Tag Archives: Spiral Ventures

Dagangan Secures 163.7 Billion Rupiah Series A Funding, Intensifying Penetration to Tier 3 & 4 Cities

Social commerce startup Dagangan announced its series A funding worth of $11.5 million or equivalent to 163.7 billion Rupiah. The round was led by Monk’s Hill Ventures with the participation of MMS Group, K3 Ventures, Spiral Ventures, and Plug and Play.

Previously, the startup that was founded in 2019 announced a pre-series A funding with an undisclosed value from CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, and Bluebird Group in June 2021.

Dagangan’s Co-Founder & CEO, Ryan Manafe revealed to DailySocial, the company has achieved revenue record in mid-2020, the trend continues today. It is suspected that various restrictions during the pandemic has resulted in the demand for daily needs online are rising.

Unlike in urban areas, people in rural areas have their own challenges in getting their daily needs online. “The situation is getting worse as accessibility issues that persist in rural areas, where retailers have to bear the cost of inefficient logistics for commuting to and from the city. Dagangan aims to address these issues and is now on the right track,” Ryan said.

He continued, “Our vision is to enable 100 million people in underserved rural areas to have easy access to quality daily necessities at affordable prices.”

The fresh money is to be used to develop private-label local products such as frozen foods, groceries, and household appliances. In addition, they will continue product development and add new features including paylater. Access to logistics services will also be sharpened, while talent acquisition efforts and partnership expansion will be enhanced.

Dagangan will intensify expansion in tier 3-4 cities and villages in Java, Sumatra, and Kalimantan.

Business challenges

To date, there are some challenges remain by the company as it started to reach tier 3-4 cities and villages. Among them is user acquisition with low technology adaptation. Education is highly needed, therefore, they are accustomed to using applications and making purchases online. The next effort was to intensify user acquisition activities offline.

“However, we are indirectly helped by social distancing awareness and user willingness to learn and adapt [to digital services]. In the future we plan to reduce the offline acquisitions by gradually switching to digital acquisitions,” Ryan said.

Another challenge is the dependence on local approaches. Therefore, companies need to build strong local teams in each area and establish partnerships.

Problem also arise on the limited logistics infrastructure. With limited infrastructure in rural areas, both suppliers and consumers face the challenge of selling and buying products. Even as e-commerce services increase, the magnitude of logistics costs is difficult to avoid. Dagangan implements Hub-and-Spoke to help solve this problem.

“This also gives us a challenge as we have to keep opening new hubs in various regions. We plan to expand our business not only to other regions, but also to other channels, such as selling our private-label products through e-commerce and export services,” Ryan added.

One of the Dagangan’s focus this year is to develop private-label products. There are many local products with great potential, but only available for the area or focused on tourists (eg bakpia in Yogyakarta). Some of these products are getting exported, but are not widely available even in Java. For people in big cities, they may be able to easily buy these products through e-commerce services, but rural markets remain underserved due to expensive logistics costs.

“This is where Dagangan comes in handy. We want to empower these products, especially those in high demand and most of the not-widely-recognized products (eg honey, brown sugar, local snacks) through our private-label products. beneficial for stakeholders, but can also increase profitability,” Ryan said.

Social commerce outsite big cities

Various social commerce startups focus on markets in rural areas. The concept offered is considered more relevant, because in general, social commerce helps empower the surrounding community as part of the business, for example becoming a reseller.

Another startup in the vertical is Super. Recently received its series B funding of IDR 405 billion in April 2021, they have operated in 17 koa in East Java. The company utilizes a hyperlocal logistics platform to distribute consumer goods to agents in less than 24 hours after ordering. Super works with thousands of agents to distribute thousands to millions of necessities every month. Most of these agents are women.

In addition, there are RateS, Evermos, KitaBeli, and others. The size of the market is tempting. According to Bain & Co. data, in 2020 the total GMV for online trading businesses in Indonesia has reached $47 billion. Although the majority come from e-commerce or online marketplaces, social commerce services have no small contribution, which is around $12 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Dagangan Social Commerce

Dagangan Kantongi Pendanaan Seri A 163,7 Miliar Rupiah, Gencarkan Penetrasi ke Kota Tier-3 dan 4

Startup social commerce Dagangan mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $11, 5 juta atau setara 163,7 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures dengan keterlibatan MMS Group, K3 Ventures, Spiral Ventures, dan Plug and Play.

Sebelumnya, startup yang berdiri sejak tahun 2019 tersebut mengumumkan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan dari CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, dan Bluebird Group pada Juni 2021 lalu.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Dagangan Ryan Manafe mengungkapkan, perusahaan mencatatkan rekor pendapatan pada pertengahan tahun 2020, trennya berlanjut sampai saat ini. Hal ini ditengarai adanya berbagai pembatasan selama pandemi, menjadikan opsi pemenuhan kebutuhan sehar-hari secara online makin diminati.

Berbeda dengan orang yang tinggal di perkotaan, masyarakat di pedesaan memiliki tantangan tersendiri untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara online. “Kondisi tersebut diperburuk dengan masalah aksesibilitas yang berlangsung di daerah pedesaan, di mana pengecer harus menanggung biaya logistik yang tidak efisien untuk perjalanan pulang-pergi ke kota. Dagangan mencoba mengatasi persoalan tersebut dan saat ini telah berada di lintasan yang benar,” ujar Ryan.

Ia melanjutkan, “Visi kami menjadikan 100 juta orang di pedesaan yang kurang terlayani bisa memiliki akses mudah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berkualitas dengan harga terjangkau.”

Dana segar yang didapat rencananya juga akan digunakan untuk mengembangkan produk lokal private-label seperti makanan beku, bahan makanan, dan peralatan rumah tangga. Selain itu mereka akan melanjutkan pengembangan produk dan menambah fitur baru termasuk paylater. Akses ke layanan logistik juga akan dipertajam, sembari upaya akuisisi talenta dan perluasan kemitraan.

Dagangan akan memperluas  ekspansi di kota dan desa tier 3-4 di wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Tantangan bisnis

Hingga saat ini masih ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh perusahaan saat mulai menjangkau kota dan desa tier 3-4. Di antaranya adalah akuisisi pengguna dengan adaptasi teknologi yang rendah. Dibutuhkan edukasi agar mereka terbiasa untuk menggunakan aplikasi dan melakukan pembelian secara online. Upaya yang kemudian dilakukan adalah menggencarkan kegiatan akuisisi pengguna secara offline.

“Namun secara tidak langsung kami terbantu social distancing awareness serta kemauan pengguna untuk belajar dan beradaptasi [dengan layanan digital]. Ke depannya kami berencana untuk mengurangi porsi akuisisi offline dengan secara bertahap beralih untuk akuisisi secara digital,” kata Ryan.

Tantangan lainnya yang juga masih dihadapi adalah ketergantungan pada pendekatan lokal. Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun tim lokal yang kuat di setiap area dan menjalin kemitraan.

Persoalan lain adalah terbatasnya infrastruktur logistik. Dengan infrastruktur yang terbatas di daerah pedesaan, baik pemasok dan konsumen menghadapi tantangan menjual dan membeli produk. Bahkan ketika layanan e-commerce meningkat, besarnya biaya logistik sulit untuk dihindari. Dagangan mengimplementasikan Hub-and-Spoke untuk membantu memecahkan masalah ini.

“Ini juga memberi kami tantangan karena kami harus tetap membuka hub baru di berbagai daerah. Kami berencana untuk memperluas bisnis kami tidak hanya ke daerah lain, tetapi juga ke kanal lain, seperti menjual produk private-label kami melalui layanan e-commerce dan ekspor,” kata Ryan.

Salah satu fokus bisnis Dagangan tahun ini yang ingin dikembangkan adalah produk private-label. Terdapat banyak produk lokal dengan potensi besar, tetapi biasanya hanya tersedia untuk kawasan tersebut atau terfokus untuk wisatawan (misalnya bakpia di Yogyakarta). Beberapa dari produk tersebut ada yang kemudian diekspor, tetapi tidak tersedia secara luas bahkan di pulau Jawa. Bagi masyarakat di kota besar, mereka mungkin dapat dengan mudah membeli produk tersebut melalui layanan e-commerce, namun pasar pedesaan tetap kurang terlayani karena biaya logistik yang mahal.

“Di sinilah Dagangan datang untuk membantu. Kami ingin memberdayakan produk-produk ini, terutama yang memiliki permintaan tinggi dan kebanyakan produk yang belum dikenali secara luas (misalnya madu, gula merah, makanan ringan lokal) melalui produk private-label kami. Ini tidak hanya bermanfaat bagi para stakeholder, tetapi juga dapat meningkatkan profitabilitas,” kata Ryan.

Social commerce di luar kota besar

Berbagai startup social commerce fokus menggarap pasar di pedesaan. Konsep yang ditawarkan dinilai lebih relevan, karena pada umumnya social commerce turut memberdayakan masyarakat sekitar sebagai bagian dari bisnis, misalnya menjadi reseller.

Startup lain yang turut bermain di vertikal tersebut adalah Super. Baru mendapatkan pendanaan seri B 405 miliar Rupiah pada April 2021 lalu, mereka telah beroperasi di 17 koa di Jawa Timur. Perusahaan memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mendistribusikan barang kebutuhan konsumen ke agen-agen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemesanan. Super bekerja sama dengan ribuan agen untuk mendistribusikan ribuan sampai jutaan barang kebutuhan setiap bulannya. Kebanyakan para agen tersebut adalah perempuan.

Selain itu masih ada RateS, Evermos, KitaBeli, dan lain-lain. Ukuran pasarnya memang menggiurkan. Menurut data Bain & Co., pada tahun 2020 total GMV untuk bisnis perdagangan online di Indonesia telah mencapai angka $47 miliar. Kendati mayoritas datang dari e-commerce atau online marketplace, layanan social commerce memiliki sumbangsih yang tidak kecil, yakni sekitar $12 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Bluebird Invests in Social Commerce Startup Dagangan’s Pre Series A Funding

Social commerce startup Dagangan announced a pre-series A funding with an undisclosed amount from a series of investors, including CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, and Bluebird Group. This is the beginning round of series A funding that is expected to be closed soon.

According to the company’s official statement today (18/6), the fresh funds will be used to fuel the expansion to 7 thousand villages this year, therefore, more people in rural areas, far from shopping centers can get their daily needs.

CyberAgent Capital’s Managing Director Nobuaki Kitagawa said, “We believe that Dagangan can have a positive impact in helping and improving the economy of the community in tier 3 and 4 regions. “[..] With Dagangan team’s experience and in-depth knowledge of the FMCG industry, we believe that Dagangan will succeed in penetrating underserved local markets where highly inefficient supply chains and a lack of trust from local communities persist,” he said.

Dagangan is a social commerce application that provides various household needs, ranging from basic needs, fresh products, to other daily needs in retail and wholesale. The startup, which was founded in 2019, targets village stall owners who have had to travel 20 km-30 km to shop for daily needs.

“They are usually underserved by principal brands as they are far from urban areas and require help instead of having to close their shops for shopping within 20 km-30 km,” Dagangan’s Co-Founder, Wilson Yanaprasetya explained separately in a virtual press conference.

Dagangan has warehouses in various remote areas on Java Island as a hub and distribution channel in every village, involving local communities to solve distribution access problems in rural areas. Wilson continued, the entire Dagangan’s procurement process is carried out in two ways, taken directly from the principal brand and then stored in hubs, and taken directly from the product owner for products from MSMEs in the surrounding villages.

To date, not only providing household needs, Dagangan platform also sells various MSME products from snacks, kitchen spices, processed ready-to-eat foods, also making their own labels with affordable product prices.

Dagangan targets two types of consumers, shop owners as business actors who usually make large transactions and make purchases on the Dagangan application. Also, retail buyers, who are individuals intend to shop for daily necessities through the Dagangan Mall application. Products ordered by consumers will be delivered within 1×24 hours by its own fleet.

In addition to providing daily needs, Dagangan also partners with local entrepreneurs. Thus, they can improve their life quality through entrepreneurship. There are several hub partners that have joined. Currently, Dagangan operates in more than 4,000 villages spread across Yogyakarta, Central Java, and West Java.

Dagangan’s Co-Founder, Ryan Manafe added, with the current business model, his team is able to attract local community to grow together. “Dagangan is here to provide convenience to local communities in getting on with their daily economic activities. With the spirit of building the local economy, Dagangan offers a one-stop digital service solution to provide various household needs,” he said.

In the future, Dagangan is to expand to other village locations around Java. By the end of this year, it is expectd to be present in 7 thousand villages, 30 hubs, and 40 thousand active consumers.

“We are happy to listen to requests from the community regarding daily needs. If there is a high enough demand for an item, then we will look for them. We expect to become a reliable application for people in rural areas,” Ryan concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Startup social commerce Dagangan mengumumkan pendanaan pra seri A dengan nilai dirahasiakan dari sejumlah investor / Dagangan

Bluebird Ikut Suntik Pendanaan Pra-Seri A Startup Social Commerce Dagangan

Startup social commerce Dagangan mengumumkan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan dari sejumlah investor, di antaranya CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, dan Bluebird Group. Putaran ini merupakan awal menuju pendanaan seri A yang ditargetkan dapat ditutup dalam waktu dekat.

Menurut keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (18/6), dana segar akan dimanfaatkan sebagai amunisi untuk ekspansi ke 7 ribu desa pada tahun ini agar semakin banyak masyarakat di daerah rural mendapatkan kebutuhan harian yang selama ini jauh dari pusat perbelanjaan.

Managing Director CyberAgent Capital Nobuaki Kitagawa menyampaikan, pihaknya yakin Dagangan mampu memberikan dampak positif dalam membantu, serta meningkatkan ekonomi masyarakat di wilayah tier 3 dan 4. “[..] Dengan pengalaman dan pengetahuan mendalam dari tim Dagangan di industri FMCG, kami yakin bahwa Dagangan akan berhasil menembus pasar lokal yang kurang terlayani di mana rantai pasokan yang sangat tidak efisien dan kurangnya kepercayaan dari masyarakat lokal masih ada,” ucapnya.

Dagangan adalah aplikasi social commerce yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga, mulai dari sembako, produk segar, hingga kebutuhan harian lainnya secara eceran dan grosir. Startup yang didirikan sejak 2019 ini menyasar pemilik warung di desa yang selama ini harus menempuh jarak 20 km-30 km ke pasar basah untuk belanja kebutuhan.

“Mereka biasanya underserved oleh brand prinsipal karena letaknya yang jauh dari perkotaan dan butuh bantuan daripada harus tutup tokonya untuk belanja dengan jarak 20 km-30 km,” terang Co-Founder Dagangan Wilson Yanaprasetya secara terpisah dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini.

Dagangan memiliki gudang yang tersebar di berbagai pelosok daerah di pulau Jawa sebagai hub dan kanal distribusi di setiap desa, melibatkan komunitas lokal untuk menyelesaikan masalah akses distribusi di pedesaan. Wilson melanjutkan, seluruh proses pengadaan di Dagangan dilakukan dengan dua cara, ada yang diambil langsung dari brand prinsipal lalu disimpan di hub-hub, dan mengambil langsung dari pemilik produk untuk produk dari UMKM di desa sekitar.

Kini, tak hanya menyediakan kebutuhan rumah tangga, platform Dagangan juga menjual beragam produk UMKM, mulai dari snack, bumbu dapur, olahan makanan siap saji, hingga membuat label sendiri dengan harga produk terjangkau.

Dagangan memanfaatkan dua jenis konsumen, yakni pemilik warung sebagai pelaku usaha yang biasa melakukan transaksi dalam jumlah besar dan melakukan pembelanjaan di aplikasi Dagangan. Berikutnya, pembeli eceran yakni perorangan yang ingin belanja kebutuhan sehari-hari melalui aplikasi Dagangan Mall. Produk yang dipesan konsumen akan diantar dalam kurun waktu 1×24 jam oleh armada Dagangan.

Tidak hanya membantu mereka yang kesulitan dalam penyediaan kebutuhan sehari-hari, Dagangan bermitra dengan pengusaha lokal yang menjadi mitra untuk menjadi penyediaan barang. Dengan demikian, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya lewat berwirausaha. Ada beberapa partner hub yang telah bergabung. Saat ini, Dagangan beroperasi di lebih dari 4 ribu desa yang tersebar di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Co-Founder Dagangan Ryan Manafe menambahkan, dengan model bisnis seperti ini pihaknya mampu menarik tokoh lokal untuk tumbuh bersama. “Dagangan hadir memberikan kemudahan kepada masyarakat lokal dalam menjalankan kegiatan ekonomi sehari-hari. Dengan semangat membangun ekonomi lokal, Dagangan menawarkan solusi layanan digital satu pintu dalam menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga,” ujarnya.

Ke depannya, Dagangan akan ekspansi ke lokasi desa lainnya di sekitar Jawa. Diharapkan pada akhir tahun ini dapat hadir di 7 ribu desa, 30 hub, dan 40 ribu konsumen aktif.

“Kami senang mendengarkan permintaan dari masyarakat terkait kebutuhan harian. Jika ada permintaan yang cukup tinggi terkait suatu barang, maka kami akan carikan untuk mereka. Harapannya kami bisa menjadi aplikasi yang dapat diandalkan untuk masyarakat di pedesaan,” tutup Ryan.

Application Information Will Show Up Here
Strategi Exit Startup

Mendiskusikan Strategi “Exit” Startup Bersama Pemodal Ventura

Selain mendapatkan profit dari startup yang mereka danai, pada akhirnya tujuan akhir dari sebuah venture capital adalah exit. Meskipun IPO bukan menjadi satu-satunya pilihan, namun bagi kebanyakan startup langkah ini menjadi tujuan utama.

Di Indonesia sendiri kebanyakan proses merger and acquisition (M&A) banyak dilakukan korporasi hingga startup. Namun di luar negeri seperti Jepang misalnya, IPO lebih banyak dipilih oleh startup.

Menurut Ryu Hirota dari Spiral Ventures, jika seorang founder tidak memiliki rencana exit strategy yang tepat, sulit bagi investor untuk kemudian memberikan dukungan kepada mereka. Ada baiknya ketika proses fundraising dilakukan, mereka sudah memiliki strategi tersebut.

“Sebagai VC kami tentunya ingin mendukung startup secara finansial hingga added value lainnya. Namun berbeda dengan startup di Jepang yang didukung oleh pihak terkait untuk melakukan IPO, di Indonesia belum banyak startup yang kemudian melakukan IPO dengan pertimbangan yang ada,” kata Ryu.

Secara umum dengan dana hasil IPO, sebuah startup dapat ekspansi ke level lebih tinggi. Namun di samping potensi mengantongi uang yang sangat besar, IPO juga punya tantangan lain meski perjalanan menuju lantai bursa tidaklah mudah.

“Kami melihat banyak startup berbasis teknologi yang terbilang masih belia usianya sudah mengajukan proses IPO di Jepang. Hal ini bisa terjadi karena Tokyo Stock Exchange memiliki dedicated team yang bisa membantu startup melancarkan rencana IPO mereka,” kata Elsia Kwee dari Genesia Ventures.

Merger dan akuisisi pilihan startup Indonesia

Dalam artikel sebelumnya DailySocial mencatat, startup yang mengambil aksi M&A masih lebih besar ketimbang mereka yang memilih melantai di bursa saham. Startup Report 2018 dari DailySocial menunjukkan sepanjang tahun 2018 startup yang melakukan M&A sebanyak 12 perusahaan, sedangkan mereka yang mengambil IPO 4 perusahaan saja. Salah satu manfaat dari M&A, yang kadang juga jadi motivasi, adalah mendapatkan sumber daya manusia yang diinginkan.

Menurut Kevin Wijaya dari CyberAgent Capital, proses IPO merupakan proses yang sepenuhnya mengandalkan angka. Pastikan startup telah memiliki profit dan pertumbuhan bisnis yang positif sebelum proses IPO dilakukan. Namun jika memang belum siap, proses M&A memang menjadi pilihan terbaik dan ternyata paling banyak dilakukan oleh startup di Asia Tenggara.

Bagi mereka yang memiliki rencana untuk melakukan merger dan akuisisi, pastikan perusahaan yang diincar bisa memberikan keuntungan untuk bisnis startup. Dan tentunya jangan ragu untuk mencari dukungan lebih dari venture capital yang telah memberikan funding kepada startup.

“Untuk kami sendiri selain jaringan lokal kami juga memberikan peluang kepada startup yang masuk dalam portofolio kami untuk diakuisisi oleh perusahaan Jepang yang relevan dengan bisnis startup. Dengan demikian peluang untuk melakukan proses merger dan akuisisi menjadi lebih terbuka secara global,” kata Elsa.

Hal Mendasar yang Wajib Dicermati Startup Saat Penggalangan Dana

Banyak hal menarik yang disampaikan oleh dua nara sumber #SelasaStartup minggu ini yaitu Head Marketing KoinWorks Jonathan Bryan dan Investment Analyst dari Spiral Ventures Karissa Adelaide. Sesi diskusi yang mengambil tema “Know you potential investor” membahas beberapa cara menarik yang wajib dicermati oleh pelaku startup saat bersiap untuk melakukan fundraising. Mulai dari pitchdeck yang sempurna hingga kebijakan startup memanfaatkan dana yang telah diterima usai penggalangan dana dilakukan.

Spiral Ventures siap dukung startup Indonesia

Usai mengubah nama menjadi Spiral Ventures bulan Maret 2017 lalu, fokus utama mereka adalah startup Indonesia terutama yang berbasis teknologi. Masih fokus kepada pre-seed dan seed stage, Karissa mengungkapkan masih banyak startup asal Indonesia yang memiliki potensi untuk mendapatkan investasi.

“Tentunya saya tidak ingin lagi melihat startup yang masih menerapkan pola yang sama, yaitu membuat bisnis e-commerce, marketplace hingga on-demand. Coba temukan bisnis baru yang memanfaatkan teknologi dan memberikan solusi yang terbaik dari masalah yang ada saat ini,” kata Karissa.

Karissa juga menambahkan penting bagi startup untuk bisa melakukan pendekatan dan relasi yang baik dengan investor. Dalam hal ini tugas Karissa sebagai Investment Analyst menentukan pitchdeck yang memiliki potensi untuk diteruskan kepada venture partner di VC.

“Untuk itu perhatikan dengan teliti pitchdeck yang dimiliki sebelum dikirimkan kepada VC. Mulai dari koreksi penulisan hingga isi dari konten yang ada, pitchdeck yang menarik perhatian VC adalah, pitchdeck yang singkat, jelas dan berisikan informasi yang sarat terkait dengan model bisnis dari startup,” kata Karissa.

Karissa juga menambahkan, penting bagi pelaku startup untuk melakukan pendekatan yang “friendly” kepada investor di acara-acara umum. Informasikan model bisnis startup secara singkat dan padat saat kesempatan tersebut atau yang lebih dikenal dengan sebutan “elevator pitch“.

“Baiknya Anda harus bisa meyakinkan orang tua atau bahkan nenek Anda terlebih dahulu tentang model bisnis yang bakal Anda lancarkan. Kalau mereka mengerti ide Anda dalam waktu satu menit, pastinya investor akan bisa mengerti dan waktu yang singkat tidak terbuang percuma,” kata Karissa.

Selanjutnya usai pendanaan diterima oleh startup, penting bagi pemilik startup untuk menentukan prioritas utama penyaluran dana kepada pengembangan produk, bukan kepada hal-hal yang kurang relevan seperti alokasi gaji pegawai.

“Saya sarankan tidak memutuskan hal-hal yang kurang masuk akal dan tidak mendukung jalannya bisnis startup. Tentukan prioritas dan buat komitmen untuk melancarkan rencana tersebut,” kata Karissa.

KoinWorks dan potensi sebagai pemberi dana startup

Sejak menjalankan bisnisnya selama satu tahun terakhir, saat ini KoinWorks telah memiliki sekitar 15 ribu borrowers atau peminjam dan Jumlah investor atau pemberi pinjaman juga diklaim terus mengalami peningkatan. Untuk jumlah yang diinvestasikan juga beragam, mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 500 juta. Dari sekian banyak jumlah pemberi pinjaman yang ada, menurut Jonathan belum bisa diimplementasikan untuk startup yang membutuhkan tambahan modal untuk startup.

“Fokus kami hingga kini masih kalangan individu hingga pelaku UMKM yang merupakan merchant dari layanan e-commerce seperti Lazada. Untuk itu KoinWorks berlum membuka kesempatan startup mendapatkan investasi dari pemberi pinjaman KoinWorks,” kata Jonathan.

Tren startup tahun 2018 mendatang

di Akhir acara Jonathan dan Karissa berbagi prediksi terkait dengan tren dari startup yang bakal memiliki potensi di tahun 2018 mendatang.

“Saya melihat health tech bakal memiliki potensi yang cerah. Karena masih besarnya potensi yang belum digali, sementara kebutuhan orang banyak untuk layanan kesehatan masih sangat dibutuhkan,” kata Karissa.

Sementara menurut Jonathan, meskipun sudah banyak layanan P2P saat ini di tanah air, masih ada celah baru untuk pelaku startup yang ingin menyasar layanan financial technology (fintech) di Indonesia.

“Saya juga melihat layanan edutech masih memiliki potensi untuk digali dan juga health care yang masih jarang saat ini inovasinya di Indonesia,” kata Jonathan.


Andriansyah Agustian berpartisipasi dalam penulisan artikel ini

Fokus Spiral Ventures di Indonesia

Salah satu venture capital yang telah beroperasi sejak tahun 2012, IMJ Investment Partners, saat ini telah berganti nama menjadi Spiral Ventures. Pergantian nama tersebut dilakukan setelah berhasil “melepaskan diri” (dalam bentuk management buyout) dan berdiri secara independen dari IMJ Jepang.

Secara struktural, Spiral Ventures terdiri atas dua perusahaan, Spiral Ventures Asia Ltd dan Spiral Ventures Japan LLP. Tidak ada perubahan yang cukup drastis dalam manajemen. semua portofolio IMJ Investment Partners tetap berada dalam Spiral Ventures, sementara Managing Partner dan General Partner-nya tetap dipegang pejabat terdahulu.

Spiral Ventures di Indonesia

Kepada DailySocial, salah satu Venture Partner Spiral Ventures David Soukhasing, yang juga menjabat sebagai Head of Angel Investment Network Indonesia (ANGIN), mengungkapkan saat ini Spiral Ventures mulai serius melakukan investasi kepada startup Indonesia.

“Posisi saya masih tetap di ANGIN. Di Spiral Ventures sendiri posisi saya sebagai venture partner, pekerjaan yang telah saya jalani selama 2,5 tahun terakhir,” kata David.

Disinggung apakah nantinya bakal ada kolaborasi antara ANGIN dengan Spiral Ventures, menurut David kesempatan tersebut terbuka lebar.

“Di Spiral Ventures sendiri Yasuhiro Seo masih menjabat sebagai Partner dibantu oleh Karrisa Adelaide selaku Investment Analyst. Mereka yang akan me-manage Sipral Ventures secara rutin. Posisi saya sebagai venture partner tidak terlalu banyak terlibat,” kata David.

Karissa sendiri sebelumnya sempat bekerja di ANGIN bersama David Soukhasing. Fokus utama Spiral Ventures selanjutnya adalah mendukung koneksi lokal, portofolio lokal, dan memperlancar proses deal sourcing. Selain itu Spiral Ventures juga akan menyediakan market intelligence yang lengkap.

“Sejak awal Spiral Ventures memang fokus kepada kawasan regional dan saat ini Indonesia tengah kami garap,” tutup David.

Disebutkan Spiral Ventures bakal mengumpulkan penggalangan dana baru hingga akhir tahun 2017. Fokus Spiral Ventures adalah pasar India dan Asia Tenggara.