Tag Archives: success

Pembunuh Berdarah Dingin Itu Bernama: Malas

Seperti laut, motivasi juga ada pasang surutnya. Baiklah, dapat dimengerti jika ada hari-hari yang membutuhkan motivasi ekstra untuk mulai bekerja. Hari-hari tanpa produktivitas yang berarti. Penyebabnya bisa macam-macam, kelelahan bekerja hari atau minggu sebelumnya, sedang galau, atau pada saat perut melilit dikuti dengan kram yang hilang timbul akibat derita “bulanan”. Sedangkan kantor tidak mengadopsi aturan cuti bulanan yang sudah jelas-jelas ada peraturannya.

Sebenarnya, tak ada yang salah dengan sedikit bermalasan, seperti break bermain pingpong atau game, setelah bekerja keras selama beberapa jam. Tidak semua orang mampu berkonsentrasi, dan fokus dalam waktu panjang. Sesekali break, justru akan membuat pikiran lebih segar.

Namun jika keadaan ini terjadi sepanjang hari, dan hampir setiap hari kerja, artinya ada yang salah dengan Anda. Fakta tak enak yang harus Anda telan lainnya, passion tidak ada hubungan dengan karakter malas yang sudah mendarah-daging.

Kemalasan dapat diterjemahkan begini, keinginan untuk menganggur, tidak melakukan apa-apa, dan menolak untuk berupaya menghasilkan atau menyelesaikan sesuatu. Ini adalah keadaan pasif, dengan membiarkan segalanya tidak berubah. Tumpukan email yang tidak terbalas, post it di dinding Scrum yang tak juga bergeser ke kolom: done!

Nah, kalau ini adalah kondisi sehari-hari, Anda wajib melakukan sesuatu terhadapnya. Atau reputasi, kredibilitas, dan skill Anda akan dipertanyakan. Perlahan dengan pasti akan “membunuh” kesempatan diri meraih sukses, lalu dengan kejam menghempaskan Anda dalam kegagalan.

Untuk mengatasinya, ada beberapa tip sederhana:

1. Memecah tugas menjadi bagian-bagian lebih kecil

Saat tiba di kantor, sering sekali berada dalam situasi terjebak dengan tumpukan tugas yang harus dikerjakan. Kadang hal tersebut membuat bingung untuk memulai sesuatu. Apa yang harus dikerjakan? Mana yang lebih dulu?

Kondisi lain, Anda terbebani dengan proyek besar. Hal ini membutuhkan banyak hal untuk dikerjakan mulai dari riset hingga eksekusi. Melihatnya saja sudah terbayang, banyaknya tugas yang harus dikerjakan.

Kalau sudah begini, pecah saja semuanya menjadi tugas-tugas lebih kecil. Mau tak mau Anda harus membuat daftar atau tabel. Pilih saja metode yang sesuai. Intinya menentukan prioritas, membagi tugas menjadi penting dan mendesak, penting tetapi tidak mendesak. Kerjakan tugas di poin-poin pertama lebih dahulu. Jika sudah selesai baru beralih ke poin yang kedua.

woman-hand-desk-office

2. Istirahat, tidur dan olahraga

Dalam beberapa kasus, kemalasan disebabkan oleh ketahanan fisik yang lemah. Kurang tidur, tak hanya menyebabkan tubuh kurang energi, tetapi mood juga berantakan. Kalau Anda tipe yang gampang lelah, mungkin sekali karena tubuh Anda jarang diolah. Solusinya adalah Anda wajib memberikan diri istirahat yang cukup dan juga olahraga. Klise? Memang sih, tapi tiga hal ini didukung oleh banyak bukti ilmiah. Masih mau membantah?

3. Membangkitkan motivasi dan visi ke depan

Sulit rasanya untuk menjadi seorang yang produktif, saat motivasi berada pada titik minus. Anda dapat memperkuat motivasi Anda melalui visualisasi, dan berpikir tentang pentingnya menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan Anda.

Seringlah merenung tentang mimpi Anda, dan kehidupan macam apa yang ingin Anda jalankan. Hal ini bisa menjadi motivasi kuat untuk bertindak serta menolak bersikap idle.

4. Fokus kepada manfaat dan konsekuensi

Pikirkan tentang manfaat yang akan didapatkan jika berhasil mengatasi kemalasan. Pikirkan hasil yang bakal dicapai. Proyek besar, klien yang kembali, hingga bonus yang menggiurkan. Ini jauh lebih jitu untuk mengusir rasa malas daripada berpikir tentang kesulitan atau hambatan.

Berfokus pada kesulitan melaksanakan tugas akan mengarah kepada kekecewaan. Akhirnya tanpa disadari, Anda akan menghabiskan waktu, melakukan apa saja selain menyelesaikan tugas. Misal, Anda ketakutan mendapatkan penolakan lagi dari klien. Dihantui oleh perasaan itu akan membuat Anda malah menunda untuk menghubunginya, mengirimkan proposal atau sekadar melakukan follow-up.

Selain memikirkan keuntungan, cara lainnya dengan membayangkan konsekuensi yang akan dihadapi. Sering mengalami situasi, semua tugas secara mendadak menjadi penting dan mendesak? Tiba-tiba semua harus selesai sekarang, atau Anda akan mendapat masalah besar. Coba ingat-ingat, mungkin beberapa hari yang lalu, Anda sering menunda-nunda pekerjaan.

Belajarlah menghindari penundaan, yang merupakan bentuk kemalasan. Biasakan untuk memaksakan diri menyelesaikan beberapa tugas setiap hari. Bukan hanya mobil yang bisa dicicil, pekerjaan juga.

5. Belajar dari orang sukses

Bila Anda kebetulan tipe yang lebih berhasil jika mendapatkan dorongan dari luar, cobalah cari tahu banyak tentang idola Anda. Paling tidak, orang membuat Anda menginginkan kesuksesan seperti dirinya. Cari tahu, amati dan pelajari mereka. Orang sukses tidak akan pernah membiarkan kemalasan menang. Belajar dari mereka, berbicara dengan mereka dan bergaul dengan mereka.

Jangan alergi terhadap kesuksesan orang, sebab sikap ini justru yang akan menghalangi kesuksesan Anda. Jika sukses orang lain membuat Anda merasa iritasi, hati-hati itu samanya Anda juga tidak suka dengan kesuksesan itu sendiri.

Terakhir, keinginan untuk berubah dan memperbaiki diri tidak berhenti sampai di tingkat membangkitkan motivasi, dan menemukan langkah-langkahnya. Artikel ini tak akan bermanfaat apa-apa bagi Anda tanpa diiringi dengan latihan, hingga pada titik menjadi sebuah kebiasaan.

Sebenarnya kalau Anda menyisihkan sedikit waktu saja untuk mendengarkan diri, Anda akan menemukan ada kebahagiaan saat berhasil melalui hari sibuk. Kepuasan yang menyenangkan setiap kali berhasil menjawab tantangan. Nah, kenikmatan rasa menang dari pertempuran-pertempuran kecil ini, bila Anda resapi akan membuat ketagihan. Setiap orang ingin menang, dan suka jika ia keluar sebagai pemenang. Sesederhana itu. Percayalah.

[Guest Post] Success in Indonesia: “Mobile” and “Social”

This guest post is written by Qonita Shahab, a researcher in UX who used to work in IT. Her interest in music and photography helps her in designing interactive system prototypes. Since she started research in the field of persuasive technology, Qonita studied more about social psychology and the communal use of technology.

The importance of understanding the geography of Indonesia in relation to the development of internet infrastructure caught my attention in 2003 when I met Korean IT infrastructure developers. At that time, the majority of (South) Korea was already interconnected through broadband, while in Indonesia home internet access (dial-up) was still expensive yet unreliable, resulting in many users accessing internet from their workplaces or internet cafes.

They said, “The only way to make Indonesia interconnected is by using wireless connections, because it’s too expensive to build wired connections across this country with thousands of islands spread across large area.” Even though it was a dark age for wireless technology because of the difficulty imposed by government regulation, I always remembered those words.

Continue reading [Guest Post] Success in Indonesia: “Mobile” and “Social”

Guest Post : What do VCs look for?

This is a guest post by James Chan, Investment Manager at Neoteny Labs.  James will be in Jakarta from August 13th – 16th  11th – 15th, and would like to meet people and get to know the startup community.  Neoteny Labs is a hybrid incubator that combines early-stage venture capital with hands-on mentorship and incubation for its portfolio companies.  James works closely with General Partner Joichi Ito on the fund and its portfolio companies, and is based in Singapore.

Since this is my first visit to Jakarta, I thought I’d introduce myself to the investor and entrepreneur community by way of a blog post.  It is an adaptation of one of my previous blog posts.  I hope you’ll enjoy it, and I looks forward to meeting each and every one of you in Jakarta soon.

What do VCs look for?

It is a question that has probably crossed the minds of many entrepreneurs who seek institutional funding.  I’ve never built a startup before, much less raise angel or venture financing, and most likely lack the legitimacy to field my own answers to the question. I would like to think that my response is an aggregation of the collective wisdom of the coolest and smartest people that I’ve had the fortune to work with so far.  I would also caveat that these points that are most applicable to early-stage deals.

The question begets two further questions; (1) What do VCs look for, for themselves? (2) What do VCs look for, from companies?

Continue reading Guest Post : What do VCs look for?