Tag Archives: takashi matsuura

Wise Egg Announces Pre Series A Funding, Launching “MoneyDuck” Financial Products Aggregator in Indonesia

The Singapore based fintech startup Wise Egg announced a pre-series A funding with convertible notes led by Genesia Ventures, which was also a previous investor in the seed round. The new investors include Money Ventures and some angel investors. The value in this round is undisclosed.

The company will use this fresh money to build teams in Indonesia and Thailand, as well as expand its expert network and recruit engineers. Next, MoneyDuck plans to expand its business to other Southeast Asian countries by improving features to support sales for professionals.

Genesia Ventures’ General Partner, Takahiro Suzuki said, there are many consumers in Southeast Asia with limited access to financial services although the region’s economy continues to grow. “This business is in line with six of our challenges, including ‘Enriching People’s Lives’ and ‘Equality of Information and Opportunities’, therefore, we are re-investing in this round after the previous one,” he said in an official statement, Wednesday (12/1).

In Southeast Asia, the working age population continues to grow, creating a pyramid where the younger generation took bigger space than the older generation. It will give birth to a “demographic bonus” in the future. As income grows, people can access financial services and products.

Financial products such as insurance, loans, and fintech product innovations have been offered in the market and currently growing, however, there are many challenges on the way. One of the challenges is the lack of public financial literacy, that makes it difficult to optimize financial services experience.

Wise Egg is the company behind MoneyDuck, a financial solutions platform for consumers and financial providers. Wise Egg’s Founder & CEO, Takashi Matsuura said, “Through MoneyDuck, we want to increase user access to financial services, create efficient relationships between consumers and financial companies, and contribute to creating a richer life by solving financial inclusion and social problems.

“MoneyDuck is not only trying to provide financial inclusion solutions for the public as users of financial services, but also solutions to financial providers for appropriate financial services,” Matsuura said.

Some players in Indonesia have offered similar services, such as CekAja, Cermati, Lifepal and what GoBear used to do until it finally went out of business. However, MoneyDuck offers an added value that allows users to get financial advice from experts through the chat feature on MoneyDuck, WhatsApp, or other communication platforms.

In terms of experts, they will be able to find prospects and carry out promotions, and get access to a dashboard to contact potential consumers based on their profiles. Meanwhile,in terms of users, they can consult with financial experts through a friendly UI, after answering a few simple questions to connect with experts according to their financial needs, for free.

The company also ensures that the information entered by this user is shared with suitable experts, and nothing to worry about getting a massive sales offers.

“Financial services are an important foundation for living a stable life. However, there are many people who are yet to have access to financial services due to the low level of user literacy in Southeast Asia. Meanwhile, the digital transformation of financial institution is yet to be improved, it creates inefficiency to approach new customers,” Matsuura said.

Based on its website, MoneyDuck provides credit card products, loans, savings, insurance, investments, and others together with related partners. Starting from J Trust Bank, Bank Mega, BNI, DBS Bank Indonesia, CTBTC Bank, Bank Danamon, BCA, BRI, Panin Bank, and many more. In terms of investment products, forex is currently the sole trading products.

Similar business in Indonesia

The opportunity to become an aggregator of financial products is widely open. In Indonesia alone, the potential for the unbanked is still higher than the bankable. This is the right aggregator solution to reach those with low financial literacy and have not been able to keep up with the fast changing market. On the regulatory side, the aggregator platform is currently work under the Digital Financial Innovation at OJK.

Another issue is the inability to choose and conduct personal research on financial products, causing problems due to choosing illegal products without realizing the consequences; users cannot access certain financial products due to difficulties in filling out forms and incorrectly preparing the required documents; and there are still few sources of financial advice providers with friendly UX.

It creates difficulty for financial institutions to switch to more efficient features such as AI chat bots or communication methods without a human touch due to user resistance. Users need sales people and customer service personnel to offer and explain products, as well as guide them through the application process.

Both CekAja and Cermati, currently with their aggregator business bases that have been operating for a longer time, have transformed into various other fintech business units. CekAja, for example, ventured into the credit scoring business to see how much loan and credit card applications were approved. Meanwhile, Cermati entered the insurtech realm with the Cermati Protect brand, Indodana p2p lending, and Bank-as-a-service (BaaS) solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Terima Pendanaan Pra-Seri A, Wise Egg Luncurkan Agregator Produk Keuangan “MoneyDuck” di Indonesia

Startup fintech asal Singapura Wise Egg mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dengan instrumen convertible notes yang dipimpin oleh Genesia Ventures, yang juga merupakan investor sebelumnya dalam putaran tahap awal. Investor baru yang turut berpartisipasi ada Money Ventures dan sejumlah angel investor. Tidak disebutkan nominal yang didapat perusahaan dalam putaran ini.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk membangun tim di Indonesia dan Thailand, serta memperluas jaringan expert dan perekrutan tenaga engineer. Ke depannya, MoneyDuck berencana untuk ekspansi bisnis ke negara-negara Asia Tenggara lainnya dengan meningkatkan fitur yang mendukung proses penjualan untuk para profesional.

General Partner Genesia Ventures Takahiro Suzuki menuturkan, masih banyak konsumen di Asia Tenggara yang mengalami keterbatasan akses ke layanan keuangan, kendati pertumbuhan ekonomi di regional ini terus mengalami tren pertumbuhan. “Bisnis ini sesuai dengan sesuai dengan enam dari tantangan kami, yaitu ‘Memperkaya Kehidupan Orang’ dan ‘Kesetaraan Informasi dan Peluang’, sehingga kami kembali berinvestasi dalam putaran ini setelah sebelumnya di putaran awal,” ucapnya dalam keterangan resmi, Rabu (1/12).

Di Asia Tenggara, populasi usia produktif terus tumbuh sehingga menciptakan diagram piramida penduduk dengan populasi generasi muda lebih banyak dibandingkan generasi tua. Hal ini akan melahirkan “bonus demografi” di masa depan. Dan seiring pertumbuhan pendapatan, masyarakat dapat mengakses layanan dan produk keuangan.

Produk-produk finansial seperti asuransi, pinjaman, dan inovasi produk fintech telah ditawarkan di pasar dan terus berkembang, namun ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satu tantangannya adalah masih minimnya literasi keuangan masyarakat sehingga mereka sulit menikmati manfaat layanan keuangan secara optimal.

Wise Egg merupakan perusahaan di balik MoneyDuck, platform solusi keuangan bagi konsumen dan penyedia keuangan. Founder & CEO Wise Egg Takashi Matsuura menuturkan, melalui MoneyDuck pihaknya ingin meningkatkan akses pengguna layanan keuangan, menciptakan hubungan yang efisien antara konsumen dengan perusahaan keuangan, dan berkontribusi untuk melahirkan kehidupan yang lebih kaya lagi dengan memecahkan masalah inklusi keuangan dan masalah sosial.

“MoneyDuck tidak hanya berusaha memberikan solusi inklusi keuangan bagi masyarakat selaku pengguna layanan keuangan, namun juga solusi bagi penyedia keuangan agar layanan keuangan yang mereka miliki tepat guna,” ucap Matsuura.

Solusi ini tak jauh berbeda dengan yang ditawarkan pemain sejenis di Indonesia, seperti CekAja, Cermati, Lifepal dan dulu sempat digeluti oleh GoBear sampai akhirnya gulung tikar. Namun nilai tambah yang ditawarkan MoneyDuck adalah memungkinkan pengguna mendapat saran finansial dari expert melalui fitur chat di MoneyDuck, WhatsApp, atau platform komunikasi lainnya.

Dari sisi expert, mereka akan dapat menemukan prospek dan melakukan promosi, dan mendapat akses dasbor untuk menghubungi potensial konsumen yang disaring berdasarkan profilnya. Sementara itu, dari sisi pengguna, mereka dapat berkonsultasi dengan expert keuangan melalui UI yang bersahabat, setelah jawab beberapa pertanyaan sederhana untuk terhubung dengan expert sesuai dengan kebutuhan finansial secara gratis.

Perusahaan turut memastikan bahwa informasi yang dimasukkan pengguna ini hanya dibagikan ke expert yang cocok, sehingga tidak perlu khawatir akan mendapat tawaran sales yang bertubi-tubi.

“Layanan keuangan merupakan pondasi penting untuk menjalani kehidupan yang stabil. Namun, masih banyak masyarakat yang belum dapat menikmati keuntungan dari layanan keuangan karena rendahnya literasi pengguna di Asia Tenggara. Sementara itu, transformasi digital dari perusahaan keuangan belum mengalami peningkatan sehingga pendekatan ke pelanggan baru tidak efisien,” tutup Matsuura.

Berdasarkan hasil pantuan situsnya, MoneyDuck menyediakan produk kartu kredit, pinjaman, tabungan, asuransi, investasi, dan lainnya bersama dengan rekanan terkait. Mulai dari J Trust Bank, Bank Mega, BNI, DBS Bank Indonesia, CTBTC Bank, Bank Danamon, BCA, BRI, Panin Bank, dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk produk investasi, sejauh ini baru menghadirkan produk forex trading.

Perkembangan dari bisnis sejenis di Indonesia

Kesempatan untuk menjadi pemain agregator produk keuangan masih begitu luas karena di Indonesia saja, potensi unbanked masih lebih tinggi daripada bankable. Solusi agregator ini tepat untuk menjangkau mereka yang memiliki literasi keuangan masih rendah dan belum mampu menyeimbangi perubahan pasar yang cepat. Di sisi regulasi, platform agregator saat ini masih dinaungi dalam Inovasi Keuangan Digital di OJK.

Isu lainnya yang timbul adalah ketidakmampuan dalam memilih dan melakukan riset pribadi mengenai produk keuangan, sehingga menimbulkan masalah akibat memilih produk ilegal tanpa menyadari akibatnya; pengguna tidak bisa mengakses produk keuangan yang diinginkan karena kesulitan mengisi formulir dan salah menyiapkan dokumen yang diperlukan; dan masih sedikit sumber penyedia saran finansial dengan UX bersahabat.

Kondisi tersebut juga mempersulit lembaga keuangan beralih ke fitur yang lebih efisien seperti AI chat bots atau metode komunikasi tanpa sentuhan manusia karena adanya penolakan dari pengguna. Pengguna masih membutuhkan sales person dan petugas customer service untuk menawarkan dan menjelaskan produk, serta memandu mereka melewati proses aplikasi.

Baik CekAja dan Cermati, saat ini dengan basis bisnis agregatornya yang telah lebih lama beroperasi, sudah menjelma ke berbagai unit bisnis fintech lainnya. CekAja misalnya, merambah ke bisnis skoring kredit untuk melihat seberapa besar disetujuinya pengajuan pinjaman dan kartu kredit. Sementara itu, Cermati masuk ke ranah insurtech dengan brand Cermati Protect, p2p lending Indodana, dan solusi Bank-as-a-service (BaaS).