Tag Archives: SXSW 2018

Pembelajaran Bekraf dari SXSW 2018

Festival skala internasional South by Southwest (SXSW) 2018 menyisakan sejumlah pembelajaran yang akan dievaluasi Bekraf agar ke depannya semakin baik. Poin utama yang ditekankan Bekraf untuk para calon delegasi adalah menyelenggarakan mentoring perihal pentingnya memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan menyediakan akses permodalan untuk scale up bisnis.

Masalah HKI jadi timbul karena pada SXSW 2018 kemarin delegasi Indonesia yakni Mycotech dan Seruniudio baru menemukan isu, ternyata untuk memasarkan produknya di luar negeri perlu HKI sebagai payungnya. Hal  tersebut belum terpikirkan sebelumnya hingga mereka ada di sana.

Feedback yang kami terima adalah fokus ke mentorship, salah satunya membahas soal HKI. Kemudian yang bisa kita bicarakan adalah akses ke permodalan untuk scale up. Informasi seperti ini sangat dibutuhkan delegasi untuk melancarkan aksi mereka saat di SXSW,” ucap Deputi Pemasaran Bekraf Josua Simanjuntak, Rabu (26/7).

Selain fokus ke mentoring, Bekraf juga bakal mendata pencapaian apa saja yang diraih para delegasi sebagai bahan evaluasi selama satu tahun pasca SXSW berakhir. Hasil ini sekaligus bisa memberikan inspirasi untuk delegasi berikutnya.

Bekraf juga akan perluas cakupan segmen delegasi hingga memboyong musik dangdut agar mendunia. Pada SXSW 2017, startup yang diboyong Bekraf lebih condong ke layanan interaktif berbasis aplikasi. Kemudian pada tahun ini mulai menambah variasi ke IoT dengan membawa Saft7robotics dan Seruniaudio.

“Jadi kita belajar inovasi ini bentuknya enggak harus aplikasi, makanya tahun ini nambah robot. Ternyata responsnya luar biasa. Tahun depan akan lebih banyak variasi startup yang kita bawa, bisa berbentuk aplikasi atau lainnya.”

Dalam kesempatan tersebut, turut hadir beberapa perwakilan dari tim kurator SXSW yang memberikan tips kepada calon delegasi SXSW 2019. Salah satunya Edi Taslim yang merupakan CEO Kaskus. Edi menuturkan pada dasarnya ada tiga penilaian global yang dilihat tim dari setiap calon delegasi. Startup tersebut memiliki daya tarik global, dirancang di Indonesia, dan memiliki kemampuan untuk scale up di luar Indonesia.

“Nanti kurator akan menyeleksi berdasarkan tiga poin tersebut agar berikutnya mereka dapat presentasi di hadapan kami,” ucap Edi.

Pendaftaran untuk SXSW 2019 bakal kembali dibuka pada Senin (30/7) mendatang sampai pertengahan Oktober 2018.

Capaian delegasi SXSW 2

Beberapa bulan pasca festival SXSW 2018 berakhir, para delegasi membeberkan beberapa capaiannya. Di antaranya Mycotech yang berhasil melakukan penawaran bisnis seperti tawaran kerja sama partner produksi dan distribusi dari perusahaan pembuat panel Connecticut.

Berikutnya, Saft7Robotic mendapat masukan harga jual robotik yang layak berkisar US$150 sampai US$300. Ternyata selama ini perusahaan menjual produknya dengan harga yang terlampau murah. Mereka juga mendapat sejumlah penawaran bisnis. Seperti pembelian produk robotik oleh sebuah vendor peralatan teknologi untuk laboratorium di sekolah menengah dan perguruan tinggi di Austin.

Squline mendapat penawaran bisnis untuk membuka kelas Bahasa Indonesia di KJRI Houston. Seruniaudio membuat produk hand build microphone yang banyak menarik perhatian para pengunjung untuk dibeli, namun sayangnya pada saat itu produk yang terpampang hanya sebatas untuk dipamerkan.

Bose Pamerkan Prototipe Kacamata AR yang Berfokus Murni pada Audio

Augmented reality selama ini selalu berkaitan dengan visual, akan tetapi Bose percaya hal itu tidak selamanya benar. Di event SXSW 2018, produsen speaker dan headphone itu memamerkan sebuah kacamata AR yang berfokus murni pada audio.

AR tapi audio memang terdengar aneh, tapi beberapa skenario yang dijabarkan Bose terkesan cukup masuk akal. Salah satunya misalnya, saat sedang berkunjung ke sebuah lokasi bersejarah, kacamata AR ini bisa membantu menyimulasikan peristiwa yang terjadi di tempat itu.

Penggunanya bakal mendengar suara derapan kuda dari sisi kiri, lalu lanjut ke depan wajahnya sebelum akhirnya hilang secara perlahan. Contoh lain, ketika menghampiri patung seorang tokoh bersejarah, pengguna bisa mendengar salah satu pidatonya yang terkenal.

Bose AR glasses

Tim Engadget yang berkesempatan mencoba langsung punya cerita cukup menarik. Saat mengamati sebuah restoran bernama “El Naranjo” di kota Austin (tempat SXSW dihelat) dan menyentuh tangkai kacamata dua kali, perangkat langsung mengutarakan informasi lengkap mengenai restoran tersebut, mulai dari jam bukanya sampai siapa nama chef yang bertanggung jawab.

Dari mana kacamata bisa mengetahui lokasi penggunanya dan ke arah mana ia melihat? Dari perpaduan data lokasi yang ditangkap GPS milik ponsel (yang tersambung ke kacamata) dan sensor inersial yang tertanam di dalam kacamata. Suaranya sendiri berasal dari speaker super-tipis yang memproyeksikan suara langsung ke telinga, dan bukan mengandalkan teknologi bone conduction.

Bose AR glasses

Lalu kenapa harus kacamata? Sebenarnya tidak harus, mungkin Bose memilih wujud ini karena paling gampang diasosiasikan dengan AR. Teknologi yang sama sebenarnya juga bisa diimplementasikan pada beragam perangkat, termasuk headphone yang sudah menjadi keahlian Bose sendiri.

Untuk sekarang Bose belum punya rencana terkait komersialisasi produk ini. Mereka baru akan merilisnya ke kalangan developer guna memperkaya ekosistem kontennya. Kasusnya kurang lebih sama seperti kacamata AR buatan Intel, yang menurut saya sejauh ini punya penampilan paling menarik dibanding produk sejenis lainnya.

Sumber: 1, 2, 3.

Sony Pamerkan Permainan Air Hockey Versi Augmented Reality

Augmented reality tidak selamanya harus melibatkan kamera smartphone atau gadget yang dikenakan di wajah. Sony membuktikannya lewat sebuah permainan bernama A(i)R Hockey yang dipamerkan di event SXSW 2018.

Konsep dasarnya mirip seperti permainan air hockey standar yang biasa Anda jumpai di mallmall. Pemain masih memegang semacam gagang fisik, kemudian di meja juga masih ada sebuah hockey puck fisik. Yang berbeda, mejanya bundar, permainannya melibatkan tiga orang, dan sepanjang permainan bakal terasa kacau-balau berkat seabrek hockey puck virtual yang muncul di atas meja.

Di sinilah letak kecanggihannya. Sony memanfaatkan dua sensor IMX382 (biasa digunakan untuk mewujudkan sistem kemudi otomatis pada mobil, dengan kemampuan tracking secepat 1.000 frame per detik) untuk membaca pergerakan objek di atas meja. Satu sensor di atas bertugas memantau pergerakan puck, satu di bawah untuk pergerakan tangan pemain beserta gagangnya.

Puck virtual-nya sendiri berasal dari sebuah proyektor yang dipasang di atas meja. Bukan sekadar memproyeksikan, perangkat turut dibekali algoritma prediktif agar mampu memproyeksikan gambar puck virtual sesuai dengan pergerakan objek-objek lain di atas meja.

Sony A(i)R Hockey

Kombinasi sensor dan proyektor tersebut membuat pemain merasa seperti bermain air hockey sungguhan, meski sebenarnya mereka hanya ‘memukul angin’. Agar lebih realistis lagi, Sony tidak lupa menyematkan haptic feedback agar pemain bisa merasakan sensasi seperti memukul puck sungguhan.

Sony memang tidak punya rencana untuk mengomersialkan A(i)R Hockey – meski saya yakin bakal sangat populer andai ditempatkan di suatu arcade center atau sejenisnya. Namun setidaknya inovasi semacam ini bisa mematahkan anggapan bahwa AR baru benar-benar bisa terealisasi lewat sebuah AR headset atau glasses.

Sumber: The Verge dan Sony.

Samsung C-Lab Siap Pamerkan 3 Proyek Berbasis AI di SXSW 2018

Beberapa tahun silam, sebagian dari kita mungkin sama sekali belum mengenal istilah artificial intelligence (AI). Sekarang, jargon tersebut sudah tidak terdengar asing lagi mengingat hampir semua perusahaan teknologi begitu gencar bereksperimen dengannya, termasuk halnya divisi eksperimental Samsung, C-Lab.

Di event SXSW yang akan digelar pada tanggal 11 sampai 14 Maret mendatang, Samsung C-Lab bakal memamerkan tiga proyek AI yang cukup menarik, yakni Toonsquare, Aurora dan GADGET.

Toonsquare

Buat saya Toonsquare ini yang paling menarik. Ia pada dasarnya merupakan sebuah aplikasi untuk membuat semacam komik strip kartun, namun tentu saja dengan twist berbumbu AI, di mana yang perlu kita lakukan hanyalah mengetikkan sejumlah teks saja.

AI bertugas menerjemahkan teks tersebut menjadi ekspresi wajah maupun bahasa tubuh dari karakter kartun yang dibuat. Penampilan karakternya sendiri bisa berdasar pada wajah pengguna, lalu elemen-elemen pendukung seperti background, jenis font dan speech bubble bisa dikustomisasi sesuai selera.

GADGET

Samsung C-Lab GADGET

Dari gambar di atas, kenapa tulisan “AD”-nya dalam warna yang berbeda? Apalagi kalau bukan karena kaitannya dengan dunia periklanan. GADGET sejatinya merupakan sebuah platform iklan untuk game, dirancang untuk menjadi alternatif dari iklan pop-up yang menyebalkan.

Game yang memanfaatkan platform ini bisa menampilkan iklan sebagai native object, semisal yang muncul di baliho di dunia dalam game. Mekanismenya kurang lebih sama seperti yang diterapkan Advrty, yang mengembangkan platform native advertising untuk medium VR.

Aurora

Samsung C-Lab Aurora

Paling biasa kalau menurut saya, Aurora sederhananya mengombinasikan aplikasi dan sebuah unit docking untuk menampilkan asisten virtual secara visual. Karakter 3D ini sepintas tampak seperti hologram, dan sebagai bonus, unit docking-nya juga berfungsi sebagai wireless charger.

Bekraf Umumkan Lima Startup Lokal yang Diberangkatkan ke SXSW 2018

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) hari ini mengumumkan lima startup lokal yang ditunjuk untuk mengikuti ajang South By Southwest (SXSW) 2018. Kelima startup tersebut adalah Kata.ai, Mycotech, Saft7robotics, Seruniaudio, dan Squline. SXSW 2018 sendiri akan berlangsung 9-10 Maret 2018 di Texas, Amerika Serikat.

Lima startup yang dipilih memang menjangkau lanskap yang berbeda. Kata.ai dikenal sebagai salah satu startup pionir pengembang layanan berbasis Artificial Intelligence. Beberapa produk berbasis chatbot telah berhasil diaplikasikan bersama beberapa perusahaan besar untuk menangani otomasi layanan pelanggan. Kemudian ada Mycotech, yakni pengembang bahan material ramah lingkungan dari limbah pertanian.

Saft7robotics adalah pengembang produk robot edukasi. Ada juga Seruniaudio, yakni pengembang perangkat clip-on khusus untuk alat musik akustik. Dan terakhir ada Squline, yakni platform online untuk membantu belajar bahasa asing dengan tutor dari seluruh dunia. Tahun ini Vestifarm dari TheNextDev Academy juga akan turut mengikuti acara tersebut, didukung oleh Telkomsel.

“Squline sangat bangga dapat terpilih untuk mewakili industri kreatif Indonesia tampil di SXSW 2018. Squline akan mempromosikan layanan kami yang sudah ada dan juga program terbaru kami yaitu bahasa Indonesia. Sehingga nantinya orang-orang Amerika dapat belajar bahasa Indonesia langsung dengan pengajar native dari Indonesia,” sambut CEO Squline Tomy Yunus.

Dalam sambutannya Wakil Kepala Bekraf Ricky Pesik menyampaikan bahwa keberangkatan perwakilan Indonesia ke SXSW 2018 didedikasikan untuk mendukung insan industri kreatif mencapai tujuan mereka. Ini menjadi momentum yang juga dapat dimanfaatkan oleh startup Indonesia guna memperkenalkan produk mereka di kancah internasional.

“Mengikuti kesuksesan partisipasi Indonesia dan sambutan hangat dunia terhadap perusahaan teknologi dan rintisan dari Pavilion Archipelageek tahun lalu, dalam kesempatan ini BEKRAF kembali membawa sederet talenta terbaik tanah air untuk unjuk gigi memperkenalkan karya kreatifnya ke ajang bergengsi dunia,” ujar Ricky.

Menurut pemaparan Bekraf, tahun ini sekurangnya ada 75 startup yang mendaftar untuk diikutsertakan ke dalam SXSW 2018. Tahun lalu Bekraf memberangkatkan beberapa startup termasuk Qlue, PicMix, GO-JEK, Blibli, Kaskus, Slingshot dan beberapa lainnya.