Tag Archives: social entertainment

Migme Siapkan Skenario Penjualan Perusahaan

Migme dalam keterbukaannya di Bursa Efek Australia (ASX) mengumumkan perpanjangan deadline pencarian convertible note sebesar AU$6 juta (utang yang dikonversi menjadi saham) hingga 17 April 2017. Perusahaan juga membuka peluang penjualan perusahaan dan/atau migrasi ke bursa efek baru di luar Australia.

Layanan social entertainment Asia Pasifik ini memang tidak dalam kondisi keuangan yang sehat. Harga sahamnya kini terpuruk di angka 4,4 sen dan mereka telah meminta suspensi transaksi sahamnya ke pihak ASX. Target utangan baru yang diumumkan sejak bulan Desember lalu, hingga April ini belum memiliki kejelasan.

Disebutkan The West Australia, perwakilan Foxconn (melalui FIH Mobile), yang memiliki 20% saham Migme, telah mengundurkan diri dari board perusahaan Desember lalu.

Migme didirikan Steven Goh and Mei Lin Ng di Australia tahun 2006.

Kalah bersaing

Migme secara platform bisnis memiliki irisan dengan Facebook dan LINE. Secara ukuran bisnis dan jumlah pengguna, kedua platform tersebut jelas jauh lebih besar. Meskipun diklaim masih memiliki 33 juta pengguna aktif setiap bulannya, angka tersebut belum mampu mendorong Migme ke area keuangan yang lebih aman.

Metrik kunci Migme per Desember 2016 / Migme
Metrik kunci Migme per Desember 2016 / Migme

Menurut laporan keuangan Q4 2016, per akhir Desember 2016 Migme hanya memiliki sisa dana $400 ribu di kasnya dan dalam tahap mengurangi biaya operasional dengan cara fokus ulang organisasi (termasuk kemungkinan layoff pegawai)

Di Indonesia, Migme bermitra dengan MNC sebagai salah satu investornya. Sebelumnya Migme telah mengakuisisi platform media Hipwee dan platform e-commerce Shopdeca.

Tahun 2017 bakal menjadi titik make or break bagi perkembangan Migme ke depannya. Jika tak berhasil mendapatkan investor baru, pilihan Migme adalah dijual atau ditutup.

 

Application Information Will Show Up Here

Rencana Paktor Kembangkan Potensi Social Entertainment di Indonesia Pasca Akuisisi 17 Media

Beberapa waktu lalu, pengusung platform social entertainment Paktor mengumumkan akuisisinya atas 17 Media. Proses akuisisi ini dilakukan dengan pemberian dana oleh Paktor Group kepada 17 Media untuk membantu mewujudkan potensi dari aplikasi live streaming yang dikembangkan. Kesepakatan akuisisi ini juga menandai akuisisi pertama Paktor. Founder 17 Media Jeffrey Huang akan tetap menjabat sebagai Direktur 17 Media sementara Joseph Phua akan ditunjuk sebagai CEO 17 Media.

Apa target yang diharapkan dari akuisisi ini untuk pengembangan pangsa pasar di Indonesia? Menurut Joseph, layanan serupa pada umumnya fokus pada mendapatkan para penyiar populer melalui konten lifestyle dan hiburan demi menarik para pengguna. Di 17 Media, pihaknya akan memperkenalkan cara-cara unik untuk menyampaikan konten pada saat ekspektasi pengguna semakin dewasa. Sebagai contoh memperluas fitur siaran one-to-many untuk memfasilitasi interaksi yang lebih baik dan hubungan yang lebih erat di antara penyiar dan pengguna, pengguna dan pengguna, dan brand dengan pengguna.

Paktor juga memiliki investor jangka panjang yang dinilai sangat mendukung, yakni MNC Media Group. MNC juga akan meminjamkan jaringan penyiaran konten yang dimilikinya untuk mendorong rencana agresif Paktor dalam mengakuisisi pengguna di Indonesia. Kendati demikian sampai saat ini tidak ada rencana untuk mengintegrasi aplikasi 17 dan Paktor.

“17 Media merupakan pelopor dan pemimpin di sektor social entertainment dan saat ini mengalami perkembangan yang luar biasa dalam beberapa bulan terakhir, saya melihat potensi yang luar biasa untuk app 17 berkembang di luar Taiwan dengan bantuan dari jaringan Paktor di berbagai negara. Keyakinan saya pada 17 Media juga berasal dari bagaimana antusiasnya pihak manajemen dan tim dalam menjalankan operasi sehari-hari,” ujar Joseph kepada DailySocial.

Live video memang bukan merupakan hal baru lagi di pasar Indonesia. Berkat penetrasi broadband internet yang begitu pesat, perkembangan platform pembayaran alternatif, dan lahirnya teknologi-teknologi baru yang memungkinkan live streaming video di Indonesia.

17 Media memposisikan dirinya sebagai disruptor untuk membangun live streaming versi 2.0. Pihaknya mencoba mengusung bermacam-macam model bisnis yang dapat dijalankan, misalnya menggabungkan mobile gaming, siaran langsung berita, e-commerce, dan berbagai variety show menjadi satu demi kenyamanan para pengguna.

Terkait penyatuan visi social entertaiment, Josep mengungkapkan bahwa akuisisi ini memiliki nilai plus di kedua belah pihak. Ia mengungkapkan, dari perspektif finansial dan kesempatan dalam perkembangan bisnis, ada sinergi yang kuat dalam menambahkan social entertainment ke Paktor Group yang memiliki jaringan mobile dan layanan tambahan pencari jodoh sebagai tren untuk industri pencari jodoh bergerak ke arah sosial.

Dari 17 Media, banyak pelajaran berharga dari pengalaman Paktor dalam mengoperasikan layanan pencari jodoh mobile dari segi produk dan operasi yang dapat dijadikan sebagai panduan. Aplikasi pencari jodoh terkenal di Tiongkok, Momo, mengalami kesuksesan setelah memperkenalkan fitur live streaming pada aplikasi mereka.

Application Information Will Show Up Here

Tren Online Dating dan Manuver Paktor di Indonesia

Kemarin Paktor mengumumkan kucuran pendanaan baru dari MNC Media Group dan K2Global senilai $32,5 juta. Kendati tidak berbasis di Indonesia, bagi Paktor pangsa pasar online dating di Indonesia cukup menjanjikan. Hal ini tergambar jelas dari data demografi pengguna Paktor di Indonesia, didominasi oleh kaum profesional muda berusia di antara 25-35 tahun dengan perbandingan pria dan wanita hampir berimbang.

Menurut CEO Paktor Josep Phua, data tersebut menunjukkan performa yang sangat bagus dan di atas rata-rata standar industri online dating. Hal ini senada dengan makin diterimanya konsep online dating di kalangan pengguna, khususnya di Indonesia. Sejak diluncurkan satu tahun lalu, berbagai strategi penyampaian produk terus digencarkan oleh Paktor untuk mendapatkan traksi pengguna terbaiknya.

Masa depan layanan online dating di Indonesia

Indonesia adalah emerging market dan mobile-first market dengan potensi yang sangat besar di berbagai produk digital, tak terkecuali online dating. Lebih banyak orang akan memiliki smartphone sebagai perangkat pertama dan koneksi internet dan infrastruktur juga akan menjadi semakin baik.

“Kami melihat bahwa mobile dating akan menjadi salah satu cara yang paling populer dan nyaman untuk bertemu dengan orang baru dan mencari pasangan hidup. Mobile dating akan terus ada dan berkembang, serta akan bertumbuh semakin pesat karena kami telah melihat juga bahwa market ini sangat terbuka dan respektif terhadap konsep online dating,” ujar Josep.

[Baca juga: Setelah Perolehan Pendanaan, Paktor Targetkan Perluas Cakupan Layanan di Indonesia]

Jika melihat tren perkembangan saat ini, platform online dating telah berkembang menjadi format yang lebih bersifat sosial dan telah menjadi salah satu bentuk media sosial juga, dengan elemen entertainment di dalamnya.

Visi Paktor untuk menguatkan diri di sektor social entertaiment

Bersama dengan putaran pendanaan terbarunya, Paktor berencana untuk memperluas portofolio produknya sehingga mentransformasikan dirinya menjadi platform social entertainment untuk online dating yang kuat.

“Strategi yang akan Paktor adopsi adalah dengan mengambil pendekatan yang lebih inovatif dalam cara kami untuk men-delivery content untuk membantu pengguna membentuk hubungan-hubungan yang meaningful dengan orang baru,” papar Josep kepada DailySocial.

Secara tradisional Paktor bekerja menghubungkan orang melalui koneksi one-to-one, diperkuat dengan konten yang relevan dan platform teknologi mobile. Secara spesifik mengenai content sharing, terdapat perubahan tren. Content sharing bergerak lebih ke arah video. Dating App dari Tingkok, Momo, adalah salah satu contoh sukses. Mereka telah mengalami kesuksesan setelah memperkenalkan fitur live-streaming ke dalam aplikasinya.

“Sekarang kami sudah berada dalam tahap Social 2.0, di mana kami menemukan bahwa ada beberapa cara untuk pengguna dapat terhubung dengan orang baru (bisa melalui 1-to-many, 1-to1, many-to-1, dan lain-lain). Apapun caranya, denominator yang mendasar adalah content sharing,” lanjut Josep.

[Baca juga: Monetisasi Sejak Awal Mudahkan Paktor Rangkul Investor]

Tren yang terus menguat untuk pengguna online dating di sisi lain turut membuka kesempatan monetisasi bagi Paktor. Berbagai fitur premium terus digencarkan, dan terus digodok untuk menjadi revenue stream dari aplikasi.

“Semenjak kami mulai berfokus kepada monetisasi, kami telah melakukan usaha-usaha yang maksimal untuk meningkatkan fitur-fitur dalam aplikasi Paktor dan kami telah mendapatkan hasil yang signifikan, kami berhasil mencapai conversion rate yang membawa kami kepada 22x pertumbuhan revenue tahun ini,” ujar Josep.

Dalam beberapa waktu ke depan, pihaknya juga tengah mempersiapkan fitur-fitur terbaru untuk aplikasinya. Estimasinya pada kuartal ke-4 tahun ini. Terkait dengan platform social entertainment, dalam beberapa minggu ke depan, akan diluncurkan pembaruan aplikasi berkaitan dengan tujuan tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Akuisisi Migme terhadap Hipwee dan Shopdeca adalah Manuver Tepat Sasaran

Dalam keterbukaannya di Bursa Efek Australia, platform social entertainment Migme mengumumkan akuisisi terhadap dua layanan lokal, Hipwee dan Shopdeca. CEO Migme Steven Goh kepada Tech In Asia menyebutkan total biaya akuisisi mencapai $2 juta (Rp 27 miliar) dalam bentuk tunai dan saham. Co-founder masing-masing perusahaan akan tetap berada di perusahaan dan menjadi bagian dari Migme per awal tahun 2016.

Akuisisi terhadap layanan e-commerce dan media populer ini bisa dibilang  manuver bisnis Migme yang signifikan di Indonesia setelah popularitasnya meredup sejak konsumen tradisionalnya beralih dari ponsel Java ke smartphone Android.

Tidak mengherankan jika dua startup ini yang akhirnya dipilih. Shopdeca adalah layanan e-commerce yang menjual barang-barang gaya hidup, sementara Hipwee merupakan media online yang menyasar gaya hidup anak muda. Cocok dengan segmen pasar yang diharapkan Migme.

Kami mengekspektasikan Hipwee akan tetap berdiri sebagai entitas bisnis tersendiri mengingat brand-nya yang cukup kuat di kalangan anak muda. Migme sendiri berniat mereplikasi metode bisnis dan konten yang dianut Hipwee ke India dan Filipina yang menjadi pasar potensial berikutnya bagi Migme.

Untuk Shopdeca sendiri, ada kecenderungan entitas bisnisnya bakal dilebur dalam entitas e-commerce Migme, apalagi Pendiri Shopdeca Andreas Thamrin bakal bergabung dengan Migme sebagai Global Head of Ecommerce. Migme sebelumnya juga telah mengakuisisi layanan e-commerce Singapura Sold.sg.

Sebagai platform hiburan sosial, langkah akuisisi terhadap dua layanan ini sangat menarik dan menurut kami tepat sasaran. Kita tunggu apakah proses akuisisi ini bakal menjadi awal kebangkitan bisnis Migme di Asia.