Fintelite hadir untuk meningkatkan kesadaran pelaku bisnis di Indonesia terhadap potensi data keuangan yang tidak terstruktur dan belum dimanfaatkan secara optimal. Co-Founder dan CEO Nadia Amalia mengungkap misinya untuk menggali nilai yang tersembunyi dalam data keuangan lewat Optical Character Recognition (OCR) dan visualisasi analitik.
Belum banyak yang tahu, Fintelite menaungi produk SaaS keuangan, salah satunya Sribuu yang dikenal sebagai platform pencatatan keuangan untuk segmen individu. Bedanya, Fintelite menangani segmen B2B dengan menawarkan otomatisasi data secara end-to-end.
Terakhir kali Sribuu tercatat mengantongi pendanaan pra-awal dari BEENEXT dan sejumlah angel investor pada September 2021. Saat ini, Sribuu memiliki lebih dari setengah juta pengguna. Sribuu juga merupakan lulusan program Y Combinator dan Sequoia Spark.
Solusi dan tesis
Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Nadia mengungkap beberapa masalah yang ingin dipecahkan lewat solusi ini. Menurutnya, pelaku bisnis sering kali sulit mengelola data keuangan tidak terstruktur dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan ketidakakuratan data, proses entri data manual yang memakan waktu, dan kesulitan mengekstraksi data menjadi insight bernilai.
“Solusi Fintelite mengubah data mentah menjadi insight yang terstruktur dan dapat ditindaklanjuti, sehingga memudahkan proses untuk melacak pengeluaran individu, atau melakukan due diligence bagi perusahaan. Fintelite memungkinkan pengambilan keputusan keuangan yang lebih tepat serta operasional yang lebih efisien,” ujar Nadia.
Fintelite menawarkan solusi untuk memperkaya data keuangan dan OCR yang berfungsi untuk mengotomatisasi proses ekstraksi dan pembersihan data.
Solusi ini disebut unggul dalam melakukan pengelolaan data yang efisien. Contohnya, mendigitalisasi dokumen dalam hitungan detik, mengekstrak data esensial untuk diautomasi dari input manual, memperkaya data dengan insight yang cerdas, hingga mengumpulkannya dalam satu medium.
Selain membantu proses penginputan data dan otomatisasi dokumen secara digital, platform ini dilengkapi dengan dasbor analitik berbasis AI yang dapat mengakselerasi proses underwriting dan segmentasi pengguna yang lebih personalized.
“Pelaku bisnis di industri keuangan mengandalkan platform kami untuk menyederhanakan analisis data, mendorong pengambilan keputusan, hingga mengoptimalkan strateginya. Industri perbankan, termasuk bank digital, memanfaatkan solusi kami untuk mempercepat proses penjaminan, menekan risiko, dan memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik,” tutur Nadia.
Pihaknya mengklaim mitra keuangannya mampu mengurangi waktu untuk memproses penjaminan dari beberapa jam menjadi beberapa menit. Selain itu, mitranya juga dapat meningkatkan level upselling hingga 10x.
Startup yang memiliki solusi hampir mirip dengan ini adalah Konvergen.ai, yang kini telah diakuisisi oleh Datasaur. Solusi Konvergen.ai juga banyak dimanfaatkan oleh lembaga finansial untuk efisiensi proses administrasi, dalam hal ini membantu proses digitalisasi dokumen yang masih berbentuk kertas. Beberapa pengguna mereka termasuk BCA group, Taralite, dan Ovo.
Pertumbuhan berkelanjutan
Tahun lalu, Fintelite dihadapkan pada perubahan perilaku konsumen yang mendorongnya untuk lebih memahami kebutuhan pelanggan. Pendekatan ini ikut mendorong pengembangan OCR dan tools analisis–dirancang untuk menyederhanakan proses bisnis serta memungkinkan perusahaan beroperasi lebih efisien.
Di tahun ini, Fintelite menyebut akan fokus pada model bisnis yang berkelanjutan untuk menghadapi ketidakpastian pasar. Fintelite mengantongi pendapatan perusahaan tumbuh 10x lipat dibandingkan kuartal sebelumnya. Selain itu, ungkap Nadia, Fintelite tengah memperluas cakupan bisnisnya ke Singapura pada tahun ini.
“Kami perlu memahami kebutuhan pelanggan secara mendalam, menginvestasikan banyak waktu untuk berinteraksi dengan pelanggan guna menyempurnakan produk. Kami ingin memastikan produk kami tidak hanya memenuhi kebutuhan mereka, tetapi mencerminkan kesediaan mereka untuk membayar.” Tutupnya.
Sebagai salah satu pemodal ventura yang cukup aktif memberikan pendanaan kepada startup di Indonesia dan Asia Tenggara, Sequioa Capital memiliki strategi khusus yang diklaim bisa menjadi wadah bagi ekosistem startup. Mulai dari program akselerasi bernama Surge hingga Sequoia Spark, semua program yang dirancang menyesuaikan tahapan masing-masing startup. Dan kini telah melahirkan sejumlah startup yang berkualitas.
Kepada DailySocial.id, Managing Director Sequoia Capital Abheek Anand mengungkapkan bahwa beberapa program yang diinisiasi oleh Sequoia ditujukan untuk membantu startup yang masih dalam tahap awal hingga mereka yang sudah menyandang status unicorn hingga decacorn di India hingga Asia Tenggara.
Disinggung kategori bisnis startup seperti apa yang kemudian menjadi perhatian Sequoia saat berinvestasi, Abheek menegaskan secara khusus sekitar 80-90% mereka selama ini telah memberikan perhatian lebih kepada startup hingga perusahaan yang berbasis teknologi. Mulai dari consumer internet, financial services, B2B software. hingga industri yang sedang tren saat ini yaitu kripto dan web 3.0.
Namun demikian tidak menutup kemungkinan jika ada kategori bisnis yang memiliki potensi untuk berkembang kemudian dilirik oleh mereka. Contohnya startup aquaculture Indonesia seperti eFishery. Namun secara khusus sektor yang masih menjadi perhatian dari Sequoia hingga saat ini adalah fintech.
“Dan saya melihat masih banyak peluang dari layanan fintech untuk terus tumbuh di Indonesia. Kami juga ingin bermitra lebih banyak lagi dengan startup yang menyasar layanan fintech dan masih dalam tahap awal. Termasuk di dalamnya perusahaan yang menyasar kripto dan terkaitnya, kami tertarik untuk berinvestasi kepada mereka,” kata Abheek.
Program unggulan Surge
Salah satu program yang menjadi unggulan dari Sequoia Capital adalah, program akselerasi Surge. Melalui program ini startup yang masih dalam tahap awal, bisa mendapatkan mentoring hingga dukungan capital yang relevan. Surge menggabungkan modal awal $1 juta hingga $2 juta dengan dukungan pembangunan perusahaan, kurikulum global, dan dukungan dari komunitas mentor dan pendiri startup.
“Kami melihat program Surge menjadi langkah awal bagi startup yang masih berada dalam tahap awal. Kami ingin menjalin kemitraan dengan lebih banyak lagi startup di Indonesia,” kata Abheek.
Bagi mereka yang sudah masuk dalam program Surge dan berhasil mengantongi pendanaan, ke depannya jika memiliki potensi, Sequoia akan memberikan investasi dalam putaran pendanaan selanjutnya. Dengan demikian, program Surge menjadi pembuka bagi mereka untuk bisa mendapatkan kesempatan pendanaan lanjutan.
Startup yang awalnya merupakan lulusan program Surge dan berhasil mengantongi invetasi tahapan lanjutan dari Sequoia Capital di antaranya adalah Lummo dan Qoala.
Saat ini tercatat sudah ada 9 startup lulusan program Surge. Sementara Sequoia Capital sendiri sudah terlibat dalam 22 startup di Indonesia. Di antaranya adalah Traveloka, Gudangada, GoTo, hingga Kopi Kenangan.
Program Sequoia Spark, Build dan The Guild
Salah satu program yang telah diluncurkan oleh Sequoia India yang mendukung usaha para perempuan adalah Sequoia Spark. Program dana hibah sebesar $100.000 beserta pendampingan ini, ingin mengajak lebih banyak perempuan di India dan kawasan Asia Tenggara untuk menjadi pengusaha.
Program ini diadakan dengan menyediakan pendampingan langsung yang mendalam kepada 15 startup yang dipimpin oleh perempuan setiap tahunnya dan modal cukup sebagai biaya awal untuk memulai usaha.
“Yang kami berikan adalah hibah bukan berupa investasi atau pembagian ekuitas. Melalui program ini kami ingin membuat proses membangun usaha bagi para perempuan lebih mudah, dengan pendampingan dari kami. Melalui program ini juga menjadi cara bagi kami untuk mencari perempuan yang cerdas dan memiliki motivasi yang besar untuk membangun usaha yang memiliki nilai” kata Abheek.
Kohort pertama dari program Sequoia Spark terdiri dari berbagai macam bidang, termasuk edtech, fintech, SaaS, dan crypto. Kohort ini menggabungkan tujuh startup dari Asia Tenggara, tujuh dari India dan satu dari Uni Emirat Arab. Dari Indonesia Sribuu berhasil mendapatkan mentoring dan pendanaan awal dari Sequoia Capital.
“Mentoring merupakan bagian dari Sequoia, kami bukan hanya bertindak sebagai mitra bisnis tapi juga bisa membantu mereka berupa mentoring melalui program yang kami tawarkan. Diharapkan bisa membantu komunitas karena semua program kami bangun berdasarkan tahapan yang ada. Mulai dari Surge untuk startup tahap awal, Spark untuk perempuan dan kami juga memiliki program bagi startup yang telah masuk dalam tahapan lanjutan seperti seri B hingga mereka yang sudah menjadi unicorn dan decacorn,” kata Abheek.
Khusus untuk startup yang akan mulai menggalang dana tahapan seri B, Sequoia Capital memiliki program bernama Sequoia Build. Melalui program ini, startup bisa mendapatkan kesempatan untuk mengelola bisnis lebih besar lagi, dengan memahami pentingnya mengejar growth, menciptakan kultur perusahaan hingga membangun strategi.
“Salah satu tantangan bagi startup yang berada dalam tahapan Seri B adalah, bagaimana mereka menciptakan kultur perusahaan yang baik, membangun strategi dan mempertimbangkan unit ekonomi versus growth,” kata Abheek.
Untuk startup hingga perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn hingga decacorn, Sequoia Capital juga memiliki program khusus bernama The The Guild. Melalui program ini mereka akan didampingi untuk memikirkan growth dan bagaimana perusahaan terus bisa tumbuh.
“Sesuai dengan filosofi Sequoia Capital, yaitu bukan hanya memberikan pendanaan tetapi kami juga membantu perusahaan terus tumbuh untuk jangka panjang,” tutup Abheek.
Dewasa ini, kemandirian finansial kerap menjadi perbincangan khalayak, terutama generasi muda di Indonesia. Kemandirian finansial sendiri diartikan sebagai kondisi di mana seseorang tidak terbebani dengan hutang konsumtif serta memiliki sumber penghasilan pasif yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan sehari-hari.
Setiap orang memiliki tolok ukur berbeda dalam hal kemandirian finansial. Satu hal yang pasti, untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan keuangan yang baik sangat dibutuhkan. Penggunaan teknologi seperti pencatatan keuangan dan platform investasi bertujuan mempermudah orang mencapai tujuan finansial, namun tidak sedikit yang masih belum paham mengenai perencanaan keuangan yang efektif.
COO dan Co-Founder Sribuu Nadia Fadila mengungkapkan fenomena di industri fintech lima tahun ke belakang adalah fokus pada inklusi. Perusahaan fintech berlomba mengajak masyarakat menggunakan platform digital seperti uang elektronik, memperkenalkan bank online, dan mempermudah akses investasi.
“Menurut data OJK, 80% orang indonesia sudah punya akses ke perbankan. Namun, tingkat literasi keuangan masih 30%. Masih ada masalah yang bisa kita tackle ke depannya sebagai [platform] fintech. Bagaimana orang bisa menggunakan berbagai akses sesuai dengan kecerdasan finansial mereka,” ujar perempuan yang kerap disapa Dila ini.
Berangkat dari fenomena ini, Sribuu ingin memfasilitasi dan membantu mengarahkan para generasi muda untuk bisa memiliki perencanaan keuangan yang baik demi mencapai tujuan-tujuan finansial mereka, tentunya dibantu dengan pemanfaatan teknologi terkini.
Literasi seiring inklusi
Sebelum masuk ke era teknologi, masyarakat melakukan perencanaan keuangan secara manual dengan mencatat di buku. Lalu, seiring kemajuan zaman, mereka beralih menggunakan aplikasi Spreadsheet. Saat ini pengguna semakin dimudahkan dengan kehadiran platform pencatatan keuangan berbasis AI yang bisa memberi rekomendasi terpersonalisasi berdasarkan rekam jejak dan preferensi pengguna. Rekomendasi ini tak luput dari tinjauan para penasihat keuangan yang bersertifikasi.
Di samping mempermudah proses perencanaan keuangan, platform teknologi juga berkontribusi dalam meningkatkan literasi keuangan di tengah masyarakat. Sribuu, misalnya, aktif memberi edukasi terkait literasi keuangan melalui media sosial dan artikel yang ada dalam aplikasi.
Untuk jangkauan luar jaringan, perusahaan mulai dari sebuah komunitas dan ingin memperluas jangkauan. Salah satunya melalui kerja sama dengan lebih dari 30 kampus di lebih dari 10 kota dengan program kampus ambasador Sribuu.
Ketika pandemi pertama kali mencuat, banyak orang yang mulai peduli dengan kesehatan finansial mereka. Semakin banyak orang yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh terkait investasi, asuransi diiringi meningkatnya traksi pada banyak instrumen keuangan. Namun, dengan latar belakang, tanggung jawab, dan penghasilan yang berbeda pada tiap orang, tidak ada satu formula khusus yang bisa diaplikasikan untuk semua. Di sini, literasi finansial sangat dibutuhkan dalam memutuskan instrumen yang cocok untuk perencanaan keuangan yang efektif.
Siklus perencanaan keuangan
Di diskusi #SelasaStartup yang mengambil topik “Road to Financial Freedom: Mendalami Peran Teknologi Dalam Mencapai Kebebasan Finansial”, Business Development Sribuu Achmad Farhan Noor memaparkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam usaha mencapai tujuan finansial. Hal pertama yang harus ditentukan adalah target jangka waktu untuk mencapai kemandirian finansial dan berapa banyak yang dibutuhkan untuk sampai pada titik tersebut.
Setelah menetapkan tujuan, maka siklusnya dimulai dengan menentukan budget yang dibagi dalam kategori. Salah satunya adalah alokasi untuk tabungan, di sini bisa mulai melihat kalau ada instrumen investasi sesuai profil risiko yang bisa digunakan untuk bisa mencapai tujuan lebih cepat. Lalu, mulai melaksanakan pencatatan transaksi harian. Untuk kemandirian finansial, biasanya memiliki jangka waktu yang lama, maka dari itu dibutuhkan evaluasi selang beberapa waktu untuk memastikan tetap berada di jalur yang tepat.
Dalam menjalankan siklus ini, dibutuhkan komitmen yang tidak sedikit. Selain harus tekun mencatat pengeluaran, harus bisa menahan diri untuk tidak menghabiskan lebih dari budget yang sudah ditetapkan. Sebagai platform teknologi, fokusnya adalah membantu mempermudah prosesnya, juga mengingatkan, namun komitmen datang dari masing-masing individu.
Farhan menambahkan, “Rata-rata anak muda sekarang memiliki pengeluaran sekitar 10-20 persen lebih besar dari pendapatannya. Hanya sekitar 10% yang bisa membeli salah satu akses paling penting, yaitu rumah.”
Berbagai platform digital menawarkan kemudahan untuk akses layanan perbankan. Di satu sisi, hal ini memberi dampak positif dalam mendorong inklusi, namun jika tidak digunakan dengan baik juga bisa menjerumuskan. Salah satu yang jadi penghalang dalam mencapai kemandirian finansial adalah utang. “Rumus singkatnya, utang tidak boleh lebih besar dari 30% jumlah pendapatan,” ujar Dila.
Satu hal yang menarik adalah perencanaan keuangan bisa diterapkan oleh semua orang, terlepas memiliki penghasilan tetap atau tidak. Dila mengungkapkan, pengguna Sribu juga ada yang pekerja lepas (freelancer). Menurutnya, sangat penting untuk memiliki dana darurat paling tidak 6-12 bulan pengeluaran bulanan untuk kondisi yang tidak bisa diprediksi.
Proteksi sebelum investasi
Karena literasi yang masih minim, Farhan juga menyebutkan sering terjadinya miskonsepsi. Sebelum menetapkan tujuan keuangan, ada dua hal yang tidak kalah penting untuk dimiliki terlebih dahulu, yaitu asuransi dan dana darurat. Dua hal ini adalah untuk proteksi, ketika hal itu sudah terpenuhi, maka baru bisa pakai instrumen investasi.
“Banyak kondisi di mana belum ada proteksi langsung terjun investasi. Ketika ada dalam situasi genting, tanpa dana darurat, investasi terpaksa harus dicairkan,” ujarnya.
Salah satu topik yang sering muncul pada bahasan terkait perencanaan keuangan untuk generasi muda adalah eksistensi generasi sandwich. Generasi inidiartikan sebagai kondisi ketika seseorang harus memenuhi kebutuhan tidak hanya untukdiri sendiri, tetapi juga dua (atau lebih) generasi — di atas dan di bawah. Pilihannya adalah bagaimana menetapkan alokasi yang baik untuk kebutuhan maupun keinginan. Jika ada kekurangan, maka harus ada kesadaran untuk mencari pemasukan tambahan.
Terkait instrumen investasi, saat ini Sribuu sedang mengembangkan komunitas dalam mengakomodasi tujuan finansial tertentu, seiring dengan usaha edukasi dari sisi investasi. Namun integrasi dengan instrumen investasi belum tersedia dalam aplikasi.
Beberapa waktu lalu, Sribuu berhasil mengantongi pendanaan tahap awal dari Beenext dan beberapa angel investor. Pendanaan ini disebut akan fokus pada pengembangan rekomendasi keuangan yang lebih terpersonalisasi serta teknologi advisory membantu pengguna meraih tujuan-tujuan finansial.
Sejak beroperasi penuh di awal tahun 2021 lalu, Dila mengungkapkan, tantangan terbesar, selain literasi keuangan, adalah belum adanya sistem open banking yang diregulasi OJK.
Selain Sribuu, aplikasi sejenis yang juga sudah populer di Indonesia, termasuk Finansialku, Pay Ok, PINA, Finoo, Moni, Xettle, Finku, Neu (Fazz Financial Group). Sebagian dari mereka sudah mengantongi kepercayaan dari investor dalam bentuk perolehan dana segar.
“Jangan takut untuk mulai bermimpi mencapai kemandirian finansial. Pahami realita, lalu tentukan tujuan. Bangun komitmen yang kuat untuk merencanakan keuangan. Banyak yang takut ketika berbicara mengenai perencanaan keuangan. Namun, ketika sudah mengerti kondisinya, masalah keuangan jadi tidak seberat yang dipikirkan di awal. Mulai dari yang kecil, yang penting mulai dulu,” tutup Dila.
Pengetahuan mengelola keuangan dulu memang tidak diajarkan di sekolah, namun memiliki pengetahuan dasar keuangan pribadi, seperti perencanaan keuangan, tabungan dan investasi, dan manajemen utang adalah rangkaian penting menuju keuangan sehat. Setiap orang punya ambisi untuk mencapai hal tersebut, apalagi setiap momentum awal tahun.
Belakangan perangkat berbasis digital membantu pengetahuan dasar tersebut makin banyak bermunculan, seiring meningkatnya penetrasi internet dan literasi finansial. Jumlah pengguna aplikasi wealthtech terus meningkat semenjak pandemi melanda dan berhasil melontarkan Ajaib sebagai startup unicorn.
Kepopuleran wealthtech mendorong kemunculan tren kehadiran aplikasi pencatatan keuangan pribadi. Istilah lain yang sering digunakan untuk mengategorikannya adalah manajemen keuangan pribadi (personal finance) atau budget tracking. Esensinya tetap sama.
Sebelumnya, fitur ini umum hadir sebagai nilai tambah aplikasi wealthtech atau keuangan digital untuk mengatur alokasi investasi dalam mencapai tujuan tertentu, misalnya dana pensiun, dana pendidikan, dana pernikahan, dan sebagainya.
Pendekatan yang diambil para pengembang aplikasi semacam ini adalah mempermudah pengguna melacak pengeluaran dan memantau keuangan mereka di beberapa akun secara sekaligus dengan menautkan akun keuangan. Berikutnya informasi tersebu akan dikategorikan untuk menunjukkan dengan tepat ke mana uang pengguna pergi.
Aplikasi ini juga dikenal sebagai agregator keuangan karena mereka menggabungkan atau menyatukan laporan keuangan, mulai dari tagihan, rekening bank, dan kartu kredit dalam satu tempat. Di tahap lebih lanjut, aplikasi ini dapat mencakup perencanaan keuangan, pajak, analisis portofolio investasi, pemantauan kredit, dan masih banyak lagi.
Contoh terdekat yang populer di pasar global adalah Money Lover, Mint, Goodbudget, YNAB (You Need a Budget), PocketGuard, dan masih banyak lagi. Aplikasi tersebut bahkan sudah merambah untuk kebutuhan yang lebih spesifik, misalnya pengelolaan keuangan untuk melacak pengeluaran, menjaga anggaran, permudah berhemat, keluar dari utang, dan untuk pekerja lepas.
Meski banyak variasi istilah, golnya hanya satu: membantu mengarahkan pengguna menuju kemandirian finansial.
Aplikasi jenis ini mulai bermunculan di Indonesia, di antaranya Finansialku, Sribuu, Pay Ok, PINA, Finoo, Moni, Xettle, Finku, Neu (Fazz Financial Group). Sebagian dari mereka sudah mengantongi kepercayaan dari investor dalam bentuk perolehan dana segar.
Tidak hanya aplikasi pencatatan keuangan UMKM saja yang marak hadir karena menyimpan potensi digitalisasi yang besar. Aplikasi sejenis yang menargetkan perorangan juga punya potensi yang tak bisa dianggap remeh.
Mengutip data OJK, berdasarkan hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan di 2016, baru sekitar 29,7% masyarakat yang paham mengenai keuangan. Sementara itu, hanya 12,6% masyarakat yang telah memiliki perencanaan keuangan. Lebih lanjut, terdapat 67,8% masyarakat yang menggunakan produk dan layanan keuangan, namun hanya 29,7% masyarakat yang well literate.
Hal ini menunjukkan banyak masyarakat yang telah menggunakan produk dan layanan keuangan tanpa dibekali pemahaman keuangan yang memadai. Survei tersebut juga menunjukkan tujuan keuangan masyarakat didominasi dengan tujuan jangka pendek untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Hanya 12,6% yang telah mempersiapkan pendidikan anak dan hanya 6,3% yang memiliki tujuan keuangan untuk persiapan pensiun.
Co-founder dan CEO Moni Ahmad Faiz Nasshor (Faiz) menjelaskan, ada dua hal yang menjadikan aplikasi pengelolaan keuangan pribadi menjadi booming di Indonesia. Pertama, karena pandemi yang mengakibatkan orang semakin mawas diri terhadap pentingnya mengatur keuangan pribadi.
“Hal ini bisa dilihat dengan semakin banyaknya jumlah investor ritel kita dan juga semakin banyaknya jumlah akun-akun di media sosial yang berbagi tentang keuangan pribadi,” ucapnya Faiz saat dihubungi DailySocial.id.
Kedua, didukung adopsi transaksi digital yang meningkat. Dia bilang, lima tahun lalu mayoritas pengeluaran kemungkinan masih menggunakan uang tunai, tetapi hal tersebut mulai bergeser ke transaksi digital seiring dengan munculnya platform digital seperti e-commerce, ride hailing, dan yang paling terpenting adalah e-wallet.
“Adanya pergeseran ini mengakibatkan munculnya potensi untuk pencatatan otomatis, yang sebelumnya masih sangat sulit untuk dilakukan karena pengeluaran masih menggunakan metode cash.”
Moni dirintis untuk memudahkan proses pencatatan keuangan, dengan fitur utama berupa pencatatan transaksi secara otomatis. Agar proses pencatatan otomatis dapat dilakukan, Moni menggunakan tiga sumber data, yakni notifikasi ponsel, notifikasi email, dan sambungan langsung ke akun bank/e-wallet.
Sejauh ini ada 25 daftar produk yang telah Moni dukung beserta dengan sumber data yang digunakan, sebagian besar dari aplikasi perbankan, e-money, dan e-commerce. Beberapa di antaranya adalah BCA Internet Banking (akun bank dan e-wallet), Jenius (notifikasi email), GoPay (akun bank dan e-wallet), Grab (notifikasi email), dan Tokopedia (notifikasi email).
Fitur lainnya yang tersedia di Moni adalah Transfer (permudah top up/tarik tunai/transfer untuk pencatatan yang jadi lebih akurat) dan Saldo (monitor berbagai saldo e-wallet dari aplikasi Moni). Sejauh ini Moni belum melakukan monetisasi. Seluruh fiturnya dapat digunakan secara gratis.
Diklaim Moni memiliki ribuan pengguna dengan pertumbuhan pengguna baru hingga tiga kali per bulan dan jumlah transaksi yang tercatat lebih dari 10 kali lipat.
Di situsnya, pihak Moni mengklaim tidak menyimpan data password akun bank dan e-wallet pengguna. Perusahaan hanya menyimpan data email dari aplikasi yang telah disetujui pengguna. Untuk perlindungan data sensitif, layanannya diklaim terenkripsi dengan menggunakan enkripsi AES 256-bit yang biasa digunakan di perbankan dan militer. Moni telah terdaftar di PSE Kominfo.
Tidak geser peran perencana keuangan
Kendati aplikasi sejenis Moni ramai bermunculan, muncul pertanyaan apakah aplikasi saja cukup untuk menemani perjalanan keuangan pribadi seseorang. Co-founder dan CEO Halofina Adjie Wicaksana menuturkan, kondisi tersebut justru menambah alternatif bagi konsumen dalam mengelola keuangannya.
“Mungkin ada area [aplikasi] budgeting, financial planning, investment, dan sebagainya yang sebenarnya satu sama lain itu saling melengkapi, sebab ada yang kurang atau lebih. Lalu apakah tetap butuh financial planner? Enggak semua orang butuh yang kehadiran personal based [financial planner], yang terpenting adalah implementasi dari financial planning itu sendiri,” terangnya.
Dia melanjutkan, dalam mengimplementasikan perencanaan keuangan itu banyak caranya. Ada yang butuh penasihat, baca-baca dari artikel, atau pakai tools tertentu yang dapat membantu konsumen.
“Jadi secara umum kegiatan managing cash flow, doing financial planning, investment planning, portofolio management adalah unsur-unsur yang tidak hanya di-provide oleh satu perusahaan saja, tapi bisa jadi satu user pakai multiple product at the same time.”
Halofina merupakan salah satu startup yang menyediakan perencanaan keuangan, investasi, dan konsultasi berbasis aplikasi. Terdapat FINADVISOR untuk kemudahan perencanaan keuangan dan investasi dengan pilihan produk investasi terbaik yang telah dikurasi oleh pakar keuangan berpengalaman. Underlying kelas aset yang terdapat di Halofina adalah reksa dana (kerja sama dengan Tanamduit) dan emas dari Indogold.
Kemudian, FINACONSULT untuk konsultasi keuangan langsung dengan konsultan keuangan bersertifikat seputar perencanaan keuangan, pengelolaan uang, pengelolaan utang, atau perencanaan investasi untuk tujuan keuangan jangka panjang. Fitur ini hadir berkat kerja sama dengan ZAP Finance.
Founder dan CEO Finansialku Melvin Mumpuni juga mengutarakan hal yang sama. Ia bilang aplikasi perencanaan keuangan justru membuka segmen pengguna baru, yang masalahnya cukup terselesaikan lewat aplikasi. “Beberapa kasus memang bisa diselesaikan dengan aplikasi, namun kasus-kasus yang cukup complicated, perlu penangan khusus dari financial planner,” kata Melvin.
Untuk menggarap segmen baru tersebut, kini aplikasi Finansialku ditenagai dengan fitur teranyar Brangkas. Fitur ini bertugas membantu pengguna agar semakin disiplin mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran dari transaksi bank. Dengan demikian, pengguna dapat rutin melakukan evaluasi setiap bulannya dan mengetahui setiap kebocoran-kebocoran keuangannya. Brangkas hadir berkat kerja sama dengan startup open finance Brankas.
Terhitung, ada empat bank yang telah terintegrasi dengan fitur Brangkas, yakni BCA, BRI, Bank Mandiri, dan BNI. Tak hanya itu, terdapat fitur pendukung lainnya, yakni Financial Check Up dan Perencanaan Keuangan. “Sebagai bukti komitmen Finansialku terhadap perlindungan konsumen, maka Finansialku sudah melakukan sertifikasi ISO27001 yang berkaitan dengan keamanan data,” tambah CTO Finansialku Alvin Augusto Saputra.
Untuk memperkuat pernyataan Adjie dan Melvin, Faiz menambahkan sebenarnya perjalanan dalam merencanaan keuangan bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dalam semalam, karena ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi kondisi seseorang. Seorang perencana keuangan dapat memberikan saran yang sangat detail untuk setiap pengguna.
Kehadiran Moni, sambungnya, tidak untuk menggantikan peran perencana keuangan. Justru sebagai pelengkap dan membantu mereka. Aplikasi pencatatan keuangan pribadi dapat membantu pengguna dalam memantau pengeluaran dan aset yang mereka miliki secara lebih mudah untuk mencapai tujuan finansial yang diinginkan.
“Moni saat ini masuk di tahap awal perencanaan keuangan, di mana sebelum melakukan perencanaan keuangan, user seharusnya mengetahui cashflow keuangan mereka. Dengan proses pencatatan keuangan otomatis yang dilakukan Moni, cashflow dapat diketahui dengan lebih mudah, sehingga user dapat mengetahui langkah apa saja yang selanjutnya dapat mereka lanjutkan,” kata Faiz.
Sebagai bagian perjalanan edukasi keuangan, perjalanan aplikasi perencanaan keuangan ini masih baru. Adjie bilang, semakin banyaknya pemain di berbagai sektor fintech membuat awareness terhadap alternatif produk keuangan menjadi terus bertumbuh, terutama anak muda yang cenderung eksploratif.
“Tantangannya justru bagaimana meningkatkan literasi dan edukasi itu sendiri agar penggunaan produk-produk tersebut bisa disertai dengan pemahaman terkait fundamental perencanaan keuangan, sehingga mereka bisa mendapat manfaat yang maksimal dari produk tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing,” ujar Adjie.
Faiz meyakini Moni dapat menyandingi aplikasi sejenis dari luar negeri yang bisa digunakan di Indonesia, bahkan mampu lebih baik. Tantangannya tinggal bagaimana mengubah persepsi orang mengenai hal tersebut.
“Visi kami masih sama, yakni membantu pengguna untuk mengelola keuangan dengan cara yang mudah dan menyenangkan. Untuk itu kami terus menambah produk-produk yang terintegrasi dengan Moni. Selain itu, kami juga sedang melakukan beberapa eksperimen sebagai sumber revenue,” tutupnya.
Platform pencatatan keuangan Sribuu (sebelumnya Chatalia/Alia) telah mendapatkan pendanaan tahap pre-seed dari BEENEXT dan beberapa angel investor. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima. Dana segar akan digunakan untuk mengembangkan layanan dan memperluas pasar.
“Kami berharap Sribuu dapat meningkatkan kesejahteraan finansial banyak orang, terutama generasi muda,” ujar Co-Founder & CEO Sribuu Nadia Amalia.
Selain Nadia, Sribuu turut didirikan oleh dua co-founder lain, meliputi Fransisca Susan (CTO) dan Fadhila (COO). Platform ini hadir setelah sebelumnya dipresentasikan dalam kompetisi saat acara fintech pitching di Massachusetts Institute of Technology di Amerika Serikat.
Nadia Amalia adalah lulusan Master of Finance dari MIT. Sebelumnya, ia pernah bekerja sebagai di Deutsche Bank. Fransisca Susan saat ini sedang mengejar PhD di MIT berfokus pada teknologi AI.
Pertumbuhan pengguna
Secara khusus Sribuu membantu pengguna untuk mencatat, mengatur, dan menganalisis pengeluaran mereka secara otomatis dari rekening bank dan dompet elektronik yang dimiliki. Selain itu, layanan tersebut mengembangkan rekomendasi yang dipersonalisasi dengan teknologi AI untuk setiap penggunannya.
Sejak periode beta 8 bulan yang lalu, perusahaan mencatat pertumbuhan pengguna hingga 36x. Per September 2021, Sribuu telah membantu lebih dari 45 ribu pengguna dan menganalisis transaksi senilai lebih dari Rp2,3 triliun.
“Sekarang kita menyaksikan siklus berikutnya dari para pendiri yang membangun perusahaan fintech generasi selanjutnya di Indonesia. Tim pendiri Sribuu memiliki semangat untuk meningkatkan kesehatan keuangan bagi jutaan orang Indonesia,” kata BEENEXT Partner Faiz Rahman.
Platform serupa dengan Sribuu yang telah lebih dulu meluncur di Indonesia adalah Moni. Serupa dengan Sribuu, Moni ingin menyelesaikan permasalahan yang dimiliki oleh 60 juta generasi muda dan kelas menengah di Indonesia dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.
Aplikasi keuangan pribadi
Selain Sirbuu dan Moni sebagai pendatang baru untuk aplikasi pencatatan keuangan, sebelumnya juga ada beberapa pemain lain yang menawarkan kapabilitas sama. Bahkan beberapa memiliki pendekatan unik, misalnya Halofina menyisipkan edukasi dan layanan investasi untuk membantu penggunanya mencapai target perencanaan keuangan tertentu.
Berikut beberapa aplikasi keuangan pribadi yang hadir dari inovasi startup lokal: