Tag Archives: Spacemob

Turochas "T" Fuad dalam perjalanannya dari bekerja di perusahaan teknologi raksasa lalu mendirikan salah satunya hingga tiga kali "exit"

Turochas “T” Fuad Tentang Strategi “Exit”: Kecepatan dan Eksekusi adalah Segalanya

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Memulai petualangan baru sepertinya tidak pernah membuat saya bosan. Kesibukan, kelelahan, kecemasan, kegembiraan, semuanya bercampur. Tidak pernah sama, namun terasa sangat familiar.

Tulis Turochas “T” Fuad dalam paragraf pembuka mengenai bisnis teranyar, Pace.

Sebuah penjelasan yang singkat namun menyeluruh tentang kehidupan seorang serial entrepreneur, setidaknya untuk Turochas Fuad, atau lebih akrab dipanggil T. Lahir di Indonesia dan sempat belajar bahasa Inggris di Singapura, ia memutuskan untuk mengejar gelar Sistem Informasi Manajemen jauh-jauh ke Amerika di The University of Texas, Austin. Namun hal ini menjadi awal dari ketertarikannya yang besar pada teknologi.

Mulai dari berdirinya usaha pertama yang akhirnya diakuisisi oleh raksasa teknologi asal Amerika, Yahoo!; lalu mendirikan usaha ikonik travelmob, yang kemudian diakuisisi oleh Homeaway pada tahun 2013 seharga $11,5 juta; kemudian kisah raksasa coworking WeWork yang mengakuisisi Spacemob buatannya untuk meningkatkan ekspansi dan pertumbuhan di Asia Tenggara.

Tim DailySocial berkesempatan mendapat sesi wawancara tentang perjalanan bisnisnya sebagai pengusaha veteran dan visi menuju masa depan yang lebih baik di industri teknologi.

Mulai dari bisnis teranyar. Sebelum Pace, bukankah Anda belum pernah benar-benar terjun ke dunia fintech? Apa yang membuat Anda tertarik untuk memulai hal ini?

Hal yang paling menggairahkan bagi saya perkara memulai bisnis baru adalah kemungkinan untuk menciptakan dampak positif pada individu dalam skala besar. Dari perusahaan pertama saya hingga startup terakhir saya, Spacemob, ini selalu menjadi kekuatan pendorong di balik apa yang saya lakukan dan terus berlanjut, bahkan sekarang dengan sektor Fintech.

Terkhusus Pace, peluang untuk menciptakan inklusi keuangan di seluruh Asia adalah peluang yang terlalu sulit untuk ditolak. Lanskap keuangan tetap terfragmentasi, dengan ruang para pemegang jabatan untuk disrupsi dalam semua segmen, terlepas dari pembayaran. Misi kami adalah menyediakan inklusi keuangan dengan membangun mesin perbankan yang dapat beroperasi di banyak negara dengan mudah – yang membantu pedagang menciptakan efisiensi penjualan, dan memberi konsumen pilihan untuk berbelanja secara berkelanjutan.

pace 2

Menyelesaikan sarjana di Amerika dan sempat bekerja sebentar di sana, mengapa Anda memutuskan untuk berkarya di Singapura? [Mengingat Anda lahir di Indonesia]

Singapura, sebagai pusat bisnis utama di Asia, merupakan cara saya untuk membangun karier yang dapat memberi eksposur internasional juga jaringan kontak global dapat dibangun seiring waktu. Berada di sekitar orang yang tepat membantu Anda berpikir secara makro, dan saya cukup beruntung mendapatkan perspektif dari banyak orang berbakat di sini. Sejujurnya, selama di Singapura, saya juga mengembangkan bisnis di seluruh Asia Utara dan Asia Tenggara.

Meski begitu, hati saya masih tertaut dengan Indonesia, dan dengan kecepatan pertumbuhan serta populasi yang besar ini, setiap startup yang tidak menempatkan Indonesia dalam rencana ekspansinya kehilangan potensi untuk menciptakan dampak positif yang besar. Lagipula, sulit untuk mengabaikan negara terbesar keempat di dunia ini, bukan?

Anda pernah menikmati masa bekerja di perusahaan teknologi raksasa seperti Yahoo! dan Skype. Bagaimana pengalaman itu membentuk pribadi serta apa yang akhirnya mendorong Anda untuk memulai sebuah bisnis?

Jika ditanya, pengalaman ini menunjukkan kepada saya betapa pentingnya budaya bagi kesuksesan perusahaan mana pun. Saya merasa senang bekerja dengan orang-orang dari seluruh dunia, dan saya telah melihat bagaimana yang paling sukses dari mereka yang telah lebih dulu sukses, belajar untuk selalu menjadi orang yang pertama bahkan dalam situasi yang paling sulit. Bagi saya, itu adalah budaya yang hebat.

Hal lain yang sangat lazim di perusahaan-perusahaan ini adalah kecepatan eksekusi mereka. Anda dapat memiliki rencana paling brilian di dunia, tetapi jika menyangkut sebuah masalah, bagian tersulit adalah bagaimana caranya bisa mengiterasi dan mengeksekusi secepat mungkin, sembari mempertahankan kualitas produk atau layanan Anda. Terutama ketika beroperasi di ruang yang penuh disrupsi, Anda akan menghadapi rentetan tantangan; tetap fokus pada eksekusi dalam masa-masa sulit, menjadi sangat penting untuk bisa sukses.

Dalam perjalanan menuju “exit”, apakah Anda punya pertimbangan atau target spesifik sebelum memutuskan untuk menjual perusahaan?

Pengusaha hebat tidak pernah memulai sebuah perusahaan untuk dijual, karena tanpa memiliki keyakinan misi yang berfokus pada terciptanya perubahan, perusahaan sering kali goyah di bawah tekanan, dan akhirnya hancur.

Ketika harus mengevaluasi perjalanan exit sebelumnya, pertanyaan yang selalu saya tanyakan pada diri saya adalah, “Apakah akuisisi ini akan meningkatkan visi perusahaan kita?”. Jika ada keraguan barang sedikit pun, maka akan sangat mudah untuk menolak keputusan tersebut dengan besar hati.

Contoh yang baik adalah akuisisi Spacemob lima tahun lalu. Kami mulai membangun ruang kerja kolaboratif di seluruh Asia Tenggara dan membantu orang-orang mewujudkan visi mereka, lalu dengan akuisisi oleh WeWork kami semakin yakin bisa melakukannya. Tim inti Spacemob tetap bersama, memperluas bisnis ke sepersekian banyak ruang di enam negara di Asia Tenggara, dan menyampaikan misi yang ingin kami capai.

Anda sendiri telah mendirikan dan menjual tiga startup sejauh ini, apa saja pelajaran berharga yang bisa Anda petik dari masing-masing pengalaman?

Banyak yang berucap bahwa kecepatan & eksekusi adalah segalanya, dan melalui berbagai pengalaman di situasi sebelumnya, saya belajar bahwa hal itu sangat nyata. Itu, lalu memastikan Anda memiliki tim hebat yang terdiri dari orang-orang yang bersedia berkomitmen untuk mengerjakan sesuatu. Jika Anda melakukan beberapa hal ini dengan cukup baik, tidak ada alasan mengapa Anda tidak berhasil.

Apakah Anda memiliki sosok atau figur spesial yang menjadi inspirasi hingga bisa menjadi seperti saat ini?

Meski terdengar klise, ayah adalah sosok yang jadi inspirasi saya. Tumbuh di Medan, saya melihat dia bekerja keras di bisnis kecilnya sendiri, yang masih dia jalankan sampai sekarang. Meskipun saya dan saudara laki-laki saya cukup beruntung dapat bersekolah di AS, itu tidak mudah baginya. Keseharian hingga larut malam dan akhir pekan yang tidak terasa, ia membuat pengorbanan pribadi untuk memastikan kami mendapatkan yang terbaik yang dia bisa berikan. Kekuatan dan komitmen untuk bekerja keras dan tetap fokus pada kesibukan sehari-hari adalah sesuatu yang membuat saya terus maju setiap hari.

Ketika pandemi Covid-19 belum akan berakhir, bagaimana Anda melihat perkembangan industri teknologi di Asia Tenggara?

Singkatnya, cerah dan sangat menjanjikan! Asia Tenggara telah menghasilkan talenta teknologi hebat dalam beberapa tahun terakhir dan perusahaan sekarang memiliki lebih banyak pilihan daripada sebelumnya, dalam usaha membentuk tim. Kami juga melihat ekspansi besar ke wilayah ini baik dari perusahaan Amerika seperti Amazon dan perusahaan China seperti Bytedance, yang memvalidasi kualitas orang di industri dan skala peluang bisnis di Asia Tenggara.

Lebih spesifik untuk negara yang berbeda, saya pikir Singapura akan terus menjadi pusat bisnis untuk kawasan ini dan tempat pendaratan pertama bagi perusahaan yang ingin berekspansi ke Asia Tenggara secara keseluruhan. Namun, begitu operasi telah ditetapkan, perusahaan segera melihat ke arah Indonesia sebagai sumber utama pertumbuhan jangka panjang, dan yang terbaik adalah mereka bergerak cepat untuk mendapatkan pangsa pasar di sana.

Fintech juga dengan cepat menjadi andalan di wilayah ini, dengan perusahaan-perusahaan mendapatkan putaran pendanaan baru bahkan selama masa ekonomi yang tidak menentu. Ditambah dengan healthtech, kedua kategori ini adalah yang harus diperhatikan dalam hal pertumbuhan dan inovasi.

Dengan beragam pengalaman di dunia bisnis, adakah hal lain yang masih menjadi mimpi Anda? Mungkin cita-cita yang belum tercapai?

Bersama setiap startup, saya terus berkata pada diri sendiri bahwa ini akan menjadi yang terakhir bagi saya. Lalu, segera setelah itu, saya menemukan diri saya memulai perusahaan lain. Dalam beberapa hal, saya merasa ini adalah sebuah panggilan hidup dan saya bersyukur dapat terus membangun bisnis karena ini adalah hak istimewa yang tidak didapat semua orang.

Dalam hal tujuan, saya harus mengatakan bahwa dengan melihat putri saya tumbuh dan bisa bersama mereka di setiap langkah, akan menjadi pencapaian paling berharga yang akan saya dapatkan dalam hidup. Keluarga memberi saya kebahagiaan terbesar, dan melihat mereka masing-masing berhasil dengan caranya sendiri adalah tujuan yang patut diperjuangkan.

Apa yang ingin Anda sampaikan kepada para penggiat teknologi di luar sana yang ingin menciptakan sebuah solusi namun harus terhalang oleh pandemi?

Menurut saya tidak pernah ada waktu yang tepat untuk memulai bisnis. Selalu ada alasan untuk tidak melakukannya, dan Anda hanya perlu terus mencari solusi untuk setiap rintangan yang mungkin Anda hadapi. Entah itu sesederhana tidak punya cukup waktu, atau sesulit mencoba mencari pendanaan untuk memulai bisnis Anda, akan selalu ada solusi jika Anda bekerja dengan cukup keras. Tetapi dengan kemauan yang cukup untuk melakukannya, ditambah dengan kemauan untuk meluangkan waktu dan usaha, tidak ada alasan untuk Anda tidak bisa sukses. Dan ketika Anda sudah berhasil, ingatlah untuk menemukan jalan untuk bisa membayarnya.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Turochas "T" Fuad on his journey from working in giant tech companies to making three "exit" and creating one himself

Turochas “T” Fuad on The “Exit” Stories: Speed and Execution is Everything

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

“Starting a new venture never seems to get old for me. The rush, the pain, the anxiety, the joy, all mix together. It is never the same yet, it is also so familiar.”

Turochas “T” Fuad wrote in the opening paragraph about his latest venture, Pace.

It’s a compact yet thorough explanation about the life of a serial entrepreneur, at least for Turochas Fuad, or sometimes called T. Was born in Indonesia and had a chance to study English in Singapore, he decided to pursue his Management Information System degree all the way to the US at The University of Texas, Austin. That is quite the beginning of his big passion for technology.

From the story of the founding of his first venture which finally acquired by an American-based tech giant, Yahoo!; next to the founding of the iconic travelmob, which then acquired by Homeaway in 2013 for $11.5 million; then the story of Coworking-space giant WeWork acquired Spacemob to ramp up its expansion and growth in Southeast Asia.

DailySocial team had a chance to interview him on his business journey as a veteran entrepreneur and the vision towards a better future in the tech industry.

Let’s start with your latest venture. Before Pace, I don’t recall you have been involved in the fintech industry? What makes you interested and started this one?

What excites me most about starting a new business is the possibility to create a positive impact on individuals on a large scale. From my very first company till my last startup, Spacemob, this has always been the driving force behind what I do and continues to be the case, even now with Fintech.

With Pace specifically, the chance to create financial inclusion across Asia is an opportunity that is too difficult to turn down. The financial landscape remains fragmented, with room for incumbents to be disrupted across all segments, payments notwithstanding. Our mission is to provide financial inclusion by building a banking engine that can operate across multiple countries easily – one that helps merchants create sales efficiencies, and provides consumers with an option to spend sustainably.

pace 2

Completing a bachelor’s degree in the US and manage to work there for a while, why did you finally decide to build a career in Singapore? [Since you were born in Indonesia]

Singapore, being a major business hub in Asia, represented a way for me to build a career that could give me international exposure and provided me a global network of contacts that I could build over time. Being around the right people helps you think big, and I’ve been lucky enough to gain perspective from the many talented people I’ve gotten to know here. Truth be told, given my time here in Singapore, I’ve also developed businesses across North Asia and Southeast Asia.

That said, my heart is still very much with Indonesia, and with its current speed of growth and large population, any startup that does not have Indonesia as a part of its expansion plans is missing out on the potential to create a large positive impact. After all, it is hard to ignore the fourth largest country in the world, ya?

You’ve had your history with some tech giants like Yahoo! and Skype. How did those past experiences shape you and what finally encouraged you to build your own company?

If anything, these experiences showed me how important culture is to the success of any company. I’ve had the pleasure of working with people from all over the world, and I’ve seen how the most successful of them, learn to always be people-first even in the most difficult situations. That, to me, is a great culture.

The other thing that was very prevalent in these companies was their speed of execution. You can have the greatest plan in the world, but when it comes down to it, the most difficult part of it is figuring out how to iterate and execute as fast as you can, while maintaining the quality of your product or service. Especially when you’re operating in a disruptive space, you’re going to face a barrage of challenges; staying focused on executing through tough times, is imperative for success.

On the journey to “exit”, did you have certain considerations or specific targets before deciding to sell the company?

Great entrepreneurs never start a company to sell it, because without having a convicted mission that is focused on creating change, a company often wavers under pressure, and eventually crumbles.

When it came to evaluating the previous exits I’ve had, the question I’ve always asked myself was, ‘will this acquisition furthers our company’s vision?’ If there was any doubt at all, then a decision against it would be easily made with a clear heart.

A great example of this was the acquisition of Spacemob five years ago. We set out to build collaborative workspaces across Southeast Asia that helped people to bring their visions to life, and with the acquisition by WeWork we were able to do just that. The core Spacemob team stayed together, expanded the business to dozens of spaces across six countries in Southeast Asia, and delivered on the mission we set out to achieve.

You’ve launched and sold three startups so far, what is the biggest lesson you’ve learned among all those experiences?

It’s often said that speed & execution is everything, and through the different situations I’ve been in, I’ve learned that to be very true. That, and making sure you have a great team of people who are willing to commit themselves to the grind. If you do these few things well enough, there’s no reason why you can’t succeed.

Do you have a particular individual or figure that inspired you to become your today self?

As cliche as it sounds, I’ve always been inspired by my father. Growing up in Medan, I saw him work hard at his own small business, which he still runs today. Although my brothers and I were fortunate enough to be put through school in the US, it didn’t come easy for him. Through permanent late nights and non-existent weekends, he’s made personal sacrifices to ensure we got the best he could provide. That strength and commitment towards putting in the hard work and staying focused on the daily grind is something that keeps me going every single day.

Especially when the Covid-19 still around, how do you see the development of the tech industry in Southeast Asia?

In short, it’s bright and full of promise! Southeast Asia has been churning out great tech talent in recent years and companies now have more options than before, in how they want to set up their teams. We’ve also seen large expansions into the region both from American companies like Amazon and Chinese companies like Bytedance, which validates the quality of people in the industry and the scale of the business opportunity in Southeast Asia.

More specific to different countries, I think Singapore will continue to be a business hub for the region and the first landing spot for companies looking to expand into Southeast Asia as a whole. But once operations have been set up, companies immediately look towards Indonesia as a key source of long-term growth, and the best of them move quickly to gain market share there.

Fintech is also fast becoming a mainstay in this region, with companies getting fresh rounds of funding even during economically uncertain times. Coupled with healthtech, these two categories are the ones to look out for in terms of growth and innovation.

With tons of experience in the business, do you still aim for something more in this industry? Maybe you have other goals yet to be achieved?

With each startup, I keep telling myself that it will be my last one. And then, soon enough, I find myself starting yet another company. In some way, I guess this is my calling in life and I’m thankful to be able to continue building businesses because it’s a privilege that not everyone gets.

In terms of goals, I would have to say that seeing my daughters growing up and being with them each step of the way, will be the most rewarding achievement that I will have in life. The family gives me the greatest joy, and seeing each of them succeed in their own way is a goal worth striving hard for.

What would you say to all the tech enthusiasts out there trying to make something but hindered with pandemic stuff?

I’d say that there never is a right time to start a business. There’ll always be a reason not to, and you just have to keep finding solutions to any hurdles you might face. Whether that’s as simple as not having enough time, or as difficult as trying to look for funding to get your business off the ground, there will always be a solution if you search hard enough. But with enough will to do so, coupled with a willingness to put in the time and work, there is no reason for success to evade you. And when you do make it, remember to find your own ways to pay it forward.

Turochas "T" Fuad, WeWork SEA's Managing Director / DailySocial

WeWork to Operate Two Coworking Spaces in Jakarta

Focus on service expansion, WeWork, a coworking space from US has officially launched its business in Indonesia. WeWork currently has coworking spaces located in 242 areas, 71 cities, and 21 countries all over the world, specifically
prepare an investment worth of $500 million for expansion in SEA and Korea.

In Indonesia, WeWork to build two new coworking space in Revenue Tower SCBD and Sinarmas MSIG Tower. Previously Spacemob, a coworking space company acquired by WeWork, has built a space in Gama Tower Kuningan last year.

Turochas “T” Fuad, Managing Director of WeWork SEA, said that WeWork only covers Jakarta for now, there’s no plan to build coworking space outside Jakarta. These new spaces plan to operate in third quarter of 2018.

“With our technology and selected services, we’re optimists to provide the finest coworking space for startups to enterprises.”

Regarding the partnership, synergy and renaming Spacemob spaces into WeWork, he claimed not having any changes after the acquisition.

“There’s no plan for a synergy of WeWork and Spacemob. Both are going their own way, although it’s been acquired by WeWork,” he said.

WeWork advantages

Putting forward partnership and user interaction, Wework’s unique approach to community management will be applied in Jakarta. They also offered Member Network App for virtual collaboration where WeWork integrates design, technology, and community.

This feature can also boost member’s inclusive experience of WeWork’s global network for companies reaching Indonesia.

Fuad said with the experience and branches in various countries as the advantages, WeWork trying not to compete with other local coworking spaces. WeWork members in Indonesia can book a space from any WeWork coverage area. The advantage applied for all members.

“We’ve hired locals to manage WeWork in Indonesia,” he said.

There are startups and corporates to take up spaces in WeWork. Some of those are Bizzy, Chope, DataOn, PolicyPal, Rekanext, StashAway, and Wantedly.

Regarding a specific deal, Fuad said that Sinar Mas is only the landlord and partner. Although, a startup under Sinar Mas, Bizzy, will take one of the space in WeWork Sinarmas.

“Sinar Mas and WeWork are just partners. Later, we’ll be sharing revenue with Sinar Mas as the landlord,” he explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Managing Director WeWork Asia Tenggara Turochas “T” Fuad / DailySocial

Resmikan Kehadirannya di Jakarta, WeWork Bangun Dua Coworking Space

Fokus pada ekspansi layanan, WeWork yang merupakan coworking space asal Amerika Serikat meresmikan kehadirannya di Indonesia. Coworking space WeWork yang saat ini telah tersebar di 242 lokasi, 71 kota dan di 21 negara di seluruh dunia, secara khusus menyiapkan investasi sebesar $500 juta untuk ekspansinya di Asia Tenggara dan Korea.

Khusus untuk Indonesia, WeWork langsung membangun dua coworking space yang terletak di Revenue Tower kawasan SCBD dan Sinarmas MSIG Tower. Kepada media Managing Director WeWork Asia Tenggara Turochas “T” Fuad mengungkapkan, saat ini baru Jakarta yang disambangi oleh WeWork, dan belum ada rencana untuk mendirikan coworking space di luar Jakarta. Rencananya WeWork akan mulai beroperasi berturut-turut pada kuartal ketiga 2018.

“Dengan teknologi dan pilihan layanan yang kami miliki, kami optimis bisa menyediakan tempat kerja yang lengkap untuk startup hingga enterprise.”

Turochas yang juga memiliki coworking space bernama Spacemob, sebuah startup berbasis di Singapura, telah diakuisisi oleh WeWork bulan Agustus 2017 lalu. Tidak disebutkan berapa nilai akuisisi ini. Disinggung apakah adanya kolaborasi, sinergi hingga pergantian nama Spacemob menjadi WeWork, Turochas menegaskan tidak ada perubahan usai akuisisi dilakukan.

“Tidak ada rencana adanya sinergi antara Wework dan Spacemob. Masing-masing berjalan sendiri meskipun saat ini Spacemob sudah diakuisisi oleh Wework,” ungkap Turochas.

Keunggulan lebih WeWork

Mengedepankan kolaborasi dan interaksi bagi para anggota, pendekatan khas WeWork dalam pengelolaan komunitas juga bakal diterapkan di Jakarta. WeWork menyediakan Member Network App untuk berkolaborasi satu dengan yang lain secara virtual di mana WeWork juga mengintegrasikan dengan desain, teknologi, dan komunitas.

Fitur ini juga bisa mendorong pengalaman inklusif para member yang ditambahkan oleh jaringan global WeWork untuk perusahaan yang ingin merambah Indonesia.

Mengklaim tidak ingin bersaing dengan pemain coworking space lokal, Turochas menyebutkan dengan pengalaman dan cabang yang tersebar di berbagai negara, diharapkan bisa menjadi keunggulan dari WeWork. Nantinya bagi anggota WeWork di Indonesia, bisa melakukan pemesanan ketika sedang berada di negara lokasi WeWork berada. Keunggulan tersebut diklaim merupakan keuntungan lebih bagi seluruh anggota WeWork.

“Kami telah memperkerjakan pegawai lokal yang nantinya akan mengelola WeWork di Indonesia,” kata Turochas.

Sudah ada startup hingga korporasi yang bakal menempati coworking space WeWork. Di antaranya adalah Bizzy, Chope, DataOn, PolicyPal, Rekanext, StashAway, dan Wantedly.

Disinggung apakah ada perjanjian khusus dengan Sinarmas, Turochas menyebutkan sejauh ini Sinarmas hanya sebagai landlord dan mitra. Meskipun ada salah satu startup yang didanai oleh Sinarmas yaitu Bizzy, yang akan menempati salah satu ruangan WeWork di gedung Sinarmas.

“Hubungan kami dengan Sinarmas hanya sebagai mitra saja. Nantinya WeWork akan berbagi revenue dengan Sinarmas yang berfungsi sebagai pemilik gedung,” kata Turochas.

Raksasa Coworking Space WeWork Masuki Pasar Indonesia dengan Akuisisi Spacemob

Perusahaan terbesar di dunia untuk sektor coworking space, WeWork, membuka jalan memasuki pasar Indonesia dengan mengakuisisi Spacemob, sebuah startup coworking space yang berbasis di Singapura. Spacemob, yang didirikan Turochas ‘T’ Fuad, segera membuka coworking space-nya di Jakarta. Tim Spacemob, yang terdiri atas 20 orang, diserap menjadi WeWork Asia Tenggara dan Fuad menjadi Managing Director-nya. Tidak disebutkan berapa nilai akuisisi ini, tapi disebutkan WeWork bakal menginvestasikan $500 juta (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) untuk mengembangkan pasar di Asia Tenggara dan Korea Selatan.

Spacemob menunjukkan keunikannya sebagai perusahaan coworking space karena tidak hanya menjual layanan tempat, mereka juga mengembangkan sistem terkomputerisasi untuk memberikan kemudahan bagi tenant-nya. Perusahaan memiliki teknis lengkap, dari full stack developerfront end engineerdesigner, hingga product manager.

Khusus untuk Fuad, akuisisi ini adalah exit-nya yang kedua dalam 4 tahun terakhir. Di tahun 2013, startup travelnya, Travelmob, diakuisisi oleh HomeAway, yang masih merupakan bagian raksasa travel Expedia.

WeWork saat ini disebutkan bervaluasi $20 miliar (lebih dari 260 triliun Rupiah). Awalnya mereka fokus ke pasar Amerika Serikat dan kini sudah merambah ke Eropa dan Tiongkok. Asia secara natural adalah pasar menarik berikutnya yang dibidik.

Kepada DailySocial, dalam wawancara terdahulu, Fuad mengatakan bahwa Spacemob didirikan berdasarkan pemahamannya tentang kemitraan pengelola hotel dan pemilik properti saat mengelola Travelmob. Dari sana ia melihat peluang untuk membawa model seperti ini ke industri coworking. Spacemob lahir dengan premis bahwa ruang adalah “hal terpenting kedua”. Yang utama adalah dukungan dan ekosistem yang disediakan untuk anggota.

Spacemob sudah memperoleh pendanaan awal senilai 74 miliar Rupiah pada akhir tahun 2016 untuk mengembangkan pasar, termasuk Indonesia, dari sejumlah investor. Salah satu investornya adalah Alpha JWC.

Di Indonesia sendiri, pasar coworking space masih baru mulai dan belum menjadi segmen yang profitable. Kebanyakan coworking space saat ini masih dalam tahapan membangun ekosistem.

Di awal Agustus ini, Grup Salim dan NUS Enterprise membawa coworking space Block71 ke Jakarta. Block71 sebelumnya hadir di Singapura dan San Fransisco.

Meski kebanyakan konsumen coworking space adalah startup dan freelancer, mereka mulai membidik korporasi sebagai konsumen potensial.

“Tujuan kami adalah membantu perusahaan-perusahaan ini pindah ke ruangan baru dalam hitungan minggu atau hari, tidak perlu berinvestasi dalam jumlah besar dan waktu yang lama untuk mengisi kantor. Kami tidak berada di sini sekedar untuk menjual ruangan. Kami di sini untuk membangun komunitas inklusif startup, freelancer, dan perusahaan berukuran menengah dan besar,” ujar Head of Marketing Spacemob Daren Goh dalam wawancara terdahulu.

Spacemob Buka Co-Working Space di Jakarta Juli Mendatang

Tujuh bulan lalu, startup co-working space Spacemob yang berbasis di Singapura mengumumkan perolehan pendanaan senilai 74 miliar Rupiah, salah satunya dari Alpha JWC yang berbasis di Indonesia. Bulan Juli mendatang, Spacemob rencananya akan membuka co-working space pertamanya di Jakarta yang bakal berlokasi di Gama Tower, Kuningan.

Spacemob didirikan oleh Turochas ‘T’ Fuad, seseorang berkebangsaan Indonesia yang telah lama menetap dan berbisnis di Singapura. Dalam wawancara terdahulu, Fuad kepada DailySocial mengatakan:

Spacemob didirikan berdasarkan pemahaman tentang kemitraan pengelola hotel dan pemilik properti saat mengelola Travelmob. Saya melihat peluang untuk membawa model seperti ini ke industri co-working. Spacemob lahir dengan premis bahwa ruang adalah “hal terpenting kedua”. Yang utama adalah dukungan dan ekosistem yang disediakan untuk anggota.

Sebagai sebuah co-working space, Spacemob bisa dikatakan unik karena memiliki tim teknis lengkap, dari full stack developer, front end engineer, designer, hingga product manager. Disebutkan tim ini membangun sistem pembayaran untuk pemesanan makanan dan ruangan melalui QR code, membangun sistem administrasi ruang (misalnya untuk mengunci ruangan) secara nirkabel, dan memiliki sistem keanggotaan yang memberikan berbagai benefit.

Spacemob berlokasi di dua tempat di Singapura dan cabangnya di Jakarta menjadi lokasi ketiga.

Jakarta adalah pusat pertumbuhan

Melanjutkan diskusi ini, kami berbincang dengan Head of Marketing Spacemob Daren Goh tentang kenapa memilih Indonesia, khususnya Jakarta, sebagai ekspansi berikutnya.

Menurut Daren, Jakarta adalah tujuan alami bagi banyak perusahaan untuk berekspansi karena memiliki audience terbesar di Asia Tenggara. Ada begitu banyak startup di sini dan Daren tidak heran jika dalam 2 tahun ke depan bakal muncul 10 startup unicorn di sini.

“Itu sebabnya kami ingin menempatkan diri di tengah-tengah pertumbuhan ini dan berpartisipasi di tempat yang bakal menjadi tempat paling menarik berbisnis dekade ini.”

Daren percaya industri co-working bukanlah kategori “winner-takes-all”. Dibutuhkan usaha semua pihak untuk tumbuh bersama. Dengan semakin banyaknya startup menemukan keuntungan co-working space, Daren yakin akan semakin banyak startup yang pindah dari ruang kantor tradisional ke co-working space untuk memenuhi kebutuhan mereka.

“Kami hanya satu dari berbagai opsi yang tersedia dan kami fokus untuk memberikan nilai-nilai [lebih] bagi anggota yang memilih kami.”

Strategi mencapai keuntungan

Kami sempat berbincang dengan beberapa pengelola co-working space soal kesulitan mereka mencari keuntungan dan bagaimana tujuan yang dicapai dengan pembentukan co-working space ini.

Soal ini, Daren mengatakan pihaknya sudah menemukan win-win formula yang tidak hanya bertujuan menjalankan bisnis yang sehat, tetapi juga membantu anggotanya mengurangi biaya sambil memberikan fleksibilitas jika mereka perlu menambah atau mengurangi kebutuhannya.

Selain startup, Daren menyebutkan Spacemob juga bisa digunakan klien korporasi yang membutuhkan kantor privat dan jumlah meja dalam jumlah besar.

“Tujuan kami adalah membantu perusahaan-perusahaan ini pindah ke ruangan baru dalam hitungan minggu atau hari, tidak perlu berinvestasi dalam jumlah besar dan waktu yang lama untuk mengisi kantor. Kami tidak berada di sini sekedar untuk menjual ruangan, kami di sini untuk membangun komunitas inklusif startup, freelancer, dan perusahaan berukuran menengah dan besar,” pungkas Daren.

Pasca Perolehan Pendanaan, Co-Working Space Spacemob Segera Buka Cabang di Jakarta

Co-working space Spacemob yang berbasis di Singapura kemarin mengumumkan perolehan pendanaan awal yang terbilang fantastis senilai $5,5 juta (sekitar Rp 74 miliar) dari sejumlah investor yang dipimpin oleh Vertex Ventures Holdings. Perusahaan investasi Indonesia Alpha JWC juga terlibat dalam pendanaan ini. Salah satu hal yang bakal dilakukan Spacemob adalah berekspansi ke Jakarta dan membuka cabangnya di sini di kuartal pertama 2017.

Spacemob didirikan oleh Turochas ‘T’ Fuad, seseorang berkebangsaan Indonesia yang telah lama menetap dan berbisnis di Singapura. Jika namanya terdengar familiar, Fuad sebelumnya adalah pendiri Travelmob, sebuah startup travel (dengan model bisnis mirip Airbnb) yang diakuisisi HomeAway tahun 2013 lalu.

Kepada DailySocial, Fuad mengatakan bahwa Spacemob didirikan berdasarkan pemahamannya tentang kemitraan pengelola hotel dan pemilik properti saat mengelola Travelmob. Dari sana ia melihat peluang untuk membawa model seperti ini ke industri co-working. Spacemob lahir dengan premis bahwa ruang adalah “hal terpenting kedua”. Yang utama adalah dukungan dan ekosistem yang disediakan untuk anggota.

Sebagai sebuah co-working space, Spacemob bisa dikatakan unik karena memiliki tim teknis lengkap, dari full stack developer, front end engineer, designer, hingga product manager. Disebutkan tim ini membangun sistem pembayaran untuk pemesanan makanan dan ruangan melalui QR code, membangun sistem administrasi ruang (misalnya untuk mengunci ruangan) secara nirkabel, dan memiliki sistem keanggotaan yang memberikan berbagai benefit.

“Segera meluncur adalah direktori anggota yang menyediakan profil in-depth setiap anggota dan layanan yang mereka berikan dan butuhkan. Tim juga dalam proses membangun teknologi pelacakan berbasis RFID untuk memaksimalkan efisiensi ruang,” ungkapnya.

Spacemob Jakarta

Khusus untuk ekspansinya di Jakarta, Fuad menyebutkan ruangannya di Jakarta akan menjadi ekstensi DNA mereka saat ini, sebuah co-working space yang fokus untuk membangun dasar bisnis dengan membawa mindset teknologi untuk mengelola co-working space dan mendorong terciptanya kegiatan co-working di antara para anggotanya.

Co-Founder dan Managing Partner Alpha JWC Chandra Tjan dalam pernyataannya menyebutkan, “Yang membuat Spacemob benar-benar spesial adalah visi kuat T, kepercayaannya untuk membuat perubahan di dunia industri working space di zaman sharing economy, dan kemampuannya menginspirasi orang-orang terbaik untuk bergabung dalam perjalanannya.”

Tentang kemungkinan perekrutan engineer di Jakarta, Fuad mengatakan, “Kami terbuka untuk merektut talenta dari berbagai negara di kawasan ini, termasuk di Jakarta. Salah satu front-end engineer kami adalah orang Indonesia yang direkrut dari Jakarta.”

“Kami memiliki rencana ekspansi yang agresif, berniat meluncurkan 30 lokasi Spacemob di Asia Pasifik pada tahun 2019. Investasi ini akan mendanai hal tersebut,” tutup Fuad menjustifikasi nominal perolehan pendanaan awal ini.