Tag Archives: surplus indonesia

Jajaran tim Surplus dan SPIL Ventures / Surplus

Surplus Kantongi Pendanaan Awal dari SPIL Ventures

Startup pengembang layanan food waste preventionSurplus” mengumumkan pendanaan awal dari Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL Ventures). Tidak disebutkan  nilai investasi yang diberikan.

Co-Founder & CEO Surplus Indonesia Muhammad Agung Saputra mengatakan, lewat pendanaan ini perusahaan ingin mengembangkan lebih lanjut model B2B untuk membangun ekosistem end-to-end dalam pencegahan timbulnya food waste.

“Dengan pendanaan awal ini, Surplus Indonesia akan melakukan perluasan market pengguna layanan aplikasi Surplus. Kami juga berharap kolaborasi pentahelix yang melibatkan banyak pihak, antara akademisi, pebisnis, komunitas, pemerintah, dan media dapat terjadi untuk menjadi dasar dalam pencegahan timbulan food waste di Indonesia,” kata Agung.

Sebelumnya Surplus juga sempat melakukan crowdfunding. Namun  kesulitan untuk mendapatkan pendonor karena kurangnya awareness Surplus di mancanegara, target yang mereka inginkan pun tidak tercapai.

Sampai saat ini, Surplus telah bekerja sama dengan beberapa pusat perbelanjaan (seperti Mall Sarinah), perhotelan (meliputi Marriott International Group, Swiss Belhotel International, Ascott Group, Artotel Group), middle-high F&B brand, supplier sayur dan buah, serta industri rumahan maupun UMKM.

“Adapun alasan SPIL Ventures memberikan pendanaan ke Surplus Indonesia dikarenakan kami melihat inovasi pengembangan aplikasi yang tidak hanya dalam bentuk suatu marketplace tetapi juga secara langsung memberikan solusi terhadap dampak lingkungan terutama terkait food waste,” kata VP Investment SPIL Ventures Sumarny Manurung.

Pertumbuhan positif Surplus

Diluncurkan pada Maret 2021, Surplus menjadi food rescue app pertama di Indonesia yang dapat digunakan untuk memesan produk makanan dan minuman overstock dari bisnis F&B dengan harga diskon 50% pada waktu tertentu.

Surplus sudah beroperasi di area Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Bali. Mereka juga mengaku telah mempunyai sekitar 100 ribu pengguna aktif.

Surplus juga menjadi salah satu green tech startup dengan sertifikasi B-corp yang memiliki misi dalam pencegahan masalah food waste. Dukungan dari pemerintah juga telah didapatkan Surplus Indonesia, antara lain dari Kemenparekraf, KemenkopUKM, Dinas PPKUKM DKI Jakarta, dan Pemda Yogyakarta.

Dampak yang telah dihasilkan dari pemesanan di aplikasi Surplus sampai Desember 2022 meliputi 30 ribu ton makanan terselamatkan, mencegah kerugian hingga $80 ribu, dan mencegah potensi emisi hingga 350 ton CO2 eq.

“Platform ini dikembangkan untuk menjadi solusi dalam memaksimalkan penjualan produk overstock dari bisnis F&B agar tidak tersia-siakan dan hanya berakhir menjadi food waste,” ujar Agung.

Application Information Will Show Up Here
Surplus Indonesia

Fokus Bisnis dan Rencana Penggalangan Dana Surplus Indonesia

Saat ini Surplus sudah mengalami pertumbuhan yang positif sebagai sebuah food waste prevention app. Tahun 2022 dijadikan momentum khusus bagi perusahaan untuk bergerak maju, menghadirkan layanan dan produk yang relevan kepada target pengguna. Sekaligus membantu lebih banyak industri terkait untuk mengurangi laju food waste mereka.

Kepada DailySocial.id, CEO Surplus Indonesia Muhammad Agung Saputra menyampaikan rencana Surplus Indonesia. Mulai dari merampungkan penggalangan dana tahapan awal, memiliki gudang, dan menambah jumlah merchant.

Pertumbuhan bisnis positif

Jika saat awal muncul Surplus masih harus melakukan edukasi kepada merchant dan pengguna, saat ini perusahaan mengklaim sudah cukup nyaman dengan kesadaran dan pemahaman yang dimiliki oleh target pengguna. Meningkatnya awareness generasi muda untuk mengikuti gaya hidup sehat dan fokus kepada lingkungan menjadi benefit tersendiri bagi perusahaan saat ini.

Dari sisi merchant yang saat ini banyak berasal dari bakery, kafe, restoran, hingga hotel, yang awalnya mereka masih enggan untuk bermitra, kini mereka justru memiliki SOP khusus untuk Surplus. Dengan kolaborasi tersebut beberapa mitra bahkan mampu untuk menekan laju food waste atau stok produk mereka hingga 80%. Hal tersebut yang kemudian menjadi kebanggaan tersendiri bagi Surplus, yang juga telah menjadi katalis bagi industri F&B untuk pengelolaan food waste mereka.

Untuk bisa mendapatkan merchant dari jaringan hotel dan restoran, menurut Agung dibutuhkan proses yang cukup panjang dan penuh tantangan. Sempat mengalami kendala di awal, namun saat ini mulai banyak hotel dan restoran yang memutuskan untuk bergabung dengan Surplus.

“Proses untuk mendapatkan decision maker di mall atau jaringan hotel/restoran tidak mudah. Apalagi ini adalah hal yang baru, namun ketika mulai banyak jaringan hotel yang telah bergabung, kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka,” kata Agung.

Tercatat saat ini Surplus telah memiliki sekitar 100 ribu unduhan aplikasi dan 2 ribu merchant lebih yang tersebar di 11 kota seperti Jabodetabek, Bandung, Jogjakarta, Solo, Malang, Surabaya, hingga Bali. Jika dulunya mereka yang menjemput bola, kini dengan word of mouth di kalangan mitra, mulai banyak mitra yang kemudian menawarkan diri langsung untuk bergabung di ekosistem Surplus.

Jaringan hotel seperti The Ascott Limited, ARTOTEL Group, dan Swiss-Belhotel International telah menjadi bagian dari Surplus. Sudah ada sekitar 100 hotel yang menjalin kerja sama strategis dengan Surplus. Ke depannya Surplus juga ingin merangkul lebih banyak pemain FMCG hingga ritel untuk memanfaatkan layanan dan teknologi dari Surplus.

Untuk pengiriman Surplus masih mengandalkan layanan dari GrabExpress dan GoSend. Namun untuk melancarkan kampanye mereka untuk lebih peduli kepada lingkungan, pilihan Ambil Sendiri di lokasi layanan F&B terdekat, juga makin agresif mereka lancarkan.

“Kami mencatat saat ini pelanggan terbanyak adalah dari generasi muda seperti gen Z dan milenial. Mereka adalah generasi yang sudah memiliki kesadaran sangat tinggi terhadap peduli lingkungan dan sosial. Meskipun masih sangat niche tapi kami yakin ke depannya akan makin banyak lagi pelanggan yang bisa kami jangkau,” kata Agung.

Rencana penggalangan dana awal

Tim Surplus Indonesia

Untuk bisa memiliki gudang yang mampu menampung stok sementara dari FMCG dan ritel, saat ini Surplus tengah menggalang dana tahapan awal. Jika sesuai target, pendanaan tersebut akan mereka rampungkan akhir tahun 2022 ini. Sebelumnya Surplus termasuk startup yang tidak terlalu fokus kepada kegiatan penggalangan dana. Memanfaatkan grant atau hibah, perusahaan mampu menjalankan bisnis dan operasional dengan dukungan 12 orang tim.

“Tahun 2022 ini kemudian menjadi waktu yang paling tepat bagi startup yang fokus kepada lingkungan dan ESG seperti Surplus. Dengan acara G20 yang fokus kepada climate tech dan lingkungan. Di sisi lain juga mulai banyak platform renewable energy hingga motor listrik yang hadir di Indonesia. Harapannya akan lebih banyak platform green tech di tanah air sehingga makin mengembangkan ekosistem,” kata Agung

Disinggung siapa investor yang sudah terlibat dalam pendanaan awal ini, Agung enggan untuk menjelaskan lebih lanjut. Namun demikian menurutnya, investor asing yang paling banyak memberikan perhatian khusus untuk startup seperti Surplus.

Sebelum melakukan penggalangan dana tahapan awal dari investor, Surplus juga sempat melakukan crowdfunding. Namun karena kesulitan untuk mendapatkan pendonor karena kurangnya awareness Surplus di mancanegara, target yang mereka inginkan pun tidak tercapai.

“Dari sana kita melihat negara asing memiliki awarness yang sangat tinggi akan climate tech dan environment & social impact. Untuk Surplus saja yang mereka tidak kenal, masih bersedia bagi mereka untuk memberikan dana dalam bentuk crowdfunding. Kehadiran pendiri startup asing yang melancarkan platform green tech di Indonesia kemudian juga menjadi pemicu bagi penggiat startup lokal untuk bisa menghadirkan platform green tech,” kata Agung.

Tercatat saat ini mulai banyak investor hingga angel investor yang tertarik untuk berinvestasi kepada green tech di Indonesia. Di antaranya adalah MDI Ventures yang berencana meluncurkan Impact Fund, hingga Achmad Zaky Foundation (AZF) yang telah berinvestasi kepada pengembang efisiensi energi memanfaatkan smart technology di Indonesia, Powerbrain.

East Ventures (Growth Fund) sebelumnya juga telah memimpin pendanaan kepada startup energi terbarukan Xurya. Sementara itu Kejora-SBI Orbit telah berinvestasi kepada perusahaan teknologi yang membangun infrastruktur pertukaran baterai di Indonesia, SWAP Energy. Dan baru-baru ini DeClout Ventures telah memberikan investasi kepada pengembang kendaraan motor listrik, Charged Indonesia.

ANGIN tahun 2021 lalu telah merilis laporan bertajuk “Investing in Impact in Indonesia”. Dalam laporan tersebut terungkap, fokus dari tiap investor berdampak juga berbeda. ANGIN mencatat secara tematik, ada 10 jenis usaha berdampak yang menjadi fokus masing-masing, terbagi menjadi inklusi keuangan, kehutanan, energi bersih, kemiskinan, gender lens, circular economy, perikanan, iklim, agrikultur, dan media. Masing-masing tema ini mencerminkan peluang dan tantangan di Indonesia.

“Kami berharap nantinya jika Surplus telah merampungkan pendanaan tahap awal, bisa menjadi pembuka bagi startup lainnya yang juga fokus kepada ESG untuk bisa mendapatkan pendanaan juga,” kata Agung.

Potensi startup green tech di Indonesia

Kolaborasi Surplus Indonesia dengan Kemenparekraf

Menurut Agung, ada beberapa alasan mengapa pada akhirnya tidak banyak penggiat startup yang tertarik untuk menawarkan layanan dan produk bertemakan lingkungan. Salah satunya adalah sulit untuk di monetisasi dan belum adanya regulasi yang kemudian bisa memberikan punishment atau incentive kepada pihak terkait.

Untuk startup kemudian bisa memberikan layanan yang relevan dan tetap fokus untuk menjaga lingkungan, harus memahami benar layanan atau produk yang bakal di hadirkan. Salah satunya adalah dengan melakukan riset secara komprehensif, melakukan trial and error dan memiliki passion yang besar agar tidak cepat menyerah.

“Mereka harus mengetahui masalah lingkungan secara spesifik, kemudian harus mengetahui grass root-nya. Di Surplus sendiri grass root yang kita pahami adalah kebiasaan masyarakat Indonesia yang menyukai diskon dan telah terbiasa melakukan pemesanan makanan dan minuman secara online. Dengan memahami grass root tersebut, nantinya akan tercipta perubahan secara langsung,” kata Agung.

Untuk bisa mempercepat awareness dan pertumbuhan bisnis, Surplus juga secara agresif melakukan kerja sama strategis dengan pemerintah dan pihak terkait. Di antaranya dengan Kemenparekraf dan dengan Kementerian BUMN.

“Pada akhirnya saya melihat Indonesia sudah mulai ke arah sana. Mengikuti ekosistem di negara lain yang sudah fokus kepada ESG dan climate tech. Jika renewable energy hype-nya makin meluas akan menyusul juga kepada platform lainnya,” kata Agung.

Application Information Will Show Up Here