Tag Archives: Software as a Service

saas, software as a service, keuntungan saas, jenis aplikasi saas

SaaS: Pengertian, Jenis, dan Manfaatnya untuk Bisnis

Apakah kamu pernah mendengar istilah SaaS? SaaS merupakan singkatan dari Software as a Service, ini menjadi istilah yang digunakan perusahaan yang menjual produk perangkat lunak kepada pelanggan.

Tertarik untuk mempelajari SaaS lebih lanjut? Simak artikel ini hingga akhir, ya!

Definisi SaaS

SaaS adalah singkatan dari “Software as A Service”. Dalam konteks startup, SaaS adalah model yang populer karena memungkinkan mereka menawarkan produk yang memiliki scalability dengan biaya awal yang rendah.

Daripada harus mengembangkan dan mendistribusikan perangkat lunak pada media fisik, perusahaan SaaS dapat membuat produk mereka tersedia secara online, dapat diakses oleh siapa saja yang memiliki koneksi internet.

Startup SaaS juga bisa mendapatkan keuntungan dari aliran pendapatan berulang yang berasal dari membebankan biaya berlangganan kepada pengguna untuk mengakses perangkat lunak mereka.

Ini bisa menjadi model bisnis yang lebih berkelanjutan daripada menjual perangkat lunak secara langsung, yang mungkin hanya menghasilkan pendapatan satu kali per pelanggan.

Secara keseluruhan, SaaS telah menjadi model yang populer bagi perusahaan startup karena menyediakan cara untuk memberikan produk perangkat lunak yang hemat biaya dan dapat diskalakan.

Karenanya, perusahaan dapat fokus membangun dan meningkatkan produk mereka daripada mengkhawatirkan distribusi dan pemeliharaan.

Jenis Aplikasi SaaS

Ada berbagai jenis aplikasi SaaS yang tersedia di pasar, masing-masing melayani industri dan kebutuhan pengguna yang berbeda. Berikut adalah beberapa jenis SaaS yang umum.

Alat Komunikasi dan Kolaborasi

Ini termasuk klien email, perangkat lunak konferensi video, aplikasi perpesanan, alat manajemen proyek, dan aplikasi lain yang memfasilitasi komunikasi jarak jauh dan kolaborasi tim.

Customer Relation Management (CRM)

Perangkat lunak CRM membantu bisnis mengelola interaksi pelanggan dan proses penjualan. Alat-alat ini dapat mencakup fitur-fitur seperti manajemen kontak, pelacakan prospek, dan peramalan penjualan.

Human Resource Management (HRM)

Perangkat lunak HRM membantu bisnis mengelola data karyawan mereka, seperti penggajian, tunjangan, dan evaluasi kinerja.

Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (ERP)

Perangkat lunak ERP mengintegrasikan berbagai proses bisnis, seperti keuangan, manajemen inventaris, dan manajemen rantai pasokan, ke dalam satu sistem.

Akuntansi dan Keuangan

Perangkat lunak akuntansi dan keuangan mencakup alat untuk mengelola faktur, pengeluaran, dan laporan keuangan.

E-commerce

Perangkat lunak e-commerce menyediakan platform bagi bisnis untuk menjual produk atau layanan mereka secara online.

Otomatisasi Marketing

Perangkat lunak otomasi pemasaran membantu bisnis mengotomatiskan kampanye pemasaran mereka, seperti pemasaran email dan iklan media sosial.

Business Intelligence (BI)

Perangkat lunak BI menyediakan alat bagi bisnis untuk menganalisis dan memvisualisasikan data, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang lebih tepat.

Manfaat SaaS

Ada beberapa keuntungan dari SaaS untuk startup, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.

Biaya awal Rendah

SaaS menghilangkan kebutuhan startup untuk berinvestasi dalam infrastruktur perangkat keras dan perangkat lunak yang mahal. Sebaliknya, mereka dapat membayar perangkat lunak secara berlangganan, sehingga mereka dapat mengakses perangkat lunak tersebut melalui internet.

Skalabilitas

Aplikasi SaaS dibuat agar dapat diskalakan, artinya dapat dengan mudah mengakomodasi peningkatan pengguna atau permintaan.

Hal ini membuat SaaS menjadi solusi hemat biaya bagi perusahaan rintisan yang ingin mengembangkan basis pelanggan mereka.

Akses ke Fitur Baru

Vendor SaaS terus memperbarui perangkat lunak mereka untuk menambahkan fitur dan fungsionalitas baru. Ini berarti startup dapat mengakses fitur perangkat lunak terbaru tanpa harus berinvestasi dalam peningkatan yang mahal.

Kemudahan Penerapan

Aplikasi SaaS biasanya mudah digunakan, dengan sebagian besar vendor menawarkan panduan dan tutorial penyiapan berbasis web.

Ini berarti bahwa startup dapat bangun dan berjalan dengan cepat, tanpa harus menghabiskan banyak waktu untuk konfigurasi dan instalasi.

Fleksibilitas

Aplikasi SaaS dapat diakses dari mana saja dengan koneksi internet, sehingga memudahkan startup untuk bekerja dari jarak jauh atau berkolaborasi dengan anggota tim yang berada di berbagai belahan dunia.

Biaya yang Dapat Diprediksi

Aplikasi SaaS biasanya dibanderol dengan harga berlangganan, dengan biaya bulanan atau tahunan yang dapat diprediksi. Hal ini memudahkan perusahaan rintisan untuk menganggarkan dan merencanakan masa depan.

Nah, itu tadi penjelasan mengenai SaaS. Saas memberikan banyak keuntungan, terutama bagi perusahaan startup, karena tidak perlu berinvestasi mahal di perangkat keras/lunak dari awal.

majoo

Platform SaaS majoo Sajikan Layanan Pengelolaan Bisnis Menyeluruh untuk UKM

Salah satu faktor untuk membantu kesuksesan bisnis UKM adalah dukungan dari layanan logistik, pembayaran, hingga manajemen pengelolaan bisnis mereka. Dalam waktu dua tahun terakhir, sudah banyak platform yang kemudian mencoba memudahkan para pelaku UKM mengelola bisnis mereka. Salah satu platform yang kemudian mencoba untuk menyasar sektor tersebut adalah majoo.

majoo didirikan oleh tiga founder, meliputi Adi W. Rahadi (CEO), Audia R. Harahap (COO), dan Bayu Indriarko (VP Engineering). Sebelumnya ketiga para pendiri tersebut merupakan pelaku bisnis ritel yang juga melayani pelanggan UKM, sehingga mereka cukup memahami berbagai kesulitan yang ditemui di lapangan.

Kepada DailySocial Adi mengungkapkan, majoo merupakan aplikasi wirausaha (mini ERP untuk pelaku UKM) dengan fitur lengkap, tidak hanya aplikasi kasir atau point of sales, tetapi juga meliputi pengelolaan inventori, pelanggan, akuntansi, karyawan, analisis bisnis, dan pesanan online.

“majoo percaya bahwa UKM memainkan peran penting dalam mendukung perekonomian Indonesia. majoo juga percaya bahwa setiap UKM harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses teknologi dan ekonomi digital yang dapat membantu UKM untuk tumbuh.”

Ditambahkan olehnya, UKM memiliki kesenjangan dalam pencatatan keuangan, membuat pengelolaannya tidak efisien, sehingga potensi durasi bertahan bisnis menjadi pendek, serta membatasi akses terhadap permodalan yang diperlukan pengembangan usaha untuk bisa naik kelas.

Kondisi ini menjadi tantangan UMKM untuk tumbuh melampaui potensi mereka yang sebenarnya. Untuk itu, majoo hadir dengan menyediakan sistem pendukung bisnis yang membantu mereka mengoptimalkan potensi bisnisnya.

“Misi majoo yaitu memajukan UKM dengan inovasi financial technology untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Mendukung UKM naik kelas dan dapat membuka akses pasar ke dunia digital,” kata Adi.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Solusi bisnis dari majoo merupakan aplikasi dengan biaya berlanggan secara bulanan atau SaaS. majoo saat ini telah memiliki pengguna berbayar lebih dari 15 ribu wirausaha tersebar di lebih dari 600 kota di Indonesia dengan berbagai jenis usaha. Mulai dari F&B, ritel, jasa, dan jenis wirausaha lainnya.

“Yang membedakan majoo dengan platform lainnya adalah, sebagai aplikasi wirausaha (mini ERP untuk pelaku UKM) dengan fitur lengkap, majoo juga telah terintegrasi dengan marketplace terbesar di Indonesia seperti Tokopedia, Shopee, Blibli, serta Grabfood, untuk meningkatkan penjualan melalui berbagai macam channel online. Semua didapat dengan satu paket langganan dengan harga terjangkau tanpa adanya biaya tambahan (add-ons),” kata Adi.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis

Saat masa awal pandemi, segmen retail merupakan bisnis yang paling terdampak dengan penurunan penjualan sampai dengan 70%. Namun dalam waktu tiga bulan, bisnis kembali mengalami tren kenaikan normal dan lebih memiliki ketahanan. Sehingga saat PSBB yang kedua tidak banyak berdampak dibandingkan PSBB pertama yaitu hanya mengalami penurunan sebesar 10%.

“Karena retail merupakan segmen utama majoo, sehingga kami langsung melakukan perubahan strategi growth menjadi efisiensi dan mengembangkan fitur yang menambah value wirausaha dimasa pandemi untuk meningkatkan penjualan dari channel online. Mulai dari order online, webmenu, WhatsApp struk dan pembayaran online, integrasi dengan Grabfood, Tokopedia, dan layanan e-commerce lainnya,” kata Adi.

Saat ini kinerja bisnis majoo mulai mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan sebelum masa pandemi. Perusahaan yakin bahwa krisis merupakan katalis tumbuhnya wirausaha baru yang akan mengakselerasi digitalisasi sehingga ke depannya akan mendorong pertumbuhan bisnis majoo.

“Distribusi vaksin yang diperluas mulai tahun 2021 akan membuat retail kembali normal. Dengan performance bisnis majoo yang kuat pada tahun 2020 lalu, kita menargetkan untuk meraih profitability pada akhir tahun 2021, serta kembali merencanakan penggalangan dana pada Q2 tahun ini yang sempat tertunda tahun lalu saat awal pandemi,” kata Adi.

Application Information Will Show Up Here
Layanan pemataaan MAPID

MAPID Hadirkan Layanan SaaS Pemetaan dan Analisis Geospasial

Besarnya persoalan pemetaan lokasi di Indonesia telah melahirkan beberapa produk lokal untuk menawarkan solusi terbaiknya. Salah satu platform yang mencoba untuk menyasar sektor tersebut adalah MAPID.

Secara khusus MAPID didesain menjadi platform Sistem Informasi Geografis berbasis cloud untuk membantu mengumpulkan, mengelola, memvisualisasikan, dan menganalisis data berbasis lokasi (data geospasial). Skenario penggunaannya dapat diaplikasikan di berbagai sektor, seperti industri, pertanian, pertambangan, dan lain-lain.

Kepada DailySocial, CEO MAPID Bagus Imam Darmawan mengungkapkan, layanannya hadir untuk menjawab permasalahan yang ada mengenai data dan pemetaan. Salah satu yang paling mendasar adalah sumber data masih sangat sempit. Padahal, data digital saat ini 80% mengandung unsur geografis. Kemudian kebanyakan visualisasi peta masih bersifat statis, padahal data saat ini bersifat dinamis, dan masalah-masalah lainnya terkait data dan pemetaan.

“MAPID diciptakan untuk membantu berbagai sektor untuk mengoptimalkan pengolahan dan analisis data sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan.”

Saat ini MAPID telah memiliki sekitar 2 ribu lebih pengguna dengan 900 lebih pengguna aktif dalam platform. Mayoritas pengguna dari MAPID tergabung dalam lisensi organisasi. Layanan dan produk MAPID saat ini juga telah tersedia di seluruh Indonesia.

Di Indonesia sudah ada beberapa startup yang juga garap solusi terkait pemetaan. Di antaranya platform LOKASI dan Dheket yang dikembangkan oleh Bhumi Varta Technology. Kemudian ada juga pemain asal Singapura yang telah ekspansi sejak pertengahan tahun lalu, yakni NextBillion.ai.

Data terintegrasi

Aplikasi MAPID Now sebagai salah satu implementasi dari teknologi yang dikembangkan / MAPID
Aplikasi MAPID Now sebagai salah satu implementasi dari teknologi yang dikembangkan / MAPID

Produk MAPID adalah SaaS berbasis web, yang dapat diakses langsung melalui situs. Setelah terdaftar, pengguna kemudian akan dialihkan ke dasbor pribadi dan dapat mulai membuat proyek pemetaan. Ada beberapa hal yang kemudian dapat dilakukan, yaitu mengembangkan platform dan aplikasi pemetaan sebagai alat untuk mengumpulkan data spasial secara masif.

“Melalui teknologi yang dimiliki, data dari manusia dan sensor dapat dikumpulkan secara digital. Platform kemudian dapat memvisualisasikan semua data dalam tampilan peta yang mudah dipahami,” kata Bagus.

Model bisnis yang diterapkan oleh MAPID adalah subscription dan transaction. Bagi pengguna yang ingin menggunakan platform MAPID, harus melakukan subscription terlebih dulu. Subscription ini kemudian dibagi menjadi beberapa opsi yaitu, Student bagi pelajar yang membutuhkan platform pemetaan; Freelancer para konsultan, profesional, freelancer di bidang GIS, pebisnis; dan yang terakhir adalah Organization mereka yang masuk dalam kategori perusahaan besar, pemerintahan dan NGO.

“Data yang ada di dalam MAPID terintegrasi sehingga menghasilkan analisis yang mendalam. MAPID juga menyediakan fitur kolaborasi sehingga koordinasi dapat dengan mudah dilakukan di dalam platform untuk membuat suatu project. Platform MAPID juga mempunyai user friendly UI/UX sehingga tidak hanya para ahli di bidang GIS saja yang dapat menggunakan platform kami,” kata Bagus.

“Tahun ini MAPID berencana untuk fokus melakukan R&D untuk pengembangan produk. MAPID juga ingin melakukan penggalangan dana untuk menunjang rencana tersebut. Kami berharap dapat menjadi location intelligence untuk semua orang,” kata Bagus.

Application Information Will Show Up Here

Pandemic Encourages SaaS Business Growth

The pandemic has changed the habits and behavior of people, including the way we work. The Software-as-a-Service (SaaS) platform is among those who get a positive impact when many workers no longer have to work in the same office space.

DailySocial observes the challenges and strategies in SaaS companies during the pandemic. Not only for large corporate clients but also in terms of SaaS services help SME business activities.

Pandemic triggers growth

One of the “winners” in this pandemic is cloud computing-based solutions. Most companies are now moving from physical offices to virtual offices.

“During this pandemic, we have really accelerated into what is always called the ‘future of workplace’. This is related to remote working, online collaboration. Moreover, SaaS is the most appropriate solution for businesses and companies to keep running effectively,” Mekari’s CEO. Suwandi Soh said.

During the pandemic, Mekari claims to have positive growth.

“We see an opportunity on how our products can be one of the company’s solutions to be more productive and we also see that technology is becoming an urgency in how to support work in terms of cost and time,” Suwandi added.

Regardless of the negative impact, Verihubs’ CEO, Williem said the pandemic is positive momentum for startups that present SaaS technology, not only in Indonesia but globally.

“Before the pandemic, many offline transactions [dominated] in Indonesia because there were costs to educate people to be digital. However, during the pandemic, people were forced to adopt daily activities to run businesses digitally. Thus, opening up opportunities for various SaaS players,” Williem said.

As some people have adapted to the digital lifestyle, the need for reliable user authentication is increasing. Verihubs, a platform that provides biometric facial verification, is a service that is considered relevant to help businesses.

A similar statement told by Aisensum’s Managing Director, Vivek Thomas, that the pandemic has created a significant change in behavior with the growth of online sellers to meet the high supply and demand in the market.

“We see the increasing competition triggers demand for increased efficiency and this is where we as a company have seen a rapid increase: a 7 times increase in client acquisitions in the 6 months of the pandemic. We see the same momentum continuing without lag,” Vivek said.

Meanwhile, Lintasarta’s VP Cloud Product Management, Reski Rukmantio said during the pandemic the company saw an increase in the number of opportunities and prospects, even though most opportunities were considered below average market prices compared to conditions before the pandemic occurred.

“To date, we have supported our corporate customer’s cloud infrastructure planning for 2021. We think this is a positive sign that cloud services will continue to improve both during and after the pandemic as large companies are adapting to new ways of working and cloud services are one of those. ”

As a cloud service provider and data center, Lintasarta has several targets to be achieved. One way is to create infrastructure services that are relatively easy to use for inexperienced users, while continuously meeting the complex needs of experienced users.

Challenges ahead

Although most platforms are targeting SMEs, only a few of them are willing to subscribe. Even though the technology offered is advanced, the financing factor is still an important issue.

The pandemic is one of the factors why some SMEs have been forced to stop their subscription to SaaS-based services.

“From a long-term point of view, this pandemic has actually created a learning curve for many businesses due to social distancing policies that require them to do many important things in virtual which can create momentum for SaaS startups to start focusing on building their business,” Kevin Wijaya from CyberAgent Capital said.

As the Director of GK Plug and Play Aaron Nio said, this fact does not only occur among SMEs. There are quite a few large companies willing to subscribe.

“Historically, they are more comfortable with one-off payments and additional payments when they want to upgrade/change their service/software. However, we’ve seen some changes with people’s mindset as they become more accustomed to this model. Some have been presented by Spotify and Netflix for B2C and Tableau/JIRA for B2B,” Aaron said.

Another challenge SaaS players often encounter is the issue of competition with foreign products. Similar services offered by Google, Alicloud, and other Hyperscalers entering Indonesia make it quite difficult for companies to run a business.

“Now that they are physically present in Indonesia, we have to plan other strategies to deal with them in the market, especially for industries that require to comply with data location policies and rely on local cloud providers for their services,” Reski mentioned.

Mekari also experienced competition issues with foreign platforms.

“Particularly in Indonesia, we can see unique things regarding difficulty to access or replicate by SaaS [services] from abroad. For example, purchasing raw materials may have been done by other SaaS solutions abroad. We can see what these things are. Another unique example is the simple use of Indonesian which is more understandable to our target market or our unique sales channel,” Suwandi added.

Verihubs also experienced challenges to convince clients. As a B2B SaaS player in Indonesia, they still encounter several clients who have different requirements for specific use cases.

“If we do case studies of successful SaaS products in Indonesia, the best strategy is to have a reseller or partner to increase sales. Thus, we can reduce the amount of internal sales resources, but we can still increase sales,” Williem said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pandemi memicu pemahaman industri SaaS yang lebih baik, tetapi masih ada isu pembelajaran skema berlangganan

Pandemi Picu Pertumbuhan Bisnis Layanan SaaS

Pandemi telah mengubah kebiasaan dan rutinitas kita semua, termasuk cara bekerja. Platform Software-as-a- Service (SaaS) termasuk ke jajaran mereka yang mendapatkan sisi positif ketika banyak pekerja tidak lagi harus bekerja di ruang kantor yang sama.

DailySocial mencoba melihat seperti apa tantangan dan strategi SaaS semasa pandemi. Tak hanya untuk klien-klien perusahaan besar, tetapi juga bagaimana layanan SaaS membantu kegiatan bisnis UKM.

Pandemi pemicu pertumbuhan

Salah satu “pemenang” saat pandemi adalah solusi berbasis komputasi awan (cloud computing). Sebagian besar perusahaan kini beralih dari kantor fisik ke kantor virtual.

“Di masa pandemi ini, kita benar – benar diakselerasi masuk ke apa yang selalu disebut ‘future of workplace‘. Ini terkait remote working, online collaboration. Dan SaaS menjadi solusi paling tepat bagi bisnis dan perusahaan untuk tetap berjalan efektif,” kata CEO Mekari Suwandi Soh.

Selama pandemi, Mekari mengklaim memiliki pertumbuhan yang positif.

“Kami melihat peluang bagaimana produk-produk kami menjadi salah satu solusi perusahaan agar dapat lebih produktif dan kami juga melihat perlahan teknologi menjadi sebuah urgency bagaimana bisa mendukung pekerjaan dari segi biaya dan waktu,” kata Suwandi.

Terlepas dari sisi negatif yang dihadirkannya, menurut CEO Verihubs Williem, pandemi menjadi momentum positif bagi startup yang menghadirkan teknologi SaaS, tak hanya di Indonesia tetapi secara global.

“Sebelum pandemi, banyak transaksi offline [mendominasi] di Indonesia karena ada biaya untuk mengedukasi masyarakat agar menjadi digital. Namun, selama pandemi, masyarakat dipaksa mengadopsi kegiatan sehari-hari hingga menjalankan bisnis secara digital. Dengan demikian, membuka peluang bagi berbagai pemain SaaS,” kata Williem.

Karena sebagian masyarakat telah beradaptasi dengan gaya hidup digital, kebutuhan autentikasi pengguna yang andal makin meningkat. Verihubs, platform yang menyediakan verifikasi wajah biometrik, menjadi layanan yang dinilai relevan membantu bisnis.

Hal senada diungkapkan Managing Director Aisensum Vivek Thomas. Menurutnya pandemi telah menciptakan perubahan perilaku yang signifikan dengan pertumbuhan penjual online untuk memenuhi tingginya penyediaan dan permintaan di pasar.

“Kami melihat dengan meningkatnya persaingan, muncul kebutuhan untuk peningkatan efisiensi dan di sinilah kami sebagai perusahaan melihat peningkatan pesat: 7 kali lipat dalam akuisisi klien dalam 6 bulan selama pandemi. Kami melihat momentum yang sama berlanjut tanpa jeda,” kata Vivek.

Sementara VP Cloud Product Management Lintasarta Reski Rukmantio mengatakan, selama pandemi perusahaan melihat adanya peningkatan jumlah peluang dan prospek, meskipun sebagian besar peluang dianggap di bawah harga pasar rata-rata dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi terjadi.

“Hingga saat ini, kami telah mendukung perencanaan infrastruktur cloud pelanggan perusahaan kami untuk tahun 2021. Kami pikir ini adalah pertanda positif bahwa layanan cloud akan terus meningkat baik selama dan setelah pandemi karena perusahaan besar sedang beradaptasi dengan cara kerja baru dan layanan cloud adalah salah satunya.”

Sebagai penyedia layanan cloud dan data center, Lintasarta memiliki beberapa target yang ingin dicapai. Salah satunya menciptakan layanan infrastruktur yang relatif mudah digunakan untuk pengguna yang belum berpengalaman, dengan terus memenuhi kebutuhan kompleks pengguna yang berpengalaman.

Masih ada tantangan

Meskipun sebagian besar platform menyasar kepada pelaku UKM, namun hingga saat ini masih sedikit di antara mereka yang bersedia berlangganan. Meskipun teknologi yang ditawarkan sudah advance, faktor pembiayaan masih menjadi isu penting.

Pandemi menjadi salah satu faktor mengapa beberapa UKM terpaksa menghentikan program berlangganan mereka ke layanan berbasis SaaS.

“Dari sudut pandang jangka panjang, pandemi ini sebenarnya telah menciptakan kurva pembelajaran bagi banyak bisnis karena kebijakan jarak sosial yang mengharuskan mereka melakukan banyak hal penting secara virtual yang pada akhirnya dapat menciptakan momentum bagi startup SaaS untuk mulai fokus membangun bisnis mereka,” kata Kevin Wijaya dari CyberAgent Capital.

Menurut Director of GK Plug and Play Aaron Nio, fakta tersebut tak hanya terjadi di kalangan UKM. Perusahaan besar juga masih sedikit yang bersedia berlangganan.

“Secara historis, mereka merasa lebih nyaman dengan pembayaran satu kali saja dan pembayaran tambahan saat mereka ingin meningkatkan / mengubah layanan / perangkat lunak mereka. Namun, kami melihat mulai ada perubahan dalam pola pikir ini karena orang-orang semakin terbiasa dengan model ini. Seperti yang sudah dihadirkan Spotify dan Netflix untuk B2C dan Tableau / JIRA untuk B2B,” kata Aaron.

Tantangan lain yang masih kerap ditemui pemain SaaS adalah persoalan kompetisi dengan produk asing. Layanan serupa yang ditawarkan Google, Alicloud, dan Hyperscalers lain yang memasuki Indonesia cukup menyulitkan perusahaan untuk menjalankan bisnis.

“Karena mereka sekarang sudah hadir secara fisik di Indonesia, kami harus merencanakan strategi lain untuk menghadapi mereka di pasar, terutama untuk industri yang perlu mematuhi kebijakan lokasi data dan mengandalkan penyedia cloud lokal untuk layanannya,” kata Reski.

Persoalan persaingan dengan platform asing juga dialami Mekari.

“Khusus untuk Indonesia, kita juga bisa melihat hal-hal unik yang sulit diakses atau direplikasi oleh [layanan] SaaS dari luar negeri. Misalnya, pembelian bahan baku tadi mungkin ada solusi SaaS lain yang sudah sama di luar negeri. Kita bisa melihat apa hal unik lain misalnya sesederhana penggunaan Bahasa Indonesia yang lebih bisa dipahami target market kita atau channel penjualan kita yang unik,” kata Suwandi.

Tantangan untuk meyakinkan klien juga dialami Verihubs. Sebagai pemain B2B SaaS di Indonesia, mereka masih menemukan beberapa klien yang memiliki berbagai persyaratan berbeda untuk kasus penggunaan tertentu.

“Jika kami melakukan studi kasus dari produk SaaS yang sukses di Indonesia, strategi terbaik adalah memiliki reseller atau partner untuk meningkatkan penjualan. Dengan demikian, kami dapat mengurangi jumlah sumber daya penjualan internal, tetapi kami tetap dapat meningkatkan penjualan,” kata Williem.

Youtap Indonesia, perusahaan joint venture Salim Group dan Youtap global yang menyasar pasar UKM, menargetkan total 1,5 juta "merchant" tahun ini

Ambisi Youtap Indonesia Jadi Perusahaan Teknologi yang Fokus ke “Merchant”

Saat ini kasir-kasir toko dan restoran semakin dipenuhi berbagai macam produk teknologi, mulai dari platform pembayaran hingga kasir online. Youtap Indonesia, platform yang melabeli dirinya sebagai aplikasi teman dagang, menyasar segmen ini dengan menawarkan berbagai solusi bagi para pelaku bisnis, seperti Point of Sales, pembayaran, dan pencatatan.

Youtap Indonesia merupakan joint venture Salim Group dan Youtap Global, sebuah perusahaan teknologi yang berasal dari Selandia Baru yang menyediakan pemrosesan pembayaran e-money real-time, pasar pembayaran digital, dan platform point-of-sales untuk pasar yang tumbuh cepat.

Sebelumnya, Youtap dengan kapasitas global, sudah lebih dulu menjajal kerja sama bersama beberapa perusahaan telekomunikasi di Asia dalam penyediaan sistem pembayaran digital (back end).

Perusahaan mengklaim menjadi yang pertama dalam mengintegrasikan semua solusi tersebut dalam satu platform untuk bisa digunakan oleh semua lini bisnis. Selain Youtap Indonesia, pemain yang memiliki irisan bisnis di sektor SaaS ini termasuk Moka dan Qasir.

Pasar UKM merupakan salah satu pasar paling menarik, karena data BPS menunjukkan jumlah UKM di Indonesia mencapai sekitar 60 juta buah dan menyumbang 61% PDB negara.

Model Bisnis

Kepada DailySocial, CEO Youtap Indonesia Herman Suharto menyampaikan ambisinya untuk bisa menjadi platform yang merchant-centric. “Everybody focus on consumer. Sudah banyak sekali aplikasi yang dikembangkan untuk konsumen. Kita ingin jadi the first company yang fokus ke merchant.” 

Menurut situsnya, Youtap Indonesia menawarkan ragam solusi dalam tiga jenis layanan untuk para pelaku bisnis, yaitu aplikasi dagang, sistem pembayaran, dan pembuatan laporan. Dalam hal monetisasi, perusahaan mengemas produk mereka dengan sistem berlangganan (subscription model) dan menawarkan beberapa pilihan paket yang memiliki benefit berbeda. Penawaran harga mulai dari yang gratis hingga Rp35 ribu per bulan.

youtap

Youtap Indonesia menempatkan diri sebagai agregator antara merchant dan issuer. Saat ini issuer yang sudah terintegrasi adalah Linkaja, Dana, Ovo, GoPay, dan ShopeePay. Dengan latar belakang perusahaan teknologi yang berpengalaman dalam menyediakan sistem backend, pihaknya yakin bisa menghadirkan solusi terlengkap untuk para pelaku bisnis di Indonesia.

“Yang membuat kita berbeda adalah kita memulai dari back-end, jadi dari segi sistem kita sudah robust. Kita bisa menghadirkan solusi yang lengkap dari sisi merchant maupun issuer. Platform ini mengedepankan kecepatan bertransaksi hingga 1 detik saja,” ujar Suharto.

Rencana di tahun 2020

Target jangka panjang Youtap Indonesia adalah menjadi yang terbesar di Indonesia untuk jaringan penerimaan transaksi dan juga menjangkau potensi di luar transaksi pembayaran. Di tahun 2020 ini perusahaan memiliki target untuk bisa menjangkau 1,5 juta merchant.

Beberapa pilot project telah diluncurkan, salah satunya adalah di Pasar Bintaro. Mereka juga menyasar pasar UKM yang semakin menjamur di Indonesia. Saat ini activation rate diklaim sudah mencapai 65%-75%. Rata-rata menggunakan device sendiri, tetapi ada beberapa yang juga menggunakan device dari Youtap Indonesia.

Rencananya, tahun ini menargetkan untuk bisa menjangkau 600 pasar, terutama di Pulau Jawa. Pihaknya juga mengaku sudah menyiapkan tim teknisi lokal yang siap diperbantukan untuk berbagai macam isu lokal terkait penggunaan teknologi Youtap Indonesia.

Pihaknya mengakui adanya tantangan dalam edukasi pasar dan merchant. Mereka mencoba mengatasi hal itu dengan pendekatan personal antara tim dan merchant. Hal ini diakui demi melancarkan jalannya seluruh ekosistem,

“Saat ini tim kami ada 30 [orang]. Fokus awal adalah tim mikro, tentunya ada untuk engagement consumer goods [..]. Rencananya akan menambah tim hingga 70 [orang] agar bisa menjangkau semakin banyak merchant,” tambah Suharto.

Application Information Will Show Up Here
Happy5 siap berekspansi secara global. Negara yang menjadi sasaran pertama adalah Amerika Serikat

Menuai Profit, Happy5 Targetkan Pasar Global Melalui Platform “Culture Transformation”

Industri Software-as-a-service (SaaS) yang awalnya hadir sebagai solusi teknologi kini telah menjadi kebutuhan bagi semua sektor bisnis. Perusahaan berlomba-lomba mengimplementasi teknologi ini, mulai dari pemasaran digital, optimalisasi proses bisnis, pengembangan produk, serta manajemen SDM.

Dalam lima tahun terakhir, Happy5, perusahaan SaaS asal Indonesia, mencoba mengatasi isu yang terjadi di sektor SDM dengan mengembangkan cara kerja agile. Mereka percaya bahwa solusi

Didirikan pada tahun 2014, Happy5 telah melakukan pivot sebanyak dua kali. Awalnya, mereka bertumpu pada Happiness, lalu bergeser ke ranah Kultur, dan saat ini fokus memantau performa. Setelah tahun ketiga, fakta yang mereka temukan adalah kebahagian pegawai bukanlah penawaran yang cocok di pasar Indonesia dan memutuskan untuk beralih pada platform transformasi kultur.

Co-Founder dan CEO Happy5 Doni Priliandi mengatakan, “Perusahaan sedang ramai sekali mencanangkan transformasi kultur. Namun, mereka menemukan isu dalam menyampaikan nilai dan agenda transformasi, mendapat insight terkini dari pegawai, serta mengukur demonstrasi sikapnya.”

Menemukan bisnis model yang tepat

Happy5 mengawali bisnis ini dengan fokus pada validasi pelanggan terhadap produk yang bisa mengukur kebahagiaan pegawai, komunikasi langsung, serta pengakuan. Sampai pada akhirnya mereka sadar model ini tidak menghasilkan uang lalu memutuskan pivot.

Produknya tidak berubah, hanya preposisi nilai yang bergeser dari mengukur kebahagiaan pegawai menjadi media social enterprise. Mereka mulai menaruh harga sebesar Rp10,000 / bulan / pengguna yang dibayarkan di awal. Pengguna kebanyakan datang dari bagian komunikasi internal, sayangnya itu saja tidak cukup.

Hal ini berlangsung sampai mereka mengubah preposisi nilai menjadi platform transformasi kultur, di mana mereka bisa menaikkan harga 4 kali lipat dengan basis pengguna yang lebih besar, mulai dari tim di bawah departemen SDM hingga langsung ke level CEO.

Aplikasi ini menawarkan platform serba ada mulai dari komunikasi hingga kultur. Platform ini terbagi menjadi 3 fitur utama, Enterprise Social Media; Employee Recognition, and Employee Survey. Saat ini, BCA, Kompas Gramedia, Telkomsel, Pegadaian, dan XL mengandalkan Happy5 Culture untuk mewujudkan transformasi kultur dalam perusahaan.

Pada tahun ke-4, perusahaan mulai menuai profit. Dengan Pendapatan Berulang Tahunan senilai US$708.000, yang meningkat sebesar US$456.000 atau hampir 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Tahun ini, mereka melipatgandakan pendapatan menjadi US$1,3 juta dan masih terus bertambah. Margin kotor mereka mencapai 91% serta margin bersih berada di angka 5% pada 2019.

Sementara itu, mereka telah mengembangkan solusi menyeluruh yang menggabungkan manajemen adaptif dengan tinjauan kerja serta manajemen proyek yang didesain sedemikian rupa. Setiap proyek dihargai Rp140,000/orang/bulan.

Sampai saat ini, BCA, Kompas Gramedia, Telkom (di tim Amoeba), Pegadaian (di beberapa kantor wilayah) telah mempercayakan tim mereka dengan Happy5 Performance untuk melaksanakan manajemen kinerja agile.

‘Kami merasa sangat istimewa karena berkesempatan untuk membantu organisasi terkemuka di Indonesia seperti BCA dan Telkomsel. Hal ini merupakan awal yang baik untuk mempelajari implementasi dan peningkatan produk. Setiap proyek juga memberi ide bagaimana untuk bisa scale-up,” sambung Doni.

Skema pasar AS

Menurut riset oleh Market Expertz, pasar perangkat SDM global kini telah mencapai $15,8 miliar dan Amerika Utara menjadi yang terbesar di dunia. Dengan pasar SaaS yang terbatas di Indonesia, Happy5 berambisi menyasar pasar AS.

Doni berencana untuk melebarkan sayap ke pasar AS pada Q3 tahun 2020, dengan harapan bisa menggalang dana di sana.

“Di tahun 2020, Happy 5 harus bisa menapakkan kaki di AS, dengan atau tanpa pendanaan.”

Prioritas lainnya adalah untuk membangun tim teknisi yang lebih baik serta meningkatkan kualitas tim manajemen. Doni juga mengungkapkan target mereka selanjutnya untuk tumbuh dua kali lipat, mencapai angka $2,8 juta.

“Dengan pendanaan lanjutan, kami bisa bertumbuh hingga tiga kali lipat penjualan,” tambahnya.

Platform SaaS for HR solution, Happy5, is trying to hit the US market through culture transformation

Profitable Happy5 Aims at Global Market Through Culture Transformation Platform

The SaaS (software-as-a-service) industry that started as technological innovation has become a necessity for businesses. Companies are trying to implement this technology in various sectors, from digital marketing, business process optimization, product development, and HR management.

For the last 5 years, Happy5, an Indonesian-based Software-as-a-Service (SaaS) company, has been trying to solve the problem in the HR sector by empowering agile ways of working. They believe the HR software company as the most fitting way to scale high performing culture in any organization.

Founded in 2014, Happy5 has pivoted its business twice. At first, they’re focused on Happiness, then switched a little bit to Culture and now to measure Performance. After the third year, they’ve finally found that employee happiness as the value proposition was not fit to Indonesia market and decided to change it into the Culture Transformation Platform.

Doni Priliandi, Founder & CEO of Happy5, said, “Companies are now doing a lot of culture transformation. But they have painful problems with communicating new values and transformation agenda, getting fast insights from employee and measure behavior demonstration.”

Fixing the value proposition

The early days of Happy5 are all about customer validation on a product that can measure employee’s happiness, direct communication, and recognition. Until they realize it’s not making money and here comes the first pivot.

The product doesn’t change, only the value proposition shifted from Measuring Employee Happiness into Enterprise Social Media. They started to charge Rp10,000 / user / month annually with advance payment. Some of the buyers come from internal communication, but that was not enough.

It’s not until they changed the value proposition into a culture transformation platform, that they can multiply the price by 4 times with a larger user base from the culture team under HR Department or directly to CEO.

The app offers an all-in-one communication and culture platform. It consists of 3 main groups of features, Enterprise Social Media; Employee Recognition, and Employee Survey. Currently, BCA, Kompas Gramedia, Telkomsel, Pegadaian, and XL are trusting Happy5 Culture as their platform of choice to do culture transformation.

In the 4th year, the company finally made some profit. With the Annual Recurring Revenue at $708,000, which is increased by $456,000 or nearly 3 times from the previous year. This year, they multiply the revenue to $1.3 million and still growing. They’ve hit 91% in gross margin and 5% of net margin in 2019.

Also, they have designed a holistic solution that seamlessly combines adaptive goal management (Objective Key Results) with high-configurable performance review and project management. The pilot costs Rp140,000 / user / month.

And as of now, BCA, Kompas Gramedia, Telkom (pilot at Amoeba Team), Pegadaian (pilot at a couple of regional offices) have chosen Happy5 Performance as their platform of choice to run agile performance management.

“We are super privileged to have a chance of helping reputable organizations in Indonesia like BCA and Telkomsel. And it’s a good start to learn both on implementation and product improvement. It gives ideas on how to scale too,” Priliandi said.

The US scenarios

According to the research by Market Expertz, the global human resource (HR) software market currently has a market value of $15.8 billion and North America holds the largest HR software market in the world. With the not-yet-sufficient market for the SaaS industry in Indonesia, Happy5 aims big for the US market.

Priliandi is planning to expand to the US market by Q3 2020, with possible fundraising from the US VCs.

“In 2020, Happy5 should have a presence in the US, regardless of how much money we have.”

The other priority is to build a better engineering team and improve the management team. Priliandi also shared his target to multiply sales by twice, projected to US$2.8 million.

“With extra funding, we can multiply at least three times our sales,” he added.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Sleekr and Talenta to realize its visions together

Sleekr Officially Acquires Talenta

Sleekr, HR and Accounting SaaS services announces an acquisition of similar service, Talenta. All of Talenta’s employees will be joined Sleekr, while Joshua Kevin, as its Founder and CEO, will lead Sleekr’s Marketing and New Business team. The detail is undisclosed, with Talenta is now fully under PT. Mid Solusi Nusantara.

Kevin said to DailySocial, even though Talenta and Sleekr are competitors, they have the same vision and more similarities than differences. Therefore, Kevin and Sleekr‘s CEO Suwandi Soh have decided to pursue the dream together.

Talenta and Sleekr’s HR product is focused on companies with 20-5000 employees. Their combined customers in total are 100 thousand active users. This strategic step won’t make any difference in term of services.

Kevin said, “I, personally, believe that SaaS [Segment] is a long game [takes time], not just a second, and [to depend on] VC’s might not be the best route [to chase the vision] when the B2C is still on top. I believe Sleekr and its investors have 10-20 year vision and Talenta can be part of it.

In Kevin’s opinion, Talenta needs an experienced CEO or C-level. “Soh and his team have years of experience, which I am lack of.”

Kevin and Soh have made clear that all Talenta’s employees will be Sleekr’s. Suwandi Soh said, “HR software, of Indonesia’s payroll in particular, is very hard to get through, in terms of product or implementation. We are glad to welcome the 90 members of Talenta as part of our team. Their experience, skills, and the know-how will make a big boost [in business development].”

Sleekr has 80 team members for Product and Engineering distributed around Jakarta, Bandung, and Bangalore. According to Odin, Indonesia’s cloud market for SME this year will reach Rp33 trillion (or $2,7 billion).

Kevin ensures the merger will accelerate the development focus of HR platform and workplace in the future. Soh added, “The innovation we’ve explored includes predictive analytics for HR, compliance assurance, HR bot, and AI, also to increase HR admin’s mobility.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

HANDL Beri Kemudahan Layanan Manajemen Registrasi Acara

Ada berbagai platform yang mengusung kemudahan manajemen acara, beberapa nama yang sering terdengar di antaranya adalah Eventbrite dan Meetup. Keduanya adalah pemain besar dan bukan dari lokal, namun kini dengan mengusung semangat yang sama dan pendekatan yang berbeda, hadir platform buatan anak Yogyakarta yakni HANDL. Platform ini sudah hadir sejak awal tahun lalu.

HANDL adalah platform manajemen acara khususnya untuk bagian registrasi. Peserta dapat langsung melakukan registrasi secara online dan data akan terekap dalam basis data penyelenggara. Selain itu, penyelenggara dapat mengawasi aliran pemasukan pembayaran tiket mulai dari pendaftaran hingga pencairannya setiap waktunya.

Co-Founder HANDL Fahmi Ardhianto menceritakan platform ini didirikan untuk membantu event organizer (EO) dalam menjalani pekerjaan, sehingga mereka dapat fokus pada membuat konsep acara yang lebih penting. Waktu mereka pun jadi tidak terbuang karena harus mengerjakan pekerjaan yang repetitif seperti mengirim email pengumuman atau mengonfirmasi pembayaran pendaftaran peserta.

HANDL, sambungnya, juga mendukung alternatif pembayaran yang variatif mulai dari transfer bank, kartu kredit, dan offline melalui mini market. Ini diharapkan dapat memudahkan konsumen Indonesia.

Saat ini, HANDL baru menyasar pengguna di kalangan anak muda, terutama mahasiswa yang notabenenya aktif mengadakan berbagai macam acara di kampusnya. Dalam rekam jejaknya, HANDL telah melayani registrasi peserta dengan jumlah kurang lebih 2 ribu orang dari sekitar 60 acara.

“Kami memiliki visi menjadi perusahaan SaaS. Service yang kami tawarkan diharapkan mampu membantu EO menjalani pekerjaannya sehingga energi mereka bisa terfokus membuat konsep acara yang memberikan dampak besar [..],” terangya kepada DailySocial.

Rencananya setelah menyasar mahasiswa, HANDL akan memperluas cakupan penggunanya untuk kalangan profesional EO. Daerah sasarannya pun akan bertambah ke beberapa kota besar di Indonesia. Selain itu, pihaknya juga akan merilis fitur baru untuk mendukung visi HANDL, yakni fitur chat demi memudahkan komunikasi antara EO dengan para peserta.

Sempat pivot menjadi portal informasi acara

Fahmi bercerita, sebelum HANDL menemukan model bisnis idealnya, sempat melakukan pivot dengan nama startup Simpleve, sebuah portal informasi acara pada pertengahan 2015. Namun setelah enam bulan berjalan, pihaknya menyadari apa yang dibuat bukan solusi yang dibutuhkan.

Dengan model bisnis demikian, ia juga kesulitan menemukan model bisnis yang bagus selain mencari uang dari iklan. Akibatnya ia memutuskan untuk pivot sedikit dengan membuat tools yang membantu EO mengatasi masalahnya.

“Saat ini masalah utama yang coba kami selesaikan adalah proses verifikasi peserta acara yang cukup makan waktu dan memakan antrean panjang. Dengan fitur registrasi peserta dan verifikasi dengan aplikasi, EO jadi lebih cepat mencocokkan tiket peserta dengan data mereka.”

Dia melanjutkan, “Januari 2016, kami mulai melayani pengguna namun masih menggunakan nama Simpleve. Baru pada Juni 2016, setelah mengikuti acara GBG BrandFormer, kami coba perbaiki brand dan mengubahnya jadi HANDL.”

Tim HANDL saat ini terdiri dari lima orang, termasuk Fahmi sendiri. Tim juga tergabung menjadi program inkubasi di bawah naungan PT Gama Inovasi Berdikari.