Tag Archives: Sukarela Batunanggar

OJK merilis laman mini bernama Gerbang Elektronik Sistem Informasi Keuangan Digital (Gesit) sebagai media interaksi OJK, penyelenggara IKD, dan masyarakat

OJK Rilis “Gesit”, Permudah Pantau Pemain Fintech

Otoritas Jasa Keuangan merilis laman mini di portal OJK bernama Gerbang Elektronik Sistem Informasi Keuangan Digital (Gesit) sebagai media interaksi antara OJK, penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD), dan masyarakat. Peluncuran ini sekaligus merayakan hari jadinya OJK Infinity yang pertama.

Laman mini ini merupakan bentuk awal dari pengembangan supervisory technology (SupTech) untuk IKD. SupTech adalah pendekatan baru OJK dalam mengawasi industri jasa keuangan dengan memanfaatkan teknologi. IKD menjadi tahap pertama yang akan diawasi OJK dengan cara ini.

“SupTech ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemantauan terhadap penyelenggara terkait aspek, kepatuhan terhadap aturan yang berlaku,” kata Wakil Ketua OJK Nurhaida saat meresmikan Gesit, Selasa (3/9).

Laman Gesit berisi agenda kegiatan dan pengumuman terkait IKD dan data statistik seputar keuangan digital. Statistik ini meliputi grafik jumlah permohonan pencatatan penyelenggara IKD, klaster IKD tercatat, dan data pencatatan dan regulatory sandbox IKD.

Seluruh informasi di atas akan secara berkala diperbarui datanya, harapannya seluruh masyarakat dan industri bisa saling terinfo satu sama lain mengenai perkembangan IKD.

Di samping itu, Gesit juga mengakomodir kebutuhan pelaku IKD yang ingin tercatat di OJK dengan registrasi secara online, atau ingin reservasi untuk kebutuhan konsultasi, ruang meeting, coworking space, dan group visit.

Gesit merupakan bagian dari OJK Infinity, sebuah inisiasi regulator untuk mendekatkan diri dengan publik yang ingin cari tahu tentang fintech. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan, OJK Infinity telah menjadi forum bagi para pelaku industri fintech baik di Indonesia maupun mancanegara, melalui diskusi serta kolaborasi antara regulator dan inovator dalam rangka pengembangan IKD.

Dia mencontohkan, regulator telah bekerja sama dengan otoritas di Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS), dan dalam waktu dekat segera bekerja sama dengan badan pengawas pasar modal Malaysia, Securities Commission.

“OJK juga sedang melakukan pembahasan mekanisme kerja sama dengan Japan Financial Services Authority,” tambahnya.

Sejak pertama kali diperkenalkan pada Agustus 2018, OJK Infinity telah melayani 397 konsultasi dan menerima lebih dari 800 pengunjung, terdiri dari pelaku IKD, pelaku jasa keuangan, pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya.

Berdasarkan data statistik terkini di OJK, terdapat 48 penyelenggara IKD yang telah mengantongi status tercatat di bawah POJK 13/2018. 34 penyelenggara diantaranya ditetapkan sebagai contoh model untuk diuji coba dalam regulatory sandbox dari 120 permohonan yang masuk di OJK.

48 penyelenggara IKD ini terbagi menjadi 15 klaster, dengan rincian berikut beserta nama penyelenggaranya:

1. Agregator : Alami, CekAja, Cermati, Disitu, MoneyZ, Lifepal, Waqara, Kreditpedia, GoBear, Dokter Dana, Pinjaman Pedia, Bandingin, Cashcash Pro, Pinjamania
2. Credit scoring: Acura Labs, Avatec, Trusting Social Indonesia (TSI), Tongdun
3. Claim service handling: Qoala, Biru
4. Digital DIRE: PropertiLord
5. Financial planner: Halofina, Finansialku, Funtastic, Pede, Arkara Finance, PayOK
6. Financial agent: Hijra, Vospay, Bantoe, GIVB
7. Funding agent: eFunding
8. Online distress solution: Amalan
9. Online gold depository: Indogold
10. Project financing: Kerjasama, Likuid, Propertree, Inspecro, Kandang.in
11. Social network and robo advisor: Stockbit
12. Block-chain based: Alumnia, iGrowChain, Biosphere, AfterOil
13. Verification non-CDD: Iluma
14. Tax and accounting: Jurnal
15. e-KYC: Privy.id

Deputi Komisioner OJK Institute Sukarela Batunanggar menegaskan seluruh perusahaan di atas akan diuji bersama dalam regulatory sandbox. Nanti akan keluar hasil rekomendasi apakah model bisnis mereka bisa dilanjutkan atau ada yang perlu diperbaiki.

“Daftar di atas adalah batch I, kita sudah buka batch ke-2 dan tercatat ada 28 penyelenggara yang mencatatkan diri. Yang terpilih ada 13 penyelenggara yang masuk ke regulatory sandbox. Sekarang kita sudah masuk ke batch 3,” tutup Sukarela.

Para pembicara di acara Fintech Inclusion Forum

OJK Tegaskan Dukungan untuk Layanan Fintech di Indonesia

Melihat perkembangan layanan financial technology saat ini, Indonesia sudah menjadi pasar yang memiliki potensi sangat cerah dan banyak dilirik oleh startup fintech, baik lokal maupun asing. Masih sulitnya pelaku UKM untuk meminjam tambahan modal ke bank dinilai menjadi pemicu banyaknya layanan peer-to-peer (p2p) lending di Indonesia.

Dalam acara Fintech Inclusion Forum, Deputi Komisioner Institute OJK Sukarela Batunanggar menegaskan, perlunya perubahan yang cukup drastis dilakukan bank untuk bisa memberikan layanan yang lebih baik ke pelaku UKM. Makin maraknya layanan fintech saat ini diharapkan bisa menjadi pemicu bagi bank untuk bisa merevisi aturan mereka.

“Saat ini Bank Indonesia sudah menetapkan peraturan kepada bank untuk memberikan pinjaman 20% kepada pelaku UKM. Namun masih banyaknya aturan yang diterapkan untuk mereka masih menyulitkan pelaku UKM untuk mendapatkan pinjaman modal dari bank,” kata Sukarela.

Di situlah akhirnya layanan fintech mulai masuk dan memanfaatkan celah yang ada. Menurut Co-Founder & CEO Investree Adrian A. Gunadi, mengedepankan teknologi dan data alternatif layanan fintech mampu untuk memberikan solusi mudah dan cepat kepada peminjam yang kebanyakan berasal dari kalangan UKM.

“Bukan hanya pelaku bisnis tapi kalangan individu untuk berbagai kebutuhan sudah banyak memanfaatkan layanan fintech, karena kemudahan dan akses cepat yang ditawarkan,” kata Adrian.

Namun demikian, agar layanan fintech bisa berjalan dengan baik, harus tetap melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan regulator, dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan kerangka dan struktur yang ditetapkan, bisa meminimalisir terjadinya layanan fintech yang terlalu banyak dan tidak terdaftar seperti yang terjadi di Tiongkok.

Untuk itu OJK berencana untuk mendirikan fintech center pada pertengahan bulan Agustus 2018 mendatang. Nantinya semua peraturan OJK yang akan diterbitkan bakal diumumkan secara terbuka dan transparan di fintech center tersebut.

Konsolidasi bank dan layanan fintech

Agar pertumbuhan layanan fintech bisa sempurna, teknologi tidak selalu menjadi andalan. Dalam hal ini Sukarela menyebutkan peranan agen untuk melakukan verifikasi calon nasabah juga bisa membantu akuisisi nasabah yang terdaftar dengan tepat. Perusahaan fintech harus bisa melakukan verifikasi data untuk bisa menyediakan layanan keuangan kepada pelaku UKM. Kolaborasi antara bank dengan layanan fintech juga bisa membantu mempercepat pertumbuhan layanan fintech dibawah naungan regulatory sandbox dari OJK.

“Tantangannya bagaimana mengimplementasikan dengan bank, saat ini saya melihat sudah ada 10 bank ternama di Indonesia yang mulai ‘open’ dan bersedia untuk melakukan kolaborasi dengan layanan fintech,” kata Adrian.

Untuk memastikan kolaborasi antara bank dan layanan fintech bisa berjalan dengan baik, OJK akan melakukan monitoring sekaligus memberikan saran kepada bank agar bisa lebih open. Tidak hanya kepada layanan fintech, tetapi juga persaingan dengan bank lain.

“Bagi kami di OJK penting bisa memfasilitasi kompetisi, dalam hal ini melakukan konsolidasi dengan bank dan menyediakan bank “ruang” untuk melakukan konsolidasi. Kami juga meminta bank untuk melakukan revisi dan membuat framework open policy,” kata Sukarela.