sama, masih menggunakan panel AMOLED 7,6 inci dengan resolusi 2208 x 1768 pixel dan refresh rate 120 Hz. Yang berbeda, Anda tidak akan menemukan lubang kamera di layar utama Z Fold3 ini, sebab kameranya sudah disembunyikan di balik layarnya. Ini memang bukan teknologi baru, tapi pertama kalinya ada di smartphone Samsung.

Untuk pertama kalinya juga, Samsung menghadirkan dukungan S Pen pada ponsel foldable-nya. Perlu dicatat, yang bisa dicorat-coret hanyalah layar utama Z Fold3, dan pengguna wajib menggunakan varian spesifik S Pen Fold Edition atau S Pen Pro yang dijual terpisah, tidak boleh sembarang S Pen.

Perkara dapur pacu, Z Fold3 merupakan ponsel flagship tulen. Ia ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon 888, RAM 12 GB, pilihan penyimpanan internal 256 GB atau 512 GB, dan baterai 4.400 mAh. Tiga kamera belakangnya mempunyai konfigurasi sebagai berikut: kamera utama 12 megapixel dengan OIS dan Dual Pixel AF, kamera ultra-wide 12 megapixel, dan kamera telephoto 12 megapixel dengan 2x optical zoom yang juga dilengkapi OIS.

Untuk kamera depannya, ada kamera 10 megapixel di layar bagian luar, dan kamera 4 megapixel di balik layar utamanya. Idealnya, kamera di layar utamanya ini dipakai untuk video call saja, sedangkan kalau butuh selfie sebaiknya menggunakan kamera di layar luarnya.

Spesifikasi Samsung Galaxy Z Flip3

Sebelum membahas lebih jauh, sebagian dari Anda mungkin bakal bertanya dalam hati, “Di mana Z Flip2?” Entahlah. Mungkin Samsung bermaksud memudahkan kita semua dengan menyamakan penamaan kedua ponsel foldable-nya, tapi di sisi lain Z Flip3 memang mempunyai cukup banyak kesamaan dengan Z Fold3, terutama dari segi spesifikasi.

Seperti halnya Z Fold3, Z Flip3 turut dibekali chipset Snapdragon 888, naik level cukup jauh dibanding Z Flip generasi pertama yang cuma mengemas Snapdragon 855+. Prosesor tersebut ditemani RAM 8 GB dan pilihan storage internal 128 GB atau 256 GB. Sayang kapasitas baterainya tidak berubah; masih 3.300 mAh, padahal bodinya justru sedikit lebih tebal daripada sebelumnya; 15,9 mm saat terlipat, 6,9 mm saat terbuka.

Pembaruan yang paling menarik bisa ditemukan di layarnya, terutama layar berada di sisi luar. Ukurannya jauh membesar dari cuma 1,1 inci menjadi 1,9 inci, dengan resolusi di angka 260 x 512 pixel. Berhubung lebih besar, layar luarnya ini dapat dijadikan viewfinder selagi mengambil selfie menggunakan kamera di sampingnya (yang secara teknis merupakan kamera belakang milik Z Flip3).

Beralih ke layar utamanya, ukuran dan resolusinya memang tidak berubah — AMOLED 6,7 inci, 2640 x 1080 pixel — akan tetapi refresh rate-nya sudah dilipatgandakan menjadi 120 Hz. Tidak seperti Z Fold3, layar utama Z Flip3 rupanya masih mengemas lubang kamera tradisional.

Lubang tersebut dihuni oleh kamera 10 megapixel, sedangkan dua kamera belakangnya adalah kamera utama 12 megapixel dengan OIS dan Dual Pixel AF, serta kamera ultra-wide 12 megapixel. Selfie menggunakan Z Flip3 bakal lebih ideal dilakukan dalam posisi perangkat sedang tertutup (menggunakan kamera utama dan layar luarnya tadi).

Samsung Galaxy Buds2

Dalam kesempatan yang sama, Samsung turut menyingkap TWS baru bernama Galaxy Buds2. Desainnya cukup mirip seperti Galaxy Buds Pro, akan tetapi ukurannya lebih ringkas, dengan bobot masing-masing cuma 5 gram. Juga mirip adalah konfigurasi dual driver yang melibatkan sebuah woofer dan tweeter di tiap earpiece.

Kalau dibandingkan dengan pendahulunya, daya tarik utama Galaxy Buds2 adalah fitur ANC alias active noise cancellation, yang diklaim mampu meredam suara di sekitar hingga 98%. Mode ambient untuk mengamplifikasi suara di sekitar pun juga tersedia, dan pengguna bisa mengaktifkannya dalam tiga level amplifikasi yang berbeda.

Dalam sekali pengisian, baterainya diklaim bisa bertahan sampai 5 jam dengan ANC, atau sampai 7,5 jam tanpa ANC. Charging case-nya mampu mengisi ulang perangkat sebanyak empat kali, memberikan total daya tahan baterai hingga 20 jam dengan ANC, atau 29 jam tanpa ANC.

Harga dan ketersediaan

Seperti yang saya bilang di awal, seluruh pembaruan ini justru malah bisa didapatkan dalam harga yang lebih terjangkau daripada sebelumnya. Galaxy Z Fold3 bakal dijual dengan banderol mulai Rp24.999.000, sedangkan Z Flip3 mulai Rp14.999.000. Pre-order kedua perangkat ini sudah bisa dilakukan dari 11-29 Agustus 2021.

Untuk varian warnanya, Z Fold3 bakal hadir dalam tiga opsi (Phantom Black, Phantom Green, Phantom Silver), sedangkan Z Flip3 dalam tujuh opsi yang berbeda (Cream, Green, Lavender, Phantom Black, Gray, White, Pink). Seperti sebelumnya, Samsung juga bakal menjual edisi khusus Thom Browne dalam jumlah terbatas.

Untuk Galaxy Buds2, Samsung menetapkan banderol Rp1.799.000, lagi-lagi lebih murah daripada generasi sebelumnya meskipun lebih baru. Pilihan warna yang tersedia ada empat, yakni Olive, Lavender, White, dan Graphite.

Samsung Siap Pasok Kaca Foldable Milik Galaxy Z Flip ke Produsen Smartphone Lain

Salah satu inovasi terbesar yang disajikan Samsung Galaxy Z Flip adalah layar tekuk yang terbuat dari kaca, bukan dari bahan polimer fleksibel seperti pada Galaxy Fold. Sepintas memang sulit dipercaya, akan tetapi Samsung berhasil ‘mematahkan’ hukum fisika dengan menciptakan kaca yang amat tipis.

Begitu tipisnya kaca ini – cuma 30 μm – Samsung tidak segan menjulukinya Ultra-Thin Glass (UTG), dan mereka pun sekarang sudah siap memasok komponen ini ke pabrikan lain yang tertarik untuk memakainya di ponsel foldable bikinannya masing-masing. Samsung, seperti yang kita tahu, selama ini memang rutin menyuplai komponen display ke produsen smartphone lain, termasuk halnya Apple.

Tagline yang Samsung gunakan untuk mempromosikan UTG adalah “Tough, yet Tender”. Berhubung kaca, ia semestinya lebih tangguh ketimbang bahan polimer fleksibel. Tentu saja ketangguhannya kalah jika dibandingkan dengan kaca biasa atau malah Gorilla Glass, tapi kaca-kaca tersebut juga tidak bisa ditekuk atau bahkan dilipat seperti UTG.

Samsung Galaxy Z Flip

Tren foldable phone memang baru berjalan selama satu tahun, akan tetapi inovasi di segmen ini sudah berkembang begitu pesat. Saya tidak akan terkejut seandainya tahun depan kita bakal melihat Samsung UTG 2 yang lebih perkasa lagi ketimbang sebelumnya.

Ini penting mengingat belakangan ini jagat internet ramai membicarakan soal ketangguhan Samsung UTG. Pemicunya adalah video pengujian ekstrem dari channel YouTube JerryRigEverything, yang menunjukkan kalau kaca Samsung UTG di Galaxy Z Flip sebenarnya masih cukup mudah baret.

Lebih tepatnya, yang mudah tergores adalah lapisan protektif di atas kaca UTG, seperti yang dibuktikan pada video lanjutannya. Lapisan ini bukanlah screen protector biasa, melainkan yang berfungsi sama seperti di Galaxy Fold, alias haram untuk dicabut begitu saja.

Sumber: Samsung.

Motorola Dikabarkan Sedang Menyiapkan Razr Versi 5G

Sulit menyangkal anggapan bahwa Motorola Razr merupakan ponsel foldable berpenampilan paling menarik sejauh ini. Reinkarnasi ponsel lipat legendaris ini juga menunjukkan manfaat lain dari tren foldable, yakni untuk mengecilkan ukuran ponsel secara drastis saat sedang tidak dipakai.

Ini justru berbanding terbalik dari premis yang diusung foldable lain, utamanya Samsung Galaxy Fold dan Huawei Mate X, yang keduanya justru diciptakan untuk dipakai layaknya sebuah tablet saat diperlukan. Juga berbeda cukup signifikan adalah spesifikasinya; baik Galaxy Fold maupun Mate X sama-sama mengusung komponen flagship, sedangkan Razr hanyalah perangkat kelas menengah.

Benar saja, Razr hanya dibekali oleh chipset Qualcomm Snapdragon 710 yang performanya jauh di bawah Snapdragon 855. Chipset ini juga tak lagi bisa dibilang baru saat Razr sudah mulai dipasarkan nanti, yang dijadwalkan baru akan dimulai di tahun 2020 ini.

Motorola Razr

Terlepas dari itu, Razr tetap saja menarik meski harganya mencapai $1.500. Akan lebih menarik lagi seandainya perangkat ini bisa lebih future-proof, terutama dari segi konektivitas. Ya, yang saya maksud adalah dukungan terhadap jaringan 5G, yang ternyata absen pada Razr.

Kabar baiknya, Motorola dilaporkan sedang menyiapkan Razr versi 5G. Versi ini tentu akan mengemas chipset yang berbeda, kemungkinan besar antara Snapdragon 765G atau MediaTek Dimensity 1000L, chipset yang sama yang menenagai OPPO Reno3 Pro dan Reno3 yang duduk di segmen menengah.

Tidak menutup kemungkinan juga adalah Exynos 980, chipset bikinan Samsung pertama yang mengemas modem 5G terintegrasi, sebab ini bukan pertama kalinya Motorola menggunakan chipset buatan Samsung.

Sumber: GSM Arena.

Ongkos Reparasi Layar Huawei Mate X Setara dengan Satu Unit Anyar Galaxy Note 10

Teknologi foldable phone masih sangat muda, dan seperti halnya teknologi lain yang masih seumur jagung, ongkos pembuatannya pun masih mahal. Jadi jangan kaget melihat Samsung Galaxy Fold dibanderol $1.980, atau Huawei Mate X yang seharga $2.400. Bukan cuma itu, ongkos reparasinya pun masih kelewat mahal untuk sekarang.

Berdasarkan informasi yang didapat GizmoChina melalui situs resmi Huawei Tiongkok, konsumen yang hendak memperbaiki layar Huawei Mate X harus merogoh kocek sebesar 7.080 yuan, atau kurang lebih sekitar Rp 14,2 juta. Ya, biaya yang dibutuhkan untuk mengganti layar Huawei Mate X dengan yang baru sebenarnya bisa dipakai untuk membeli satu unit anyar Galaxy Note 10.

Bagaimana dengan nasib konsumen Galaxy Fold? Mereka sedikit lebih beruntung, sebab Samsung punya program garansi khusus sehingga konsumen hanya perlu membayar $150 seandainya ada kerusakan pada layar perangkat. Namun perlu dicatat, harga khusus ini hanya berlaku selama satu tahun untuk unit Galaxy Fold yang dibeli sebelum 31 Desember 2019.

Samsung Galaxy Fold / Samsung
Samsung Galaxy Fold / Samsung

Ya, inilah risiko yang harus diterima para konsumen apabila melibatkan teknologi generasi pertama. Membeli smartphone lipat sekarang berarti Anda rela membayar lebih untuk teknologi yang belum benar-benar matang, sekaligus rela mengucurkan dana besar seandainya ada kerusakan.

Terlepas dari daya tariknya, ponsel seperti Huawei Mate X juga bisa dibilang cukup rentan terhadap kerusakan mengingat layar fleksibelnya berada di sisi luar, tidak seperti milik Galaxy Fold yang diposisikan di sisi dalam. Singkat cerita, konsumen Huawei Mate X harus ekstra hati-hati dalam memperlakukan perangkatnya demi mencegah pengeluaran besar yang tidak terduga.

Sumber: Android Authority.

Motorola Razr Adalah Reinkarnasi Ponsel Lipat Paling Legendaris untuk Era Foldable

Ponsel foldable masih seumur jagung. Teknologinya belum benar-benar matang, harganya masih mahal, dan bisa dibilang secara umum para pemain di industri smartphone masih belum bisa memastikan arah tren ini bakal ke mana.

Indikasinya bisa kita lihat dari cara mengeksekusi konsep foldable yang berbeda-beda di antara tiap pabrikan. Lihat saja Samsung dan Huawei. Terlepas dari itu, tren foldable sudah pasti akan melahirkan perangkat dengan beragam form factor, namun siapa yang menyangka kalau tren ini juga dapat menghidupkan kembali salah satu ponsel legendaris dari dekade sebelumnya?

Perkenalkan Motorola Razr, reinkarnasi modern dari salah satu ponsel terlaris Motorola yang dirilis di tahun 2004, RAZR V3. Selain meninggalkan kenangan manis di hati konsumen yang pernah memilikinya, RAZR V3 juga punya pengaruh besar terhadap sejarah Motorola; volume penjualannya yang begitu besar berhasil membangkitkan kembali divisi ponsel Motorola yang sempat stagnan dan merugi.

Motorola Razr

Versi baru Razr ini murni dibuat untuk menghidupkan kembali kenangan tersebut. Tidak ada yang istimewa dari spesifikasinya, tapi ia luar biasa dari segi estetika. Nyaris semua elemen yang membuat konsumen jatuh hati dengan RAZR V3 dipertahankan di sini; mulai dari bodi lipat yang begitu tipis, lengkap dengan ‘dagu’ di bagian bawahnya, sampai layar kecil di sisi luarnya.

Yang berubah drastis adalah layar di sisi dalamnya. Kalau dulu layar tersebut harus saling berbagi ruang dengan keyboard fisik, di sini layarnya memanjang sampai ke bagian dagu. Ya, yang dilipat sekarang bukan cuma bodinya, tapi sekaligus layarnya.

Di saat layar Samsung Galaxy Fold dan Huawei Mate X terlipat secara horizontal, Razr berbeda sendiri karena layarnya terlipat secara vertikal. Samsung dan Huawei pada dasarnya memanfaatkan tren foldable untuk menyulap ponsel menjadi tablet, sedangkan Motorola justru memanfaatkannya untuk menciutkan ukuran smartphone secara drastis saat sedang tidak dipakai.

Motorola Razr

Saat terbuka lebar, pengguna akan dihadapkan dengan layar pOLED 6,2 inci beresolusi 2142 x 876 pixel. Sebaliknya, saat ditutup, giliran layar sentuh kecil di sisi luar yang menyambut dengan berbekal panel OLED 2,7 inci beresolusi 600 x 800 pixel. Selain menampilkan jam, layar kecil ini juga berfungsi untuk menampilkan notifikasi dan menyajikan sejumlah fungsi basic.

Di bawah layar kecil itu, tampak sebuah kamera dengan sensor 16 megapixel dan lensa f/1.7. Jadi dalam posisi perangkat tertutup, pengguna dapat memanfaatkan kamera tersebut untuk mengambil selfie, sedangkan dalam posisi terbuka, kameranya pun otomatis beralih peran menjadi kamera belakang. Di sisi dalam, masih ada satu kamera lagi yang menghuni notch layarnya, tapi hanya 5 megapixel f/2.0.

Motorola Razr

Menggunakan Razr dalam posisi terbuka sejatinya tidak jauh berbeda dari ponsel non-foldable berkat bentuknya yang rata. Sebagai pengaman, Motorola turut menyematkan sensor sidik jari di atas dagu Razr. Saat tertutup, Razr juga tampak rapat dan rata. Motorola cukup beruntung memiliki akses ke tim desainer Lenovo yang sebelumnya ditugaskan merancang engsel seri laptop Yoga.

Namun seperti yang saya bilang, Razr terkesan biasa saja dari segi spesifikasi. Chipset yang digunakan bukanlah kelas flagship, melainkan Snapdragon 710, ditemani oleh RAM 6 GB dan storage 128 GB. Lebih mengejutkan lagi, kapasitas baterainya cuma 2.510 mAh, dengan dukungan fast charging hanya 15 W, dan tanpa wireless charging.

Motorola Razr

Kekurangan ini sejatinya bisa dimengerti jika melihat dimensi Razr yang begitu ringkas. Saat terbuka, tebalnya berkisar 6,9 mm kecuali di bagian dagu, dan saat tertutup tebalnya pun hanya 14 mm. Kompromi ini mau tidak mau harus diambil demi mempertahankan keunggulan RAZR V3 sebelumnya.

Jadi begitulah, kalau yang Anda cari adalah teknologi tercanggih di segmen foldable, mungkin Anda salah tempat. Motorola Razr disiapkan buat mereka yang ingin merasakan kembali masa kejayaan ponsel lipat (clamshell), dengan catatan mereka siap mengucurkan dana sebesar $1.500 saat perangkat ini dipasarkan mulai awal tahun depan.

Sumber: SlashGear dan Wired.

Samsung Siap Produksi Smartphone Berlayar Ganda Tahun Ini?

Samsung sudah lama punya ide untuk mengembangkan perangkat komunikasi pintar dengan layar yang bisa ditekuk. Sempat diperkenalkan sebagai Project Valley, saat itu sang raksasa elektronik dari Korea Selatan berniat mengumumkannya di Januari 2016. Tapi bahkan di peluncuran Galaxy S8 akhir Maret kemarin, device flagship tersebut masih belum memiliki panel foldable.

Belum lama ini, berita soal pengembangan smartphone dua layar oleh Samsung kembali muncul, dilaporkan oleh ET News dan The Investor. Kedua media mengungkapkan agenda Samsung untuk menguji handset purwarupa ber-display ganda dalam waktu dekat. Perangkat tersebut dipercaya sebagai versi awal smartphone foldable yang akan diberi nama Galaxy X. Tapi konsep layar melengkung sendiri boleh jadi tidak diusung di sana.

Berdasarkan laporan dari informan terpercaya, unit purwarupa itu dapat dilipat 180 derajat dan menyuguhkan sepasang panel light-emitting diode organik. Namun layar tersebut tidak bisa menekuk seperti karet, masih memanfaatkan display datar biasa, tersambung dengan engsel. Bukan cuma gagasan, Samsung juga dikabarkan telah melakukan pemesanan komponennya.

Sang narasumber menginforkasikan bahwa Samsung memiliki agenda buat memproduksi sebanyak 2.000 sampai 3.000 unit, prosesnya dilaksanakan di tahun ini. Device katanya disiapkan buat ‘mayoritas konsumen Samsung’ dan ‘bukan ditargetkan pada pengguna biasa’.

Hingga saat artikel ini ditulis, belum ada bocoran soal akan seperti apa penampilannya. Boleh jadi, desainnya berpedoman pada Samsung Youm (rancangannya seperti dompet) yang produsen pamerkan di CES 2013. Namun tanpa panel fleksibel, akan lebih masuk akal jika engsel diposisikan di sisi terpanjang device; sehingga saat dibuka, pengguna memperoleh penyajian ala tablet. Pendekatannya bisa saja menyerupai smartphone dual-touchscreen Echo yang diperkenalkan Kyocera di tahun 2011.

Dari deskripsi tertulis, produk Samsung itu memiliki ukuran layar lebih lebar dengan bezel super-tipis. Di sana ada dua buah panel OLED 5-inci, dan karena frame-nya hampir tidak ada, display terlihat ‘menyatu’. Menariknya lagi, perangkat dioptimalkan buat multi-tasking, di mana dua layar dapat menampilkan konten app berbeda. Saat ini Samsung tengah menggodok elemen UI-nya.

“Karena perangkat foldable belakangan memperoleh perhatian cukup besar, sangat penting bagi produsen untuk memahami kebutuhan serta ide-ide terkait user experience lewat unit prototype,” tutur narasumber pada ET News. “Hal ini merupakan salah satu alasan Samsung Electronics akan menawarkan smartphone foldable mereka sebagai produk ultra-premium.”

Gambar header: CNET.