Tag Archives: STEM

CEO Doyobi John Tan / Doyobi

Platform Edtech Doyobi Fokus Hadirkan Kurikulum STEM di Sekolah

Besarnya peranan pengajaran berbasis Science, Technology, Engineering dan Math (STEM) untuk anak menjadi salah satu alasan mengapa platform seperti Doyobi hadir. Didirikan pada tahun 2020 di Singapura, secara khusus platform ini memberdayakan para guru melalui penerapan metode pembelajaran berbasis STEM. Perusahaan di bulan Oktober ini telah menerima pendanaan Pra-Seri A yang dipimpin Monk’s Hill Ventures.

Melalui platform coding tanpa perlu dasar kemampuan pemrograman, pendidik Doyobi mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis STEM dengan cara yang menyenangkan dan interaktif. Selain di negara-negara Asia, sejumlah sekolah di negara-negara benua Afrika juga telah mengadopsi kurikulum Doyobi.

Kepada DailySocial, CEO Doyobi John Tan menyebutkan, “Kami percaya guru merupakan bagian penting untuk mengubah pengalaman anak-anak di dalam kelas. Doyobi berfokus pada pemberdayaan guru dan memberikan dukungan dalam meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis STEM dan keterampilan abad ke-21.”

Belajar secara langsung


Memberikan materi dari kelas 1 hingga kelas 12 (SD hingga SMA), perusahaan ingin memosisikan guru sebagai pelatih, mentor atau pemandu dari siswa saat belajar di kelas.

“Untuk itu tim Doyobi memberikan pelatihan kepada para guru agar bisa tampil lebih percaya diri saat proses belajar secara langsung dilakukan. Dengan demikian fungsi mereka bukan hanya sebagai guru namun juga pemandu siswa,” kata John.

Beberapa sekolah yang saat ini sudah menjadi mitra Doyobi adalah Leap Surabaya, Codercadamy, HighScope Indonesia, Mutiara Harapan Islamic School, dan Stella Gracia School. Strategi monetisasi yang diterapkan adalah pengenaan biaya ke sekolah. Sejak diluncurkan, lingkungan pembelajaran virtual Doyobi telah digunakan oleh hampir 2 ribu guru di lebih dari 10 negara. Indonesia dan Filipina adalah dua pasar terbesar Doyobi.

Didukung semangat pemerintah yang mulai melihat pentingnya pengembangan wawasan dan skill STEM, Doyobi berharap dalam beberapa waktu ke depan akan lebih banyak lagi mitra di Indonesia yang bergabung.

“Ke depannya jika memungkinkan Doyobi bisa menjalin kerja sama strategis dengan pemerintah Indonesia dengan memberikan kurikulum STEM di sekolah. Kami melihat Mentri Pendidikan Indonesia, yang memiliki latar belakang teknologi, bisa mendukung program dan kurikulum dari kami,” kata John.

Pendanaan Pra-Seri A

Bulan Oktober ini Doyobi telah berhasil menyelesaikan putaran pendanaan Pra-Seri A senilai $2,8 juta (Rp39 miliar) yang dipimpin Monk’s Hill Ventures. Investor lainnya yang berpartisipasi dalam putaran ini adalah Tresmonos Capital, Novus Paradigm Capital, dan XA Network.

Turut terlibat dalam putaran kali ini adalah angel investor terkemuka Singapura, seperti Quek Siu Rui (CEO Carousell), Oswald Yeo dan Seah Ying Cong (Co-Founder Glints), dan Reuben Lai (Head of Grab Financial Group).

Dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk meluncurkan kursus dan pelatihan kelompok yang bertujuan meningkatkan keterampilan guru. Inisiatif ini ditujukan untuk mengembangkan sumber daya yang dibutuhkan untuk membantu guru mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis STEM secara efektif. Juga menjadi fokus adalah keterampilan terkini, seperti berpikir kritis dan kreatif di kelas.

Doyobi juga akan menggunakan dana tersebut untuk mendukung komunitas Teachers as Humans, sebuah komunitas online bagi para guru untuk saling mendukung dan mendapatkan peluang untuk mengembangkan diri secara profesional.

“Pendekatan yang dilakukan John dan timnya dalam menggabungkan metode pembelajaran berbasis STEM dengan keterampilan abad ke-21 yang disampaikan melalui lingkungan pembelajaran virtual akan mendorong sistem pendidikan ke depannya,” kata Co-Founder dan Managing Partner Monk’s Hill Ventures Peng T. Ong.

Di Indonesia sendiri platform pembelajaran sains, yang kebanyakan berhubungan dengan pembelajaran ilmu pemrograman, dilakukan secara informal. Sementara platform STEM untuk anak sekolah biasanya tercakup di platform edtech secara umum.

“Tujuan kami adalah bagaimana Doyobi bisa merangkul lebih banyak anak untuk belajar edukasi dan skill baru untuk mendukung karier mereka di masa depan,” tutup John.

Kano PC Adalah Tablet Windows 10 Modular untuk Mengeksplorasi Cara Kerja Komputer

Setahun yang lalu, produsen permainan STEM Kano meluncurkan tablet Windows 10 pertamanya setelah sebelumnya berkutat dengan sejumlah perangkat yang menjalankan sistem operasi bikinannya sendiri. Sayang meski kedengarannya menjanjikan, perangkat bernama Kano PC itu hanya sempat dijual ke sekelompok kecil konsumen saja.

Lalu di tengah pandemi dan berlangsungnya tahun ajaran baru di sejumlah negara, Kano mencoba untuk kembali mendapat sorotan lewat versi anyar Kano PC. Versi baru ini hadir dengan sejumlah peningkatan, utamanya terkait performa. Kalau sebelumnya Kano PC hanya ditenagai salah satu varian Intel Atom, versi barunya kini mengandalkan prosesor dual-core Intel Celeron N4000 yang lebih bertenaga.

Kapasitas RAM dan storage-nya masih sama, DDR3 4 GB dan eMMC 4 GB, akan tetapi daya tahan baterainya meningkat menjadi 10 jam pemakaian. Perubahan lainnya mencakup konektivitas Bluetooth 5.0 (sebelumnya cuma Bluetooth 4.2), charging via USB-C, sepasang port USB 3.0 (sebelumnya satu 3.0 dan satu 2.0), serta tombol volume di sisi kanan perangkat.

Menurut Kano, spesifikasi baru ini punya kinerja yang lebih unggul ketimbang laptop lain yang berharga lebih mahal, seperti Chromebook Acer Spin 11 misalnya, saat diuji menggunakan software benchmark Novabench. Peningkatan performa memang merupakan hal positif yang semestinya kita dapatkan dari produk generasi kedua, akan tetapi nilai jual utama Kano PC sebenarnya bukanlah itu.

Kano PC

Daya tarik utamanya justru terletak pada konsep perakitan ala Lego. Jadi sebelum bisa digunakan seperti tablet Windows 10 pada umumnya, Kano PC harus dirakit terlebih dulu. Sejumlah komponen, seperti misalnya modul speaker atau baterai, harus disambungkan ke papan sirkuit utamanya sebelum akhirnya dibungkus dalam case transparan.

Sejumlah indikator LED akan menyala untuk menandakan apakah suatu komponen sudah berfungsi dengan baik atau belum. Konsepnya memang tidak sekompleks merakit komputer pada umumnya, tapi setidaknya bisa memberikan gambaran kepada anak-anak mengenai cara kerja suatu komputer, dan pastinya ada kepuasan tersendiri ketika mereka bisa belajar menggunakan perangkat yang dibangunnya sendiri.

Berhubung modular, Kano PC juga punya potensi untuk di-upgrade ke depannya, dan ini penting demi mengajarkan anak-anak selaku target pasar utama Kano PC tentang besarnya dampak dari limbah elektronik. Daripada harus dibuang ketika baterai atau layarnya sudah rusak, Kano PC bisa ‘dihidupkan’ kembali dengan memasang modul yang baru.

Bicara soal layar, layar sentuh milik Kano PC diklaim cukup tangguh dan mampu bertahan meski dijatuhi bola baja dari ketinggian hampir 2 meter. Layarnya sendiri punya bentang diagonal 11,6 inci dan resolusi 1366 x 768 pixel.

Kano PC

Beralih ke software, Kano tidak lupa menyertakan sejumlah aplikasi edukasi racikan mereka sendiri. Mereka juga menyediakan layanan berlangganan Kano Club yang akan memberikan konten pendidikan secara rutin setiap dua minggu. Terakhir, mengingat Kano PC merupakan hasil kolaborasi antara Kano dan Microsoft, jangan terkejut kalau integrasi Microsoft Teams sudah tersedia secara default, dan ini diharapkan bisa membantu para murid dan pengajar dalam menjalani masa-masa sulit seperti sekarang.

Di Amerika Serikat, Kano PC saat ini telah dipasarkan seharga $300. Ke depannya, Kano berencana meluncurkan sejumlah periferal untuk Kano PC, mulai dari headphone, mouse sampai webcam modular yang dibekali sejumlah lensa yang berbeda.

Sumber: Engadget dan Kano.

Sphero Akuisisi LittleBits Demi Semakin Mendominasi Industri STEAM Toys

Sphero dan LittleBits adalah dua nama yang cukup dikenal di industri STEAM toys (Science, Technology, Engineering, Art and Math). Keduanya sama-sama mulai berkiprah sejak tahun 2011, dan kini sudah menjadi kepercayaan berbagai institusi pendidikan di banyak negara.

Baik Sphero maupun LittleBits sama-sama memulai kiprahnya lewat program accelerator Disney. Masing-masing juga sempat menelurkan produk bertema franchise milik Disney dengan lisensi resmi, mulai dari Star Wars (Sphero BB-8 dan LittleBits Droid Inventor Kit) sampai Avengers (Sphero Spider-Man dan LittleBits Avengers Hero Inventor Kit).

LittleBits Droid Inventor Kit / LittleBits
LittleBits Droid Inventor Kit / LittleBits

Sekarang, keduanya memutuskan untuk bersatu di bawah nama Sphero. Ya, Sphero baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi LittleBits, meski tidak ada nominal mahar yang disebutkan.

Berkat tambahan aset dari LittleBits, portofolio produk Sphero kini mencakup lebih dari 140 paten di bidang robotik, elektronik, software dan Internet of Things (IoT). Akuisisi ini juga diharapkan bisa membantu Sphero melancarkan ekspansi internasionalnya, sekaligus rencana ke depannya untuk mengakuisisi perusahaan lain demi memperluas portofolio penawarannya di ranah STEAM toys.

Sphero RVR / Sphero
Sphero RVR / Sphero

Ini bukan pertama kalinya Sphero mengakuisisi perusahaan yang bergerak di bidang serupa. Tahun lalu, mereka sempat mengakuisisi Specdrums, startup yang hardware bikinannya berfokus pada area pendidikan musik. Sejauh ini, produk Specdrums masih dipasarkan di bawah brand yang terpisah, sehingga ada kemungkinan Sphero juga bakal menerapkan kebijakan yang sama untuk produk-produk LittleBits.

Arah perkembangan Sphero sebagai perusahaan sejatinya semakin jelas sejak mereka memutuskan untuk sepenuhnya mengalihkan fokusnya ke ranah edukasi. Di samping portofolio produk, aset terbesar yang Sphero punyai adalah jalinan kemitraan dengan sejumlah institusi pendidikan, sehingga pada akhirnya masuk akal apabila mereka tidak segan berinvestasi besar demi semakin memperluas penawarannya.

Sumber: 1, 2, 3.

Osmo Little Genius Starter Kit Ubah iPad Menjadi Alat Bantu Tangible Learning buat Anak Balita

Masih ingat dengan Osmo, startup yang memanfaatkan kecanggihan teknologi computer vision untuk menciptakan permainan-permainan edukatif menarik macam Osmo Pizza Co. maupun Osmo MindRacers? Selama ini permainan bikinan mereka banyak ditujukan untuk anak-anak berusia 5 – 12 tahun, namun sekarang Osmo juga punya penawaran buat anak-anak di bawah 5 tahun.

Namanya Osmo Little Genius Starter Kit, dan permainan ini masih mengandalkan komponen terpenting dalam portofolio produk Osmo, yakni sebuah cermin kecil yang dapat dipasangkan ke bagian atas iPad supaya kameranya bisa melihat apa saja yang ada di hadapannya. Yang berbeda, jenis kontennya dimaksudkan untuk membantu perkembangan kognitif sekaligus motorik anak usia 3 – 5 tahun.

Aspek edukasinya mencakup pembelajaran mengenai alfabet, kosa kata, pemahaman emosi, pemecahan masalah maupun pengasahan kreativitas. Dalam mengajarkan alfabet dan kosa kata misalnya, anak-anak diajak untuk menyusun balok-balok kecil warna-warni menjadi huruf atau objek tertentu, menyesuaikan dengan apa yang sedang ditampilkan di layar.

Osmo Little Genius Starter Kit

Di saat yang sama, aktivitas menyusun objek ini tentu dapat berkontribusi dalam mengasah kreativitas anak, sekaligus mematangkan kemampuan motorik halusnya. Di dunia pendidikan, metode pembelajaran seperti ini dikenal dengan istilah tangible learning, dan ini banyak didasari oleh teori-teori para cendekiawan, macam Friedrich Froebel maupun Maria Montessori.

Selain susun-menyusun balok, anak-anak juga diajak untuk bereksperimen seputar busana. Mereka dapat mengombinasikan beragam jenis pakaian, lalu melihat reaksi karakternya pada layar. Di saat yang sama, aktivitas ini juga bakal mengajak anak-anak belajar memecahkan masalah; memilih kostum yang tepat supaya karakternya dapat menghadapi tantangan yang diberikan.

Rencananya, Osmo Little Genius Starter Kit bakal segera dipasarkan seharga $79. Paket penjualannya sudah mencakup aksesori iPad yang dibutuhkan, yakni sebuah penyangga dan cermin kecil itu tadi.

Sumber: Business Wire.

Bukan Sebatas Mobil R/C, Sphero RVR Adalah Robot yang Dapat Dikustomisasi Sepenuhnya

Desember lalu, Sphero mengumumkan bahwa mereka sudah berhenti memproduksi robot-robot mainannya hasil kemitraannya bersama Disney. Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya Sphero untuk memaksimalkan sumber dayanya di ranah STEM, di samping merilis robot baru bernama Bolt.

Belum ada setahun berselang pasca peluncuran Bolt, Sphero sudah siap dengan robot edukatif lain. Namanya RVR, diambil dari kata rover yang menggambarkan wujud beserta fungsinya. RVR bukan sebatas mobil R/C biasa yang bisa dikendalikan via smartphone, ia benar-benar merupakan sebuah robot yang dapat dikustomisasi sepenuhnya.

Sphero RVR

Di balik sasis semi-transparannya, bernaung sederet sensor: sensor warna, sensor cahaya, infra-merah, magnetometer, accelerometer, gyroscope, dan sensor inersia 9-poros yang memungkinkannya untuk saling bertukar sinyal sekaligus berinteraksi dengan robot Sphero lain.

Sensor-sensor tersebut turut didampingi 10 buah LED yang bisa dikustomisasi secara individu, magnetic encoder beresolusi tinggi, serta gear super-presisi dengan peredam suara dan getaran. Secara keseluruhan, RVR sangatlah kompleks terlepas dari kulit luarnya yang kelihatan simpel.

Sphero RVR

RVR juga mengemas karakter sebuah rover yang kental. Berkat gardan berlapis bajanya, permukaan terjal maupun jalan menanjak pun siap ia lewati. Sphero bahkan telah melengkapinya dengan roll cage untuk melindungi komponen-komponen sensitif di dalam RVR, semisal baterainya yang dapat dilepas-pasang, serta di-charge via USB-C.

RVR turut dibekali expansion port universal yang kompatibel dengan beragam development board populer, macam Raspberry Pi, Arduino dan Micro:Bit, sehingga para geek dapat memaksimalkan potensinya dengan leluasa. Juga tidak ketinggalan adalah kompatibilitas dengan platform Sphero Edu, dan Sphero pun sudah menyiapkan kurikulum pembelajaran khusus untuk RVR.

Sphero RVR

Satu hal yang tidak biasa bagi Sphero adalah pemasaran RVR. Di sini Sphero memilih memanfaatkan platform crowdfunding Kickstarter sebagai mediumnya, dengan maksud agar lebih mudah menerima masukan dari para backer yang kebagian jatah lebih dulu. Harga termurah yang bisa ditebus adalah $199, lebih murah $50 dari estimasi harga ritelnya.

Sumber: VentureBeat.

Kano Computer Kit Touch Ajak Anak-Anak Belajar Merakit Komputer Sekaligus Coding

Maraknya tren STEM toy (Science, Technology, Engineering, Math) memicu kemunculan berbagai jenis permainan edukatif dari sejumlah startup. Jenis permainan seperti ini umumnya dirancang untuk merangsang ketertarikan anak-anak, membuka pintu gerbang pembelajaran yang berkaitan dengan ilmu komputer bagi mereka.

Salah satu permainan STEM baru yang cukup menarik datang dari Kano, startup yang sudah cukup lama menggeluti bidang ini, dan yang sempat memperoleh pendanaan dari pemodal ventura (VC) grup Sesame Street. Produk terbaru mereka adalah Computer Kit Touch, set komputer DIY (do-it-yourself) yang ditujukan untuk anak-anak berusia 6 tahun ke atas.

Kano Computer Kit Touch

Computer Kit Touch sejatinya merupakan penyempurnaan dari Computer Kit Complete yang dirilis tahun lalu. Embel-embel “Touch” menandakan bahwa ia datang bersama sebuah layar sentuh, dan karena konsepnya DIY, komputernya harus dirakit terlebih dulu sebelum bisa digunakan.

Dipandu oleh buku manual yang penuh gambar, anak-anak bisa mulai merakit komponen-komponennya, yang mencakup sebuah komputer papan tunggal Raspberry Pi. Kabel warna-warni diperlukan untuk menghubungkan satu komponen dengan yang lain, dan warnanya sengaja disamakan dengan tiap-tiap komponen; contohnya, kabel biru adalah untuk menyambungkan modul speaker yang juga berwarna sama.

Kano Computer Kit Touch

Yang tidak perlu dirakit hanyalah layar sentuh dan keyboard beserta touchpad-nya. Begitu jeroannya selesai dirakit, anak-anak tinggal menambatkan layar beserta rangka plastik transparannya ke atasnya, dan komputer pun siap digunakan. Layarnya sendiri memiliki bentang diagonal 10,1 inci dengan resolusi HD.

Usai komputer dinyalakan, anak-anak akan langsung disambut oleh sistem operasi Kano OS. Sejumlah aplikasi seperti YouTube, Google Maps atau Wikipedia bisa mereka akses, tapi bukan itu yang dicari dari permainan ini. Yang dicari adalah sederet tantangan coding yang memadukan bahasa pemrograman berbasis teks sekaligus blok.

Kano Computer Kit Touch

Anak-anak akan diajari cara membuat game sederhana macam Pong atau Snake – game jadul yang kita kenal lewat ponsel-ponsel Nokia lawas – serta cara menciptakan mod untuk Minecraft. Eksperimen dengan seni juga dapat mereka lakukan lewat program seperti Chrome Music Lab, dan masih banyak lagi tantangan interaktif lainnya.

Singkat cerita, Kano Computer Kit Touch menawarkan pengalaman bermain dan belajar dasar-dasar ilmu komputer yang cukup menyeluruh, mulai dari proses perakitan hardware sampai ke proses pembuatan software-nya (coding). Di Amerika Serikat, perangkat ini sudah dipasarkan seharga $280.

Sumber: VentureBeat dan Kano.

Robot Sphero Bolt Dirancang untuk Memberikan Pengalaman Belajar dan Bermain yang Amat Bervariasi

Produsen robot mainan Sphero kembali membuktikan bahwa fokus utama mereka adalah menciptakan produk yang mendidik, bukan sebatas untuk keren-kerenan saja seperti miniatur BB–8 maupun Spider-Man. Usai meluncurkan Sphero Mini tahun lalu, tahun ini mereka memperkenalkan Sphero Bolt yang bahkan mengemas filosofi STEM (science, technology, engineering, math) yang lebih mendalam lagi.

Bolt masih berwujud bola, sama seperti Sphero orisinil. Perbedaan yang langsung kelihatan adalah sebuah LED matrix dengan layout 8 x 8 yang dapat diprogram untuk beragam kebutuhan, mulai dari sesederhana menampilkan emoticon senyum, sampai menampilkan data secara real-time.

Sphero Bolt

Komponen baru lain yang diusung Bolt adalah empat buah sensor infra-merah, yang memungkinkannya untuk berinteraksi dengan unit Bolt lain. Sphero bilang bahwa hingga lima unit Bolt sekaligus dapat berbicara satu sama lain dalam radius lima meter, dan ini merupakan pertama kalinya ada robot Sphero yang dapat saling berkomunikasi.

Sensor ambient light turut disematkan agar Bolt bisa diprogram berdasarkan kondisi pencahayaan di sekitarnya. Semua tahap coding ini berlangsung melalui aplikasi Sphero Edu yang memadukan bahasa pemrograman JavaScript dengan Scratch Blocks yang lebih visual.

Sphero Bolt

Ekosistem Apple turut didukung melalui kompatibilitas dengan Swift Playgrounds, dan kalau memang sudah bosan coding, Bolt tetap bisa dipakai untuk sekadar bersenang-senang dengan bantuan aplikasi Sphero Play. Juga telah disempurnakan adalah baterainya, yang kini bisa tahan sampai sekitar dua jam pemakaian.

Saat ini Sphero Bolt sudah dipasarkan dengan harga $150. Ia memang tidak seekonomis Sphero Mini (yang memang dirancang untuk menjangkau lebih banyak kalangan konsumen), akan tetapi kapabilitasnya memang jauh lebih banyak berkat kehadiran sederet sensor barunya.

Sumber: TechCrunch dan The Verge.

Hasil Temuan Mastercard tentang Ketertarikan Perempuan Berkarier di Bidang STEM

Mastercard kembali merilis laporan keduanya bertajuk “Girls in Tech”, kali ini memfokuskan pada kepuasan para pekerja perempuan di bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik dan Matematika). Salah satu simpulan menarik disebutkan bahwa 72 persen dari pekerja di bidang STEM di Indonesia sangat puas dengan karier mereka saat ini. Sementara itu tingkat partisipasi anak-anak perempuan di Indonesia (usia 15-19 tahun) di bidang STEM merupakan kedua tertinggi di wilayah Asia Pasifik.

Hasil yang didapat dalam penelitian ini berdasarkan pada wawancara yang berlangsung pada bulan Desember 2016 dengan jumlah responden sebanyak 2.270 perempuan berusia 12-25 tahun di enam negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

Di antara first jobber yang lulus kuliah dengan gelar STEM, sebanyak 84 persen memperoleh pekerjaan pertama kurang dari enam bulan, sementara 60 persen dari para lulusan tersebut sangat puas dengan pilihan pekerjaan yang mereka miliki setelah lulus.

Selain itu banyak 63 persen dari perempuan muda yang disurvei mengungkapkan bahwa mereka cenderung untuk bertahan di bidang yang terkait dengan STEM dalam karier. Banyaknya kesempatan untuk belajar, bertumbuh dan maju, serta passion mereka terhadap bidang STEM merupakan faktor utama yang dipilih responden untuk tetap bertahan berkarier di bidang STEM.

Kondisi peminat STEM di kalangan perempuan Indonesia

Di Indonesia, mayoritas dari lulusan STEM bekerja di bidang yang sesuai dengan gelar mereka (84 persen bekerja di bidang STEM). Mereka mengatakan bahwa passion (50 persen) dan tantangan (47 persen) merupakan alasan utama untuk bekerja di bidang STEM. Pemikiran mereka ketika memutuskan untuk memilih sebuah pekerjaan ialah upah yang tinggi (82 persen), bekerja dengan orang-orang yang cerdas (82 persen), keamanan dalam bekerja (79 persen) serta kesesuaian pekerjaan dengan ketertarikan mereka (79 persen).

Sementara itu walaupun partisipasi anak-anak perempuan berusia 12-19 tahun di bidang STEM merupakan salah satu yang tertinggi di wilayah Asia Pasifik, namun dibandingkan dengan negara lainnya Indonesia menjadi negara yang paling mendekati untuk menutup adanya kesenjangan gender (gender gap).  Hanya 26% dari anak-anak perempuan di Indonesia (dibandingkan dengan 39% rata-rata di wilayah tersebut) yang menyatakan bahwa anak-anak perempuan lebih cenderung untuk tidak memilih mata pelajaran STEM ketika melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki.

Kekhawatiran dan harapan perempuan di dunia kerja berbasis teknologi

Di antara para remaja perempuan yang disurvei, 30 persen dari mereka yang berusia 17-19 tahun mengatakan bahwa mereka tidak akan memilih pekerjaan di bidang STEM walaupun mereka mempelajari mata pelajaran bidang tersebut. Sementara itu, anak-anak perempuan berusia 12-19 tahun mengatakan mereka akan terus memegang persepsi bahwa mata pelajaran STEM itu sulit (39 persen) dan karier STEM merupakan karier yang bias gender, dengan dua dari lima anak perempuan percaya hanya sedikit anak perempuan yang memilih mata pelajaran STEM dikarenakan adanya persepsi bahwa pekerjaan STEM didominasi oleh laki-laki.

Ketika ditanyakan mengenai hal yang dapat menarik perhatian anak perempuan untuk mengejar karier di bidang STEM, anak-anak perempuan berusia 17-19 tahun menyatakan bahwa beasiswa (38 persen), wanita yang telah berhasil di bidang STEM dan menjadi panutan mereka (34 persen) serta dukungan kuat dari sekolah dan institusi (32 persen) sebagai tiga motivasi utama mereka. First jobber di bidang STEM merasa bahwa paparan sebelumnya mengenai karier STEM melalui kesempatan bersosialisasi atau networking (43 persen), magang (36 persen) dan pameran untuk karier (35 persen) akan membantu untuk mempersiapkan diri mereka lebih baik dari kondisi mereka saat ini.

Tiga dalam lima first jobber yang disurvei menyatakan bahwa kesesuaian pekerjaan bagi wanita merupakan sebuah kriteria ketika mereka mencari pekerjaan, sementara 46 persen percaya bahwa pada organisasi mereka saat ini, para pria dibayar lebih banyak dibandingkan perempuan untuk posisi yang sama.

Di antara first jobber STEM yang mempertimbangkan untuk bekerja di bidang non-STEM, kekhawatiran terhadap kurangnya eksposur terhadap hal-hal komersial (36 persen), jam kerja yang panjang (36 persen) dan kesesuaian untuk jenis kelamin/gender (33 persen) merupakan alasan utama yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut.  42 persen dari first jobber STEM percaya bahwa kita butuh untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap STEM agar dapat menarik generasi perempuan selanjutnya untuk mengejar karier di bidang STEM.

STEM Luncurkan Aplikasi Point of Sale Versi Berbayar iReap POS Pro

Perusahan pengembang solusi teknologi informasi dan manajemen infomasi, PT Sterling Tulus Cemerlang (STEM), Rabu silam (25/5) meluncurkan aplikasi point of sale berbayar iReap POS Pro untuk industri ritel. Bersamaan dengan itu, STEM juga merayakan pencapaian unduhan aplikasi iREAP POS Lite mereka yang melampaui 100.000 unduhan. Jumlah tersebut diklaim tidak berasal dari Indonesia saja, tetapi juga dari 200 negara lain seperti USA, Perancis, Rusia, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam.

iReap POS adalah aplikasi sistem kasir yang dikembangkan oleh STEM untuk perangkat ponsel pintar Android. Aplikasi ini diklaim dapat memberikan kemampuan dan fleksibilitas penggunanya dalam mengatur usaha ritel yang dimiliki. Beberapa fitur yang tersemat di antaranya, pengaturan artikel, pengaturan harga barang, mengontrol persediaan, dan pencatatan transaksi kasir penjualan.

Sebagai informasi, iReap POS tidak sendirian bermain dalam ranah point of sales di Indonesia. Beberapa startup Indonesia yang memberikan layanan serupa adalah MokaPOS, Olsera, Kazir, dan Pawoon.

CEO dan Co-Founder STEM Andy Djojo Budiman mengatakan, “Industri ritel dikenal sebagai industri yang memerlukan perhatian yang rinci. […] Mencatat nilai penjualan dan pembelian, menghitung stok barang, hingga perencanaan pembelian dan pengelolaan agar keluar masuk barang terekam adalah tantangan pelaku usaha ritel. Bagi ritel berskala kecil, hal ini tidak terlalu menjadi tantangan. Namun, ceritanya jadi berbeda jika [ritel] telah memiliki banyak jaringan dan berada di berbagai kota dan pulau berbeda.”

“Saat mengembangkan aplikasi iReap POS, yang kami pikirkan adalah bagaimana memberikan solusi pengelolaan administrasi melalui teknologi informasi yang mudah dilakukan dari manapun dan kapanpun. Selain itu bisa dilakukan oleh para pelaku usaha mikro sekalipun. […] Latar belakang kami di bidang aplikasi bisnis sebagai SAP Gold Partner dan dukungan kemitraan dengan SAP Indonesia memberikan keuntungan bagi kami saat merancang iReap POS,” lanjur Andy.

Aplikasi iReap POS Pro dirancang untuk pengguna yang memiliki dan mengelola jaringan toko besar. Lewat versi Pro ini, konsolidasi transaksi dapat terjadi secara otomatis, dan laporan dapat dilihat melalui situs resmi iReap. Penggunaan pertama akan diberikan masa percobaan gratis selama tiga bulan, namun ke depannya akan dikenakan biaya berlangganan sebesar Rp 49.900 per bulan/perangkat.

iReap POS sendiri kini tersedia dalam dua versi, yakni versi gratis atau iReap POS Lite dan versi berbayar atau iReap POS Pro yang baru resmi diluncurkan. Kedua aplikasi tersebut saat ini tersedia untuk pengguna Android dan dapat diunduh secara gratis melalui Google Play.

Application Information Will Show Up Here

Survei Microsoft: Penduduk Negara Berkembang Lebih Terbuka Terhadap Perkembangan Teknologi Ketimbang Negara Maju

Ilustrasi Penerimaan Teknologi Personal / Shutterstock

Microsoft mengumumkan hasil survei tahunan yang dilakukan terhadap lebih dari 12 ribu orang di lima negara maju dan tujuh negara berkembang, termasuk Indonesia, tentang bagaimana teknologi mengubah hidup kita. Temuan menarik dalam survei ini adalah perbedaan cara pandang masyarakat negara maju dan negara berkembang tentang dampak teknologi bagi pertalian sosial (social bonds), dampak layanan sharing (seperti Airbnb dan Uber), dan ketertarikan untuk bekerja di bidang-bidang eksakta. Penduduk negara berkembang disimpulkan lebih terbuka dalam menerima perkembangan teknologi.

Continue reading Survei Microsoft: Penduduk Negara Berkembang Lebih Terbuka Terhadap Perkembangan Teknologi Ketimbang Negara Maju