Sudah sejak dua-tiga tahun terakhir, mobile wallet menjadi salah satu alternatif metode pembayaran online. Bank, operator telekomunikasi, layanan payment gateway berlomba-lomba menjadi penyedia mobile wallet yang menjadi sarana mempermudah belanja online bagi masyarakat Indonesia yang hanya 4-5%-nya yang memiliki kartu kredit. Belum ada pemenang utama, meskipun layanan seperti Mandiri E-Cash atau Telkomsel T-Cash berani mengklaim sudah memiliki jutaan anggota terdaftar. Yang saya soroti kali ini adalah meluasnya penggunaan Go-Pay, sebuah sarana mobile wallet yang bisa menjadi mobile wallet “juara” di bidangnya.
Sebelum kita membahas soal Go-Pay, mari kita tengok kondisi mobile wallet di Amerika Serikat. Di negara tempat kartu debit bisa digunakan sebagai alat pembayaran online dan kartu kredit adalah benda lazim, jaringan kedai kopi terbesar Starbucks menjadi jawara mobile wallet dengan 25% dari total transaksinya di Amerika Serikat sepanjang Q2 2016 dilakukan melalui layanan Mobile Order & Pay. Secara valuasi, nilai yang dikelola mobile wallet ini mencapai miliaran dollar.
Mengapa Starbucks bisa sukses di kancah mobile? Menggunakan Mobile Order & Pay, konsumen bisa memesan dan membayar kopi yang diinginkan tanpa perlu antre. Setelah dibayar, kita tinggal datang ke kedai kopi untuk mengambil pesanan. Selain itu Starbucks memberikan insentif loyalty reward sehingga konsumen yang sering menggunakan layanan ini bisa memperoleh minuman gratis yang lebih cepat.
Tentu saja ada faktor X yang membuat kesuksesan Starbucks sulit ditiru layanan lainnya. Meminum kopi adalah salah satu budaya Amerika Serikat dan Starbucks adalah layanan kedai kopi dengan jaringan terbesar. Tanpa embel-embel reward macam-macam, masyarakat di sana akan suka rela menggunakannya demi bisa mem-bypass antrean.
Kehadiran Go-Pay
Di Indonesia, Go-Jek telah tumbuh menjadi layanan on-demand terluas. Dari pemesanan layanan transportasi, pemesanan makanan, pembelian grocery, sampai pembelian tiket bioskop bisa dilakukan menggunakan layanan ini. Masyarakat mulai nyaman dengan kehadiran Go-Jek yang membantunya memenuhi berbagai kebutuhan.
Hadirnya Go-Pay, dahulu bernama Go-Jek Credit, tidaklah berjalan mulus. Dulu mobile wallet Go-Jek ini hanya menggunakan satu rekening bank tertentu, tidak bersifat real time, dan harus melakukan konfirmasi ulang untuk setiap transfer. Prosesnya cukup panjang.
Kini Go-Pay didesain lebih handal dengan kerja sama dengan 3 jaringan bank terbesar (BCA, Mandiri, dan BRI) menggunakan virtual account sehingga proses transfer berjalan secara real time.
Dibandingkan Mandiri E-Cash atau Telkomsel T-Cash, pengguna terdaftar Go-Pay mungkin belum sebanyak pengguna dua layanan tersebut. Meskipun demikian, seperti halnya mobile wallet Starbucks, ada faktor kebiasaan berbelanja sehari-hari yang membuat Go-Pay memiliki keunggulan.
Tidak setiap saat kita menggunakan Mandiri E-Cash atau Telkomsel T-Cash karena mereka tidak memiliki suatu layanan yang dipakai sehari-hari. Go-Jek, di lain pihak, punya banyak dan terus berkembang (misalnya Go-Auto yang kabarnya segera hadir). Jika seseorang memiliki modal 100 ribu Rupiah untuk dimasukkan ke dalam sebuah layanan mobile wallet, besar kemungkinan ia akan merasa lebih berguna jika dimasukkan ke dalam Go-Pay dibandingkan layanan mobile wallet lainnya.
Go-Jek sendiri saat ini sedang menggenjot adopsi Go-Pay di antara konsumennya dengan memberikan sejumlah promo diskon untuk konsumen yang membayar menggunakan Go-Pay. Pun Go-Pay kini menjadi sumber pembayaran eksklusif untuk mereka yang ingin membayar tiket bioskop CGV Blitz melalui Go-Tix.
Tantangan Go-Pay
Berbeda dengan mobile wallet Starbucks, Go-Pay memiliki kelemahan. Layanan Go-Jek sangat bergantung pada kehandalan mitra pengemudinya, tetapi pembayaran Go-Pay ke mitranya tidak bisa dilakukan secara real time. Pengemudi harus nombokin dulu transaksi yang dilakukan melalui Go-Pay lalu meminta reimbursement ke pihak Go-Jek. Sayangnya proses pencairannya tidak selalu berjalan mulus.
Beberapa perbincangan di grup komunitas pengemudi Go-Jek di Facebook yang kami amati mengeluhkan lambatnya pencairan dana untuk transaksi yang menggunakan Go-Pay. Jika manajemen tidak cepat tanggap untuk mengatasi hal ini, bukan tidak mungkin ke depannya bakal ada kondisi “mogok” atau menolak mengambil suatu order jika pembayaran dilakukan menggunakan Go-Pay, padahal Go-Pay diciptakan untuk mengurangi penggunaan tunai dan memudahkan skema pembayaran untuk semua pihak. Hal ini harus terus dicermati oleh pihak manajemen.
Menurut saya, Go-Pay memiliki potensi besar menjadi jawara mobile wallet di Indonesia karena mereka memenuhi poin-poin resep sukses Starbucks di area yang sama, tetapi pihak manajemen Go-Jek harus terus memantau bagaimana proses pemanfaatan Go-Pay berjalan seamless dan memuaskan untuk semua pihak, baik konsumen maupun mitra pengemudi, yang menjadi penyokong kesuksesan Go-Jek sejauh ini.