Gambar di atas adalah ECS LIVA Mini Box QC710 Desktop, sebuah mini PC seharga $219 dengan spesifikasi semenjana. Persisnya, perangkat tersebut mengemas prosesor Qualcomm Snapdragon 7c (bukan generasi yang kedua) , RAM 4 GB, dan penyimpanan internal sebesar 64 GB.
Untuk kelengkapan port-nya, ia dibekali satu port USB-C, satu USB-A 2.0, satu USB-A 3.2 Gen 1, HDMI, dan slot kartu microSD. Seperti yang saya bilang, spesifikasinya biasa-biasa saja. Lalu kenapa kabar mengenai ketersediaannya harus dibesar-besarkan?
Alasannya sederhana saja; dengan banderol serendah itu, perangkat ini bisa jadi alternatif yang sangat menarik untuk kalangan developer yang perlu menguji aplikasi bikinannya di Windows versi ARM. Jauh lebih menarik daripada harus membeli Surface Pro X, yang dijual paling murah seharga $900.
Ini penting mengingat kompatibilitas aplikasi merupakan kekurangan terbesar dari Windows di ekosistem perangkat ARM. Kalau Anda membaca ulasan-ulasan Surface Pro X (yang menggunakan prosesor berarsitektur ARM) yang beredar di internet, hampir semuanya mengeluhkan perkara beberapa aplikasi yang tidak bisa dijalankan sama sekali (karena cuma kompatibel dengan arsitektur x86).
Dengan adanya perangkat seperti LIVA Mini Box ini, developer jadi punya opsi terjangkau untuk mengetes aplikasinya, dan ini diharapkan bisa membantu mengatasi isu kompatibilitas yang melanda Windows versi ARM, sehingga pada akhirnya perangkat macam Surface Pro X tadi pun bisa punya daya tarik lebih.
Sejauh ini jumlah laptop atau tablet Windows berbasis ARM yang ada di pasaran memang belum banyak, dan bisa jadi isu kompatibilitas tadi merupakan salah satu penyebabnya. Di kubu lain, Apple malah terkesan sudah gas pol dengan ARM, terbukti dari peluncuran MacBook Pro generasi terbaru belum lama ini.
Transisi dari x86 ke ARM memang bukan pekerjaan mudah, dan ekosistem macOS pun hingga kini bisa dikatakan masih belum 100% siap. Semoga saja dengan adanya perangkat seperti LIVA Mini Box ini, jumlah aplikasi yang kompatibel dengan Windows versi ARM bisa bertambah banyak, dan produsen perangkat pun makin tertarik untuk ikut meramaikan segmen ini.
Rumor mengenai laptop kelas budget baru dari Microsoft yang beredar bulan lalu rupanya tidak meleset. Perangkat bernama resmi Surface Laptop Go tersebut baru saja diperkenalkan bersamaan dengan generasi baru Surface Pro X.
Seperti yang sudah diprediksi, desain Surface Laptop Go hampir mirip seperti Surface Laptop 3. Bedanya, selain ukuran layarnya lebih kecil, bodi Surface Laptop Go terbuat dari kombinasi aluminium dan polycarbonate, bukan sepenuhnya aluminium seperti milik kakaknya.
Kompromi semacam ini cukup rasional mengingat tujuan Microsoft memang adalah memangkas harga jualnya semaksimal mungkin. Dengan banderol mulai $549, alias hampir separuh harga Surface Laptop 3, Surface Laptop Go tentu bisa menjadi alternatif yang sangat menarik di kalangan para pelajar, apalagi mengingat bobotnya cuma berkisar 1,1 kg.
Bagaimana dengan spesifikasinya, apakah juga ikut dipangkas? Tentu saja. Lihat saja layar 12,4 incinya, yang punya resolusi lebih rendah di angka 1536 x 1024 pixel. Bahkan kamera yang mendukung teknologi pengenal wajah Windows Hello pun juga harus absen di sini, digantikan oleh sensor sidik jari yang tertanam pada tombol power.
Bicara soal sensor sidik jari, rupanya tidak semua varian Surface Laptop Go bakal kebagian. Varian yang dihargai $550, yang mengemas RAM 4 GB dan storage tipe eMMC 64 GB, hanya dilengkapi tombol power biasa. Jadi untuk bisa menikmati kemudahan dari sisi biometrik tersebut, konsumen harus memilih varian yang mengusung RAM 8 GB dan SSD 128 atau 256 GB, yang tentu saja dijual lebih mahal.
Beruntung semua variannya ditenagai oleh prosesor Intel Core i5-1035G1, sehingga gap performa antara satu sama lain tidak akan terlalu jauh. Sebagai sebuah Surface, perangkat ini tentu turut dilengkapi port khusus Surface Connect di samping satu port USB-C dan USB-A.
Surface Pro X generasi kedua
Beralih ke Surface Pro X, secara fisik perangkat ini identik dengan yang dirilis tahun lalu. Premis yang ditawarkan pun sama: Surface Pro X adalah perangkat yang always on, always connected, dan itu dapat terwujud berkat pemakaian chipset berarsitektur ARM yang merupakan hasil kolaborasi Microsoft dengan Qualcomm.
Untuk generasi keduanya, Surface Pro X ditenagai oleh chipset Microsoft SQ 2 yang diklaim punya kinerja CPU sekaligus GPU yang lebih baik, dan di saat yang sama masih mempertahankan daya tahan baterai hingga 15 jam pemakaian seperti generasi sebelumnya. Mendampingi prosesornya adalah pilihan RAM 8 atau 16 GB, serta SSD berkapasitas 128, 256, atau 512 GB.
Semua itu dikemas dalam bodi yang tebalnya tidak lebih dari 7,3 mm, dengan bobot 774 gram. Layar 13 incinya punya resolusi 2880 x 1920 pixel, dan perangkat turut dilengkapi dengan sepasang port USB-C serta tentu saja port Surface Connect.
Namun problem Surface Pro X sebenarnya bukanlah perkara hardware. Seperti yang kita tahu, Windows adalah sistem operasi yang diciptakan untuk perangkat berarsitektur x86, demikian pula aplikasi-aplikasi di dalamnya. Sebelum ini, Surface Pro X hanya bisa menjalankan aplikasi x86 32-bit, namun ke depannya Microsoft berjanji menghadirkan fitur emulasi yang sama untuk aplikasi 64-bit.
Rencananya, Microsoft bakal memasarkan Surface Pro X baru ini dengan harga mulai $1.500. Menariknya, versi lama yang ditenagai chipset Microsoft SQ1 tetap dijual tapi dengan harga yang jauh lebih murah ($1.000).
Awal Oktober tahun lalu, Microsoft merilis empat hardware baru sekaligus. Tahun ini jumlahnya bertambah menjadi enam, dan supaya lebih memudahkan para pembaca, saya akan membaginya menjadi dua artikel yang berbeda.
Untuk artikel ini, yang akan saya bahas adalah empat perangkat yang siap Microsoft jual menjelang musim liburan tahun ini. Mereka adalah Surface Laptop 3, Surface Pro 7, Surface Pro X, dan Surface Earbuds.
Surface Laptop 3
Laptop non-convertible generasi ketiga Microsoft ini datang dalam dua varian ukuran: 13,5 inci dan 15 inci. Keduanya tipis dan ringan seperti generasi sebelumnya, akan tetapi sekarang balutan Alcantara di sekitaran keyboard-nya tidak lagi menjadi standar. Sebagai gantinya, konsumen bisa memilih antara yang berlapis Alcantara atau yang serba aluminium seluruhnya.
Microsoft juga masih mempertahankan layar sentuh dengan aspect ratio 3:2 pada Surface Laptop 3. Memang ada perbedaan resolusi di antara dua varian ukuran ini, akan tetapi tingkat kepadatan pixel layarnya sama persis di angka 201 ppi, yang berarti gambar dan teks akan kelihatan sama tajamnya di kedua varian.
Yang sangat berbeda di antara keduanya adalah perihal spesifikasi dan performa. Surface Laptop 3 13,5″ datang membawa prosesor Intel Core i5 atau i7 generasi kesepuluh (Ice Lake), sedangkan Surface Laptop 3 15″ berbeda sendiri dengan prosesor AMD Ryzen 5 atau 7. Bukan sembarang Ryzen, Microsoft bahkan menyebutnya lengkap dengan embel-embel “Ryzen Surface Edition”.
Branding semacam itu menandakan bahwa Microsoft ikut memegang andil dalam proses pengembangannya. Microsoft bilang bahwa prosesor ini adalah yang tercepat di kelasnya. Kelas yang dimaksud di sini adalah laptop 15 inci dengan ketebalan maksimum 20 mm, dan yang menggunakan prosesor dengan TDP (thermal design power) 15 watt.
Fitur-fitur lain yang diunggulkan Surface Laptop 3 mencakup trackpad yang berukuran 20% lebih besar, fast charging (0 – 80% dalam sekitar satu jam), dan yang mungkin paling ditunggu-tunggu adalah kehadiran port USB-C di samping USB-A, apalagi mengingat generasi sebelumnya hadir tanpa port USB-C.
Berapa harganya? Mulai $999 untuk Surface Laptop 3 13,5″, atau mulai $1.199 untuk Surface Laptop 3 15″. Pilihan warnanya ada empat untuk varian 13,5 inci, sedangkan varian 15 incinya hanya kebagian dua opsi warna.
Surface Pro 7 dan Surface Pro X
Beralih ke segmen 2-in-1, Microsoft mengklaim Surface Pro 7 menawarkan performa dua kali lebih cepat berkat penggunaan prosesor Intel generasi kesepuluh, dengan pilihan mulai dari Core i3 sampai Core i7. Seperti halnya Surface Laptop 3, Surface Pro 7 pada akhirnya juga telah dilengkapi dengan port USB-C.
Surface Pro 7 masih mempertahankan layar sentuh 12,3 inci dengan resolusi 2736 x 1824 pixel (267 ppi). Yang dilakukan Microsoft sejatinya hanya sebatas penyegaran spesifikasi, dan itulah yang justru membuat saudaranya, Surface Pro X, jauh lebih menarik.
Secara fundamental, Surface Pro X sudah sangat berbeda. Ia merupakan perangkat yang ditenagai chipset berarsitektur ARM, bukan x86 seperti Surface Pro 7, dan ini berarti ia juga dikategorikan sebagai perangkat yang always on, always connected, tidak jauh berbeda dari smartphone atau tablet secara umum.
Otak dari Surface Pro X adalah chipset bernama Microsoft SQ1. Bikinan Microsoft sendiri? Ya, dengan bantuan dari Qualcomm, dan Microsoft pun mengklaim ini merupakan prosesor tercepat yang pernah Qualcomm buat untuk sebuah PC. Untuk pengolahan grafis misalnya, SQ1 diyakini mampu mengerahkan tenaga sebesar 2 teraflop.
Arsitektur ARM juga berarti SQ1 dilengkapi modem LTE terintegrasi, spesifiknya Snapdragon X24. Jadi untuk konsumen yang selalu mobile, Surface Pro X jelas merupakan pilihan yang lebih ideal ketimbang Surface Pro 7.
Fakta tersebut turut didukung oleh desain fisik Surface Pro X yang begitu ringkas. Tebalnya cuma 5,33 mm, dengan bobot sekitar 762 gram. Ukuran layarnya sedikit lebih besar di angka 13 inci (dengan pixel density yang sama persis). Namun berhubung bezel-nya amat tipis, dimensi keseluruhannya tidak berbeda jauh dari perangkat berlayar 12 inci.
Aksesori keyboard cover yang mendampingi Surface Pro X juga berbeda; ada ceruk kecil untuk menampung stylus saat sedang tidak dipakai. Stylus-nya pun berbeda dari yang biasa, dengan desain lebih tipis dan yang otomatis terisi ulang baterainya selagi menancap di dalam ceruk tersebut secara magnetis.
Untuk Surface Pro 7, Microsoft mematok harga mulai $749, sedangkan Surface Pro X cukup signifikan selisih harganya dengan banderol mulai $999.
Surface Earbuds
Setelah Surface Headphones tahun lalu, Microsoft kembali meluncurkan produk portable audio dalam wujud Surface Earbuds. Perangkat ini sekaligus menjadi true wireless earphone pertama Microsoft, dan rupanya salah besar kalau kita menganggapnya sebatas “pesaing AirPods dengan integrasi Cortana”.
Menariknya, Microsoft justru mendeskripsikan Surface Earbuds sebagai perangkat yang esensial bagi para pengguna layanan Office berkat integrasi yang ditawarkannya. Contoh yang paling gampang, saat sedang mempresentasikan sesuatu selagi mengenakan Earbuds, pengguna dapat menampilkan transkrip maupun terjemahan dari apa yang tengah dibahasnya di layar secara real-time.
Masih seputar presentasi, pengguna juga dapat menavigasikan slide dengan mengusap sisi luar Earbuds yang dilengkapi panel sentuh. Untuk produk Office lainnya, semisal Word dan Outlook, pengguna juga bisa memakai Earbuds untuk mendikte apa yang hendak ditulisnya. Membacakan email juga termasuk salah satu fitur yang ditawarkan Earbuds.
Secara teknis, Surface Earbuds dibekali driver 13,6 mm dan dua buah mikrofon pada masing-masing earpiece-nya. Baterainya diklaim tahan sampai 8 jam pemakaian, sedangkan charging case-nya dapat menyuplai daya yang cukup untuk 16 jam pemakaian ekstra (total 24 jam). Microsoft juga bilang bahwa charging selama 10 menit sudah cukup untuk penggunaan selama satu jam.
Dengan banderol $249, harganya memang tergolong mahal jika dibandingkan dengan sebagian besar true wireless earphone yang tersedia di pasaran.