Tag Archives: Surabaya

Mebiso sediakan platform untuk kelola merek dagang bagi pelaku UMKM

Mebiso Permudah UMKM Lakukan Pengecekan dan Pendaftaran Merek Usaha

Platform kekayaan intelektual berfungsi sebagai hub tersentralisasi untuk mengelola paten, merek dagang, hak cipta, dan rahasia dagang. Platform ini menyediakan berbagai alat dan layanan yang dirancang untuk menyederhanakan proses perlindungan, monetisasi, dan penegakan hak.

Dalam beberapa tahun terakhir, munculnya platform kekayaan intelektual menawarkan pendekatan manajemen kekayaan intelektual yang ramping dan efisien. Salah satu platform yang ingin mempermudah pelaku UMKM mendapatkan perlindungan merek usaha di Indonesia adalah Mebiso.

Berbasis di Surabaya, saat ini pengguna Mebiso tidak hanya berasal dari Jawa Timur saja, namun juga di wilayah Jabodetabek.

Implementasikan sistem berbasis AI

Mebiso diluncurkan untuk menjawab keresahan pelaku usaha untuk meminimalisir adanya plagiasi saat pendaftaran merek. Secara khusus perusahaan ingin memberikan solusi perlindungan merek usaha, mulai tahap pra sampai pasca pendaftaran merek secara online. Saat pra-pendaftaran, pelaku usaha bisa melakukan pengecekan merek.

Memanfaatkan teknologi AI, pemilik usaha bisa memperoleh hasil analisis terkait potensi keberhasilan saat pendaftaran dan meminimalkan kegagalan dalam pendaftaran merek. Platform ini juga bisa melakukan monitoring dan proteksi terhadap merek yang sudah terdaftar.

Untuk proteksi merek, jika memang ada orang lain yang ingin menggunakan namayang mirip, akan diberitahukan kepada pemilik merek awal melalui notifikasi WhatsApp untuk lebih sigap melakukan tindakan awal apa yang akan diambil.

“Pengecekan merek hanya butuh waktu sebentar, tak lebih dari lima menit. Sehingga, pelaku usaha bisa mendaftarkan mereknya dengan segera. Platform ini mampu mengukur prosentase keberhasilan pendaftaran merek, menghindari persamaan nama merek, mengetahui rincian merek pembanding hingga menganalisa strategi pendaftaran merek,” kata CEO Mebiso Hesti Rosa.

Sebelum diluncurkan, setidaknya sudah lebih dari 54.430 pelaku usaha yang memanfaatkan platform ini untuk melakukan pengecekan merek. Tercatat sejak tahun 2022, dalam platform ini terdapat lebih dari 1,4 juta data merek. Kemudian, sudah ada lebih dari 6.000 merek terdeteksi setiap bulan. Serta, sudah ada lebih dari 58.440 merek yang sudah terdaftar.

Mebiso mengklaim platform yang mereka miliki merupakan pelengkap dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) yang mendukung perlindungan merek usaha. Untuk strategi monetisasi yang dilancarkan perusahaan saat ini adalah melalui opsi subscription atau biaya berlangganan atas monitoring dan proteksi merk, serta pay per use atas pengecekan merek.

“Proses pengecekan merek juga transparan, proteksi terotomatisasi dan mendapat dukungan dari praktisi. Sehingga, membantu melindungi originalitas merek dan kekuatan brand,” kata Hesti.

Dari pantauan Mebiso hingga saat ini ada lebih dari 82 ribu permohonan untuk pendaftaran merek, hanya 62 ribu pendaftaran saja yang diterima. Sementara, sisanya ditolak. Tak hanya itu, kesadaran pelaku usaha untuk melakukan pendaftaran merek juga belum maksimal.

Berdasarkan data yang dihimpun pada akhir tahun 2022, di wilayah Jawa Timur, dari puluhan ribu UMKM, baru ada 10.953 yang mengajukan pendaftaran merek. Peluang ini kemudian dimanfaatkan oleh perusahaan untuk membantu lebih banyak lagi pelaku UMKM mendaftarkan merek mereka.

“Saat melakukan pengecekan, juga tertera potensi keberhasilan saat mendaftarkan merek. Sehingga, pelaku usaha tidak perlu lagi khawatir dan tinggal duduk manis di rumah,” kata Hesti.

Sejak awal meluncur perusahaan masih menjalankan bisnis secara bootstrapping. Namun ke depannya perusahaan memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana untuk tahap awal. Tahun 2023 ini perusahaan juga memiliki target ingin meningkatkan pengguna, baik untuk pengecekan, monitoring hingga proteksi merek sebanyak dua kali lipat.

Brama One Ventures

Brama One Ventures, Pemodal Ventura Industri Agnostik yang Fokus ke Startup Tahap Awal

Kehadiran pemodal ventura yang berasal dari kalangan perusahaan keluarga makin menjamur di Indonesia. Setelah Prasetia Dwidharma, kini venture capital besutan pasangan adik-kakak yang mulai aktif melancarkan kegiatan pendanaan adalah Brama One Ventures (BOV).

Kepada DailySocial, CEO BOV Bryant Budhiparama mengungkapkan, perusahaan modal ventura ini dibentuk untuk menambah nilai industri yang baru lahir melalui struktur investasi.

“Kami awalnya memulai sebagai angel investor. Namun, pada akhirnya Brama One bergeser untuk membangun struktur dan menciptakan fondasi yang tepat untuk mendukung ekosistem startup dan venture capital.”

Bersama saudara kandungnya yang juga menjabat sebagai CIO, Endrick Budhiparama, keduanya merupakan lulusan dari salah satu program kewirausahaan terbaik di Amerika Serikat yaitu Babson College. Dari sana mereka berdua memahami dan mendalami kultur di kewirausahaan dan startup.

“Brama One adalah industri agnostik dan kami terbuka untuk mengeksplorasi setiap peluang menarik. Yang terpenting bagi kami adalah, dapat menambahkan nilai strategis bagi perusahaan dan membebaskan para pendiri startup mendorong pertumbuhan startup,” kata Bryant.

Tidak hanya berfokus kepada Indonesia, saat ini Brama One Ventures juga telah berinvestasi ke startup di negara lainnya, termasuk Amerika Serikat dan tentunya negara lain di Asia Tenggara. Namun pada akhirnya mereka memiliki komitmen untuk fokus kepada pasar Indonesia, khususnya untuk startup di tahap seed sampai pre-series A.

Opsi tersebut dilakukan oleh Brama One menyesuaikan pendekatan mereka yang berorientasi pada pendiri startup (founder); dan bahwa Brama One yang berkembang pesat dalam menyediakan jaringan tepat dan nilai strategis bagi para pemula.

“Indonesia juga menjadi fokus [utama] kami, karena pada akhirnya kami melihat peluang untuk membantu masyarakat Indonesia mengakses industri tertentu dengan lebih mudah, dan juga bagi perusahaan kecil agar lebih efisien karena penggunaan platform digital untuk membantu bisnis mereka tumbuh lebih cepat.” kata Bryant.

Hingga saat ini Brama One Ventures telah memberikan investasi kepada Halodoc, NalaGenetics, Ayoconnect, Dropee, Boom, Gomodo, Populix dan Gotrade. Bukan hanya melirik startup popular seperti healthtech, mereka juga telah memberikan dana segara kepada platform esports hingga traveltech.

Ingin menambah portofolio startup

Bryant Budhiparama dan Endrick Budhiparama

Venture capital yang berbasis di Surabaya ini juga melihat adanya pendekatan berbeda yang dilakukan antara startup asal Jakarta dan Surabaya. Menurut Bryant, mereka memang cenderung ingin mendapatkan perspektif yang berbeda tentang bagaimana pengguna dan calon pelanggan menggunakan platform di luar Jakarta, karena budayanya juga bervariasi. Hal tersebut memberi pemahaman yang lebih baik tentang kapan sebuah startup ingin scale up, bagaimana mereka pada akhirnya dapat melayani kota-kota lainnya.

“Meskipun kami berbasis di Surabaya, CIO kami berlokasi di Jakarta dan kami juga memiliki beberapa perusahaan portofolio di luar negeri. Digitalisasi telah meruntuhkan hambatan, dan kami tidak terbatas karena lokasi. Terkait dengan apa yang kami cari, karena pandemi, semua bisa bekerja secara remote. Oleh karena itu, lokasi bagi kami hanyalah kantor pusat saja, tetapi kami mengoptimalkan platform yang memungkinkan kami untuk berkomunikasi secara efisien,” kata Bryant.

Masih ada beberapa rencana yang ingin dicapai oleh Brama One, di antaranya adalah merampungkan pendanaan kepada 3-5 perusahaan setiap tahunnya. Brama One juga ingin memperkuat komitmen mereka pada portofolio saat ini, dan membantu mereka dalam investasi yang diperlukan untuk terus mendorong pertumbuhan dan memberikan nilai kepada pelanggan.

Disinggung seperti apa pertumbuhan ekosistem startup di Indonesia ke depannya, Bryant menegaskan Indonesia akan selalu menjadi salah satu lokasi utama bagi startup dan pertumbuhan mereka, karena ukuran populasi dan penggunaan masyarakat di platform digital. Namun, yang menarik untuk dilihat dalam waktu dekat adalah bagaimana para unicorn kini sedang dalam proses untuk go public.

“Hal tersebut akan menciptakan perubahan paradigma pada permainan akhir. Di mana startup tidak hanya melihat merger and acquisition (M&A) sebagai jalan menuju likuiditas. Ini juga dapat memberikan inspirasi bagi para pendiri baru, dan kami senang melihat dorongan dan semangat tersebut dari para pemimpin masa depan,” tutup Bryant.

Cooklab

Cooklab Jajakan Bahan Makanan Siap Masak Lewat Aplikasi Digital

Meskipun pertumbuhan plaform penyedia bahan makanan “ready to cook” sempat mengalami penurunan kuantitas selama beberapa tahun terakhir, namun tidak menyurutkan minat penggiat startup untuk menyediakan layanan serupa.

Nama BlackGarlic sempat familiar beberapa tahun lalu di kalangan pecinta kuliner, namun saat ini platform tersebut sudah tidak lagi beroperasi. BerryKitchen yang juga menawarkan layanan serupa dan katering online sejak tahun 2012, lalu diakuisisi oleh Yummy Corp tahun 2019. Kini adalah startup baru yang coba bermain di sana, namanya adalah Cooklab.

Kepada Dailysocial, Kartika Baswara (co-founder) menerangkan, platform Cooklab yang didirikannya bersama rekannya, Clarence Eldy, memiliki model bisnis yang terletak pada penjualan paket masak melalui kanal e-commerce dan aplikasi. Paket masak yang dijual sudah termasuk bahan sesuai takaran, menu card, dan juga video resep. Ke depannya, mereka ingin mengeksplorasi kesempatan bekerja sama dengan penyedia bahan masak lokal, untuk membuat menu kolaborasi.

“Saya dan partner sudah memulai bisnis di bidang fresh product sejak Oktober 2019. Pada saat itu, kami menyuplai sayur dan buah ke restoran dan kafe di Bali. Semua sourcing-nya kami dapatkan dari petani lokal, dan sampai akhirnya bulan Maret 2020, kami berhasil bekerja sama dengan lebih dari 10 restoran dan 150 petani sebagai mitra,” kata Kartika.

Pandemi dan dampaknya untuk bisnis

Saat pandemi, Cooklab kemudian mulai melancarkan aksi strategis dengan melakukan pivot. Menyadari bahwa tidak bisa meneruskan menyuplai ke restoran seperti biasanya akibat terdampak efek pandemi, mereka kemudian melihat tren masak di rumah yang cukup meningkat selama masa karantina mandiri.

“Kami berpikir bahwa akan sangat memudahkan ya, kalau orang mau masak tapi semua kebutuhan sudah menjadi satu paket. Karena sudah sesuai takaran, jadi tidak ada yang tersisa. Dari sana, kami memulai untuk membuka cabang di Surabaya pada bulan Agustus, dan ekspansi ke Jakarta pada bulan Oktober ini. Cooklab sendiri memiliki kantor pusat di Jakarta,” kata Kartika.

Langkah tersebut ternyata memberikan hasil yang positif. Ia mengklaim saat ini mengalami pertumbuhan bisnis yang sangat pesat di Surabaya. Salah satu alasannya adalah, karena belum banyak pemain (startup digital F&B) masuk ke pasar Surabaya. Sehingga masyarakat di sana tertarik untuk mencoba.

“Menariknya pada saat itu, DM Instagram kami lumayan banyak dipenuhi oleh orang Jakarta yang juga ingin mencoba. Karena hal tersebut, kami memutuskan untuk buka cabang di Jakarta lebih awal dari rencana semula yaitu bulan Januari 2021,” kata Kartika.

Untuk pelanggan di Surabaya, terdapat sekitar 85 pengguna yang sudah mencoba produk Cooklab untuk 2 bulan terakhir. Sementara untuk untuk di Jakarta, karena belum diluncurkan, masih seputar teman dan keluarga saja pelanggannya. Setiap pengguna Cooklab mencatat, biasanya berjumlah antara 2-3 pesanan. Kisarannya sekitar 220 paket masak yang sudah terjual di Surabaya.

Rencana penggalangan dana

Tim Cooklab
Tim Cooklab

Disinggung apa yang membedakan Cooklab dengan pemain serupa lainnya, Kartika menegaskan, Cooklab menyediakan paket masak yang sudah sesuai takaran sehingga membuat penggunanya bisa masak tanpa ada waste. Cooklab juga memiliki video masak yang didemokan langsung oleh juru masak profesional.

Saat ini mereka masih berupaya fokus kepada “survival mode” atau mengakali agar bisnis bisa bertahan. Selain menyukseskan ekspansi, target selanjutnya adalah memulai kegiatan penggalangan dana di pertengahan bulan November 2020 mendatang.

“Pasti kami merasakan lebih banyak orang yang berhati-hati dalam berinvestasi, dan itu wajar. Namun, kami tetap optimis untuk bisa menutup fundraising di akhir Januari 2021 sebagai seed round kami,” kata Kartika.

Application Information Will Show Up Here
Sayurbox Surabaya Bali

Setelah Bali dan Surabaya, SayurBox Targetkan Bisa Tersedia di Seluruh Jawa

Peningkatan transaksi dan pengguna untuk layanan online grocery di Indonesia tampaknya juga dirasakan oleh SayurBox. Dengan klaim untuk membantu petani lokal dan memenuhi kebutuhan pelanggan, kini mereka resmi hadir di Surabaya dan Bali.

Head of Communications SayurBox Oshin Hernis menyampaikan, selain operasional pihaknya juga sudah memiliki kantor, warehouse, dan tim lapangan di area tersebut.

“Surabaya dan Bali memiliki potensi Agrikultur yang besar. Kami memberikan akses bagi petani lokal untuk menjual hasil panen mereka kepada konsumen. Peluncuran SayurBox di kedua kota ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kelangsungan bisnis petani lokal. Terlebih lagi di masa pandemi ini, kami mengakomodasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok harian dengan aman melalui aplikasi SayurBox,” terang Oshin.

Oshin lebih jauh menjelaskan, setelah Bali dan Surabaya pihak SayurBox sudah menargetkan area baru untuk beroperasi. Bandung dan luar Pulau Jawa secara keseluruhan adalah target selanjutnya. Hal ini menurutnya tak lepas dari permintaan masyarakat di daerah-daerah tersebut.

Pihak SayurBox enggan menjelaskan secara rinci mengenai capaian yang didapat selama masa pandemi ini, hanya saja buah dan sayuran seperti Mangga dan Kangkung menjadi produk unggulan. Banyak dikonsumsi karena mudah untuk mengolahnya.

Ekspansi di waktu yang tepat

SayurBox tercatat sudah empat tahun berkecimpung di ekosistem jual-beli sayur dan buah segar. Secara konsep, mereka menyalurkan langsung hasil panen dari petani ke pelanggan. Tahun ini mereka resmi beroperasi di Surabaya dan Bali, tepatnya pada Agustus 2020.

SayurBox sendiri saat ini menyandang status centaur dengan pendanaan yang didapat dari Insigna Venture, Patamar Capital, East Ventures, dan Tokopedia. Ekspansi di tengah pandemi ini merupakan salah satu keputusan yang tepat. di waktu yang tepat. Selain Sayurbox sudah cukup berpengalaman di industri ini persaingan dengan layanan sejenis juga menjadi menjadi pertimbangan.

Salah satu cara untuk menjangkau lebih banyak tentunya dengan hadir di lebih banyak kota. Mengingat pandemi sukses mendorong pertumbuhan industri online grocery ini adalah waktu yang tepat.

Sebelum industri ini cukup ramai dengan pemain baru atau pemain lama yang mengambil langkah agresif. Etanee, TaniHub, Happy Fresh, atau KedaiSayur (pivot ke layanan pesan antar bahan makanan) adalah beberapa nama yang cukup aktif menjalankan strategi inovasi dan eksoansi.

Sementara itu di Surabaya sendiri pilihan untuk belanja sayur dan buah segar sudah ada beberapa. Ada Happy Fresh, Tanihub, dan TukangSayur.

Application Information Will Show Up Here
Sejumlah Rencana Wakuliner di Tahun 2020

Wakuliner Perluas Cakupan, Raih Pertumbuhan Positif dari B2B dan B2G

Wakuliner, platform yang memungkinkan penggunanya mudah mendapatkan makanan atau kuliner mengklaim berkembang pesat dalam dua tahun terakhir. Mereka juga mengumumkan ekspansinya ke Surabaya dan menargetkan bisa menjadi profitabe company pada kuartal ketiga tahun ini.

CEO Anthony Gunawan kepada DailySocial menceritakan bahwa mereka saat ini fokus pada bisnis katering dan cloud kitchen. Sejumlah inovasi dan penyesuaian telah dilakukan untuk bisa mengambil potensi dari bisnis terkait yang tengah tumbuh di Indonesia.

“Teknologi dan platform kami sesuaikan agar bisa memberdayakan dapur-dapur katering dan cloud untuk melayani klien B2B dan B2G kami. Perkembangan bisnis sejak akhir tahun 2018 sangatlah pesat. Dari Desember 2018 ke Desember 2019 jumlah pesanan kami meningkat mencapai 40 kali lipat. GMV dan revenue kami meningkat 475% dari Januari 2019 ke Desember 2019. Tahun 2020 dan selama Covid-19 ini kami terus berkembang. Sejak awal tahun sampai sekarang revenue kami meningkat 310%,” kisah Anthony.

Saat ini pihaknya memiliki 13 kategori katering. Total menu di sistem Wakuliner pun menyentuh angka 15 ribu menu.

Menghadapi pandemi, tim Wakuliner juga aktif menyesuaikan diri dengan permintaan. Mereka mengembangkan beberapa produk baru seperti jamu, frozen food, rantangan, ready to heat, dan lainnya.

“Dengan banyaknya pembatasan di tengah pandemi Covid-19 ini kami melakukan banyak penyesuaian dan adaptasi di semua departemen, seperti proses operasional dan supply chain dapur kami, sistem kerja work from home untuk tim, dan seterusnya,” imbuh Anthony.

Layanan katering dan cloud kitchen di Indonesia saat ini diramaikan eberapa nama seperti Kulina, Mealbox, dan juga Gorry Gourmet. Beberapa layanan lainnya juga meluncurkan inovasi layanan katering online dengan spesifik menyajikan katering makanan sehat, seperti hanya Doogether Food, Lemonilo (marketplace katering sehat), hingga FIT Gourmet dari The FIT Company.

Sementara cloud kitchen, adalah konsep yang mulai diterapkan oleh Grab dan Gojek. Di kuartal ke empat tahun lalu keduanya seakan berlomba-lomba membawa konsep cloud kitchen untuk hadir di kota-kota Indonesia.

Ekspasi ke Surabaya

Sejak awal Mei 2020 layanan katering Wakuliner sudah mulai masuk ke wilayah kota Surabaya. Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia pihak Wakuliner mencoba untuk memenuhi kebutuhan makan karyawan perusahaan-perusahaan di Surabaya.

“Surabaya merupakan kota terbesar ke-2 di Indonesia, jadi itu merupakan pilihan mutlak bagi kami. Ada rencana ekspansi ke kota-kota lainnya di tahun 2020 dan 2021, dan juga ke negara-negara ASEAN di akhir tahun 2021 dan 2022,” ujar Anthony menceritakan rencana ekspansi Wakuliner selanjutnya.

Anthony juga menambahkan pada akhir tahun ini mereka akan sepenuhnya berekspansi ke Surabaya (saat ini hanya layanan katering). Karena selain katering Wakuliner juga memiliki layanan marketplace khusus oleh-oleh dan platform pembelian bisnis franchise.

Application Information Will Show Up Here

Greenly Practices the New Retail Concept for Healthy Food Products Market

The new retail concept is getting popular among businessmen. The tech-based operation is quite fit to speed up offline business’ growth. Greenly, a fast-casual F&B retail network offering various healthy food and beverages has adopted the approach.

Greenly was founded by Liana Gonta Widjaja and Edrick Joe Soetanto. Liana is a Bachelor of Science from the University of California majoring in nutritional science, dietetics, who has begun her career as a nutritionist. Erick is a serial entrepreneur who also graduated from the University of California.

The healthy food business debuted in January 2019 in Surabaya, with 5 outlets. One is located in the mall with a restaurant and cafe concept, while the other 4 branches serve orders as cloud kitchen – taking orders through on-demand applications such as GoFood or GrabFood.

In a year, Greenly claims to have managed growth up to five times with hundreds of orders every day.

“Our business model is new retail with an online to offline (O2O) approach, we adopt a multi-channel sales pattern in distributing products. Using this strategy, Greenly not only has a physical store in a shopping center like traditional retail but also operates a cloud kitchen and sales through online platforms,” Greenly’s Director & Co-founder Edrick Joe Soetanto said.

Entering its second year Greenly managed to secure seed funding led by East Ventures. The fresh funds received will be used for product innovation, technology development and expanding its network in Surabaya, including other cities.

Optimizing technology to leverage business

Furthermore, Soetanto said the new retail strategy with the O2O approach is what distinguishes the business from other conventional services and other similar businesses.

Greenly also developed a system with some leading features in order to be more effective, developed, and loved by its customers. The stuff being implemented are including supply chain management, POS, accounting and taxation systems, HRIS and payroll, also third-party delivery systems, user loyalty, and pick-up orders.

“The current technology has supported Greenly run business and serve customers in maximum effort. The development of backend technology helps us manage the supply chain efficiently, particularly since we manage fresh & perishable products with a very short extent. With the development of infrastructure technologies such as demand forecasting, inventory management, and logistics optimization, we can maximize production output, manage resource capacity effectively, track inventory accurately, minimize waste, and optimize distribution,” Soetanto added.

He also mentioned that technology integration and supply chain efficiency enable them to cut into the minimum operational cost, therefore we can offer products at affordable prices.

Integration with delivery services of third parties through the cloud kitchen concept is claimed to have succeeded in making dozens of Greenly customers comfortable.

Today, for the first three months of 2020, they are targeting to open 3 new outlets in Pakuwon Mall and Tunjungan Plaza, Surabaya. The first outlet in Jakarta will also be launched, located in the Senopati area. This year, Greenly is to focus on product development, technological innovation, customer growth, and expansion both in Jakarta, Surabaya, and other cities.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Greenly Makanan Sehat

Greenly Adopsi Konsep “New Retail” untuk Jual Produk Makanan Sehat

Konsep new retail tampaknya mulai banyak dilirik oleh pebisnis. Potensi pemanfaatan teknologi dirasa cocok untuk bisa membantu “bisnis offline” melanjut lebih kencang. Pendekatan tersebut kini juga diadopsi Greenly, jaringan ritel fast casual F&B yang menawarkan aneka makanan dan minuman sehat.

Greenly didirikan oleh Liana Gonta Widjaja dan Edrick Joe Soetanto. Liana adalah seorang Bachelor of Science dari University of California di bidang nutritional science, dietetics dan juga telah menjalani karier sebagai ahli nutrisi  kesehatan. Sedangkan Edrick adalah seorang serial entrepenuer yang juga lulusan University of California.

Bisnis makanan sehat tersebut pertama beroperasi pada Januari 2019 di Surabaya, dengan 5 outlet. Satu outlet berada di mall dengan konsep restoran dan cafe, sementara 4 cabang lainnya melayani pesan antara dengan konsep cloud kitchen — menerima pesanan melalui aplikasi on-demand seperti GoFood atau GrabFood.

Selama satu tahun perjalanannya, Greenly mengklaim telah berhasil mengalami pertumbuhan hingga lima kali lipat dengan ratusan pesanan tiap harinya.

“Bisnis model kami adalah new retail dengan pendekatan online to offline (O2O), kami mengadopsi pola penjualan multi-kanal dalam mendistribusikan produk. Dengan strategi ini, Greenly tidak hanya memiliki toko fisik di pusat perbelanjaan layaknya ritel tradisional, namun juga mengoperasikan cloud kitchen dan penjualan via platform online,” terang Director & Co-founder Greenly Edrick Joe Soetanto.

Memasuki tahun keduanya Greenly berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures. Dana segar yang didapat rencananya akan digunakan perusahaan untuk inovasi produk, pengembangan teknologi dan memperluas jaringannya di Surabaya, termasuk juga ekspansi di kota-kota lainnya.

Memaksimalkan teknologi untuk perkuat bisnis

Lebih jauh Edrick bercerita, bahwa strategi  new retail dengan pendekatan O2O  menjadikan mereka berbeda dengan layanan konvensional dan bisnis sejenis lainnya.

Greenly juga mengembangkan sistem dengan sejumlah fitur yang dibutuhkan agar mereka bisa lebih efektif, berkembang, sekaligus dicintai pelanggannya. Yang diimplementasikan mulai dari manajemen supply chain, POS, sistem akuntansi dan perpajakan, HRIS dan payrol, hingga sistem pengantaran pihak ketiga, loyalitas pengguna dan pick-up order.

“Teknologi yang kami pergunakan membantu Greenly menjalankan bisnis dan melayani pelanggan dengan lebih optimal. Pengembangan teknologi backend membantu kami dalam mengatur supply chain dengan lebih efisien, terlebih karena kami mengelola produk fresh & perishable dengan shelf life yang sangat singkat. Dengan pengembangan teknologi infrastruktur seperti demand forecasting, inventory management hingga logistic optimization, kami dapat memaksimalkan output produksi, mengatur kapasitas sumber daya secara efektif, melacak inventaris secara akurat, meminimalkan waste, hingga mengoptimalkan distribusi,” lanjut Edrick.

Ia juga menerangkan bahwa integrasi teknologi dan efisiensi supply chain membuat mereka bisa memangkas biaya operasional ke level minimum sehingga kami dapat menawarkan harga terjangkau untuk produk-produknya.

Integrasi dengan layanan pesan antar pihak ketiga melalui konsep cloud kitchen yang dibangun juga diklaim berhasil membuat nyaman puluhan ribu pelanggan Greenly.

Kini untuk tiga bulan pertama di tahun 2020 mereka menargetkan untuk membuka 3 gerai baru di Pakuwon Mall dan Tunjungan Plaza, Surabaya. Gerai pertama di Jakarta juga akan diresmikan, tepatnya di kawasan Senopati. Sepanjang tahun ini Greenly akan fokus pada pengembangan produk, inovasi teknologi, pertumbuhan pelanggan, dan ekspansi baik di Jakarta, Surabaya, juga kota-kota lainnya.

CoHive Partners with Tanrise Property, Launches Business in Surabaya

CoHive partners with PT Tanrise Indonesia (Tanrise Property) launches a new location in Surabaya. Precisely on the west side, Voza Premium Office, 20th floor. The office is designed and prepared for entrepreneurs and all businesses to work while exploring opportunities for collaboration.

The company eyes great potential in Surabaya, especially in the creative economy sector. Quoting from the Statistics Indonesia (BPS), Surabaya has the biggest rate of creative economy players in Indonesia at 6.41% in 2016.

CoHive‘s Founder & CEO, Jason Lee said the company has made a commitment to support ecosystem growth by providing access to the national network.

“In addition to the rapid growth of the creative economy, Surabaya was chosen as the demand of our members who want to expand the business to Surabaya and East Java. Therefore, we’re glad to open a new location in Voza Premium Office, located in a very strategic area towards the rapid economic growth,” he added.

Moreover, Head of Tanrise Property, Belinda Natalia said on the office space demand in the digital era as their motivation to begin the partnership with CoHive to launch the coworking space in Surabaya.

“As one of the pioneers in the coworking space industry in Indonesia, CoHive has witnessed the rapid growth of members’ business and facilitated them with necessary office space. We’re excited to welcome CoHive members in Voza Premium Office,” Belinda said.

CoHive tried to provide access for communities and various businesses, also to answer SME’s needs for flexible and affordable office space. It also comes with easy payment in a well-designed workspace, and full facilities for the members can focus on their activities.

To date, Co-Hive is now available in 34 locations with a total building of 70,000 sqm in 5 different cities, including Jakarta, Bali, Medan, Yogyakarta, and Surabaya.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CoHive Surabaya

Gandeng Tanrise Property, CoHive Resmikan Kehadiran di Surabaya

CoHive bekerja sama dengan PT Tanrise Indonesia (Tanrise Property) meresmikan layanan coworking space baru di Surabaya. Tepatnya di daerah Surabaya Barat, Voza Premium Office, lantai 20. Ruang kerja ini didesain dan disiapkan bagi para pengusaha dan perusahaan untuk bisa bekerja sembari menggali kolaborasi.

Pihak CoHive melihat potensi yang cukup besar ada di Surabaya, khususnya di sektor ekonomi kreatif. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Surabaya mempunyai jumlah pelaku ekonomi kreatif terbesar di Indonesia sebesar 6,41% di tahun 2016.

Founder & CEO CoHive Jason Lee menyatakan bahwa perusahaannya memiliki komitmen untuk terus mendukung pertumbuhan ekosistem dengan menyediakan akses ke jejaring nasional.

“Selain karena pertumbuhan industri ekonomi kreatif yang begitu pesat, kami memilih Surabaya karena banyak member kami yang ingin memperluas bbisnis ke Surabaya dan Jawa Timur. Karena itulah kami sangat senang bisa membuka lokasi baru kami di Voza Premium Office, bertempat di area yang sangat strategis dengan perkembangan ekonomi yang pesat,” imbuh Jason.

Sementara itu, Direktur Utama Tanrise Property Belinda Natalia mengatakan bahwa kebutuhan akan ruang kantor di era digital menjadi motivasi mereka untuk menjalin kerja sama dengan CoHive untuk menghadirkan coworking space di Surabaya.

“Sebagai pionir coworking space di Indonesia, CoHive telah menjadi saksi cepatnya pertumbuhan bisnis para member dan telah memfasilitasi mereka dengan ruang kerja yang dibutuhkan. Kami antusias menyambut member CoHive di Voza Premium Office,” terang Belinda.

CoHive berusaha menyediakan akses terhadap komunitas dan jejaring bisnis sekaligus menjawab kebutuhan UKM akan ruang kerja yang fleksibel dan terjangkau. Termasuk dengan mekanisme pembayaran yang mudah dan kantor yang didesain menarik, lengkap dengan fasilitas sehingga para member bisa fokus pada kegiatan bisnisnya.

Co-Hive sejauh ini sudah hadir di 34 lokasi dengan total gedung mencapai 70.000 meter persegi yang tersebar di lima kota besar, meliputi Jakarta, Bali, Medan, Yogyakarta, dan Surabaya.

Solusi Garda Pangan kurangi potensi food waste

Garda Pangan Hadirkan Inovasi Sosial untuk Selesaikan Masalah “Food Waste”

Garda Pangan adalah startup bidang sosial yang ingin menyelesaikan permasalahan “food waste” di wilayah Surabaya. Solusi yang dihadirkan memanfaatkan teknologi untuk dapat terhubung dengan industri terkait – seperti perhotelan, restoran dll—yang acap kali memiliki sisa makanan berlebih. Visi utama Garda Pangan ialah menghadirkan “sustainable and responsible food waste management”.

Founder Garda Pangan Eva Bachtiar menuturkan, Indonesia merupakan negara pembuang sampah makanan terbesar kedua di dunia. Rata-rata tiap orang bisa membuang 300kg makanan per tahunnya.

Dalam melakukan operasionalnya, Garda Pangan memanfaatkan situs sebagai one-stop service. Terdapat beberapa fitur di website, di antaranya permintaan penjemputan makanan, rekomendasi penerima, pendaftaran mitra hingga laporan lokasi distribusi. Untuk memaksimalkan proses bisnis, saat ini pihaknya tengah mengembangkan aplikasi mobile untuk para penjemput makanan.

Mulai beroperasi sejak Juni 2017, Garda Pangan telah berhasil bekerja sama berbagai restoran, tenant makanan, wedding organizer, distributor buah, bakery, dan pasar organik di wilayah Surabaya. Hingga kini Garda Pangan telah mengumpulkan 52.685 porsi makanan — setara menyelamatkan 7,9 ton potensi sampah terbuang. Mereka juga telah berhasil menyalurkan kepada 43.590 penerima.

Permasalahan “food waste” dan dampaknya

Ada tiga dampak dari food waste yang disoroti oleh Garda Pangan. Pertama dampak ekonomi, karena membuang sampah makanan berarti menyia-nyiakan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat makan tersebut. Dampak kedua adalah dampak lingkungan, hal ini tidak terlepas dari sampah makanan yang tertumpuk di tempat pembuangan akhir mengeluarkan gas metana yang merupakan salah satu gas penyumbang emisi rumah kaca.

Dan dampak berikutnya adalah sosial, karena akan menjadi sebuah ironi jika ada yang membuang makanan tapi di sisi lain masih ada yang kelaparan.

Berangkat dari itu semua pada akhirnya Garda ingin meminimalkan sampah makanan dan mengentaskan kelaparan melalui teknologi yang kembangkan. Garda Pangan menawarkan solusi yang disebut dengan “food rescue”, berusaha menyelamatkan makanan dari potensi terbuang.

“Makanan yang layak akan dikemas ulang, lalu dibagikan secara bermartabat kepada masyarakat pra-sejahtera yang membutuhkan, sementara makanan yang sudah tidak layak akan diolah menjadi pakan ternak dan kompos,” jelas Eva.

Dengan inovasi social enterprise yang dihadirkan, Garda Pangan beberapa kali mendapatkan penghargaan, di antaranya Go Startup Indonesia 2018 (Juara 1), Best of the Best Talent Scouting NextDev 2018, dan Startup with Best Social Impact oleh Tempo tahun 2017.

“Tahun 2019 Garda Pangan berencana untuk mengembangkan bisnis dengan menarik sebanyak-banyaknya klien baru dari industri hospitality dan industri makanan. Pendekatan inovatif yang ditawarkan Garda Pangan merupakan hal yang sangat baru, sehingga membutuhkan kanal-kanal promosi yang gencar untuk meningkatkan exposure dan minat dari industri tersebut untuk mulai beralih kepada pengelolaan sampah makanan yang lebih bertanggung jawab,” papar Eva.

Ia lebih jauh menjelaskan bahwa saat ini Garda Pangan terus berupaya untuk bisa melakukan advokasi kepada pemerintah kota Surabaya untuk ikut peduli dengan isu food waste. Eva dan tim Garda Pangan percaya bahwa keterlibatan pemerintah akan bisa mendorong iklim yang lebih kondusif bagi para bisnis akanan untuk ikut bergabung dalam gerakan ini.

Solusi dari Garda Pangan sangat mungkin bisa diterapkan di kota-kota besar lainnya di luar Surabaya. Hanya saja saat ini Eva dan tim tidak ingin terburu-buru melakukan ekspansi, meski ada mimpi untuk membawa manfaat Garda Pangan lebih luas lagi.

“Tentu saja kami punya mimpi bahwa gerakan Garda Pangan ini bisa berkembang di seluruh kota di Indonesia. Akan tetapi kami juga tidak ingin terburu-buru. Kami sadar Garda Pangan masih sangat muda, dan kami ingin memperkuat terlebih dahulu pondasi di Garda Pangan Surabaya sebelum membuka cabang di kota lain. Kami juga masih fokus mengumpulkan best practice yang nantinya bisa diterapkan di kota lain,” tutup Eva.