Lazada memperkenalkan konsep “shoppertainment” sebagai inovasi teknologi yang bakal dikembangkan tahun ini dalam rangka merayakan hari jadinya yang ke-7. Konsep ini memadukan ritel online dan hiburan melalui kemampuan live streaming di dalam aplikasi (in-app).
Teknologi ini disokong penuh Alibaba, sebagai induk Lazada, dengan harapan dapat menjadikan perusahaan sebagai platform e-commerce terdepan di regional. Konsep ini sudah dipakai Alibaba melalui Tmall saat acara Single’s Day di 2016 dan Taobao.
“Alibaba sangat mendukung kami dengan teknologi mereka untuk menjadikan kami sebagai [platform] e-commerce terdepan di Asia Tenggara. Kami akan lanjutkan inisiasi ini secara rutin sepanjang tahun,” terang Chief Business Officer Lazada Indonesia Pierre Beckers, Senin (18/3).
Dia berharap inovasi teknologi ini dapat menggiring engagement lebih tinggi. Konsumen dapat memberikan komentar, like, kirim emoticon, sama seperti berselancar di media sosial. Sebelumnya konsep shoppertainment pertama kali diuji coba dalam momen Online Revolution di tahun lalu.
Diklaim, meski tanpa data detail, perusahaan mendapat banyak respons yang positif dari konsumen, sehingga memicu perusahaan untuk mengembangkan lebih lanjut.
Perhelatan akbar Lazada yang akan digelar pada akhir Maret ini jadi debut unjuk kebolehan fitur dan teknologi teranyarnya. Indonesia dipilih menjadi tuan rumah untuk perhelatan acara mengingat Indonesia menjadi pangsa pasar terbesar di Asia Tenggara.
Tayangan disiarkan secara langsung dan dapat disaksikan secara bersamaan di lima negara lain tempat Lazada beroperasi, yakni Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Thailand.
Selain “shoppertainment“, Lazada juga mengembangkan berbagai gamification yang dibalut dengan promo marketing untuk mendorong konsumen betah berlama-lama di aplikasi. Inisiasi ini sudah dilakukan sejak tahun lalu.
Perjalanan Lazada di Indonesia
Lazada tergolong pionir di industri e-commerce Indonesia sejak 2012. Perusahaan ini juga menjadi salah satu pencetus gelaran tahunan Hari Belanja Online Nasional. Pada tahun yang sama, Lazada meluncurkan Lazada Express dan layanan logistik Cash on Delivery.
Setahun berikutnya perusahaan meluncurkan Lazada Marketplace untuk membuka kesempatan para UKM terjun ke bisnis online. Pada 2014, Lazada merilis layanan Fulfillment by Lazada (FBL) untuk mengakomodasi para pelaku usaha dan seller dalam hal logistik dan distribusi.
Tahun 2016 menandai masuknya Alibaba ke Lazada. Sejak saat itu, Alibaba disebut-sebut membawa inovasi dan teknologi e-commerce di Lazada ke level baru.
Di 2017, Lazada menghadirkan Lazada Club dan Lazada University untuk mewadahi komunitas seller untuk berbagi ilmu dan pelatihan gratis. Mereka juga meluncurkan aplikasi khusus seller untuk mempermudah pemasaran produk.
Tahun lalu, Lazada membuka channel online mall LazMall dan LazStar Academy yang merupakan hasil kolaborasi dengan Alibaba Business School.
Kemudian ada pula pencarian produk dengan foto untuk mempermudah pembelian barang. Dari sisi fintech, Lazada merilis e-wallet “Lazada Credit” hasil kolaborasi dengan Dana, sebagai alternatif metode pembayaran. Lazada Credit dapat di-top up dengan dengan maksimum nominal Rp2 juta.
Pihak Lazada enggan membeberkan terkait kinerja perusahaan, entah itu total seller yang bergabung atau jumlah konsumennya. Aplikasi Lazada sendiri secara global telah diunduh lebih dari 100 juta kali.
Kondisi bisnis e-commerce di Indonesia sering disamakan dengan Tiongkok. Banyak yang bilang, Indonesia saat ini adalah kondisi Tiongkok pada 10 tahun lalu. Indonesia diprediksi bisa memangkas ketimpangan waktu tersebut dalam waktu singkat.
Pernyataan tersebut didukung fakta masih berlangsungnya berbagai upaya dari pemerintah untuk membangun infrastruktur pendukung. Pekerjaan rumah terbesar pemerintah Indonesia adalah menghubungkan seluruh wilayah dengan koneksi internet dan mengintegrasikan sistem logistik untuk menekan biaya pengiriman.
Sesungguhnya urusan ketimpangan berlaku juga untuk Tiongkok. Dilihat dari segi ekonomi makro, negara Tirai Bambu ini masih mengalami disparitas, pusat perekonomian negara didorong kawasan timur ketimbang barat.
Persoalannya bagaimana mengurangi tingkat urbanisasi tak hanya menjadi PR untuk pemerintah setempat, tapi perlu bantuan dari pihak swasta. Alibaba punya jawaban tersendiri untuk mengatasinya dengan menggelar proyek Rural Taobao.
Rural Taobao pertama kali meluncur di akhir 2014. Sebenarnya proyek ini berawal dari ide yang berbau CSR, namun sudah dimasukkan ke dalam unit bisnis Taobao. Kendati demikian, belum menjadi unit bisnis yang bisa dimonetisasi karena sifatnya jangka panjang dan belum sampai ke tahap tersebut.
Kepada sejumlah media asal Indonesia, termasuk DailySocial, yang diundang Alibaba ke markasnya, perwakilan perusahaan menyebut proyek ini adalah ajang mempromosikan transaksi dua arah antara Tiongkok kawasan pedesaan dan perkotaan.
Warga desa menjadi sasaran empuk Alibaba, lantaran sekitar 600 juta dari 1,4 miliar penduduk Tiongkok tinggal di desa. Mereka bukan hanya menjadi sumber produk dan sumber daya yang dibutuhkan negara, namun juga memiliki daya beli yang besar.
Dikutip dari CNNIC (China Internet Network Information Center), tingkat penetrasi di kawasan pedesaan hanya 35,4% sedangkan kawasan urban mencapai 71% per Desember 2017. Kendati masih rendah, proporsi pengguna internet di desa terus meningkat.
Masih dikutip dari sumber yang sama, jumlah pengguna internet di area pedesaan meningkat 4% menjadi 209 juta sejak Desember 2016, mewakili 27% dari total pengguna internet di Tiongkok.
Secara kualitas jaringan, meski sangat terbatas namun sudah 4G. Ini masih menjadi PR karena rintangan geografis dan infrastruktur harga pendistribusian internet ke wilayah terpencil sangat mahal.
“Proyek ini sudah masuk ke versi 4.0 jadi kami lewati fase penetrasi internet lewat PC, melainkan langsung ke tahap smartphone. Jadi kami dorong warga desa untuk mengakses internet di smartphone dan berbelanja di sana dengan sinyal yang sudah 4G,” ucap pihak Alibaba.
Untuk melancarkan proyek ini, Alibaba bangun jaringan pusat pelayanan e-commerce di level kabupaten untuk menghilangkan keterbatasan logistik dan jalur masuknya informasi, serta kekurangan tenaga kerja dan pengetahuan seputar e-commerce.
Tempat tersebut dioperasikan oleh seorang agen yang direkrut dari komunitas lokal bernama “Perwakilan Rural Taobao”. Agen tersebut bertanggung jawab terhadap kabupaten masing-masing. Menerima upah melalui biaya pelatihan untuk memfasilitasi pesanan e-commerce dan menyediakan pelayanan lokal.
Di sana, pusat pelayanan sekaligus menjadi fasilitas penyortiran untuk paket yang masuk dari pesanan warga desa. Warga bisa langsung mengambil pesanan mereka atau dibantu pengirimannya oleh manager dengan radius maksimal pengiriman 3 km.
Lama pengiriman sejak order dikirim pun bervariasi tergantung provinsi. Bila masih dalam provinsi yang sama, barang akan sampai ke pusat pelayanan antara 1-3 hari, jika di luar provinsi bisa memakan waktu antara 4-5 hari. Rata-rata durasi pengiriman ini mirip dengan kondisi di Indonesia.
Hingga November 2017, Rural Taobao telah berdiri di lebih dari 30 ribu pusat pelayanan desa di 29 provinsi di Tiongkok. Diklaim lebih dari 10% dari populasi desa menjual produk online di Alibaba dengan pendapatan tahunan setidaknya RMB 10 juta (sekitar USD 1,6 juta).
Sejak pertama kali diluncurkan, Alibaba Group berkomitmen untuk berinvestasi sebanyak RMB 10 miliar (sekitar US$1,6 miliar) selama tiga sampai lima tahun untuk membangun 1.000 pusat operasi tingkat kabupaten dan 100 ribu pusat pelayanan desa di seluruh Tiongkok.
Selektif memilih agen
Dalam merekrut agennya, Alibaba menetapkan mereka harus bekerja penuh waktu, umumnya menargetkan penduduk muda yang paham akan internet dan pernah tinggal di perkotaan. Mereka juga harus bersedia kembali ke desanya masing-masing untuk mengembangkan pusat pelayanan Rural Taobao.
Tak sembarang Alibaba merekrut seorang agen. Para kandidat diharuskan mengikuti ujian untuk memastikan mereka memiliki kemampuan dan komitmen dalam melayani komunitas mereka. Selain menjadi agen berbelanja, mereka diharapkan dapat menawarkan sejumlah pelayanan yang bersangkutan dengan mata pencaharian penduduk desa dengan memanfaatkan ekosistem dari Alibaba Group.
Termasuk di dalam pelayanan ini adalah pelayanan berbelanja online, pengadaan pembelian kebutuhan bertani, pembayaran tagihan pemesanan tiket dan penginapan, membuat janji kunjungan medis, aplikasi simpanan bank, pelatihan pengusaha, dan berbagai tawaran budaya dan hiburan.
Berkunjung langsung ke lapangan
Tak hanya menjelaskan latar belakang dan informasi terbaru Rural Taobao, kami juga diajak menemui langsung dua pusat layanan di desa Leping dan Bainiu. Keduanya berlokasi di Kabupaten Qianchuan, Provinsi Zhejiang, Tiongkok.
Bainiu terkenal dengan produk kacang kenari. Warga desa memanfaatkan Taobao untuk memasarkan produk olahannya tersebut. Kami menemui Xu Bing Bing, pemasok kacang kenari. Kesehariannya, Xu membeli kacang dari para petani di desa sekitar, lalu memasoknya ke para pengolah, diberi rasa, dan dipasarkan melalui Taobao.
Xu mengenal Taobao sejak 2007, hasil ajakan teman-temannya yang sudah lebih dulu menggunakan. Dia menjadi salah satu dari 400 lebih warga yang telah merasakan dampak dari kehadiran layanan e-commerce terhadap lapangan pekerjaan, tanpa harus meninggalkan keluarga untuk bekerja di kota.
Desa ini hanya memiliki 500 keluarga dan memiliki 68 toko online di Taobao dan Tmall. Total penghasilannya mencapai RMB 350 juta (sekitar USD 55,7 juta) tahun lalu.
Selain Bainiu, kami juga mengunjungi desa Leping. Masih satu provinsi dengan Bainiu, namun jaraknya cukup jauh, sekitar 50 km. Di sana, kami menemui Zheng Weiling yang memilih kembali ke desa suaminya dan membuka pusat layanan di 2015. Sebelumnya ia bekerja di Shenzhen, namun memilih kembali ke desa demi menikmati lebih banyak waktu bersama keluarga.
Sebelum pusat layanan ini berdiri, warga desa Leping perlu menempuh jarak 20 km untuk mengambil barang yang mereka beli secara online. Kini 3 km saja. Zheng menceritakan ia banyak menghabiskan waktu untuk mengajarkan warga setempat tentang cara mengoperasikan komputer atau smartphone untuk membeli produk secara online.
Tempatnya tak hanya menjadi tempat parkir paket warga, namun juga menjual produk-produk populer bagi masyarakat setempat, seperti produk peralatan rumah tangga, material dekorasi, produk keperluan sehari-hari, serta bahan-bahan pertanian.
Zheng mengaku kini pendapatan bulanannya stabil di kisaran RMB 6 ribu (sekitar USD 955). “Sekitar 80-90 paket berdatangan setiap harinya, lalu kami pilah pilih kembali mana paket yang akan diantar, mana yang akan diambil langsung warga,” tutur Zheng.
Alibaba mengaku masih memiliki PR bagaimana bisa mengirim barang ke seluruh Tiongkok dalam waktu satu hari saja. Perusahaan mengerahkan berbagai inovasi dari lini unit usahanya untuk membantu mewujudkannya. Lewat Cainiao Network, contohnya. Sebagai perusahaan logistik, Cainiao kini memiliki 200 robot AGV (automated guided vehicles) yang ditempatkan dalam dalam salah satu gudang Alibaba di Huizhou.
Robot tersebut mampu memproses satu juta pengiriman dalam sehari atau tiga kali lebih efisien dari operasi manual. Robot bisa dipakai selama enam jam dan durasi charge hanya satu jam.
Indonesia bisa belajar
Indonesia memiliki banyak potensi produksi lokal yang layak dipasarkan. Upaya yang dilakukan Alibaba juga dilakukan perusahaan e-commerce di Indonesia dengan berbagai pendekatan.
Blanja menyediakan platform khusus UMKM, sementara Lazada secara bertahap mengedukasi mitra UMKM untuk go online dan berencana untuk mengajak mereka berdagang di platform global milik Lazada.
Ada juga Blibli yang memilih menggandeng Pos Indonesia dan memanfaatkan jaringan kantor dengan menempatkan kiosk Blibli InStore di Kantor Pos. Blibli ingin menyasar konsumen ke area rural tier dua dan tiga, yang terdiri dari pelanggan setia Kantor Pos, karyawan Pos Indonesia, sekaligus penduduk sekitarnya.
Mereka didorong bertransaksi lewat perangkat yang disediakan Blibli dan membayarnya secara tunai lewat Pospay. Setiap pesanan akan dikirim menggunakan Pos Kilat Khusus hingga retur barang secara gratis.
Ada banyak lagi inisiasi yang dilakukan perusahaan e-commerce untuk meningkatkan derajat UMKM lokal. Salah satu dampak yang diharapkan adalah berkurangnya tingkat urbanisasi dan naiknya ekonomi daerah.
Apakah Alibaba cocok untuk menjadi role model yang tepat? Meski tidak semuanya bisa diterapkan saat ini, kita bisa mencontoh bagaimana mengintegrasikan sistem terpadu yang dimiliki berbagai perusahaan logistik dan layanan e-commerce.
Yang Indonesia butuhkan adalah menekan ongkos logistik yang mahal dan memiliki jaringan internet yang stabil agar semakin banyak orang mau memanfaatkan platform online untuk berjualan ataupun membeli barang.
Inisiasi yang dilakukan antar perusahaan swasta dan BUMN sebenarnya sudah cukup nyata. Hanya saja butuh andil dari pemerintah di tengah-tengah untuk mengawal seluruh prosesnya.
Lalu hal-hal apa saja yang memerlukan kehadiran pemerintah? Jawabannya ada di peta jalan e-commerce. Semua sudah tertera jelas di sana, apa saja PR-nya, kapan tenggat waktunya selesai, dan sebagainya. Sejak diresmikan di tahun lalu, hingga sekarang belum ada langkah nyata implementasinya padahal peta jalan tersebut memiliki tenggat waktu sampai 2019. Itulah mengapa, baik Indonesia maupun Tiongkok, pada akhirnya memiliki PR masing-masing yang harus diselesaikan.
Sebagai layanan e-commerce yang sudah menjadi bagian dari Alibaba Group, pertengahan bulan September 2017 lalu Lazada Indonesia menghadirkan kanal khusus yang menjual produk murah dan beragam dari marketplace asal Tiongkok, Taobao. Selain di Lazada Indonesia, layanan khusus ini juga sudah hadir di Lazada Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kepada DailySocial CMO Lazada Indonesia Achmad Alkatiri mengungkapkan, layanan ini sengaja dihadirkan untuk merangkul lebih banyak lagi konsumen di Lazada Indonesia. Untuk koleksi sendiri cukup beragam, mulai dari fesyen, elektronik hingga aksesoris.
“50% assortment dari Koleksi Taobao adalah produk fesyen, diikuti produk elektronik dan aksesoris, peralatan olahraga, anak dan bayi kemudian produk home and living,” kata Alkatiri.
Pengiriman langsung dan bebas ongkos kirim
Untuk memastikan produk yang dipesan bisa segera tiba di rumah pembeli, proses pengantaran produk koleksi Taobao memakan waktu maksimal 14 hari, sejak konfirmasi transaksi diterima. Semua produk Koleksi Taobao langsung dikirimkan dari para penjual di Tiongkok ke salah satu hub Lazada Indonesia sebelum dikirimkan ke masing-masing konsumen dalam satu paket sekaligus.
“Dengan proses ini memberikan kemudahan bagi konsumen yang membeli berbagai macam barang dalam 1 transaksi. Karena konsumen cukup menerima satu paket berisikan berbagai macam barang tersebut, tidak perlu menunggu datangnya barang berkali-kali,” kata Alkatiri.
Hal tersebut diklaim Lazada Indonesia membedakan proses pengantaran saat ini yang dilakukan jika pembelian dalam jumlah banyak di penjual yang berbeda. Untuk pembayaran, Lazada Indonesia juga menyediakan pilihan COD (cash on delivery) di seluruh Indonesia.
Selain harga yang terjangkau dan pilihan terbilang besar jumlahnya, Lazada Indonesia memberikan layanan lebih berupa bebas ongkos kirim kepada pembeli, dengan berbelanja minimal Rp. 150,000.
“Target kita adalah untuk terus menjadi situs destinasi belanja online terlengkap dan terkemuka di Asia Tenggara dan Indonesia, dengan menghadirkan berbagai pilihan produk terbaik dengan harga yang terjangkau untuk menjawab keperluan masyarakat kita yang majemuk,” kata Alkatiri.
Tantangan baru untuk layanan e-commerce lokal
Sebelumnya DailySocial sempat menanyakan pendapat investor hingga pimpinan startup layanan e-commerce terkait dengan kehadiran Taobao di Lazada Indonesia. Semua pendapat tersebut mengerucut kepada tantangan hingga gangguan yang bakal di hadapi layanan e-commerce lokal di Indonesia.
Dengan harga yang murah, pilihan produk beragam dalam jumlah yang besar hingga pengiriman yang cepat, hingga bebas ongkos kirim, tentunya menjadi penawaran yang lebih kepada konsumen.
Seperti yang diungkapkan oleh Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani.
“Pasti akan berpengaruh karena akses seluruh merchant Taobao akan bisa di akses oleh konsumen Lazada. Jadi tergantung seberapa kuat Lazada bisa menaikkan online traffic dan reach-nya tentu akan berpengaruh terhadap layanan e-commerce lainnya. Apalagi kalau logistik (time to delivery) sudah makin cepat.”
Dengan strategi yang tepat dan lebih fokus kepada kualitas produk, menurut CEO Berrybenka Jason Lamuda bisa menjadi cara tepat untuk bisa bersaing dengan produk asal Tiongkok tersebut.
“Seperti kita ketahui, produk dari Tiongkok terkenal dengan murahnya karena mereka memproduksi barang dalam jumlah besar. Hal baiknya untuk Berrybenka, produk yang kita jual adalah pakaian yang sifatnya preferensi, bukan barang komoditas,” kata Jason.
Beberapa waktu yang lalu layanan e-commerce yang saat ini telah dimiliki Alibaba, Lazada, meluncurkan kanal khusus Taobao untuk produk fesyen, elektronik hingga keperluan anak di situs dan aplikasi Lazada. Masuknya Taobao ke Indonesia melalui Lazada, telah membuka kesempatan merchant asal negara Tiongkok tersebut untuk menjual semua produknya dengan harga murah.
Taobao sendiri merupakan situs berbelanja yang didirikan Alibaba Group pada bulan Mei tahun 2003. Sebuah situs yang saat ini sudah menjadi salah satu main player untuk pasar elektronik komersial Tiongkok. Pada tahun 2011, Taobao telah dibagi menjadi 3 perusahaan berbeda, yaitu eTao, Taobao Mall, dan Taobao Marketplace.
Kehadiran Taobao di situs Lazada tentunya bukan menjadi hal yang mengejutkan. Masuknya Alibaba sebagai pemilik memungkinkan produk asal Tiongkok lebih mudah masuk ke Indonesia melalui Lazada. Dari pantauan DailySocial, produk yang masuk kebanyakan produk yang diminati penggemar belanja online di tanah air yang mencari harga murah dengan produk beragam asal negara Tiongkok.
DailySocial mencoba melakukan konfirmasi ke Lazada Indonesia tentang rencana terhadap kanal Taobao ini ke depannya, namun belum mendapat balasan.
Bakal mengganggu layanan e-commerce lokal
Dengan lebih dari 760 juta produk yang terdaftar pada tahun 2013, Taobao marketplace menjadi yang paling banyak dikunjungi di Tiongkok.
Kehadiran layanan marketplace popular asal Tiongkok ini ternyata dipandang bakal memberikan efek yang cukup negatif kepada layanan e-commerce dan marketplace lokal, mengingat popularitas produk asal Tiongkok yang dikenal murah harganya dan memiliki pilihan yang sangat beragam.
Menurut CEO Berrybenka Jason Lamuda, untuk membedakan dan nantinya bisa tampil lebih unggul terhadap produk asal Tiongkok, diperlukan strategi yang cukup kuat, mulai dari kualitas hingga eksklusivitas. Agar nantinya secara organik, pembeli yang benar-benar mencari produk dengan kualitas terbaik, bisa memilih Berrybenka dengan berbagai produk yang dimiliki.
“Hadirnya produk asal Tiongkok dalam brand Taobao tentunya memberikan impact cukup besar bagi para pemain lokal atau UMKM secara keseluruhan. Seperti kita ketahui, produk dari Tiongkok terkenal dengan murahnya karena mereka memproduksi barang dalam jumlah besar. Hal baiknya untuk Berrybenka, produk yang kita jual adalah pakaian yang sifatnya preferensi, bukan barang komoditas,” kata Jason.
Berrybenka sendiri saat ini lebih mengarah kepada curated fashion. Produk yang dijual pun secara desain lebih eksklusif dan mengutamakan penjualan di channel Berrybenka baik online maupun offline.
Mengambil pelajaran dari Amazon vs Flipkart di India
Dari sisi investor, apa yang telah dilakukan Lazada dengan menghadirkan merek popular asal Tiongkok Taobao bakal mengganggu industri e-commerce lokal nantinya.
Menurut Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani kepada DailySocial:
“Pasti akan berpengaruh karena akses seluruh merchant Taobao akan bisa di akses oleh konsumen Lazada. Jadi tergantung seberapa kuat Lazada bisa menaikkan online traffic dan reach-nya tentu akan berpengaruh terhadap layanan e-commerce lainnya. Apalagi kalau logistik (time to delivery) sudah makin cepat.”
Ditambahkan Chamdani, agar layanan e-commerce lokal bisa bersaing dan tampil lebih unggul dengan kehadiran brand asal Tiongkok ke Indonesia, bisa mengambil contoh apa yang sudah dilakukan Amazon India melawan Flipkart dan Snapdeal.
“Amazon fokus ke NPS (net promoter score) di mana layanan ke konsumen dibuat sebaik mungkin sehingga menjadi viral dengan sendirinya. Hal tersebut bisa menjadi salah satu strategi,” kata Chamdani.
Sudah menjadi hal yang “biasa”
Berbeda dengan Jason Lamuda dan Edward Chamdani, menurut Founder dan Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li, hadirnya produk asal Tiongkok Taobao melalui Lazada tidak akan berpengaruh kepada layanan e-commerce lokal dan UMKM di Indonesia. Selama ini sudah banyak layanan e-commerce dan marketplace yang menjual secara langsung produk asal Tiongkok tersebut melalui platform masing-masing.
“Sudah banyak barang asal Tiongkok masuk ke berbagai negara. Buat saya hal tersebut tidak memberikan pengaruh kepada layanan e-commerce dan marketplace seperti Lazada hingga Tokopedia yang menjual produk tersebut.”
Adrian Li bersama Convergence Ventures selama ini cukup aktif membawa investor asal Tiongkok masuk ke Indonesia untuk menjadi investor. Hadirnya Taobao melalui Lazada justru dipandang positif olehnya.
“Saya lihat bukan hanya layanan e-commerce dan marketplace besar saja di Indonesia yang memasok produk asal Tiongkok tersebut, bisnis UMKM juga banyak yang menjual produk tersebut,” kata Adrian.
Dukungan pemerintah dan kemudahan investor berinvestasi
Pada akhirnya kesuksesan layanan e-commerce lokal bakal terwujud dengan adanya dukungan pemerintah. Tidak hanya memberikan kejelasan soal aturan dan regulasi, namun juga dalam hal ekosistem permodalan yang harus ditingkatkan lagi.
“Peran pemerintah tentu tidak bisa dihilangkan karena same level playing field dibutuhkan juga. Dengan free import duty/custom untuk produk di bawah $100 ini saja sudah berpengaruh dari traffic pengiriman yang langsung meningkat,” kata Chamdani.
Ditambahkan Chamdani, saat ini banyak investor lokal tertarik untuk investasi ke layanan e-commerce maupun perusahaan digital di Indonesia, namun belum ada instrumen yang baku dan mudah bagi mereka untuk masuk.
Keleluasan untuk melakukan initial public offering (IPO) bagi startup lokal yang saat ini dinilai sudah mampu, menurut Chamdani, juga bisa mempengaruhi posisi layanan e-commerce lokal tampil lebih unggul dibandingkan dengan pemain asing. Meskipun sudah banyak startup lokal yang mengalami pertumbuhan secara cepat dan positif, namun belum banyak yang bisa go public.
Salah satu alasannya adalah peraturan yang mengharuskan perusahaan skala kecil dan menengah wajib memiliki aset minimal Rp100 miliar sebelum masuk bursa dan maksimal pendanaan yang dapat diperolehnya hanya Rp40 miliar. OJK akan membuka pintu bagi perusahaan atau startup dengan aset di bawah Rp50 miliar untuk melakukan penawaran saham perdananya.
“Saya melihat ada 2 startup lokal yang akan IPO tahun ini namun masih melalui jalur biasa. Banyak startup lainnya belum bisa masuk ke dalam kriteria bisa IPO seperti 2 startup tersebut. Tentu akan sulit memenuhi kriteria yang cukup berat dari sisi biaya, kesanggupan untuk profitable dalam waktu 1 tahun dan syarat lainnya,” kata Chamdani.
Pada akhirnya, untuk bisa bertahan menghadapi kompetisi yang makin sengit, layanan e-commerce lokal sudah harus bisa memberikan produk dengan kualitas yang lebih baik dan tentunya membina hubungan baik dengan konsumen.
Kami memperoleh informasi bahwa layanan online marketplace C2C terbesar Tiongkok Taobao segera beroperasi di Indonesia. Saat ini Taobao telah memulai proses perekrutan untuk mengisi posisi-posisi kuncinya di sini. Taobao merupakan bagian dari Alibaba sebagai layanan e-commerce terbesar di Cina. Sebelumnya mereka telah meresmikan kehadiran Taobao di kawasan Asia Tenggara September 2013 lalu dengan pembukaan kantor regional di Singapura.
Kini, sebagai kawasan negara yang mendapatkan predikat the emerging market ini akan diramaikan kembali dengan proses kerjasama antara dua raksasa internet Asia, Yahoo! Japan dan Taobao. Yahoo! Japan merupakan website terbesar di negara tersebut sedangkan Taobao merupakan e-retailer terbesar di China.