Tag Archives: Steven Vanada

Kinesys Group kelola dana $20 juta dengan ticket size $500 ribu per startup. Sudah berinvestasi ke lima startup: Wahyoo, Zenius, Recharge, Umma, dan Goola

Kinesys Jalin Kerja Sama dengan The-Wolfpack, Fokus Perkuat Ekosistem D2C

Perusahaan modal ventura Kinesys Group menjalin kerja sama strategis dengan The-Wolfpack, yang merupakan fund management berbasis di Singapura. Didirikan oleh Jin Wei Toh dan Simon Nichols, firma investasi tersebut fokus kepada startup D2C.

Kepada DailySocial, Managing Partner Kinesys Group Steven Vanada mengungkapkan, D2C telah menjadi salah satu sektor fokus dari Kinesys Group. Hal tersebut yang turut mendorong kemitraan strategis ini terjalin dengan tujuan menggabungkan kedua jaringan agar dapat membawa nilai tambah ke ekosistem.

Dalam ulasan di laman Linkedin, Co-founder & Managing Partner The-Wolfpack Jin Wei Toh menyebutkan, Kinesys akan membawa fokus high-tech dan keahlian mendalam mereka di pasar Indonesia yang berkembang pesat ke pengalaman operasional perusahaannya dan koneksi di Asia Pasifik.

Sejak 2019 Kinesys telah berinvestasi ke 15 startup dan memiliki rencana menggelontorkan 5 pendanaan lagi sampai akhir tahun 2021. Ada lima sektor utama yang menjadi fokus meliputi D2C, entertainment, lifestyle, travel, dan education. Meski ditujukan untuk startup di kawasan Asia Tenggara, dana yang dikelola akan diprioritaskan untuk startup Indonesia, khususnya yang bergerak di segmen konsumer ritel.

“Di Kinesys kami telah melakukan kesepakatan sebagian besar pada teknologi konsumen dan beberapa B2B. Kami telah berinvestasi di berbagai sektor seperti Zenius, Wahyoo, Dailybox, Sabtu, dan banyak lainnya. Kami masih percaya ada banyak potensi di lifestyle, entertainment, D2C, healthtech, dan solusi yang mempercepat digitalisasi UMKM,” kata Steven

Diinisiasi Yansen Kamto di awal tahun 2019 dengan debut investasi di Wahyoo, Kinesys juga didukung Co-Founder & Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo sebagai advisor.

“Memanfaatkan semua insight dari pengalaman yang dimiliki [Patrick], memberikan pandangan holistik tentang kondisi pasar,” kata Steven.

Investasi ke startup D2C

Menjamurnya startup D2C tidak lain karena terbukanya kanal penjualan yang efektif melalui digital. Pengembang merek dari berbagai jenis produk (fesyen, makanan, kosmetik, dll) bisa menjangkau pasar melalui berbagai medium, mulai dari situs pribadi, online marketplace, sampai media sosial (social commerce).

Penerimaan pasar yang besar dibuktikan dengan GMV yang dihasilkan dari layanan online tersebut. Sejauh ini Indonesia menjadi penyumbang nilai terbesar, didukung ekosistem yang semakin matang dan ukuran pasar dari populasi penduduk yang sangat besar.

Fenomena tersebut turut dilihat baik oleh para investor. Jika dalam gelombang sebelumnya investasi mereka banyak memfokuskan pada teknologi yang mendukung kegiatan consumer retail tersebut dalam menjalankan bisnis, kini tidak sedikit investor yang turut berinvestasi langsung kepada para pengembang brand.

Berikut ini beberapa daftar investor yang telah berinvestasi ke startup D2C di Indonesia:

Pemodal Ventura/Investor Portofolio D2C/New Economy
Kinesys Group Saturdays, Dailybox
East Ventures Mohjo, Greenly, Fore
Alpha JWC Ventures Hangry, Kopi Kenangan, Goola, Lemonilo, Mangkokku, Saturdays
AC Ventures Rose All Day, Segari, Fore, KLAR
SALT Ventures SYCA, Hangry, dr soap
Hypefast Boonels, Soleram, Nona, Noore, dll

Pandemi dan peluang startup

Salah satu pemicu inovasi startup dalam waktu satu tahun terakhir adalah pandemi. Meskipun di awalnya sempat mengganggu pertumbuhan bisnis, seiring berjalannya waktu pandemi telah menciptakan layanan dan inovasi baru. Hal ini dilihat baik oleh Kinesys, pandemi dinilai memberikan peluang lebih kepada berbagai jenis bisnis untuk tumbuh.

“Kami telah melihat beberapa portofolio mengalami pertumbuhan yang cepat selama pandemi. Dan kebanyakan proses akuisisi pengguna menjadi lebih teroptimasi, dengan adopsi pada end-user untuk menjelajahi berbagai layanan online, yang menjadi pilihan saat pandemi,” kata Steven.

Ke depannya Kinesys Group melihat kondisi ini menjadi titik balik untuk semua startup. Bagi para entrepreneur yang berniat untuk meluncurkan startup, saat ini menjadi waktu yang paling tepat, dilihat dari makin besarnya jumlah kapital yang masuk ke Indonesia.

Kinesys Group kelola dana $20 juta dengan ticket size $500 ribu per startup. Sudah berinvestasi ke lima startup: Wahyoo, Zenius, Recharge, Umma, dan Goola

Kinesys Group Tunjuk Steven Vanada Jadi Managing Partner, Siapkan 280 Miliar Rupiah untuk Startup Tahap Awal

Perusahaan modal ventura Kinesys Group (Kinesys) menunjuk Steven Vanada sebagai Managing Partner untuk mengukuhkan dan mendukung usaha perusahaan di ekosistem startup lokal. Steven berpengalaman selama delapan tahun sebagai investor bersama CyberAgent Capital dengan posisi terakhir sebagai Executive Director.

Diinisiasi Yansen Kamto di awal tahun 2019 dengan debut investasi di Wahyoo, Kinesys juga didukung Co-Founder & Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo sebagai Advisor.

Sepanjang tahun ini, selain Wahyoo, ada empat startup lainnya yang sudah mendapatkan kucuran dana dari perusahaan, yakni Zenius, Recharge, Umma, dan Goola. Kinesys menargetkan bisa berinvestasi ke tiga startup lagi hingga Januari mendatang.

Sektor yang diminati

Kepada DailySocial, Yansen dan Steven menceritakan visi-visi investasi perusahaan. Ada lima sektor utama yang menjadi fokus, meliputi new retail, entertainment, lifestyle, travel, dan education. Meski ditujukan untuk startup-startup di kawasan Asia Tenggara, dana yang dikelola Kinesys ini akan diprioritaskan untuk startup Indonesia, khususnya yang bergerak di segmen konsumer ritel.

Bukan tanpa alasan, Steven mengatakan saat ini infrastruktur utama dalam ekosistem internet di Indonesia sudah terbentuk dengan baik. Layanan marketplace, edukasi pengguna, hingga pembayaran sudah dibentuk di era awal selama satu dekade terakhir.

“Infrastruktur sudah ada fondasinya [platform], misalnya pembayaran sudah ada GoPay dan sebagainya. Dari situ banyak vertikal baru yang siap untuk diinvestasi. Kalau dulu kita masih berpikir, untuk meyakinkan orang buat beli online, pembayarannya belum efisien dan lain sebagainya, lalu bagaimana mau beli konten (digital). Sekarang sangat berbeda, banyak peluang baru yang mungkin lima tahun lalu belum ada,” ujar Steven.

Ia melanjutkan, digitalization of existing sectors menjadi prinsip besar yang dipegang Kinesys. Mereka ingin mendukung produk inovatif startup digital yang dapat membantu model bisnis (konvensional) yang sudah ada sebelumnya untuk diakselerasi dengan pendekatan digital.

“Kita melihat adanya peningkatan consumer confidence, purchasing powers, the rise of middle class. Dari sana ada sektor spesifik yang bisa dikembangkan. Misalnya untuk mendukung pariwisata; sekarang banyak sekali jalan tol dan bandara baru yang memudahkan, kita tinggal mengisi dengan solusi yang membuat pengguna lebih efisien dan membuat pengalaman menjadi lebih personal,” tambah Yansen.

Kelola dana 280 miliar Rupiah

Di putaran perdananya, perusahaan menargetkan dana kelolaan $20 juta atau setara lebih dari 280 miliar Rupiah. Sasaran investasinya adalah startup tahap awal (early stage) dengan penyaluran ticket size mencapai $500 ribu (sekitar 7 miliar Rupiah) per startup. Sejauh ini sudah 70% dana terkumpul yang secara keseluruhan berasal dari LP lokal. Yansen menargetkan dana ini bisa ditutup di bulan Maret 2020.

“Hampir semua startup punya model bisnis yang bagus, tapi startup yang akan diberi pendanaan harus memiliki rencana menuju profitabilitas yang jelas. Jadi bukan cuma tentang growth and scale, tapi benar-benar tentang bisnis yang berkelanjutan,” tegas Yansen.


Amir Karimuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Menyimak Curhatan Para Investor Terhadap Startup di Indonesia

Dalam sesi diskusi yang digelar di JSC Hive Jakarta, enam investor yang cukup aktif berinvestasi kepada startup Indonesia yaitu Director Skystar Capital Abraham Hidayat, Investment Manager Venturra Capital Raditya Pramana, Head of Investment Mandiri Capital Aldi Adrian Hartanto, Associate East Ventures Agung Bezharie, Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada, dan Managing Partner Coffee Ventures Kevin Darmawan, menyampaikan “rasa frustrasinya” terhadap startup Indonesia yang belum signifikan berhasil menciptakan inovasi yang baru saat ini.

Sedikitnya jumlah investor yang memberikan pendanaan kepada startup baru tampaknya menjadi bukti nyata rasa frustrasi dan pesimis.

“East Ventures selama ini cukup aktif memberikan pendanaan untuk Indonesia dan Singapura. Namun akhir-akhir ini kami memutuskan untuk lebih fokus kepada startup di luar Indonesia dan Singapura,” kata Agung.

Sempitnya inovasi baru dari startup asal Indonesia serta minimnya pengetahuan dari para founder asal Indonesia terkait dengan bisnis secara umum dan teknologi pada khususnya, merupakan beberapa alasan mengapa pada akhirnya Kevin Darmawan dari Coffee Ventures menganjurkan kepada para Founders untuk menguasai pemahaman bisnis dan teknologi, terkait dengan ide dan inovasi yang bakal dibuat.

“Idealnya para pendiri startup tersebut harus melakukan uji coba terlebih dulu dan tentunya menguasai bisnis yang ada. Namun demikian saat ini cost dari uji coba tersebut sudah tergolong mahal biayanya, menyulitkan kami investor untuk meneruskan investasi.”

Kevin juga menambahkan masih banyak startup baru menerapkan pola yang sama, yaitu membangun bisnis yang sebelumnya sudah ada dan terbilang sukses seperti Tokopedia, GO-JEK dan Traveloka. Hal tersebut menyulitkan investor untuk memiliki minat dan tertarik untuk berinvestasi.

“Dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi startup tersebut bisa besar seperti ini. Saat ini ketika teknologi, demand dan ekspektasi semakin tinggi menyulitkan startup untuk tumbuh jika masih menerapkan pola yang serupa.”

Investor semakin “picky” dan berhati-hati

Meskipun saat ini makin banyak investor yang hadir di Indonesia, namun tidak semua investor lokal dan asing tersebut memiliki keyakinan kepada startup baru. Belajar dari pengalaman sebelumnya memberikan investasi kepada startup dan berakhir tidak sukses, pada akhirnya membuat investor harus mengencangkan ikat pinggang dan memilih dengan baik startup yang bakal diinvestasikan.

“Jika kita lihat saat ini pendanaan tahap seed hingga seri B dan C makin sedikit diberikan oleh investor. Salah satu alasannya adalah extra picky dan extra filtering dari investor dalam hal pemberian dana,” kata Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada.

Pemilihan yang ketat tersebut juga dilakukan oleh Head of Investment Mandiri Capital Aldi Adrian Hartanto.

“Bukan hanya startup yang saat ini evolving tapi investor juga evolved. Investor semakin hati- hati saat melakukan investasi dengan mencari tahu terlebih dahulu rencana atau goals dari startup. Investor ingin melihat path dari startup 2-3 tahun ke depan,” kata Aldi.

Aldi juga menambahkan orisinalitas dan produk yang bisa memberikan solusi terbaik merupakan jenis startup yang memiliki potensi dan bakal di lirik oleh investor.

Kekurangan talenta dan dukungan dari pemerintah yang belum memberikan impact

Selama ini pemerintah dan pihak terkait lainnya sudah mulai cukup agresif menghadirkan wadah hingga platform yang bertujuan untuk membantu calon pelaku startup mengembangkan bisnisnya. Namun masih belum terlihat startup yang berkualitas hasil dari program tersebut. Hal ini terjadi menurut Investment Manager Venturra Capital Raditya Pramana adalah masih kurangnya talenta untuk engineer di Indonesia.

“Krisis talenta yang berkualitas mempengaruhi startup asal Indonesia menghasilkan layanan yang baik memanfaatkan teknologi, karena alasan itulah program yang dilancarkan oleh pemerintah belum memiliki impact yang cukup masif untuk ekosistem startup di Indonesia.”

Tren startup favorit investor

Di akhir sesi diskusi tersebut, Director Skystar Capital Abraham Hidayat memberikan beberapa masukan kepada calon pelaku startup yang ingin mendirikan bisnis startup, di antaranya mulai untuk mencoba layanan edutech, healthtech hingga peer-to-peer lending. Layanan lain yang masih bisa digali potensinya adalah logistik.

“Saya menganjurkan kepada calon pelaku startup untuk terus mencari ide-ide baru dan meningkatkan kreativitas yang ada, agar bisa menghadirkan inovasi baru memanfaatkan teknologi yang berguna untuk orang banyak.”

Intinya jangan membangun startup hanya untuk mendapatkan funding atau menarik perhatian media saja. Namun bangun startup yang memiliki layanan dan produk yang baru memanfaatkan teknologi dan tentunya dibutuhkan.

Pada akhirnya para investor tersebut masih memiliki perhatian dan optimis kepada startup Indonesia. Namun hal tersebut kembali lagi kepada ide serta kreativitas yang dimiliki oleh founder agar bisa tampil beda dan unik dengan layanan yang bakal dihadirkan.

“Bisnis kita adalah memberikan funding kepada startup, jika tidak ada startup yang memiliki potensi akan menjadi percuma bisnis kita sebagai investor,” tutup Kevin.

Seekmi Bukukan Pendanaan Seri A Jutaan Dolar

Hari ini (25/5) marketplace jasa Seekmi mengumumkan telah membukukan pendanaan seri A jutaan dolar dari enam investor. Pendanaan seri A Seekmi ini dipimpin oleh CyberAgent Ventures, diikuti oleh Ventek Ventures, Convergence Ventures, Kinara, Grupara, dan Balancop. Rencananya, dana segar yang baru diperoleh ini akan dialokasikan untuk pengembangan produk, merekrut talenta, dan perluasan wilayah operasional di luar Jabodetabek.

CEO Seekmi Nayoko Wicaksono mengatakan, “Marketplace jasa adalah bisnis lokal yang luar biasa.[…] Pendanaan baru ini memungkinkan kami memperkuat keunggulan di pasar Indonesia dan semakin meningkatkan product experience yang baik bagi pengguna dan vendor.”

“Sejumlah besar dana akan kami alokasikan untuk keunggulan teknologi melalui R&D (research and development). Kami akan mengembangkan tim IT kami dan merekrut para engineer terbaik untuk menjadikan Seekmi lebih intelligent, responsive, dan reliable,” ujar COO Seekmi Clarissa Leung menambahkan.

[Baca jugaSeekmi Siap Menangkan Persaingan Marketplace Jasa dengan “Matchmaking Engine”]

Seekmi adalah layanan marketplace jasa yang dirintis pada awal 2015 oleh Nayoko Wicaksono dan Clarissa Leung. Tak lama setelah meluncurkan situsnya pada Agustus 2015, Seekmi juga terpilih sebagai salah satu wakil Indonesia yang mengikuti program Google Launchpad Accelerator. Belum lama ini mereka juga telah meluncurkan aplikasi mobile untuk perangkat Android dan iOS..

Putaran pendanaan seri A Seekmi yang baru diperoleh ini memang sebagian besar akan dialokasikan untuk pengembangan produk dan merekrut talenta. Pun begitu, Seekmi juga berencana mengalokasikan dana untuk perluasan wilayah operasional di luar Jabodetabek. Kota-kota yang berada dalam radar Seekmi adalah Bandung, Surabaya, Semarang, Bali, Medan, dan Makassar.

[Baca jugaDaftar Startup Penyedia Aneka Jasa On Demand Asli Indonesia]

Terkait pendanaan seri A Seekmi ini Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada menyampaikan, “Seekmi memiliki potensi untuk men-disrupt industri jasa di Indonesia dengan membantu UKM dalam mendapatkan pelanggan baru, dan begitu juga sebaliknya. Untuk merealisasikan hal  tersebut diperlukan strategi dan pemikiran jangka panjang dan kami yakin Seekmi mempunyai pendekatan yang tepat dan memiliki tim terbaik untuk penerapan di market ini.”

Saat ini Seekmi mengklaim telah berhasil menyediakan lebih dari 500 jenis jasa, memiliki 5000 penyedia jasa profesional, dan telah mendapat lebih dari 250 ribu pencarian jasa dalam platform mereka. Misi besar yang ingin dicapainya adalah dapat memfasilitasi jasa di seluruh Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Penetrasi Investor Jepang di Lanskap Startup Indonesia

Tergiur dengan pencapaian Alibaba yang menguasai ranah e-commerce di Tiongkok, para pengusaha termasuk investor dari Jepang mencoba peruntungan di Indonesia yang memiliki jumlah populasi masif dengan pendekatan yang disesuaikan. Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada dan CEO Beenext Teruhida Sato memberikan pandangan mereka pada Indonesia sebagai pasar berkembang dengan sejuta potensinya dalam sebuah sesi di ajang Tech In Asia Jakarta 2015.

Continue reading Penetrasi Investor Jepang di Lanskap Startup Indonesia

Finding Out the Strength and Weakness of Startup Ecosystem in Indonesia

The Global Mobile Internet Conference (GMIC), which highlights the utilization of mobile technology, will be held for the very first time in Jakarta this coming August 11, 2015. With “Bringing the Best of the Mobile Internet World to Southeast Asia and Vice Versa” as its main topic, the event will discuss about Thought Leadership, Mobile Marketing & Monetization, Internet of Things, Global Game Summit, and AppAttack. One of most interesting topics would be the discussion on the strength and weakness of startups ecosystem in Indonesia. Continue reading Finding Out the Strength and Weakness of Startup Ecosystem in Indonesia

Mencari Tahu Kekuatan dan Kelemahan Ekosistem Startup Indonesia

/ Shutterstock

Perhelatan akbar Global Mobile Internet Conference (GMIC) yang menyoroti pemanfaatan teknologi mobile akan digelar pertama kalinya di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2015 mendatang. Dengan tajuk “Bringing the Best of the Mobile Internet World to Southeast Asia and Vice Versa”, perhelatan ini pun akan turut mendiskusikan isu tentang Thought Leadership, Mobile Marketing & Monetization, Internet of Things, Global Game Summit, dan AppAttack. Salah satu topik yang menarik adalah pembahasan mengenai kekuatan dan kelemahan ekosistem startup di Indonesia.

Continue reading Mencari Tahu Kekuatan dan Kelemahan Ekosistem Startup Indonesia

Rising Expo 2015 Tampilkan Enam Startup Indonesia

Rising Expo Asia Tenggara 2015 Diadakan di Jakarta/ CyberAgent Ventures

Acara tahunan yang mempertemukan investor ternama dan startup terbaik yang digagas oleh CyberAgent Ventures dengan tajuk Rising Expo berlangsung hari ini. Enam dari empat belas startup Indonesia yang ikut pitching yaitu Qraved, Pricebook, Kincir, HarukaEdu, Sribulancer, dan Talenta. Dihadiri sekitar 50 delegasi investor internasional, Rising Expo Asia Tenggara yang diadakan di Jakarta ini menjadi kesempatan bagi para startup yang ingin memasuki fase pendanaan berikutnya.

Continue reading Rising Expo 2015 Tampilkan Enam Startup Indonesia

CyberAgent Ventures Prepares $25 Million for Indonesian Startups

Japan-based VC CyberAgent Ventures is preparing a co-working space for Indonesian startups. This shows how big the VC’s commitment for Indonesian market is. The team claimed that they are ready to inject $25 million to startups who look for seed, series A, and series B funding. For several years to come, CyberAgent Ventures spends around $1,5-2 million (19-26 billion Rupiah) for each startup. Continue reading CyberAgent Ventures Prepares $25 Million for Indonesian Startups

CyberAgent Ventures Siapkan $25 Juta untuk Startup Indonesia

Takahiro Suzuki dan Steven Vanada / DailySocial

VC asal Jepang CyberAgent Ventures lebih serius menggarap pasar Indonesia dengan menyiapkan putaran pendanaan baru dan co-working space untuk startup. Langkah ini merupakan bentuk komitmen besar perusahaan tersebut untuk meraup lebih banyak pasar di Tanah Air. Pihaknya mengatakan bahwa sekitar $25 juta (sekitar Rp 330 miliar) siap digelontorkan bagi startup yang membutuhkan pendanaan awal, pendanaan Seri A, dan pendanaan Seri B. Jumlah pendanaan per startup CyberAgent Ventures untuk beberapa tahun ke depan berada di angka $1,5-2 juta (19-26 miliar Rupiah).

Continue reading CyberAgent Ventures Siapkan $25 Juta untuk Startup Indonesia