Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran vital dalam perekonomian suatu negara. Mereka menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, serta memberikan kontribusi dalam berbagai sektor industri. Dalam menjalankan usahanya, UMKM juga tunduk pada sistem perpajakan yang memengaruhi berbagai aspek operasional dan perkembangan bisnis.
Bagi pelaku bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pemahaman mengenai stelsel pajak memiliki peranan penting dalam menjalankan operasi bisnis mereka secara efektif dan berkelanjutan. Karenanya, artikel ini akan membahas tentang stelsel pajak yang berlaku bagi pelaku UMKM, serta implikasinya dalam bisnis. Simak sampai habis, ya!
Definisi Stelsel Pajak
Stelsel pajak adalah tata cara atau aturan yang digunakan oleh pemerintah dalam mengenakan dan memungut pajak dari warga negara atau pihak-pihak yang memiliki kewajiban membayar pajak. Stelsel pajak mencakup berbagai komponen, seperti jenis-jenis pajak yang dikenakan, tarif pajak yang berlaku, sistem pemungutan, dan prosedur administratif yang harus diikuti oleh individu dan perusahaan dalam membayar pajak.
Bagi pelaku bisnis UMKM, stelsel pajak menjadi panduan dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan mengelola aspek keuangan yang terkait.
Jenis Stelsel Pajak di Indonesia
Menurut laman pajak.com, Indonesia saat ini menggunakan sistem stelsel pajak campuran. Stelsel campuran adalah stelsel yang menggabungkan elemen stelsel fiktif dan nyata. Sistem ini menerapkan penghitungan stelsel fiktif di awal tahun dan akhir tahun akan dilakukan koreksi berdasarkan stelsel nyata. Kelebihannya adalah pajak dapat dipungut pada awal tahun sesuai besaran sebenarnya. Namun, kelemahannya adalah meningkatnya beban administrasi bagi bendahara perusahaan karena perlu menghitung ulang pajak setelah tahun pajak berakhir.
Pengenaan Pajak Bagi Pelaku UMKM
Dikutip dari pip.kemenkeu.go.id, pelaku UMKM dikenakan tarif pajak penghasilan. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018, tarif PPh (Pajak Penghasilan) bagi sektor UMKM telah mengalami penurunan yang signifikan. Awalnya, tarif PPh untuk UMKM adalah sebesar 1%, namun kemudian diturunkan menjadi hanya 0,5%.
Perubahan tarif ini memiliki tujuan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan dan partisipasi masyarakat khususnya pengusaha untuk berperan aktif dalam pembayaran pajak.
Lalu, apakah semua UMKM, baik dengan omzet besar maupun kecil, dikenakan pajak yang sama? Tidak. Dikutip dari online-pajak.com, berdasarkan undang-undang HPP yang berlaku, UMKM orang pribadi dengan penghasilan per tahun kurang dari atau tidak melebihi Rp500 juta bisa tidak dikenakan pajak penghasilan final UMKM.
Berdasarkan laporan jurnal.bppk.kemenkeu.go.id, PP Nomor 23 tahun 2018 juga menentukan batasan waktu bagi Wajib Pajak yang tidak bisa terus menerus menggunakan tarif 0,5% dari peredaran bruto. Tarif 0,5% hanya bisa digunakan selama tujuh tahun. Selebihnya, Wajib Pajak Orang Pribadi pelaku UMKM akan dikenakan penghitungan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
Selain itu, Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto lebih dari 4,8 miliar per tahun juga tidak dapat lagi menggunakan tarif 0,5% walaupun belum mencapai batas waktu tujuh tahun.
Stelsel pajak merupakan panduan penting bagi pelaku bisnis UMKM dalam menjalankan kegiatan usaha mereka. Pemahaman yang baik mengenai jenis-jenis pajak, tarif, serta prosedur administratif dapat membantu UMKM untuk mematuhi kewajiban perpajakan, mengelola keuangan dengan efektif, dan menjalankan operasi bisnis secara legal dan berkelanjutan.