Sudah bukan rahasia kalau gaming menuntut performa perangkat yang tinggi, dan itulah mengapa hampir semua smartphone gaming selalu datang membawa chipset kelas flagship dengan performa terbaik pada masanya. Untuk tahun depan, ada kemungkinan smartphone gaming bakal ditenagai oleh chipset terbaru besutan MediaTek berikut ini.
Dijuluki Dimensity 9000, ia disebut sebagai chipset paling perkasa yang pernah MediaTek buat sejauh ini. Ia dibuat menggunakan proses pabrikasi 4 nm milik TSMC, dan itu pada dasarnya sudah menjadi jaminan atas peningkatan performa sekaligus efisiensi daya yang diusungnya.
Chipset ini mengemas prosesor 8-core dengan konfigurasi 1+3+4: satu core Cortex-X2 dengan kecepatan maksimum 3,05 GHz, tiga core Cortex-A710 dengan kecepatan hingga 2,85 GHz, dan empat sisanya adalah efficiency core Cortex-A510 dengan kecepatan 1,8 GHz. Untuk RAM, Dimensity 9000 mendukung LPDDR5x dengan kecepatan hingga 7.500 Mbps.
Dalam benchmark CPU single-core, MediaTek mengklaim ada peningkatan performa hingga 35% dibanding chipset flagship Android saat ini (asumsinya Snapdragon 888), tapi di saat yang sama konsumsi dayanya juga 37% lebih rendah. Untuk benchmark multi-core, MediaTek malah tidak segan menyebut performanya setara dengan chip A15 milik iPhone 13.
Dari sisi kinerja grafis, Dimensity 9000 mengandalkan GPU Mali-G710 dengan 10-core. Dukungan ray tracing bahkan juga tersedia, meski memang implementasinya masih berbasis software ketimbang hardware. Terlepas dari batasan tersebut, setidaknya ini masih punya potensi untuk meningkatkan kualitas visual pada game.
Di luar konteks gaming, Dimensity 9000 tetap menunjukkan potensi yang sangat besar, misalnya ISP (image signal processor) yang mampu merekam video HDR beresolusi 4K dari tiga kamera sekaligus secara bersamaan. ISP ini juga siap mengakomodasi sensor kamera dengan resolusi maksimum 320 megapiksel.
Dari segi konektivitas, Dimensity 9000 merupakan chipset smartphone pertama yang dibekali Bluetooth 5.3, tidak ketinggalan pula Wi-Fi 6E 2×2. Cukup disayangkan ia belum mendukung 5G mmWave, tapi setidaknya kecepatan maksimumnya di sub-6GHz diklaim sudah bisa mencapai angka 7 Gbps.
Terakhir, untuk pemrosesan AI, MediaTek mengklaim ada peningkatan hingga empat kali lipat dibanding generasi sebelumnya. MediaTek bahkan kinerja AI-nya sekitar 16% lebih gegas ketimbang chip Tensor milik Google Pixel 6 (yang sendirinya sangat membanggakan performa AI).
Menimbang semua itu, jangan heran kalau MediaTek Dimensity 9000 bakal jadi kepercayaan sejumlah smartphone gaming dan smartphone flagship yang dirilis tahun depan. Pun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa Qualcomm juga tengah bersiap untuk mengumumkan chipset flagship barunya dalam waktu dekat. Terlepas dari itu, ponsel pertama yang ditenagai MediaTek 9000 kabarnya bakal hadir pada akhir kuartal pertama 2022.
Dengan spesifikasi teratas dan layar yang mendukung touch sampling rate 360 Hz, Red Magic 6 Pro merupakan salah satu smartphone dengan kinerja paling overkill yang tersedia di pasaran saat ini. Namun dalam konteks perangkat gaming, tidak ada yang namanya performa berlebihan, dan itu dibuktikan oleh kehadiran Red Magic 6S Pro.
Suksesor yang berusia enam bulan lebih muda ini datang membawa layar dengan touch sampling rate 720 Hz, dua kali lebih responsif daripada yang ditawarkan pendahulunya. Namun jenis panel yang digunakan tidak berubah, masih AMOLED 6,8 inci dengan resolusi 1080p dan refresh rate maksimum 165 Hz. Layar ini punya color gamut 100% DCI-P3 dan tingkat kecerahan maksimum 700 nit.
Bagian lain yang ikut diperbarui adalah dua touch-sensitive trigger yang diposisikan di samping perangkat, yang touch sampling rate-nya telah ditingkatkan dari 400 Hz menjadi 450 Hz, memberikan waktu respon secepat 2,2 milidetik. Tidak seperti sebelumnya, pengguna akan menjumpai dua trigger ekstra di bagian punggung Red Magic 6S Pro.
Namun penyempurnaan dari segi performa tidak akan lengkap tanpa melibatkan chipset paling kencang yang tersedia buat produsen smartphone saat ini, yaitu Qualcomm Snapdragon 888+, tidak ketinggalan pula sistem pendinginan yang kian optimal. Ini penting karena secepat apapun prosesornya, kinerjanya tidak akan bisa maksimal kalau suhunya kelewat tinggi.
Selebihnya, Red Magic 6S Pro cukup identik dengan pendahulunya. Sistem kameranya tidak ada yang istimewa, mencakup kamera utama 64 megapiksel, kamera ultra-wide 8 megapiksel, depth sensor, serta kamera selfie 8 megapiksel.
Kapasitas baterainya pun juga sama: 5.050 mAh dengan dukungan fast charging 66 W (khusus versi yang dijual di Tiongkok, baterainya lebih kecil tapi mendukung fast charging 120 W).
Di pasar global, Red Magic 6S Pro kabarnya akan tersedia mulai 27 September dalam tiga konfigurasi RAM dan storage sebagai berikut: 12 GB/128 GB seharga $599, 16 GB/256 GB seharga $699, dan satu lagi varian 16 GB/256 GB tapi dengan panel belakang transparan seharga $729. Ponsel ini sebenarnya juga hadir dalam varian 18 GB/512 GB, tapi sepertinya itu cuma untuk pasar Tiongkok saja.
Diumumkan pada bulan Maret kemarin, Asus ROG Phone 5 merupakan salah satu smartphone dengan performa terbaik saat ini. Namun belum ada setengah tahun berselang, ia rupanya sudah kedatangan suksesor yang menawarkan performa lebih baik lagi, yakni Asus ROG Phone 5s.
Kenapa jarak peluncurannya begitu dekat? Penjelasan simpelnya adalah karena Qualcomm baru meluncurkan Snapdragon 888+ pada akhir bulan Juni kemarin, dan chipset itulah yang menjadi faktor pembeda utama antara ROG Phone 5 dan ROG Phone 5s. Dengan clock speed maksimum 3 GHz, Snapdragon 888+ menawarkan performa CPU hingga 25% lebih kencang ketimbang Snapdragon 888.
Pada varian termahal ROG Phone 5s, chipset tersebut ditandemkan dengan RAM LPDDR5 sebesar 18 GB, plus storage internal UFS 3.1 berkapasitas 512 GB. Di luar perbedaan chipset, ROG Phone 5 dan ROG Phone 5s ibarat saudara kembar. Layarnya sama-sama menggunakan panel AMOLED 6,78 inci dengan resolusi FHD+, refresh rate 144 Hz, dan touch sampling rate 360 Hz.
Deretan kamera yang tertanam pun identik, mencakup kamera utama 64 megapixel (Sony IMX686), kamera ultra-wide 13 megapixel, kamera macro, dan kamera depan 24 megapixel. Desain panel belakangnya juga tidak berubah, masih dengan logo ROG yang dapat menyala warna-warni.
Alternatifnya, Asus turut menghadirkan ROG Phone 5s Pro yang sisi belakangnya dilengkapi layar PMOLED kecil plus sepasang tombol kapasitif ekstra. Kedua model ROG Phone 5s ini sama-sama mengemas baterai 6.000 mAh yang mendukung fast charging 65 W, sekali lagi sama persis seperti pendahulunya.
Singkat cerita, konsumen yang sudah terlanjur membeli ROG Phone 5 pada dasarnya tidak perlu berkecil hati karena yang berbeda di sini hanyalah chipset-nya, dan lagi kita juga belum tentu bisa membelinya. Pasalnya, Asus sejauh ini baru memasarkan ROG Phone 5s dan ROG Phone 5s Pro di Taiwan saja.
Di sana, ROG Phone 5s dijual dengan harga NT$33.990 (± 17,5 jutaan rupiah) untuk varian tertingginya, sedangkan ROG Phone 5s Pro dihargai NT$37.990 (± 19,6 jutaan rupiah). Selisih harganya cukup jauh karena selain mengemas layar kecil di belakangnya, ROG Phone 5s Pro juga dilengkapi aksesori AeroActive Cooler 5 pada paket penjualannya.
Lenovo resmi merambah segmen smartphone gaming tahun lalu lewat Legion Phone Duel. Tanpa perlu menunggu lama, suksesornya sekarang sudah tiba. Dinamai Legion Phone Duel 2, ponsel ini pada dasarnya membawa ide-ide nyeleneh yang sebelumnya ditawarkan ke tingkat yang lebih ekstrem lagi.
Lihat saja desainnya. Lenovo lagi-lagi merancang smartphone gaming-nya agar bisa optimal dipakai dalam orientasi landscape. Hal ini kembali dibuktikan lewat penempatan kamera selfie-nya; masih di samping kanan, sehingga pengguna dapat merekam atau menyiarkan sesi gaming-nya dalam orientasi landscape secara lebih optimal.
Kalau kita tengok bagian belakangnya, tampak sebuah tonjolan di bagian tengah yang menjadi rumah atas komponen-komponen esensial yang menjadi bagian dari logic board, utamanya prosesor. Idenya adalah, ketika pengguna menggunakan perangkat dalam orientasi landscape (untuk bermain tentu saja), jari-jarinya tidak akan merasakan panas yang berlebih karena suhu panasnya ini akan terpusat di tengah, yang bisa diindikasikan oleh kehadiran sebuah kipas pendingin.
Performanya sendiri sesuai ekspektasi kita terhadap smartphone gaming di tahun 2021: Snapdragon 888, RAM LPDDR5 dengan pilihan kapasitas 12 GB, 16 GB, atau 18 GB, serta storage internal UFS 3.1 sebesar 256 GB atau 512 GB. Mengapit logic board tersebut adalah sepasang modul baterai, masing-masing berkapasitas 2.750 mAh.
Ya, total kapasitas baterainya naik menjadi 5.500 mAh, dan Lenovo masih mempertahankan fitur dual charging menggunakan dua kabel USB-C sekaligus dengan output maksimum 90 W, sehingga baterainya bisa terisi penuh dalam waktu 30 menit saja. Kalau cuma satu kabel saja yang menancap, otomatis output daya yang tersalurkan ‘cuma’ 45 W.
Perangkat ini besar; tebalnya mencapai 9,9 mm, dan beratnya berada di kisaran 259 gram. Layarnya juga sangat masif di angka 6,92 inci, dengan panel AMOLED beresolusi 2460 x 1080 pixel yang menawarkan refresh rate 144 Hz dan touch sampling rate 720 Hz. Agar pengalaman gaming yang didapat bisa semakin maksimal, Lenovo turut menyertakan vibration motor ganda dan sepasang speaker stereo.
Mengapit kamera selfie 44 megapixel-nya di sisi kanan adalah empat buah tombol ultrasonik yang dapat diprogram sesuai kebutuhan. Kalau itu masih kurang, di belakang masih ada lagi dua buah tombol kapasitif, persis di sebelah tonjolan bagian tengahnya. Tonjolan tersebut juga menjadi rumah untuk sepasang kamera: kamera utama 64 megapixel f/1.9, dan kamera ultra-wide 16 megapixel f/2.2.
Di kawasan Eropa, Lenovo Legion Phone Duel 2 kabarnya akan dijual dengan harga paling murah €799, sama persis seperti Asus ROG Phone 5 meski dengan konfigurasi RAM dan storage yang berbeda. Lenovo berencana menjualnya di beberapa negara di kawasan Asia Pasifik mulai bulan Mei mendatang, tapi sejauh ini belum ada informasi apakah Indonesia bakal termasuk sebagai salah satunya.
Vivo baru saja memperkenalkan iQOO Neo5 secara resmi. Smartphone gaming ini adalah penerus iQOO Neo3 yang dirilis tahun lalu. Kenapa tidak ada iQOO Neo4? Kemungkinan besar terkait kepercayaan seputar angka 4 yang bermakna negatif, sama kasusnya seperti ROG Phone 5 yang juga dirilis belum lama ini.
Dibanding pendahulunya, iQOO Neo5 membawa sejumlah upgrade yang signifikan. Yang paling utama adalah layarnya, yang tadinya masih menggunakan panel IPS LCD, dan kini telah diganti menjadi panel OLED pada iQOO Neo5. Panel OLED tersebut memiliki ukuran 6,62 inci, dengan resolusi 1080p+ dan refresh rate maksimum 120 Hz.
Menariknya, refresh rate-nya ini justru menurun jika dibandingkan dengan sebelumnya (144 Hz). Namun saya pribadi lebih memilih OLED 120 Hz daripada IPS LCD 144 Hz, apalagi mengingat tingkat kecerahan layarnya bisa sampai seterang 1.300 nit. Lebih lanjut, Vivo juga telah membekali iQOO Neo5 dengan touch sampling rate yang terbilang fenomenal, yakni 1.000 Hz.
Terkait performanya, iQOO Neo5 datang mengusung chipset Snapdragon 870, bukan Snapdragon 888 yang lebih kencang (sekaligus lebih panas) seperti yang ada pada iQOO 7. Prosesor tersebut ditandemkan dengan pilihan RAM 8 atau 12 GB, tidak ketinggalan pula storage internal UFS 3.1 sebesar 128 atau 256 GB.
Dibandingkan pendahulunya, iQOO Neo5 punya sistem pendingin yang lebih efektif, dengan ukuran pelat penyalur panas dua kali lipat lebih luas. Suplai baterainya sendiri berasal dari modul sebesar 4.400 mAh yang mendukung fast charging dengan output maksimum sebesar 66 W.
Untuk kameranya, iQOO Neo5 mengandalkan trio kamera belakang yang terdiri dari kamera utama 48 megapixel f/1.79 (Sony IMX598), kamera ultra-wide 13 megapixel f/2.2, dan kamera monokrom 2 megapixel. Kamera depannya menggunakan sensor 16 megapixel dan lensa f/2.0. Tidak ada yang benar-benar wah di atas kertas, tapi sudah sewajarnya untuk ukuran smartphone gaming.
Yang istimewa, semua itu ditawarkan dalam harga yang lebih murah lagi ketimbang iQOO Neo3, yang sendirinya sudah termasuk sangat terjangkau untuk ukuran smartphone yang mengemas chipset flagship. Di Tiongkok, iQOO Neo5 akan dipasarkan dengan harga mulai 2.499 yuan (± Rp5,5 jutaan).
Tahun ini tidak ada ROG Phone 4 dari Asus. Yang ada justru Asus langsung lompat ke ROG Phone 5, dan ponsel ini memang membawa lompatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan pendahulunya, ROG Phone 3.
Kita mulai dari layarnya terlebih dulu. Tipe panel yang digunakan masih sama, yakni AMOLED beresolusi FHD+, lengkap dengan refresh rate 144 Hz. Yang berbeda, ukuran layarnya membesar menjadi 6,78 inci, tapi di saat yang sama ukuran perangkatnya sendiri tidak terlalu banyak berubah karena bezel yang mengapit layarnya juga ikut menyusut.
Berhubung masih memiliki bezel di atas dan bawah layar, tentu saja ROG Phone 5 juga masih mengusung speaker stereo yang amat bertenaga. Aspek lain yang ikut disempurnakan adalah touch sampling rate, yang di sini kian naik lagi menjadi 300 Hz, serta tingkat kecerahan maksimum yang naik menjadi 800 nit. Keseluruhan layarnya dilapisi oleh kaca Gorilla Glass Victus, plus coating khusus sehingga layarnya masih bisa dioperasikan dengan baik meski jari-jari pengguna sedang berkeringat.
Asus ROG Phone 5 hadir dalam tiga model yang berbeda: ROG Phone 5, ROG Phone 5 Pro, dan ROG Phone 5 Ultimate. Ketiganya sama-sama ditenagai oleh chipset Snapdragon 888, dengan perbedaan pada kapasitas RAM dan penyimpanan internal. ROG Phone 5 Ultimate adalah yang paling beda sendiri dengan RAM LPDDR5 sebesar 18 GB, sedangkan ROG Phone 5 dan ROG Phone 5 Pro hanya bisa dikonfigurasikan mentok dengan RAM 16 GB.
Perbedaan selanjutnya bisa kita jumpai pada bagian punggung. ROG Phone 5 mengemas logo ROG yang bisa menyala dengan efek RGB, sedangkan versi Pro dan Ultimate-nya malah mengemas sebuah layar kecil yang dapat dikustomisasi. Di sisi kiri dan kanan layar kecil itu juga terdapat dua sensor sentuh tersembunyi yang bisa diperlakukan layaknya tombol L2 dan R2 di sebuah game controller.
Seperti pendahulunya, ketiga model ROG Phone 5 ini masih mengemas dua sensor ultrasonik di sisi kanan yang dapat diprogram sesuai kebutuhan, memberikan kontrol ekstra kepada pengguna selagi bermain game. Bukan cuma itu, bahkan motion control di ponsel ini pun juga dapat dikustomisasi.
Satu kejutan lain yang Asus hadirkan adalah headphone jack. Ya, setelah meniadakannya pada ROG Phone 3, Asus justru menghadirkannya kembali di ROG Phone 5, dan mereka tidak lupa melengkapinya dengan DAC yang sangat kapabel untuk mengolah format audio lossless.
Juga menarik adalah pembaruan yang Asus terapkan pada baterai milik ROG Phone 5. Kapasitasnya memang masih sama — 6.000 mAh — akan tetapi Asus telah membaginya menjadi dua modul yang terpisah, memungkinkan proses pengisian ulang baterai secara paralel dengan total output sebesar 65 W menggunakan charger bawaan yang termasuk dalam paket penjualannya.
Struktur baterai seperti ini juga memungkinkan Asus untuk memosisikan motherboard ke bagian tengah ponsel ketimbang di bagian atas. Tujuannya adalah untuk menjauhkan hawa panas dari jari-jari pengguna, sekaligus meningkatkan efisiensi aksesori kipas pendingin yang dapat dipasangkan ke tengah-tengah punggung ponsel. Seperti sebelumnya, ROG Phone 5 juga masih mengemas dua port USB-C — satu di bawah, dan satu di sisi kiri.
Di sektor kamera, trio ROG Phone 5 ini sama-sama dibekali tiga kamera belakang: kamera utama 64 megapixel f/1.8 (Sony IMX686) dengan kemampuan merekam video pada resolusi maksimum 8K 30 fps, kamera ultra-wide 13 megapixel dengan field-of-view 125°, dan kamera macro 5 megapixel. Di depan, ROG Phone 5 mengemas satu kamera selfie beresolusi 24 megapixel.
Di Eropa, ROG Phone 5 bakal dipasarkan bulan ini juga dengan harga mulai €800 untuk varian termurah dengan kapasitas RAM 8 GB dan storage 128 GB. ROG Phone 5 Pro bakal menyusul di bulan April dengan harga €1.200, dan terakhir ROG Phone 5 Ultimate di bulan Mei dengan banderol €1.300.
Pemasukan industri mobilegame memang sudah mencapai Rp540 triliun, tapi apakah smartphone gaming benar dibutuhkan oleh para pengguna? Apakah smartphone flagship saja tidak cukup digunakan untuk gaming? Lalu seberapa jauh smartphonegaming bisa memberikan pengalaman terbaik, dan memuaskan para gamers?
Setelah mengulas laptop dan built-in desktop, kali ini saya berkesempatan melakukan review terhadap smartphone gaming Xiaomi Black Shark 3. Unit yang saya review sendiri adalah varian Black Shark 3 biasa dengan konfigurasi RAM/ROM 8/128. Dibanderol dengan harga Rp9.999.000, apakah smartphone gaming ini benar layak dibeli untuk mobilegamers atau mungkin mereka yang bercita-cita jadi bintangesports?
Gaming Experience dan Performa
Seperti sebelum-sebelumnya, saya mencoba untuk lebih to the point dalam melakukan review. Berhubung Black Shark 3 adalah smartphonegaming, mari kita kesampingkan dahulu soal pengalaman penggunaan smartphone ini untuk sehari-hari dan fokus kepada alasan kenapa smartphone ini ada yaitu untuk gaming. Tetapi sebelum memulai review, simak dulu spesifikasi teknis dari Xiaomi Black Shark 3.
Untuk menguji kemampuan gaming dari Black Shark 3, saya menggunakan beberapa gamemobile yang mungkin tidak baru, tapi saya rasa masih cukup demanding secara hardware di tahun 2020. Game tersebut adalah PUBG Mobile, Call of Duty Mobile, Fortnite, Asphalt 9, dan Arena of Valor. Dari baterai 100%, saya memainkan game tersebut secara satu per satu, sambil menangkap performa grafis, stabilitas, serta suhu smartphone. Bagaimana hasilnya? Secara singkat, pengalaman bermain game di Black Shark 3 berhasil membuat saya jadi merasa ingin meninggalkan komputer dan terus-terusan main di smartphone saja. Lebih lanjut berikut penjelasannya.
Black Shark 3 dapat menjalankan PUBG Mobile dengan pengaturan grafis Smooth dengan frame rate 90 fps, atau kualitas grafis Ultra HD dengan frame rate Ultra. Keduanya bisa berjalan dengan sangat mulus dan stabil pada Black Shark 3. Pada pengaturan grafis Ultra HD dan frame rate Ultra (40 fps maksimal), game berjalan cukup stabil di sekitaran maksimum Frame Rate yang diperkenankan. Dengan fitur Performance Monitor yang disediakan oleh JOYUI 11, tercatat bahwa penurunan fps paling jauh hanya sampai titik 38 fps saja. Namun memainkan PUBG Mobile membuat smartphone cukup hangat yaitu 38,5 derajat celsius pada suhu baterai.
Berganti ke pengaturan Smooth-90 fps, stabilitas performa Black Shark 3 juga terjaga dengan sangat baik. Kebetulan saya hampir mendapat Chicken Dinner ketika sedang menguji kemampuan Black Shark 3 dengan menggunakan pengaturan Smooth-90 fps. Hasilnya? Dari awal sampai akhir, permainan berjalan dengan sangat lancar dan hampir tanpa stuttering. Suhunya juga cenderung lebih rendah, yaitu 36,1 derajat celisius pada suhu baterai.
Berlanjut ke Call of Duty Mobile, game tersebut bisa berjalan hingga Graphic Quality Very High, Frame Rate Max (maksimum 60 fps), dengan fitur grafis tambahan seperti Depth of Field, Bloom, Real-Time Shadow, Ragdoll, dan Anti-Aliasing menyala. Mungkin Call of Duty Mobile terbilang lebih ringan jika dibanding PUBG Mobile. Saya bermain dua kali Team Deathmatch, hasilnya adalah game berjalan dengan mulus, dan suhu baterai ada di 38,2derajat celsius.
Mencoba Fortnite, Epic Games sepertinya belum mengoptimasi game tersebut pada smartphone Android secara umum. Hasilnya Fortnite cuma bisa berjalan pada pengaturan 30 fps saja di Black Shark 3; walaupun saya cukup yakin Snapdragon 865 harusnya bisa menjalankan Fortnite dalam 60 fps. Terlepas dari itu, saya masih bisa memaksimalkan Quality Preset menjadi Epic dan 3D Resolution hingga 100%. Berhubung tidak ada server Asia Tenggara, jadi saya bermain dengan sedikit lag jaringan. Terlepas dari itu, Fortnite berjalan dengan stabil walau saya sebenarnya kurang puas dengan frame rate 30 fps saja. Suhu baterai ketika memainkan Fortnite adalah 37,5 derajat celsius, cenderung tidak melenceng terlalu jauh dari suhu rata-rata.
Asphalt 9 juga mampu dijalankan dengan pengaturan grafis maksimal, yaitu Visual Quality High dan 60 fps Enabled. Walau demikian, Asphalt 9 tidak bisa berjalan dengan sepenuhnya stabil. Game balap besutan Gameloft tersebut sempat mengalami frame drop hingga berada di angka 26 fps. Frame rate juga tidak selalu stabil di 60 fps, kecuali dalam kondisi minim efek-efek grafis. Jika Anda menghadapi lompatan atau adu tabrak dengan mobil lain, frame rate kadang-kadang bisa turun jadi sekitar 40an fps. Tapi saya cenderung masih merasa nyaman memainkan Asphalt 9, walau ada framedrop seperti demikian. Suhu baterai ketika memainkan Ashpalt 9 adalah 38,2 derajat celsius, lumayan membuat tangan saya jadi lebih hangat.
Selanjutnya Arena of Valor. Awalnya saya merasa game ini punya grafis yang cukup berat, karena visual megah yang disajikan. Grafis saya atur rata kanan, mulai dari HD Display, Display Quality, sampai Particle Quality. Saya juga tidak lupa menyalakan High Frame Rate Mode, dan Dynamic Cloud Shadow agar kualitas gambar jadi semakin ciamik. Setelah dimainkan, Arena of Valor ternyata tidak berhasil membuat Black Shark 3 kerja terlalu keras. Game berjalan stabil 60 fps, dan hampir tanpa ada framedrop ataupun stuttering. Suhu baterai cenderung rendah, yaitu 36,6 derajat celsius, masih adem di tangan.
Setelah kurang lebih sekitar 2 jam saya mencoba semua game tersebut, baterai Black Shark 3 yang memiliki kapasitas 4720 mAh tersebut berkurang dari awalnya 100% menjadi tinggal 39% saja. Cukup takjub dengan hasil yang diperoleh tersebut. Kalau melakukan skenario yang sama pada Pocophone F1 yang sudah sekitar 2 tahun saya gunakan, baterai mungkin jadi tinggal sisa 20% saja.
Setelah mencobanya untuk bermain game, saya lalu menguji performa Black Shark 3 dengan menggunakan Antutu Benchmark. Total Score tertinggi yang saya dapatkan adalah sebesar 570.168. Merupakan skor yang cukup tinggi, walau masih kalah jika dibandingkan dengan ROG Phone 3 yang memiliki Total Score sebesar 615.289, mengutip dari laman resmi Antutu Benchmark.
Shark Space dan Fitur Gaming Lainnya
Selain performa, nilai jual lain dari sebuah smartphonegaming adalah fitur-fiturnya yang fokus kepada gamers. Untuk itu, saya lalu mencoba beberapa fitur-fitur gaming unggulan yang ada di Black Shark 3. JOYUI 11 memiliki beberapa fitur yang fokus kepada segmen gaming. Secara garis besar fitur yang tersedia adalah Gamer Studio dan Shark Space. Di dalam fitur tersebut, masih ada fitur-fitur lain lagi yang akan kita bahas selanjutnya.
Jika Anda adalah pengguna MIUI 11, Anda mungkin tahu fitur Game Turbo. Secara singkat, fitur Gamer Studio dan Shark Space sebenarnya mirip dengan Game Turbo namun dengan lebih banyak opsi pengaturan. Secara default, Gamer Studio dapat diaktifkan dengan menggunakan gestureswipe dari pojok kanan atau kiri atas. Setelahnya akan keluar tampilan seperti Notification Bar yang berisikan berbagai pengaturan untuk kebutuhan gaming Anda.
Gamer Studio berisikan berbagai pengaturan, mulai dari yang paling mendasar seperti mengatur level suara atau brightness, sampai yang lebih advanced seperti Master Touch, Edge Anti-Mistouch, Master Touch, Touch Adjustment, Shark Time, Performance Monitor, bahkan Anda bisa melakukan semacam “mini-overclock” dalam Gamer Studio.
Dari fitur-fitur yang ada di Gamer Studio, yang paling saya gunakan tentunya fitur Performance Monitor (ya iya dong, kan untuk benchmark… Hehe). Tapi selain itu, saya masih merasa belum ada satu fitur pun dalam daftar tersebut yang membuat saya sreg menggunakannya.
Master Touch memungkinkan Anda menekan layar bagian kiri dan/atau kanan, dan membuatnya sebagai tambahan input ketika bermain game. Posisi tambahan input bisa Anda atur sesuka hati, sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan Anda. Selain itu, level tekanan juga diatur, dan ada Vibration Feedback yang akan memberi efek getar jika tekanan ke layar masuk menjadi input.
Saya mencoba menggunakannya pada PUBG Mobile, namun masih belum menemukan cara penggunaan ternyaman. Master Touch kiri saya atur untuk menembak, sementara Master Touch kanan saya gunakan untuk mengaktifkan ADS atau membidik. Hasilnya saya malah kelimpungan ketika bertemu musuh. Saya jadi kagok, apakah harus tekan layar atau touch ke tombol yang sudah saya set sebelumnya. Kebetulan saya adalah tipe pemain yang menggunakan Gyroscope dan mengaktifkan scope dengan cara Hold.
Mungkin karena itu, saya cenderung kesulitan ketika ingin menembak dengan menggunakan Master Touch. Setelah menekan, saya harus menahan tingkat tekanan tersebut di layar sebelah kanan. Kalau pertempuran sedang panas, saya malah lupa menekan layar, sehingga bidikan scope saya jadi lepas.
Mungkin karena saya terlalu terbiasa menggunakan touch untuk gaming di smartphone, membuat saya merasa fitur Master Touch justru cuma menambah kerepotan saja. Saya merasa bahwa dalam baku tembak tempo cepat, touch cenderung lebih efisien dibandingkan menekan. Tapi juga perlu diingat, saya baru mencoba fitur tersebut dalam skenario bermain PUBG Mobile saja.
Fitur berikutnya, Shark Time, memperkenankan pengguna merekam highlight singkat permainan, sampai dengan durasi 30 detik. Setelah diaktifkan di Gamer Studio, Shark Time akan muncul dalam bentuk tombol kecil yang bisa Anda pindah-pindah, mirip seperti aplikasi Screen Recorder pada tampilan antar-muka MIUI. Secara teori, fitur ini akan membantu Anda menangkap momen-momen penting di dalam permainan, entah itu clutchadu tembak 1 vs 5 dalam game shooter atau momen Penta Kill ketika bermain MOBA.
Masalahnya ketika sudah fokus bermain, kita tidak akan tahu kapan momen itu datang, karena Clutch atau Penta Kill tidak bisa disiapkan. Alhasil, saya yang terlanjur fokus bermain jadi lupa menyentuh tombol Shark Time, sehingga momen penting permainan saya jadi tidak terdokumentasikan. Mungkin akan lebih bagus jika Shark Time bisa merekam dan memilih momen secara otomatis seperti fitur NVIDIA Highlight gitu?
Fitur-fitur lain seperti Anti-Mistouch, Touch Adjustment, atau Performance Adjustment juga terbilang kurang terpakai secara maksimal. Kenapa? Karena dengan pengaturan default dan tanpa ada tweak di sana dan sini, gaming di Black Shark 3 sebenarnya sudah nyaman. Kontrol touch baik-baik saja, walaupun saya tidak mengaktifkan Anti-Mistouch dan Touch Adjustment. Jarang ada momen salah input, walaupun dua fitur tersebut tidak saya gunakan. Tanpa Performance Adjustment, kemampuan gaming Black Shark 3 juga sudah mumpuni, seperti yang saya bahas pada bagian sebelumnya.
Namun demikian, Performance Adjustment sebenarnya bisa jadi berguna, terutama jika Anda ingin bisa bermain game lebih lama lagi. Selain bisa meningkatkan performa, Performance Adjustment juga bisa menurunkan performa. Jadi jika Anda ingin hemat baterai, dan mendapat suhu yang lebih adem, Anda bisa melakukan “underclock” atau menurunkan tingkat utilisasi CPU.
Fitur Shark Space justru menjadi keunikan bagi Black Shark 3. Fitur ini dapat Anda aktifkan dengan cara menjentikkan tombol yang ada di kiri bawah smartphone. Setelahnya Black Shark 3 akan membuka Shark Space, dan hanya menampilkan game yang ter-install saja. Secara umum, tampilan Shark Space mirip-mirip dengan tampilan antar-muka konsol game. Saya merasa fitur ini yang membuat Black Shark 3 benar-benar semakin terasa seperti smartphonegaming.
Shark Space seakan ingin aktivitas produktivitas, dipisah dengan aktivitas gaming. Jadi bila Anda sedang membutuhkan Black Shark untuk kebutuhan produktivitas seperti membalas chat, email, atau pekerjaan lainnya, Anda bisa menikmati tampilan JOYUI 11 yang punya dengan tampilan antar-muka seperti MIUI pada kebanyakan smartphone Xiaomi.
Sementara bila sudah memasuki waktu gaming, jentikkan Shark Button, dan voila! Black Shark 3 akan menjadi mobilegamingconsole yang akan menyembunyikan notifikasi chat, email, dan aplikasi-aplikasi lainnya untuk sementara waktu.
Shark Space juga memiliki Observer Mode yang akan mematikan fungsi telepon, sehingga Anda tidak akan terganggu selama gaming dengan menggunakan konektivitas mobile data. Observer Mode sepertinya agak sedikit ekstrim, jadi pastikan Anda benar-benar sedang tidak dicari oleh siapapun, baik itu pacar, bos, driver delivery makanan, atau tukang tagih hutang ketika ingin menyalakan fitur tersebut.
Desain
Oke, setelah panjang lebar membahas soal kemampuan gaming si Black Shark 3, mari kita beralih ke hal-hal fundamental dari sebuah smartphone. Dari sisi depan, Black Shark 3 mengusung rancangan layar Full Screen Display dengan screen-to-body ratio 82,4%. Rancangan tersebut berarti layar tampil penuh, tanpa ada gangguan notch, waterdrop, atau punch–hole. Sebagai pengganti, Black Shark 3 memiliki bezel atas dan bawah yang cenderung lebih tebal dibanding rancangan Full Screen Display lainnya, untuk menempatkan kamera depan.
Berpindah ke bagian belakang, Black Shark 3 yang saya review memiliki warna hitam yang sangat elegan dan khas gaming. Pada bagian atas dan bawah, ada sebuah bump atau tonjolan berbentuk diamond, yang bersifat simetris. Bump atas berisikan 3 kamera, dan bump bagian bawah berisi magneticchargingcontacts, yang bisa dipasangkan dengan aksesori chargermagnetic. Untuk menambah kesan gaming, Xiaomi tidak lupa menambah RGB lighting dengan logo “S” khas Black Shark, yang secara default mengeluarkan cahaya warna hijau. Selain hal yang saya sebut, tidak ada hal lain lagi di bagian belakang Black Shark 3. Fingerprintscanner sudah diletakkan ke bawah layar di bagian depan, sehingga bagian belakang smartphone jadi lebih rapi.
Beralih ke bagian sisi, Black Shark 3 dibalut oleh alumuniummetalframe yang membuat Black Shark 3 terasa sangat kokoh ketika dipegang. Pada bagian kanan ada tombol power dan Shark Button, yang diaktifkan dengan cara dijentik, mirip seperti ring/silent mode button pada Apple iPhone. Sementara itu di bagian kiri ada tombol Volume Up/Down dan sim-card tray.
Display
Mengutip dari laman spesifikasi resmi, Black Shark 3 memiliki layar AMOLED sebesar 6,67 inci dengan rasio 20:9, resoulsi 2400 x 1080, refresh rate 90Hz, dan kepadatan pixel sebesar 394 PPI. Sejauh saya menggunakan Xiaomi Black Shark 3, saya merasa reproduksi warna yang dihasilkan sudah cukup. Ketika digunakan untuk gaming, saya pun merasa warna yang dikeluarkan sudah cukup cerah sehingga memudahkan saya untuk menemukan musuh-musuh yang bersembunyi di PUBG Mobile.
Memiliki tingkat kecerahan sebesar 500nit, Black Shark 3 terbilang cukup nyaman digunakan dalam kondisi terik matahari walau kecerhannya agak kalah dengan cahaya matahari. Untungnya JOYUI 11 menyematkan fiitur DSP display Enhancement dan Sun Screen, yang akan meningkatkan kontras warna, sehingga layar tetap jelas walau dalam kondisi terik matahari.
Walaupun Black Shark 3 adalah smartphonegaming, namun Xiaomi masih tidak lupa menyematkan fitur always-on display dalam JOYUI 11. Berkat fitur ini, Black Shark 3 dapat menampilkan waktu, tanggal, serta informasi baterai walaupun sedang dalam keadaan tertidur. Ketika smartphone di angkat, Black Shark 3 secara otomatis menampilkan ikon fingerprint, yang memudahkan Anda untuk unlocksmartphone.
Refresh rate 90Hz tak hanya bagus untuk gaming, tetapi juga bagus dalam membuat membuat animasi demi animasi saat smartphone dioperasikan terlihat lebih mulus. Namun demikian, selain untuk sehari-hari, tingkat utilisasi layar 90Hz untuk gaming cenderung sangat rendah. Sampai saat ini belum ada game yang dapat dijalankan lebih dari 60 fps, kecuali PUBG Mobile yang baru saja merilis frame-rate 90 fps. Tambahan lainnya soal refresh rate 90Hz, saya jadi merasa video YouTube 60 fps berjalan lebih mulus. Entah benar atau tidak, mungkin hanya perasaan saya saja.
Fitur lain dari display Black Shark 3 adalah 270Hz touch reporting rate, yang katanya membuat setiap input yang dilakukan jadi lebih minim delay. Tapi jujur saja, saya sendiri tidak merasakan perbedaan yang signifikan dibanding dengan smartphone lain, ketika menggunakan touchscreendisplay Black Shark untuk gaming.
Daya Tahan Baterai
Black Shark 3 memiliki baterai sebesar 4720 mAh Dual Battery. Pada saat pengujian gaming, saya sudah sedikit membahas bagaimana baterai Black Shark berkurang dari 100% ke 39% setelah sekitar 2 jam bermain game secara intensif.
Agar lebih teruji, saya lalu melakukan pengujian daya tahan baterai Black Shark dengan cara menyetel video YouTube HD 1080p yang sudah saya download secara berulang-ulang, dari baterai 100% hingga tersisa 20%. Hasilnya, Black Shark 3 bisa bertahan selama 8 jam lebih (tepatnya 8 jam 16 menit 55 detik screen time on).
Jika daya tahan baterai Black Shark 3 sudah membuat berhasil membuat kagum, Anda mungkin bisa lebih kagum lagi ketika mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk charging. Laman resmi mengatakan bahwa Black Shark 3 memiliki 65W Hyper Charge dan bisa charging sampai 50% dalam 12 menit, atau 100% dalam 38 menit.
Untuk menguji hal tersebut, saya lalu mencoba melakukan charging dari 20% hingga 99% dengan menggunakan charger bawaan. Memulai charging dari 20% pada pukul 17:32, Black Shark 3 sudah terisi penuh 99% pada pukul 18:06 (20 – 99% dalam 36 menit). Selain display dan fitur tambahan yang disajikan, saya juga merasa ketangguhan serta durasi charging baterai, membuat Black Shark 3 pantas mengemban gelar sebagai smartphonegaming. Kenapa? Karena dari catatan waktu tersebut, Anda jadi bisa bermain game dengan lebih lama.
Kamera
Black Shark 3 memang dijual dengan titel smartphonegaming, tetapi saya merasa kamera yang disematkan di dalamnya cukup mumpuni. Black Shark 3 mengusung desain triple–camera yang terdiri dari: Kamera utama 16MP dengan bukaan lensa f/1.8, kamera wide–angle 13MP dengan bukaan lensa f/2.25, dan kamera ketiga 5MP dengan depth–sensor dan bukaan lensa f/2.2.
Dalam kondisi outdoor dan pencahayaan cukup, Black Shark 3 bisa menghasilkan foto yang tajam, walau reproduksi warnanya terbilang agak kurang. Terlepas dari itu, melakukan foto pada keadaan outdoor dengan fitur auto terbilang berjalan sangat mulus. Keluarkan smartphone, buka aplikasi kamera, cekrek! Hasilnya langsung seperti contoh foto-foto outdoor yang saya ambil.
Dalam kondisi indoor dan pencahayaan cukup, pengalaman mengambil foto juga terbilang masih mirip seperti saat berada di dalam kondisi outdoor. Anda bisa lihat sendiri gambar bagian depan outlet–outlet mall yang saya ambil, begitu tajam, dengan tingkat exposure foto yang merata.
Namun demikian, pengambilan gambar menjadi masalah jika berada di dalam pencahayaan yang kurang. Saya mencoba mengambil foto bagian depan sebuah restoran pada malam hari. Hasilnya seperti yang Anda lihat, ada over-exposure pada pencahayaan nama restoran yang saya foto. Untungnya masalah tersebut bisa sedikit diobati dengan menggunakan Night Mode sehingga exposure foto jadi lebih merata.
Kamera depan dengan resolusi 20MP, dan bukaan lensa f/2.2, juga terbilang bisa menghasilkan foto yang cukup. Memang ada over-exposure jika Anda melakukan selfie pada kondisi cahaya berlebih. Terlepas dari itu, saya suka sekali dengan fitur Potrait Mode, yang menghasilkan foto bokeh, dengan processing yang sangat rapi.
Apakah Xiaomi Black Shark 3 Layak Untuk Dibeli?
Memiliki banderol harga Rp9.999.000 untuk varian RAM/ROM 8/128, saya merasa ada beberapa hal dan kondisi yang membuat Black Shark 3 jadi layak dibeli. Jika Anda punya keinginan untuk menjadi pemain esportsgamemobile, saya merasa Black Shark 3 dapat menjadi investasi jangka panjang yang layak untuk Anda beli.
Ada beberapa alasan kenapa Black Shark 3 jadi investasi yang bagus bagi calon pemain esportsgamemobile. Salah satunya adalah refresh-rate 90Hz . Walau saat ini baru PUBG Mobile saja yang bisa menjalankan 90 fps, tidak menutup kemungkinan akan ada lebih banyak game dengan refresh-rate di atas 60 fps untuk mobile platform di masa depan. Performa Xiaomi Black Shark 3 juga patut diacungi jempol dengan stabilitas performa dan suhu yang baik. Terakhir, daya tahan baterai 4720mAh dan kecepatan charge 65W Hyper Charge juga jadi alasan lain yang bisa membuat Anda “berlatih” game dengan durasi yang lebih lama.
Tapi, apakah Black Shark 3 cocok untuk dijadikan sebagai smartphone utama? Walau tidak sepenuhnya saya rekomendasikan, saya merasa tidak ada salahnya, apalagi jika Anda memang suka bermain mobile game di waktu sengang.
AMOLED Display yang diberikan membuat Black Shark 3 jadi enak dipandang. Refresh rate 90Hz juga jadi nilai tambah Black Shark 3 secara umum, karena membuat animasi untuk operasionalsmartphone sehar-hari menjadi semakin terasa sedap. Apalagi dengan fitur Shark Space, Anda bisa memisahkan antara produktivitas dengan hobi gaming di waktu sengang. Kamera? Dengan banderol harga yang ditawarkan, saya merasa Black Shark 3 punya kamera yang sedikit kurang maksimal walau sudah cukup. Mungkin satu hal yang membuat Black Shark 3 kurang layak beli adalah desainnya secara, yang terlalu mencerminkan gaming dan belum tentu semua orang suka.
Baru beberapa bulan setelah Black Shark 3 tersedia secara resmi di Indonesia, di Tiongkok sekarang sudah ada Black Shark 3S yang membawa sejumlah peningkatan. Namun kalau Anda mengira peningkatannya berupa upgrade chipset dari Snapdragon 865 ke 865+ seperti milik Asus ROG Phone 3 maupun Lenovo Legion Phone Duel, Anda salah besar.
Entah kenapa alasannya, Black Shark 3S tetap menggunakan Snapdragon 865 biasa. Meski demikian, konsumen tetap akan menjumpai peningkatan performa berkat pembaruan di sektor RAM dan storage, sebab Black Shark 3S hadir membawa RAM LPDDR5 pada seluruh varian, tidak ketinggalan pula storage UFS 3.1.
Namun perubahan terbesarnya bisa kita temukan di layarnya. Panelnya tetap AMOLED dengan bentang diagonal 6,67 inci dan resolusi 1080p+, akan tetapi refresh rate-nya kini tercatat di angka 120 Hz. Memang belum 144 Hz seperti sejumlah kompetitornya, tapi setidaknya bukan lagi 90 Hz, yang sebenarnya sudah bisa kita dapatkan bahkan dari smartphone berharga 3 jutaan rupiah.
Touch sampling rate layarnya tidak berubah dan masih 270 Hz. Tingkat kecerahan maksimumnya berada di angka 500 nit. Lalu perihal akurasi warna, layarnya punya coverage 105% color gamut DCI-P3.
Perubahan lain yang tak kalah menarik datang dari segi software. Sistem operasi JOYUI 12 yang menenagai Black Shark 3S dilengkapi dengan fitur screen mirroring. Jadi dengan menyambungkan smartphone ke PC via kabel USB-C, pengguna dapat memainkan game dengan keyboard dan mouse. Prosesnya dipastikan mulus, karena fitur ini mendukung frame rate 60 fps dan latency 40 milidetik.
Selebihnya, Black Shark 3S identik dengan Black Shark 3. Tiga kamera belakangnya tidak berubah sedikit pun – kamera utama 64 megapixel, kamera ultra-wide 13 megapixel, dan depth sensor 5 megapixel – demikian pula kamera depan 20 megapixel-nya. Kapasitas baterainya juga sama persis: 4.729 mAh, dengan dukungan fast charging 65 W yang mampu mengisi penuh dalam waktu 38 menit saja.
Lalu di mana Black Shark 3S Pro? Entahlah, namun yang pasti Black Shark 3S sekarang sudah dipasarkan di Tiongkok dengan rincian RAM dan storage sebagai berikut:
Lenovo meluncurkan smartphone gaming perdananya pada tanggal 23 Juli kemarin, kebetulan sama persis dengan hari diluncurkannya Asus ROG Phone 3. Namun ternyata kesamaan kedua ponsel tersebut lebih dari sebatas jadwal pengumumannya saja.
Keduanya sama-sama ditenagai chipset Snapdragon 865+, sama-sama mengemas RAM 16 GB pada salah satu variannya, sama-sama mengusung layar 144 Hz, dan sama-sama dilengkapi kamera utama 64 megapixel. Terkait fitur yang spesifik untuk kebutuhan gaming, keduanya juga dibekali dengan sepasang tombol trigger ultrasonik di sisi kanannya.
Asus menamainya AirTrigger, sedangkan Lenovo menjulukinya Y Trigger. Meski namanya berbeda, teknologi yang digunakan sebenarnya sama-sama datang dari sebuah startup bernama Sentons. Sentons menamai teknologi ini dengan istilah Software-Defined Surfaces (SDS), dan mereka tidak berhenti mematangkannya semenjak teknologi tersebut pertama dipakai di ROG Phone generasi pertama.
Prinsip kerja teknologi SDS sebenarnya cukup simpel. Berbekal sensor ultrasonik dan chip khusus, beragam jenis permukaan pada perangkat dapat diubah menjadi kontrol sentuh, tidak peduli bahan permukaannya terbuat dari apa. Pada Legion Phone Duel dan ROG Phone 3, teknologi SDS yang dijadikan basis adalah generasi terbaru yang Sentons juluki SDS GamingBar.
Berbicara kepada VentureBeat, CEO Sentons, Jess Lee, mengklaim GamingBar sebagai versi yang lebih matang dan yang memiliki kinerja lebih baik daripada versi sebelumnya. Juga menjadi kelebihan utamanya adalah perihal kustomisasi; fungsi tombol trigger virtual ini dapat diprogram sesuai kebutuhan, jadi satu tap singkat dengan satu tap yang ditekan agak keras bisa diterjemahkan menjadi input yang berbeda.
Mengusap ke kiri atau kanan juga demikian, semuanya dapat disesuaikan dengan skenario penggunaan yang berbeda. Kustomisasi trigger virtual ini sebenarnya sudah ada di ROG Phone 2 tahun lalu dan terbukti memicu respon positif dari konsumen. Maka dari itu wajar apabila Lenovo kini memutuskan untuk mengimplementasikan fitur yang sama dengan bekerja sama dengan Sentons.
Dibandingkan tombol kapasitif biasa yang terdapat di smartphone gaming lain, tombol ultrasonik seperti ini jelas punya banyak kelebihan. Yang paling utama tentu saja adalah, keberadaannya sama sekali tidak berpengaruh terhadap estetika maupun ergonomi perangkat. Berhubung tidak ada tonjolan maupun ceruk pada salah satu sisi perangkat, konsumen semestinya dapat menggenggamnya secara lebih nyaman.
Apakah trigger ultrasonik ini ke depannya bakal menjadi standar di segmen smartphone gaming? Bisa jadi begitu. Asus sudah memulai trennya sejak dua tahun lalu, dan sekarang Lenovo pun ikut menyusul. Bukan tidak mungkin apabila ke depannya produsen smartphone gaming lain juga ikut mengadopsi teknologi Sentons ketimbang memakai panel kapasitif.
Tren smartphone gaming belum menunjukkan tanda-tanda bakal meredup dalam waktu dekat. Malahan, sekarang Lenovo juga ikut-ikutan. Mereka baru saja mengungkap smartphone gaming pertamanya: Legion Phone Duel.
Sebagai sebuah smartphone gaming, layar dengan refresh rate di atas rata-rata tentu merupakan suatu keharusan. Berhubung 120 Hz sudah cukup menjamur di ranah ponsel flagship, pilihan Lenovo pun jatuh pada 144 Hz, sama seperti Nubia Red Magic 5G belum lama ini. Touch sampling rate 240 Hz turut melengkapi spesifikasi panel AMOLED 6,65 inci beresolusi 1080p tersebut.
Seperti yang bisa kita lihat, layarnya tidak dinodai notch atau lubang kamera sedikit pun. Lenovo memilih untuk mengadopsi kamera pop-up, dan ketimbang menanamkannya di sisi atas perangkat, Lenovo justru menyematkannya ke samping. Tujuannya? Supaya pengguna bisa merekam atau menyiarkan sesi gaming-nya dalam orientasi landscape secara maksimal.
Kamera depannya sendiri dibekali sensor 20 megapixel dan mampu merekam video dengan resolusi maksimum 4K 30 fps, atau 1080p jika dipakai untuk live streaming. Lenovo juga tidak lupa untuk membekalinya dengan empat mikrofon noise cancelling supaya suara sang streamer bisa tertangkap dengan jelas.
Gaming sekaligus streaming tentu menuntut kinerja yang gegas, dan di sini Legion Phone Duel telah ditenagai oleh chipset paling premium saat ini, yaitu Qualcomm Snapdragon 865+ yang baru diumumkan belum lama ini. Kapasitas RAM yang ditawarkan ada dua, yakni 12 GB dan 16 GB, semuanya tipe LPDDR5. Pada varian termahalnya, Lenovo telah membenamkan storage UFS 3.1 berkapasitas 512 GB.
Guna mencegah perangkat menghasilkan panas yang berlebih selagi dipakai untuk bermain sekaligus streaming, tentu saja Lenovo sudah mengimplementasikan sistem liquid cooling. Namun upaya mereka tidak berhenti sampai di situ saja; baterai Legion Phone Duel rupanya sudah dibagi menjadi dua, masing-masing dengan kapasitas 2.500 mAh (total 5.000 mAh), demi mencegah overheating.
Juga unik adalah fakta bahwa ponsel ini mengemas dua port USB-C sekaligus – satu di bawah seperti biasa, dan satu di samping kiri supaya kabel yang menancap tidak mengganggu saat perangkat dipakai bermain dalam posisi horizontal – dan dua-duanya bisa dipakai untuk charging secara simultan.
Lenovo bilang Legion Phone Duel mendukung charging dengan output maksimum 90 W. Pengisian dari 0 – 50% cuma membutuhkan waktu sekitar 10 menit, sedangkan 30 menit charging sudah cukup untuk mengisi baterainya hingga penuh.
Mengingat ini merupakan smartphone gaming, jangan heran kalau kamera belakangnya cuma dua. Meski Lenovo terkesan menyepelekan perkara ini, setidaknya mereka masih menanamkan kamera utama 64 megapixel dan kamera ultra-wide 16 megapixel. Kameranya pun tidak punya tonjolan yang berlebihan, sebab memang perangkat ini cukup tebal di angka 9,9 mm, dan bobotnya pun lumayan berat di angka 239 gram.
Melengkapi itu semua adalah fitur-fitur spesifik untuk gaming macam sepasang tombol trigger ultrasonik, speaker stereo dengan dukungan software Dirac Audio untuk menyajikan efek audio 3D yang maksimal, serta tentu saja lampu RGB programmable di sisi belakangnya.
Juga menarik adalah fitur untuk melihat sekaligus merekam replay sesi gaming beberapa detik sebelumnya dengan mengusap salah satu tombol trigger-nya. Saya tidak tahu cara kerja persisnya bagaimana, tapi yang pasti fitur ini sangat berguna seandainya pengguna kelupaan merekam manuver kerennya dalam game.
Rencananya, Lenovo Legion Phone Duel akan segera dipasarkan di Tiongkok dan di beberapa negara lain, termasuk sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik. Di Tiongkok, ponsel ini dinamai Lenovo Legion Phone Pro dan dibanderol 4.199 yuan (± Rp 8,8 juta) untuk varian 12GB/256GB, atau 5.999 yuan (± Rp 12,5 juta) untuk varian tertinggi 16GB/512GB.