PMGC 2021 akan mengadu 16 tim PUBG Mobile terbaik di dunia. Dari 16 tim, sebanyak 15 tim sudah ditentukan. Sementara itu, Team Liquid baru saja menandatangani kontrak dengan pemain CS:GO veteran, Richard “shox” Papillon. Sebaliknya, Astralis justru mengonfirmasi bahwa mereka akan melepas tiga pemain CS:GO mereka. Terakhir, Produser Final Fantasy XVI mengumumkan bahwa proses pengembangan game itu terhambat karena pandemi. Artinya, pengumuman akan update terbaru dari game tersebut akan terlambat.
Berikut 16 Tim yang Bakal Berlaga di PMGC 2021
PUBG Mobile Global Championship (PMGC) 2021 Grand Finals akan diadakan pada 21-23 Januari 2022. Dalam turnamen itu, 16 tim PUBG Mobile dari seluruh dunia akan bertandingan dengan satu sama lain untuk memenangkan gelar World Champions. Total hadiah yang ditawarkan oleh PMGC 2021 adalah US$3 juta, menjadikannya sebagai turnamen PUBG Mobile dengan total hadiah terbesar. Sebelum ini, Director of Esports, Tencent, James Yang mengatakan bahwa PMGC 2021 akan diadakan dengan format semi-LAN.
Dari 16 tim yang akan masuk ke PMGC 2021, sebanyak 9 tim akan berasal dari liga PMGC East dan 6 tim berasal dari PMGC West. Sementara satu slot terakhir akan diisi oleh tim yang berhasil memenangkan Battleground Mobile India Series (BGIS) yang tengah berlangsung. Pemenang dari BGIS baru akan diketahui pada 16 Januari 2022. Tim yang menang akan langsung melaju ke PMGC Grand Finals.
Berikut 15 tim yang bertanding di PMGC 2021:
DAMWON Gaming
D’Xavier
Stalwart Esports
Nova Esports
Nigma Galaxy
The Infinity
Six Two Eight
Team Secret
4Rivals
Kaos Next Rüya
Natus Vincere
Furious Gaming
Alpha7 Esports
S2G Esports
1907 Fenerbahçe Esports
Team Liquid Tanda Tangani Kontrak dengan Shox
Minggu lalu, Team Liquid akhirnya mengonfirmasi bahwa mereka telah menandatangani kontrak dengan Richard “shox” Papillon, pemain Counter-Strike: Global Offensive veteral asal Prancis. Kabar ini muncul dua hari setelah Liquid mendapatkan AWPer Joshua “oSee” Ohm dari Extra Salt. Dengan begitu, tim CS:GO Liquid hanya memiliki satu slot kosong. Menurut laporan Dot Esports, posisi itu akan diisi oleh Nicholas “nitr0” Canella.
Sepanjang karirnya sebagai pemain CS:GO, shox telah bermain bersama banyak tim-tim besar, termasuk Vitality, G2, Titan, dan Envy. Pada 2014, dia berhasil memenangkan DreamHack Winter 2014 bersama dengan LDLC. Satu hal yang menarik, keputusan shox untuk bergabung dengan Liquid menandai kali pertama dia bergabung dengan tim asal Amerika Utara.
Astralis Konfirmasi Kepergian Dupreeh, Magisk, dan Zonic
Astralis mengumumkan bahwa mereka tidak akan memperpanjang kontrak dari tiga pemain lama mereka, yaitu Peter “dupreeh” Rasmussen, Emil “Magisk” Reif, dan Danny “zonic” Sørensen. Memang, kontrak dari ketiga pemain itu akan berakhir dalam waktu dekat. Setelah kontrak mereka berakhir dengan Astralis, ketiga pemain tersebut dikabarkan akan pindah ke Vitality. Dalam dua bulan belakangan — setelah Astralis menandatangani kontrak dengan Kristian “k0nfig” Wienecke, Benjamin “blameF”Bremer, dan Alexander “ave” Holdt, — dupreeh, Magisk dan zonic memang itu sering mengisi bangku cadangan, menurut laporan HLTV.
Pengembangan Final Fantasy XVI Terlambat Karena Pandemi
Produser dari Final Fantasy XVI, Naoki Yoshida, mengumumkan bahwa proses pembuatan game Final Fantasy terbaru itu terhambat karena pandemi. Sebelum ini, tim FFXVI berjanji bahwa mereka akan memberikan update tentang proses pengembangan game tersebut pada akhir 2021. Sayangnya, Yoshida mengungkap, mereka baru bisa memberikan update itu pada musim semi 2022, menurut laporan VentureBeat.
Melalui Twitter, Yoshida menjelaskan, tim yang bertanggung jawab atas FFXVI adalah tim yang cukup besar. Selain itu, anggota tim tersebut berasal dari berbagai belahan dunia. Saat ini, mereka bekerja dari rumah mereka karena pandemi. Dan hal tersebut menyebabkan masalah komunikasi dengan kantor pusat di Tokyo, Jepang. Masalah itulah yang terkadang menyebabkan rekan-rekan Square Enix terlambat atau bahkan gagal memberikan aset yang diperlukan. Alhasil, proses pengembangan FFXVI pun terhambat.
Platform Pembuatan Avatar Metaverse Dapatkan Investasi Sebesar US$13 Juta
Wolf3D mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan sebesar US$13 juta untuk platform avatar metaverse mereka, Ready Player Me. Ronde pendanaan kali ini dipimpim oleh Taavet+Sten, perusahaan yang dipimpin oleh Co-founder dari Wise, Taavet Hinrikus dan Co-founder dari Teleport, Sten Tamkivi. Beberapa perusahaan lain yang ikut memberikan dana pada Ready Player Me antara lain Konvoy Ventures, NordicNinja, dan Tom Preston-Werner, Co-founder dari GitHub, lapor VentureBeat.
Dengan dana investasi ini, Ready Player Me ingin memperkuat posisi mereka sebagai platform pembuatan avatar untuk metaverse yang utama. Sebagai perusahaan, Ready Player Me menyediakan platform pembuatan avatar yang bisa digunakan di seluruh metaverse. Pengguna akan bisa membuat avatar mereka berdasarkan gambar atau mulai membuatnya dari nol sama sekali. Avatar itu lalu akan bisa digunakan di lebih dari 900 game dan aplikasi.
Babak final Piala Presiden 2021 akhirnya telah selesai digelar. Dengan begitu, telah muncul juara dari PPE 2021 untuk cabang eFootball PES, Lokapala, Free Fire, dan MPL Speed Chess. Pada minggu lalu, eNASCAR juga mengumumkan bahwa musim kedua dari balapan virtual mereka akan diadakan. Sementara G2 Esports mengungkap bahwa mereka telah memperpanjang kontrak mereka dengan Lenovo Legion.
Kompetisi eNASCAR Kembali Digelar, Gandeng D-BOX dan Digigal Motorsports
Minggu lalu, eNASCAR International iRacing Series mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan D-BOX dan Digital Motorsports untuk menyelenggarakan musim kedua dari seri balapan virtual NASCAR. Kompetisi eNASCAR musim kedua ini akan menggunakan sirkuit yang terletak di Amerika Serikat, Belgia, dan Kanada, menurut laporan Esports Insider.
Kompetisi balap virtual eNASCAR merupakan turnamen resmi dari NASCAR. Pada awalnya, eNASCAR International iRacing Series digelar untuk mengadu para pebalap dengan satu sama lain selama pandemi. Namun, NASCAR memutuskan untuk melanjutkan balapan virtual tersebut. Mereka juga mengatakan, peserta dari balapan virtual ini akan datang dari berbagai seri NASCAR, seperti NASCAR Whelen Euro Series dan NASCAR Pinty’s Series.
G2 Esports Perpanjang Kerja Sama dengan Lenovo Legion
Organisasi esports asal Eropa, G2 Esports baru saja memperpanjang kontrak kerja sama mereka dengan Lenovo Legion, divisi gaming dari Lenovo Group Limited. Dengan begitu, Lenovo Legian akan terus menyediakan PC dan laptop untuk tim-tim G2, termasuk tim League of Legends, Rocket League, Fortnite, Rainbow Six Siege, sim racing, serta G2 Gozen, yang merupakan tim VALORANT khusus perempuan dari G2. Menurut laporan Esports Insider, kerja sama antara G2 dan Legion akan melibatkan kegiatan aktivasi digital dan offline pada 2022.
Inilah Pemenang Piala Presiden Esports di Empat Cabang Game
Hari kedua dari babak grand finalPiala Presiden Esports 2021 digelar pada Sabtu, 18 Desember 2021. Di hari itu, muncul empat juara untk empat cabang game yang berbeda-beda. Akbar Paudie berhasil menjadi juara di cabang eFootball PES setelah mengalahkan Rommy Hadiwijaya di babak final. Sementara di game Lokapala, Dewa United bertemu dengan VI Dronis di babak final. Dewa United keluar sebagai juara dengan skor kill 22-6. Rexanova, salah satu anggota Dewa United mengatakan, mereka berhasil memenangkan Piala Presiden Esports 2021 karena mereka telah banyak belajar dari pertandingan esports di PON Papua.
Untuk cabang Free Fire, babak final diadakan dalam 10 ronde. ECHO ESPORTS keluar sebagai juara dengan total poin sebanyak 132 poin. Sementara Kings Esports ada di posisi ke-2 dengan poin 106 poin, dan posisi ke-3 diduduki oleh EVOS Divine, yang mendapatkan 98 poin. Terakhir, dalam kategori MPL Speed Chess, pemain asal Bekasi, Kosasih harus bertanding dengan Leo Lucki dari Palu di babak final. Leo berhasil memenangkan ronde pertama, tapi, dia harus menyerah kalah pada ronde kedua. Pada ronde ketiga, Leo dapat mengalahkan Kosasih sekali lagi dan keluar sebagai juara.
Team Liquid Ajak Pemain dan Kreator Konten untuk Jadi Investor
Team Liquid telah memilih lima pemain atau kreator konten dengan visi yang sama untuk menjadi investor dan menanamkan modal di organisasi esports itu. Salah satu pemain yang diajak adalah pemain Super Smash Bros. legendaris, Juan “Hungrybox” Debiedma. Selain itu, pemain Counter-Strike profesional, Jonathan “EliGE” Jablonowski, juga diajak untuk menanamkan modal ke Team Liquid. Kedua pemain tersebut telah bersama dengan Team Liquid sejak 2015, menurut laporan Dot Esports.
Tiga orang lain yang menjadi investor baru dari Team Liquid adalah bintang WNBA, Aerial Powers, pemain poker profesional dan streamer Twitch, Alexander “Lex” Veldhuis, serta aktor Asa Butterfield. Co-CEO Team Liquid, Steve Arhancet mengatakan, kelima orang ini dipilih oleh manajemen organisasi karena mereka punya identitas dan filosofi yang mirip dengan organisasi. Selain itu, kelimanya juga punya finansial yang cukup mapan untuk menanamkan modal di organisasi.
2022 Jadi Tahun Terakhir dari Kompetisi Hearthstone Grandmasters
Blizzard Entertainanment baru saja mengumumkan rencana mereka tentang skena esports Hearthstone pada 2022. Tahun depan akan menjadi kali terakhir mereka mengadakan turnamen Grandmasters. Pada 2022, ada dua kompetisi Grandmasters yang digelar. Melibatkan 48 pemain di tingkat Grandmasters, kompetisi Grandmasters season pertama akan diadakan pada Februari-Maret 2022. Pemenang dari masing-masing region akan maju untuk bertanding di 2022 Hearthstone World Championship. Sementara empat pemain terbaik dari masing-masing wilayah di season pertama akan melaju ke musim kedua, menurut laporan Upcomer.
Kompetisi season dua, yang dinamai Hearthstone Grandmasters: Last Call akan mengadu pemain-pemain terbaik dari musim pertama. Selain itu, Last Call juga akan diikuti oleh empat pemain dengan Masters Tour Points terbanyak selama tiga turnamen Masters Tours di 2021 dan tiga turnamen pertama di 2022. Di World Championship, akan ada 16 pemain Hearthstone yang bertanding untuk memperebutkan gelar juara dunia.
Di Jepang, anime biasanya dibuat berdasarkan pada manga yang populer. Dan jika sebuah manga memang sangat populer, tidak tertutup kemungkinan ia akan diangkat ke media lain, seperti game. Misalnya, Dragon Ball. Ada berapa banyak anime dan game yang dibuat berdasarkan seri legendaris buatan Akira Toriyama itu? Sekarang, industri game juga terikat erat dengan industri lain yang sama sekali baru, yaitu esports. Mengingat eratnya hubungan antara industri game dan anime, apakah hal itu berarti sudah pasti ada tempat untuk esports?
Antara Game, Anime, dan Esports
Minggu lalu, Team Liquid mengumumkan bahwa mereka punya koleksi pakaian baru. Berbeda dengan merchandise mereka lainnya, koleksi pakaian terbaru Team Liquid merupakan hasil kolaborasi dengan Naruto Shippuden. Di Twitter, pengumuman kolaborasi Team Liquid dengan Naruto mendapatkan sambutan meriah, terbukti dengan 7 ribu retweets dan 29 ribu likes. Sebagai perbandingan, ketika LA Thieves mengumumkan seragam baru mereka di Twitter, mereka hanya mendapatkan 268 retweets dan 3,2 ribu likes. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa fans esports sangat menyukai anime.
Sayangnya, hubungan antara pelaku industri esports dan anime layaknya cinta bertepuk sebelah tangan. Saat ini, tidak banyak kolaborasi antara industri esports dengan anime. Padahal, esports punya kaitan erat dengan industri game dan kolaborasi antara industri game dan anime telah berlangsung sejak lama. Anime pertama yang diadaptasi dari game adalah Super Mario Bros.: Peach-Hime Kyushutsu Dai Sakusen! Anime berdurasi 1 jam tayang pada 1986.
Sementara itu, pada 1988, game Astro Boy — yang didasarkan pada anime dengan judul yang sama — dirilis untuk platform PC. Game itu merupakan salah satu game yang diadaptasi dari anime pertama. Sejak saat itu, ada banyak game yang diangkat dari anime populer, seperti Dragon Ball, Evangelion, Fullmetal Alchemist, Inuyasha, Initial D, Naruto, One Piece, dan bahkan Doraemon. Jumlah anime yang didasarkan pada game juga tidak kalah banyak, di antaranya adalah Devil May Cry, Fatal Fury, Kingdom Hearts, Street Fighter, Virtua Fighter, dan Final Fantasy XV.
Tak berhenti sampai di situ, jumlah anime yang mengangkat tema game, termasuk trope masuk ke dalam dunia game, juga tidak sedikit. Sebut saja Overlord, Sword Art Online, Log Horizon, No Game No Life, serta .hack. Dan walaupun gamer anime tidak masuk dalam dalam daftar anime paling populer, anime Sword Art Online masih berlanjut hingga sekarang. Padahal, season pertama dari anime Sword Art Online ditayangkan pada 2012. Hal ini menunjukkan, selama 8 tahun, anime Sword Art Online — yang merupakan gamer anime — masih cukup diminati.
Selain game, anime juga sering mengangkat tema olahraga, mulai dari olahraga populer, seperti sepak bola, basket, dan baseball, sampai olahraga yang tak terlalu diminati, seperti voli, balap sepeda, atau bahkan american football. Dan esports sendiri kini semakin diakui sebagai olahraga. Meskipun begitu, hampir tidak ada anime yang mengangkat tema esports. Sejauh ini, satu-satunya anime yang mengambil tema esports adalah High Score Girl. Anime itu dirilis pada 2018. Hanya saja, anime tersebut mengambil setting pada 1991. Jadi, jangan harap Anda akan melihat ekosistem esports yang sudah berkembang seperti sekarang.
Saat ini, satu-satunya animasi yang bercerita tentang pemain esports adalah Quan Zhi Gao Shou atau The King’s Avatar. Hanya saja, The King’s Avatar — yang tersedia dalam bentuk komik, animasi, dan bahkan live action — merupakan produk buatan Tiongkok. Di sisi lain, Netflix juga baru saja mengumumkan seri animeDota: Dragon’s Blood. Seri yang didasarkan pada Dota 2 itu akan diluncurkan pada 25 Maret 2021. Meskipun diklaim sebagai “anime“, Dragon’s Blood ditangani oleh Studio MIR, studio asal Korea Selatan yang juga pernah membuat The Legend of Korra dan Voltron: Legendary Defender.
Dua contoh di atas menunjukkan, jika dibandingkan dengan Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan lebih cepat mengadopsi budaya esports, termasuk dalam membuat komik dan animasi bertema competitive gaming. Tak hanya masyarakatnya, pemerintah Jepang juga terbilang lambat untuk mendukung indsutri esports. Mereka baru mengungkap rencana mereka untuk mengembangkan industri esports pada Mei 2020.
Sebagai perbandingan, Hangzhou — kota di Tiongkok yang dikenal dengan industri pariwisatanya — telah membuka “kota esports“ pada November 2018. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah Hangzhou menghabiskan RMB2 miliar (sekitar Rp4,3 triliun) untuk membuat kota esports seluas 3,94 juta kaki persegi itu. Tak hanya pemerintah kota, pemerintah pusat Tiongkok juga menunjukkan kepedulian pada esports. Pada Februari 2019, Beijing mengakui pemain esports sebagai profesi resmi. Di Indonesia, pada April 2019, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah akan mendukung industri esports dengan membangun infrastruktur digital. Dalam Piala Presiden 2019, esports juga sudah menjadi salah satu cabang yang diadu.
Kenapa Jepang lambat mengadopsi budaya esports padahal jumlah gamer mereka mencapai lebih dari setengah populasi? Salah satu alasannya adalah karena kebanyakan game yang dimainkan oleh gamer Jepang — baik pemain mobile maupun konsol — adalah game single-player. Karena kebanyakan game yang dimainkan oleh pemain Jepang adalah game single-player, maka pertumbuhan ekosistem esports di sana pun tidak sepesat di negara-negara lain yang para gamers-nya hobi bermain game multiplayer kompetitif.
Jumlah gamer profesional bisa menjadi salah satu tolok ukur untuk melihat pertumbuhan ekosistem esports di sebuah negara. Menurut Statista, pada 2019, jumlah gamer profesional di Jepang hanya mencapai 578 orang. Sementara di Tiongkok dan Korea Selatan, jumlah gamer profesional lebih dari seribu orang. Memang, Tiongkok punya populasi yang jauh lebih besar daripada Jepang. Pada 2019, populasi Tiongkok hampir mencapai 1,4 miliar orang sementara jumlah penduduk Jepang hanya mencapai 126 juta orang. Meskipun begitu, populasi Korea Selatan jauh lebih sedikit dari Jepang. Pada 2019, jumlah penduduk Korea Selatan 51,7 juta orang. Hal ini berarti, jumlah gamer profesional di satu negara tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya populasi.
Bukti lainnya, Amerika Serikat menjadi negara dengan jumlah gamer profesional terbanyak — mencapai lebih dari 5 ribu orang — walau jumlah penduduk mereka hanyalah 328 juta orang, tidak sampai dari setengah populasi Tiongkok.
Keuntungan Kerja Sama Organisasi Esports dan Anime
Jika perkembangan ekosistem esports di Jepang terbilang lambat, kenapa kolaborasi antara Team Liquid dan Naruto menjadi menarik untuk dibicarakan? Alasannya sederhana: karena penonton esports dan anime punya karakteristik yang mirip.
“Saya lebih heran kenapa baru sekarang,” kata Irliansyah Wijanarko Saputra, Chief Growth Officer, RevivalTV, mengungkapkan pendapatnya soal kerja sama Team Liquid dengan Naruto. “Esports sudah bukan cuma pertandingan game atau mainan anak-anak saja, tapi sudah jadi lifestyle untuk generasi milenial dan di bawahnya. Jadi, wajar kalau Naruto atau anime, yang merupakan bentuk hiburan yang sudah ‘dimaklumi’ generasi milenial dan di bawahnya, kerja sama dengan organisasi esports.”
Irli membandingkan kerja sama antara Team Liquid dan Naruto dengan kolaborasi antara perusahaan otomotif dan golf. “Ada stick golf BMW, atau brand Gucci atau LV yang membuat sepeda. Hal in iterjadi karena golf dan sepeda memang hiburan dan bagian dari gaya hidup generasi di atas kita,” ungkapnya.
Sementara itu, Shoutcaster, Wibi “8KEN” Irbawanto mengatakan, walau demografi penonton esports dan anime tidak persis sama, keduanya punya banyak kesamaan. “Melihat effort yang dikeluarkan dari tim dan publisher game untuk membuat cross-content, seperti League of Legends dengan skin Sailor Moon-nya atau CS:GO dengan skin muka karakter anime, tidak bisa dipungkiri bahwa demografi industri esports dan anime memang banyak bersinggungan.”
Bicara soal demografi, rata-rata umur penonton esports di AS adalah 28 tahun, menurut laporan GameScape dari Interpret pada 2017. Sementara 39% dari penonton esports ada di rentang umur 25-34 tahun. Jika dibandingkan dengan demografi penonton esports, target penonton anime jauh lebih luas. Anime menargetkan penonton segala umur, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Karena itu, anime bahkan dikategorikan berdasarkan gender dan umur. Misalnya, kategori shounen dan shoujo, yang menyasar remaja umur 12-18 tahun, seinen dan josei yang menyasar penonton di umur 18-40 tahun, dan kodomo, yang ditujukan untuk anak-anak di bawah umur 10 tahun. Meskipun begitu, seperti yang disebutkan oleh Irli dan Wibi, ada singgungan antara penonton esports dan anime.
Apa artinya?
Dalam dunia marketing, ada istilah “targeting in marketing“, yang mengacu pada strategi untuk fokus pada segmen konsumen yang spesifik. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan angka penjualan. Sebagai ilustrasi, jika Anda menjual cokelat menjelang Hari Valentine, Anda akan mendapatkan untung lebih besar jika Anda menjajakan cokelat pada orang-orang yang sudah punya kekasih daripada jualan di depan para jomlo. Karena, orang yang sudah punya kekasih akan lebih membutuhkan cokelat.
Hal yang sama juga berlaku untuk esports dan anime. Fans esports dan anime punya “bahasa yang sama”, seperti yang disebutkan oleh Irli. Hal itu berarti, fans esports punya kemungkinan lebih besar untuk menonton anime atau membeli merchandise anime. Begitu juga sebaliknya. Fans anime lebih cenderung tertarik untuk menonton konten esports. Menurut Irli, fans anime punya kemungkinan lebih besar untuk sukadengan esports karena konten esports biasanya menampilkan konsep “journey to become a hero“, konsep yang sering diusung oleh kebanyakan anime, khususnya shounen, seperti Naruto.
Bagi organisasi esports, salah satu keuntungan yang didapat dari berkolaborasi dengan anime ternama adalah brand exposure. Dengan membuat pakaian bertema Naruto, Team Liquid dapat mengekspos brand mereka pada fans Naruto dan anime secara umum.
“Kolaborasi Team Liquid dengan salah satu brand terbesar di dunia anime, Naruto, harusnya dapat menarik massa untuk membeli jaket Team Liquid yang baru,” kata Wibi. “Dalam proses tersebut, orang-orang yang mengakses store Team Liquid juga akan terekspos dengan produk-produk Team Liquid lainnya, dan yang terekspos karena berbondong-bondong di-share orang-orang melalui sosial media juga akan terekspos dengan brand Team Liquid.”
Potensi Kolaborasi Antara Organisasi Esports Indonesia dengan Anime
Ketika ditanya apakah organisasi esports lokal bisa mengikuti jejak Team Liquid, Irli menjawab, “Tinggal tunggu waktu saja sih, menurutku.” Lebih lanjut, dia membahas tentang tantangan yang harus dihadapi oleh tim esports Indonesia jika mereka memang ingin mengadakan kolaborasi dengan anime. “Penghalangnya adalah kesulitan untuk mendapatkan akses ke pihak yang punya lisensi anime-nya. Dan dari pihak anime, kalau kerja sama dengan agency di Indonesia, biasanya berupa acara komunitas dan nobar gitu,” ungkap Irli.
Irli menyebutkan, jalan yang paling memungkinkan bagi organisasi esports lokal untuk menggandeng franchise anime adalah melalui Dentsu, perusahaan iklan dan PR Jepang yang juga membuka cabang di Indonesia. “Paling mentok, masuk lewat Dentsu. Dan dari Dentsu Indonesia yang milih untuk menghubungkan sama tim esports,” ujarnya.
Jika organisasi esports Indonesia ingin menjalin kerja sama dengan franchise anime, tantangan lain yang harus mereka hadapi adalah mereka harus menyiapkan strategi aktivasi yang baik. Pasalnya, jelas Irli, kerja sama dengan pelaku esports biasanya tidak akan berbuah manis dalam waktu pendek. Jadi, organisasi esports Tanah Air harus bisa meyakinkan pemegang lisensi anime untuk menjalin kerja sama dalam jangka waktu panjang. Sementara saat ini, satu-satunya konsep kerja sama antara tim esports dan anime yang paling masuk akal adalah kolaborasi apparel, seperti yang dilakukan oleh Team Liquid dengan Naruto.
Sementara jika organisasi esports lokal mencoba untuk bekerja sama dengan franchise komik atau animasi lokal, hal ini justru akan memberatkan pelaku esports itu sendiri. Irli mengatakan, saat ini, esports masih lebih populer dari komik lokal. “Jadi tidak equal kalau mengadakan kerja sama bisnis,” katanya. “Ya, bisa tetap jalan, tapi lebih ke tim esports dukung komik lokal dan bukan sebaliknya.”
Meskipun begitu, Irli menyebutkan, tidak tertutup kemungkinan, tim esports lokal bekerja sama dengan komikus atau animator Indonesia untuk membuat intellectual property yang sama sekali baru. “Misalnya, ada plan untuk membuat komik dan universe-nya sebagai bagian dari bisnis di masa depan,” katanya. “Bisa saja, tim esports kerja sama dengan komikus lokal sebagai bagian dari marketing IP baru tersebut.”
Kesimpulan
Game dan anime layaknya pasangan yang sempurna, a match made in heaven. Keduanya saling melengkapi. Kolaborasi keduanya juga sudah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun. Mengingat esports merupakan turunan dari industri game, seharusnya, mengadakan kerja sama antara pelaku esports dan anime bukanlah hal yang sulit, kan? Salah.
Sayangnya, sejauh ini, tidak banyak kerja sama antara pelaku industri esports dan anime. Salah satu alasannya adalah karena di Jepang, ekosistem esports memang tidak tumbuh sepesat di negara-negara lain, seperti Tiongkok, Korea Selatan, atau Amerika Serikat. Meskipun begitu, Team Liquid telah membuka jalan dengan kolaborasinya bersama Naruto Shippuden. Di atas kertas, kerja sama itu seharusnya berbuah manis. Karena, penonton esports dan anime punya beberapa kemiripan.
Meskipun begitu, sukses atau tidaknya kolaborasi dari Team Liquid akan terlihat dari seberapa laku koleksi apparel terbaru mereka. Jika kerja sama itu memang terbukti sukses, tentunya akan ada semakin banyak organisasi esports yang mengikut jejak Team Liquid.
Dalam satu minggu terakhir, ada beberapa kolaborasi dan sponsorship baru di ranah esports. Di Indonesia, EVOS Esports mengumumkan bahwa mereka kini mendapatkan dukungan dari Yamaha Generasi 125. Sementara di tingkat global, Bank Santader memutuskan untuk menjadi sponsor dari Liga Free Fire Brasil. Team Liquid juga membuat koleksi pakaian baru bersama Naruto Shippuden.
EVOS Esports Kerja Sama dengan Yamaha Generasi 125
EVOS Esports punya sponsor baru, yaitu Yamaha Generasi 125. Julukan Generasi 125 diberikan pada para pengguna motor matic 125cc dari Yamaha, seperti FreeGo dan X-ride. Takeyama Hiroshi, Deputy Director Marketing, Yamaha Indonesia Motor Manufacturing mengungkap, mereka berharap kolaborasi mereka dengan EVOS akan bisa “meningkatkan semangat dan optimisme generasi muda Indonesia.”
Team Liquid Buat Koleksi Pakaian dengan Naruto Shippuden
Organisasi esports asal Amerika Utara, Team Liquid, baru saja mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan Naruto Shippuden untuk membuat koleksi pakaian, termasuk hoodie, kaos lengan panjang, dan T-shirts. Kolaborasi antara Team Liquid dan Naruto Shippuden ini juga menandai ulang tahun ke-20 dari keduanya.
“Fashion anime dan esports terus berubah dan kami sangat senang bisa menjadi bagian dari kolaborasi unik ini,” kata Alexander Lee, Senior Licensing manager, VIZ Media, seperti dikutip dari GameSpot. “Sama seperti fans kami, kami juga suka anime dan Naruto adalah salah satu franchise anime paling sukses sepanjang sejarah.”
Mineski Buat Kompetisi Wild Rift di Filipina
Mineski akan mengadakan kompetisi League of Legends: Wild Rift baru di Filipina. Kompetisi itu akan dibagi menjadi dua season dengan total hadiah PF10 juta (sekitar Rp2,9 miliar). Dalam satu season, semua tim yang bertanding akan dapat memperebutkan poin yang bisa ditukar dengan uang pada akhir season. Satu poin bernilai 1 Peso Filipina. Setiap season, terdapat 5 juta poin yang bisa diperebutkan oleh semua tim. Jadi, dalam 2 season, akan ada 10 juta poin yang bisa diperebutkan, lapor The Esports Observer.
Bank Santander Jadi Sponsor dari Liga Free Fire Brasil
Santander, salah satu bank terbesar di dunia, telah menandatangani kontrak sponsorship dengan Liga Free Fire Brasil (LBFF). Dengan ini, Santander menjadi rekan resmi LBFF. Merek dari bank itu akan tampil di siaran resmi LBFF di YouTube, platform BOOYAH! dari Garena, dan channel TV Brasil, Loading, menurut laporan The Esports Observer. Di Brasil, Free Fire dari Garena merupakan salah satu game esports paling populer. Saat ini, liga dari game battle royale itu telah memasuki season keempat.
AOC Kerja Sama dengan Red Bull Racing Esports
Red Bull Racing Esports mengumumkan bahwa AOC kini menjadi rekan monitor gaming mereka. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari perjanjian ini. Sebagai bagian dari kolaborasi ini, para sim drivers dari Red Bull Racing Esports menggunakan monitor AOC dalam sim racing rig mereka, lapor The Esports Observer. Tak hanya itu, mereka juga akan memberikan masukan pada AOC tentang bagaimana mereka bisa meningkatkan kualitas dari monitor gaming mereka. Sebagai bagian dari kerja sama ini, AOC juga akan menyediakan monitor di Red Bull Racing Arena, tempat latihan para sim driver yang terletak di Milton Keynes, Inggris.
Dari semua itu, satu yang mungkin masih jadi pertanyaannya adalah siapa tim esports terpopuler pada tahun 2020 kemarin? Mengutip data dari Esports Charts, berikut 3 organisasi esports terpopuler dunia beserta skena game yang jadi andalan dari masing-masing organisasi.
#3 – Team Liquid
Sebenarnya ada banyak indikator yang bisa digunakan dalam menentukan popularitas sebuah organisasi esports. Jumlah pengikut media sosial mungkin bisa menjadi salah satunya, namun dalam hal ini yang jadi indikator adalah seberapa tertarik para penggemar esports untuk menyaksikan tim tersebut berlaga dengan menggunakan metrik total watch hours.
Pada peringkat ketiga ada Team Liquid dengan catatan mencapai 81 juta lebih total watch hours. Dari total watch hours tersebut, 32,7% datang dari skena Dota 2, 27.1% datang dari skena League of Legends, 28.6% dari CS:GO, dan sisanya dari berbagai cabang game lain sebesar 11.8%.
Team Liquid tercatat memiliki 13 divisi yang bertanding di 13 cabang game berbeda. 13 Cabang tersebut termasuk Free Fire ataupun Super Smash Bros. Cukup menarik melihat bagaimana divisi Dota 2 Team Liquid menjadi divisi yang banyak ditonton oleh para penggemar esports. Padahal divisi Dota 2 Team Liquid terbilang sedang cukup terseok pasca ditinggal roster bintangnya (Kuroky, Miracle, dan kawan-kawan) pada tahun 2019 lalu.
Sementara itu divisi CS:GO dan League of Legends memang juga merupakan beberapa divisi kuat milik Team Liquid. Divisi CS:GO punya karisma seorang Stewie2K dan divisi League of Legends memiliki karisma seorang Doublelift pada musim tersebut. Namun demikian, divisi CS:GO memiliki nasib yang kurang baik karena harus puasa gelar di musim 2020. Sementara divisi League of Legends sendiri berhasil menjadi juara di babak liga dan mendapat peringkat 3 di babak Playoff LCS 2020 Summer. Sayangnya Team Liquid sendiri mendapat hasil yang kurang memuaskan pada Worlds 2020 karena tidak berhasil lolos dari babak grup.
Dengan angka 81 juta lebih total watch hours, 54% di antaranya menonton pertandingan Team Liquid yang ditayangkan dengan menggunakan bahasa Inggris, 17,7% menggunakan bahasa Rusia, dan 12,9% menggunakan bahasa Portugis, dan 15,4% adalah sisanya.
#2 – Natus Vincere
Organisasi esports asal Ukraina ini ternyata masih memiliki tajinya, walau memang popularitasnya di Indonesia menurun setelah sang mega bintang Dendi meninggalkan divisi Dota 2.
Navi mencatatkan 86 juta lebih total watch hours dengan 71.9% di antaranya berasal dari divisi CS:GO, 27.9 % dari Dota 2, 2% dari Rainbow 6, dan 0.3% dari divisi lainnya.
Divisi CS:GO Natus Vincere memang sedang kuat-kuatnya pada musim 2020 lalu. S1mple dan kawan-kawan berhasil mengantongi salah satu gelar juara terbesar di skena CS:GO yaitu Intel Extreme Masters XIV. Tak hanya itu, divisi CS:GO Navi juga berhasil menjuarai babak liga dan turnamen BLAST Premier: Global Final 2020 secara keseluruhan. Karena prestasi tersebut, tim CS:GO Navi pun kini berada di peringkat 3 dunia berdasarkan hltv.org.
Pada sisi lain, Dota 2 adalah mata tombak lain dari tim Navi. Setelah ditinggal Dendi pada sekitar tahun 2018, roster Dota 2 Navi terbilang cukup compang-camping, terus bergonta-ganti pemain, dan masih belum menemukan performa terbaiknya. Tahun 2020 pun juga terbilang bukan musim yang terbaik bagi Navi dengan sedikitnya gelar juara yang mereka dapatkan. Namun sepertinya mengingat nama Navi yang sudah begitu mengakar di kancah Dota 2 membuat tim tersebut tetap menjadi favorit tersendiri di hati penggemar esports Dota terutama di Rusia.
Dari total 86 juta lebih total watch hours, mayoritas penggemar menonton pertandingan Navi dengan bahasa Rusia yaitu sebanyak 43.4%. Lalu dilanjut dengan penonton pertandingan berbahasa Inggris sebanyak 41.3%, penonton berbahasa Portugis sebanyak 7.4%, dan sisanya sebesar 7.8% tergolong sebagai penonton bahasa lainnya digabungkan.
#1 – G2 Esports
Tahun 2020 mungkin bisa dibilang sebagai tahunnya bagi G2 Esports. Organisasi esports asal Jerman tersebut mungkin tidak selamanya berhasil menjadi juara di sepanjang tahun 2020. Namun G2 Esports berhasil mendapatkan nama sebagai tim yang kuat di beberapa skena esports.
G2 Esports berhasil mencatatkan 92 juta lebih total watch hours dengan proporsi terbesar sebanyak 52.8% berasal dari League of Legends. Mengikuti setelahnya adalah sebesar 35.5% berasal dari CS:GO, 4.2% berasal dari Rainbow 6, dan dari beberapa game sisanya sebesar 6.9%.
Divisi League of Legends G2 Esports adalah salah satu yang terbaik di skena Eropa. Hal tersebut terbukti lewat usaha mereka yang hampir menyapu bersih seluruh gelar esports LoL Eropa di musim 2020.
PERKZ, Caps dan kawan-kawan berhasil menjadi juara di babak liga dan playoff dari LEC (Liga LoL Eropa) Spring, mendapat peringkat 3 di babak liga dan menjuarai babak playoff LEC Summer 2020. G2 Esports juga tampil dengan baik di gelaran Worlds 2020 kemarin. Menjadi harapan terakhir penggemar esports League of Legends barat, G2 Esports berhasil mencapai babak semi-final walau akhirnya harus tumbang 1-3 oleh Damwon Gaming.
Pada sisi lain roster CS:GO menjadi divisi lain yang cukup menarik perhatian para penggemar esports. Pencapaian terbesar mereka di musim 2020 adalah keberhasilan mereka mencapai puncak babak liga dari BLAST Premier: Spring. Sementara itu mereka juga berhasil mencapai babak final Intel Extreme Masters walau akhirnya harus terlibas 0-3 oleh Navi.
Dari total 92 juta lebih total watch hours, mayoritas penonton pertandingan mereka menonton tayangan berbahasa Inggris sebesar 57.6%. Penonton sisanya datang dari beberapa bahasa, mulai dari Portugis sebesar 8.3%, Rusia 6.3%, Spanyol 5.9%, Korea 5.6%, Prancis 4.9%, dan sisanya sebesar 11.6%.
Dota, CS:GO, dan League of Legends Masih Jadi 3 Besar Esports Dunia
Selain mempertunjukkan tim esports terpopuler, data tersebut juga menunjukkan tiga game esports terpopuler secara tidak langsung. Melihat dari game yang jadi mayoritas dan berdasarkan dari peringkat tim, bisa dibilang bahwa Dota 2 ada di peringkat ketiga, CS:GO berada di peringkat kedua, dan League of Legends berada di peringkat pertama.
League of Legends dengan liga yang konsisten dan tersebar di berbagai wilayah sepertinya memang masih menjadi liga esports raksasa. Apalagi juga apabila kita melihat daftar tim esports terpopuler secara keseluruhan, 8 dari 10 tim yang berada di dalam daftar memiliki divisi League of Legends. Navi dan OG menjadi 2 tim yang tidak memiliki divisi League of Legends di dalam daftar tersebut. Namun dua tim tersebut memiliki aset di cabang lain berupa roster yang kuat di CS:GO bagi tim Navi dan dan pesona juara The International 2019 bagi tim OG.
*Disclosure: Esports Charts adalah partner dari Hybrid.co.id
Team Liquid punya markas baru di Het Platform. Terletak di Utrecht, kota terbesar ke-4 di Belanda, Het Platform memiliki luas hampir 280 ribu kaki persegi. Sementara markas Team Liquid memiliki luas 11,4 ribu kaki persegi.
Het Platform dibangun dengan material daur ulang agar ramah lingkungan. Dan mengingat bangunan tersebut berada tepat di atas pusat transportasi, pemerintah Utrecht juga ikut terlibat dalam pembangunan bangunan tersebut, ungkap Brittany Lattanzio, Senior Talent Manager, Team Liquid.
Kepindahan Team Liquid ke markas barunya didukung oleh Dell Alienware, yang telah menjadi rekan dari organisasi esports ini selama 10 tahun. Team Liquid juga berusaha untuk memuaskan Alienware dengan mendesain interior markas mereka agar menyerupai pesawat luar angkasa.
Markas baru Team Liquid tak hanya terlihat keren, ia juga sudah dilengkapi dengan puluhan PC dan monitor canggih. Di sana, terdapat 75 Alienware Aurora R11, yang menggunakan Intel Core i9 10900KF dan Nvidia RTX 2080 Ti, dan 140 monitor AW2521HFL. Markas Team Liquid juga sudah dilengkapi dengan monitor esports yang baru Alienware luncurkan, yaitu 360Hz AW2521H berukuran 24,5 inci. Secara total, nilai PC dan monitor yang ada di markas Team Liquid mencapai US$452 ribu. Selain PC canggih, Team Liquid juga mendapatkan akses ke internet berkecepatan tinggi.
Team Liquid memiliki 2 ruang latihan di markas barunya. Tak jauh dari ruang latihan, terdapat ruangan review, yang dilengkapi dengan 4K Projector dan Dell Canvas untuk membahas strategi tim. Para pemain bahkan memiliki “call pods” untuk melakukan streaming atau sekedar video chat pribadi. Markas Team Liquid juga memiliki kantor terbuka, ruang konferensi, dan ruang untuk bersantai.
“Kami ingin memberikan pemain kami tempat untuk berlatih dengan maksimal, memungkinkan mereka memberikan performa terbaik saat mereka bertanding,” kata Lattanzio, seperti dikutip dari PC Gamer. Dia mengungkap, visi Team Liquid adalah untuk menjadi tim yang bisa selalu menang. Salah satu cara untuk meraih kemenangan adalah dengan memastikan para pemain bisa merasa nyaman saat berlatih.
Tim Dota 2 Team Liquid menjadi tim pertama yang melakukan bootcamp di markas baru mereka. Mereka memulai hari dengan olahraga dan pemanasan. Mereka lalu mulai berlatih pada pukul 1 atau 2 siang hingga 8 atau 9 malam. Untuk membantu pemain menghadapi stres — pemain esportsmenghadapi tekanan mental yang sama besarnya dengan atlet Olimpiade — Team Liquid menyiapkan dua psikolog olahraga. Para pemain bisa meminta bantuan mereka untuk mengatasi burnout atau meminta saran agar mereka bisa memberikan performa terbaik.
Team Liquid juga ingin memastikan bahwa para pemain mereka sehat. Salah satu caranya adalah dengan menjaga pola makan mereka. Karena itu, Team Liquid mempekerjakan dua chef yang bertugas untuk menyiapkan makanan bernutrisi 3 kali sehari bagi para pemain. Kedua Chef ini juga ikut turun tangan dalam menentukan desain dapur di markas baru Team Liquid.
Team Liquid juga menyewa keseluruhan apartemen di lantai pertama dari Het Platform. Apartemen tersebut akan menjadi tempat tinggal para pemain. Apartemen para pemain Team Liquid dilengkapi dengan 2 monitor AW2521HF 240Hz dan 1 Alienware Aurora. Menggunakan prosesor Intel Core i7 dengan Nvidia RTX 2060 Super, PC tersebut ditujukan untuk kegiatan “bersantai dan streaming ringan.”
“Salah satu manfaat dari punya markas terpisah adalah saya bisa memisahkan kehidupan pribadi dan profesional saya,” kata Jack “Speed” Packwood-Clarke, pemain Rocket League. “Ketika Anda tinggal di tempat kerja, hal itu akan membuat Anda terus memikirkan pekerjaan Anda.”
Seiring dengan semakin populernya esports, semakin banyak pula merek non-endemik yang tertarik untuk masuk ke dunia esports, baik sebagai sponsor turnamen ataupun organisasi esports. Di satu sisi, banyaknya merek non-endemik yang tertarik terjun ke industri esports menunjukkan betapa besarnya potensi esports. Di sisi lain, para pelaku esports harus bisa membuktikan bahwa kepercayaan yang diberikan oleh sponsor tidak sia-sia. Salah satu cara organisasi esports melakukan hal ini adalah dengan menunjukkan data konkret akan sukses atau tidaknya kampanye iklan sang sponsor.
Organisasi esports Eropa, Team Liquid baru saja mengumumkan bahwa mereka akan berkolaborasi dengan perusahaan analitik media sosial Zoomph. Alasan di balik kerja sama ini adalah Team Liquid ingin mengetahui seberapa sukses kampanye yang mereka lakukan bersama sponsor di media sosial. Dengan begitu, mereka bisa memastikan bahwa kampanya iklan sponsor-sponsor mereka membuahhkan hasil sesuai harapan. Tak hanya itu, melalui kolaborasi dengan Zoomph, Team Liquid juga ingin tahu lebih banyak tentang fans mereka.
“Media sosial adalah bagian penting dari industri esports. Dan kami telah mencari cara untuk mendapatkan insight di bidang yang sangat penting ini,” ujar Victor Goossens, Co-CEO Team Liquid, seperti dikutip dari Esports Insider. Memang, sebelum ini, Team Liquid juga telah bekerja sama dengan SAP HANA. Hanya saja, kolaborasi kedua perusahaan tak mencakup media sosial. Sebagai gantinya, SAP HANA membuat tool untuk menganlisa data permainan para atlet esports demi meningkatkan performa anggota Team Liquid dan mencari talenta muda.
Saat ini, Zoomph telah membuat versi khusus dari platform analitik media sosial real-time mereka untuk Team Liquid. Data yang didapatkan dari platform tersebut akan digunakan oleh Team Liquid untuk memperluas jangkauan mereka di media sosial, menurut laporan The Esports Observer. Selain itu, Team Liquid juga akan menggunakan data dari Zoomph untuk mendorong para fans aktif berinteraksi dalam Liquid+.
Sebelum berkolaborasi dengan Team Liquid, Zoomph juga pernah menjalin kerja sama dengan Pittsburgh Knights. Ketika itu, Zoomph juga diminta untuk membantu Pittsburgh Knights untuk mengukur jangkauan serta tingkat interaksi fans di media sosial dan siaran langsung mereka, khususnya konten dari sponsor.
Organisasi esports Team Liquid baru saja meluncurkan sebuah platform bagi penggemar mereka bernama Liquid+. Platform Liquid+ dikembangkan secara khusus siapa saja yang ingin menyatakan dukungan kepada Team Liquid. Tim yang berlambangkan kuda tersebut secara resmi meluncurkan platform Liquid+ di tanggal 11 Agustus 2020 yang lalu.
Bersamaan dengan diluncurkannya platform Liquid+, Team Liquid juga merayakan perjalanan mereka sebagai organisasi esports yang sudah berkiprah selama 20 tahun terakhir. Pada dasarnya platform Liquid+ yang bertujuan untuk merayakan setiap dukungan dan menjadi ruang yang mempertemukan dan menghubungkan antara sesama penggemar dengan deretan tim, pro player, streamers, dan terlebih organisasi esports Team Liquid secara luas.
Adapun platform Liquid+ didesain secara khusus dan memberikan sentuhan yang personal. Pada proses onboarding, pengguna yang mendaftar akan menjawab sejumlah pertanyaan tentang pengalaman dan perjalanan mereka mendukung Team Liquid.
Lebih jauh lagi, platform Liquid+ dapat dihubungkan dengan akun media sosial lainnya seperti Discord, Reddit, dan Twitch. Setiap bentuk dukungan yang dipost pada media sosial di atas dapat memberikan reward point yang nantinya dapat dikumpulkan dan ditukarkan dengan in game item, tiket event dan benefit lainnya yang hanya tersedia terbatas di platform Liquid+.
“Kami menginginkan platform Liquid+ menjadi tempat di mana penggemar merasa memiliki kebanggan akan Team Liquid dan mendapatkan hadiah menarik di waktu yang bersamaan,” ungkap Victor Goossens selaku Co-CEO dari Team Liquid.
Sampai berita ini diturunkan, platform Liquid+ masih beroperasi dalam versi beta. Untuk mendaftar, setiap penggemar nantinya akan dikirimkan tautan akses untuk menyelesaikan proses pendaftaran dan dilanjutkan dengan proses onboarding di platform Liquid+. Rencananya dalam proses pengembangan yang berjalan secara paralel, platform Liquid+ dapat diakses di smartphone maupun website dan beroperasi secara penuh di awal tahun 2021.
Di dalam platform Liquid+ setiap penggemar akan mendapatkan achievement badge yang bisa dipamerkan pada laman profile mereka. Sistem quest akan memberikan kesempatan untuk memenangkan hadiah yang terus berganti dan berlangsung dalam waktu tertentu.
Jika berkaca dengan ekosisem esports di indonesia sistem membership penggemar belum banyak diterapkan oleh organisasi esports. Salah satu tim yang memiliki sistem membership dan beroperasi di Indonesia adalah EVOS Esports.
Sejauh ini organisasi esports di Indonesia terpantau masih mencoba untuk membuka peluang dari sisi produk merchandise. Tercatat sudah ada beberapa tim esports Indonesia yang mengeluarkan merhandise ekslusif dalam bentuk apparel.
Jika ditilik dari sisi bisnis, fanatisme dari penggemar adalah hal aset tidak terlihat yang dimiliki sebuah tim esports. Sama seperti fanatisme pada olahraga sepak bola misalnya, segala hal dapat dilakukan oleh penggemar sebuah tim demi mendukung tim yang disukainya. Hal yang sama juga sangat mungkin untuk dicapai di ranah esports Indoneseia dengan menerapkan strategi yang tepat dan didukung dengan raihan prestasi.
Posisi Team Liquid sebagai salah satu organisasi esports terbesar di seluruh dunia mungkin sudah hampir tidak bisa dipungkiri lagi. Kisah sukses tim ini, salah satunya terjadi karena prestasi yang mereka dapatkan, hampir di semua lini game esports dunia, mulai dari fighting games, MOBA, hingga FPS.
Sebagai bagian dari perpanjangan kerja sama ini, wajah-wajah yang baru menjadi bagian dari Team Liquid akan melakukan streaming di HUYA untuk pertama kalinya.
Bagi kalian yang mungkin belum tahu HUYA merupakan salah satu platform streaming terbesar di Tiongkok. Walau terdengar cukup asing, namun HUYA sebenarnya sudah akrab di Indonesia dengan merek yang berbeda, yaitu Nimo TV.
Team Liquid dengan HUYA telah bekerja sama sebelumnya pada bulan Juni tahun lalu, yang berbentuk tayangan livestream para pemain Team Liquid divisi League of Legends, CS:GO, Apex Legends, Hearthstone, dan PUBG. Mengutip Esports Insider, ada 22 pemain dan konten kreator Team Liquid yang terlibat dalam perbaruan kerja sama ini.
Masih dari Esports Insider, lebih lanjut Mike Milanov COO Team Liquid memberikan pandangannya soal perpanjangan kerja sama ini. “HUYA tetap akan menjadi rekan Team Liquid paling penting dalam ekspansi kami ke Tiongkok. HUYA tak hanya membantu kami untuk bernavigasi di pasar streaming yang kompetitif di Tiongkok, tetapi juga membantu kami untuk memberi dampak yang terasa terhadap khalayak baru. Kami tak sabar untuk membuat konten dan pengalaman yang memorable kepada khalayak baru kami lewat kolaborasi ini.”
Ziyang Zhao (Peter) Vice President HUYA juga menambahkan. “Kami sangat senang bisa memperpanjang kerja sama dan melanjutkan kolaborasi kami dengan Team Liquid. Melalui HUYA, Team Liquid bisa terus menyajikan konten mereka kepada fans esports Tiongkok, dan mempertemukan serta mengkomunikasikan dua budaya yang berbeda lewat platform kami.”
Ini bukan pertama kalinya HUYA menggandeng ekosistem esports barat ke dalam sebuah kolaborasi. Sebelumnya mereka juga sudah bekerja sama dengan organisasi esports asal Eropa, Team Secret bulan lalu, dan melakukan kerja sama hak siar LCS dan LEC di pasar Tiongkok melalui platform mereka bulan Januari lalu.
Memiliki tim esports papan atas mungkin menjadi salah satu mimpi besar dari para penggemar esports. Aktualisasi diri sebagai gamers terbaik, banyak uang, dan dikagumi banyak orang, jadi beberapa alasan kenapa punya tim esports menjadi hal yang diimpikan. Tetapi membangun organisasi esports bukanlah perkara yang mudah.
Nyatanya butuh modal yang besar untuk mencapai kejayaan tersebut. Misal jika Anda bercita-cita punya tim yang menjadi juara Dota 2 The International, Anda butuh modal pada kisaran ratusan juta rupiah untuk PC High-End, internet, gaji pemain, gaminghouse, dan berbagai tetek-bengek biaya operasional lainnya.
Namun, selain mengejar prestasi, konten mungkin bisa dibilang menjadi alternatif yang relatif murah-meriah untuk mengumpulkan modal. Kisah sukses ini sempat saya bahas saat menulis profil FaZe Clan, sebuah organisasi esports yang mengawali hidupnya sebagai clan hura-hura dengan channel YouTube berisikan sajian konten trickshot keren.
Pada sisi lain ada juga kisah sukses tim esports lain yang mengawali perkembangannya dari prestasi. Kisah sukses tersebut datang dari Team Liquid, yang sedari awal memang diciptakan sebagai clan gaming kompetitif, dan menuai sukses dari dominasinya di ragam skena esports di dunia.
Prestasi vs Konten, jadi juara atau menjaring exposure, apa sebenarnya resep membangun organisasi esports yang sukses? Berikut pembahasan saya.
Biaya Untuk Mengelola Sebuah Tim Juara
Mengumpulkan prestasi, mungkin jadi satu resep paling umum yang dilakukan organisasi esports untuk menjadi sukses. Contoh saja T1, yang selama tahun 2020 dapat banyak sekali sponsor karena prestasi, mulai dari Nike, Logitech G, sampai monitor Samsung. Memang sih, sepertinya agak muluk-muluk jika kita ingin seperti T1 yang juara dunia 3 kali berturut-turut di salah satu skena esports paling populer di dunia, League of Legends.
Supaya tidak kejauhan, mari kita coba intip dari kacamata lokal saja. Sebagai contoh kasus di skena lokal, saya menggunakan divisi AOV milik EVOS Esports, yang pencapaiannya mirip T1, cuma saja di tingkat nasional… Hehe.
EVOS AOV mencatatkan rekor juara 3 kali berturut-turut di turnamen tingkat nasional lewat gelaran AOV Star League Musim pertama, kedua, dan ketiga.
Kemenangan ini menjadi pundi-pundi pendapatan yang cukup besar bagi manajemen EVOS Esports. Tercatat EVOS AOV menerima Rp500 juta dari ASL Season 1 juga 2, dan Rp355 dari ASL Season 3. Jika hanya menghitung hadiah ASL saja, maka EVOS AOV sudah mengumpulkan pundi-pundi sebesar Rp1,3 miliar. Kami juga pernah menuliskan total pendapatan EVOS dari hadiah kemenangan selama tahun 2019.
Jumlah yang besar?
Sepertinya sih lumayan, tapi coba kita lihat berapa biaya operasional untuk mengelola tim tersebut. Untuk mengetahui hal ini, saya mewawancarai sahabat saya, Hilmy Khairy yang juga dikenal sebagai Hiruma, Deputy of Esports di EVOS Esports. Sebelum menempati jabatannya sekarang, ia merupakan manajer tim EVOS AOV.
Lalu saya bertanya, kira-kira berapa biaya operasional yang dibutuhkan oleh tim EVOS AOV? “Wah ini rahasia sih, tapi setiap bulan kurang lebih ada total puluhan juta rupiah dikeluarkan untuk operasional tim.” Jawabnya.
Lebih lanjut, Hilmy lalu menjelaskan apa saja biaya yang dikeluarkan oleh manajemen EVOS untuk mengelola divisi AOV. “Yang pasti gaji pemain dan staf, biaya gaminghouse, internet, pemeliharaan rumah, air dan listrik, serta biaya sehari-hari, dan biaya katering.”
Itupun belum semua, masih ada biaya-biaya tak terduga, yang biasanya muncul ketika tim tersebut menjalani pertandingan tatap muka. “Kalau tanding offline biasanya ada biaya tambahan, seperti uang transpor untuk datang ke menuju ke dan pulang dari event, ada juga cemilan untuk mood booster ketika tanding. Kalau hotel dan akomodasi untuk pertandingan di luar kota atau luar negeri biasanya ditanggung oleh penyelenggara acara.” Tambah Hilmy.
Dari apa yang dijelaskan, mari kita kira-kira berapa biaya operasional untuk tim seperti EVOS AOV. Pertama-tama, gaji pemain. Hilmy memang tidak memberikan angkanya, namun ia mengatakan bahwa gaji tim EVOS AOV bervariasi mulai dari lebih dari UMR sampai 2 kali UMR.
UMR Jakarta saat ini adalah Rp4.276.349.906, kita bulatkan jadi Rp4,3 juta. Supaya lebih mudah, anggap saja semua gaji pemain EVOS AOV adalah 2 kali UMR yang berarti Rp8,6 juta dikalikan 5 orang. Baru menghitung gaji saja, kita sudah menyentuh angka pengeluaran sebesar Rp43 juta setiap bulannya.
Ini kita belum menghitung biaya sewa gaminghouse, internet, listrik dan air, laundry, katering, serta operasional bulanan lainnya. Anggap saja, jika ditotal semua, angka kasarnya bisa mencapai kisaran Rp80 juta setiap bulan. Dengan angka tersebut setiap bulannya, maka biaya operasional dari tim juara seperti EVOS AOV adalah Rp960 juta per tahun.
Angka yang cukup mengejutkan, apalagi pendapatan turnamen EVOS AOV dari turnamen AOV Star League cuma Rp1,3 miliar. Itupun didapatkan selama 3 musim yang berjalan selama satu setengah tahun. ASL Season 1 dan 2 diadakan pada tahun 2018, yang berarti EVOS AOV mendapatkan Rp1 miliar selama seathun dari turnamen.
Manajemen tim tidak mengambil semua hadiah turnamen, mereka hanya mengambil sebagian saja dari hadiah yang didapatkan. Hilmy menceritakan, organisasi esports punya sistem potongan hadiah yang bervariasi mulai dari 20% hingga 40%. Dengan asumsi EVOS menggunakan potongan yang terbesar, ini berarti manajemen hanya mendapat Rp400 juta saja. Jika hanya mengandalkan hadiah turnamen, sudah pasti manajemen tidak dapat menutup biaya operasional tahunan tim tersebut.
Tetapi memang pada kenyataannya pendapatan bagi organisasi esports sebesar seperti EVOS Esports tidak terbatas pada satu tim saja dan juga tidak berasal hanya dari satu muara saja. Pembahasan singkat tadi mungkin bisa menjadi gambaran yang sangat kasar, bahwa biaya operasional tim itu besar dan hadiah turnamen tidak dapat menutupnya.
Namun itu harusnya tidak masalah. Menurut asumsi saya, semua biaya yang dikeluarkan tersebut lebih bersifat investasi, yang timbal baliknya bisa sangat beragam bagi sang organisasi di masa depan nanti.
Mengintip Sumber Pemasukan Tim Esports
Sebelum kita melaju ke pembahasan berikutnya, mari kita bahas dulu, sebenarnya apa saja ladang bisnis dari tim esports. Memang sebenarnya asumsi bahwa organisasi esports hanya mengandalkan hadiah turnamen sebagai satu-satunya sumber pendapatan adalah penyederhanaan yang kelewatan. Mungkin hanya tim amatir atau semi-pro yang melakukan praktik seperti itu.
Organisasi esports sebesar seperti EVOS Esports, Rex Regum Qeon, BOOM Esports, atau Bigetron Esports, biasanya punya lebih dari satu sumber pendapatan. Bahkan, hadiah turnamen mungkin bukan dianggap sebagai sumber pendapatan, melainkan hanya bonus atas kerja keras yang dilakukan manajemen dan pemain saja.
Dalam sebuah artikel blog milik penasihat investasi asal Amerika Serikat, Roundhill Investment, disebutkan bahwa setidaknya ada 6 sumber pemasukan lain dari sebuah organisasi esports. Dalam artikel berjudul “How Esports Teams Make Money”, dikatakan bahwa sumber pemasukan organisasi esports termasuk sponsorship, advertising, merchandise, league revenue sharing, dan ticket sales.
Sponsorship mungkin jadi satu pemasukan terbesar. Anda pembaca setia Hybrid.co.id mungkin sadar akan hal ini. Berita soal sponsorship menjadi salah satu berita yang paling sering berseliweran di portal kami. Dari ekosistem lokal terakhir kali kita melihat EVOS disponsori oleh Lazada pada 15 April 2020 lalu. Dari ekosistem internasional biasanya lebih banyak lagi berita-berita sponsorship terhadap tim esports.
Lalu penjualan merchandise. Ini juga menjadi satu sumber pemasukan yang menggiurkan, terutama jika tim esports tersebut punya derajat yang tinggi di dalam skena, dan dilengkapi dengan ragam rancangan busana yang mencerminkan personalita para penggemarnya.
Selanjutnya, bagi hasil kompetisi liga dan penjualan tiket mungkin jadi sumber pemasukan yang masih gelap di kancah lokal. Sejauh ini, belum ada pertandingan esports dalam negeri yang berhasil untung besar dari penjualan tiket. Sehingga kita masih belum bisa membahas penjualan tiket sebagai sumber pemasukan tim esports.
Lalu kalau soal bagi hasil, MPL Indonesia menerapkan sistem liga franchise pada musim keempat yang juga menerapkan sistem bagi hasil antara tim-tim yang berlaga.
Jumlahnya tidak diketahui, namun Senior Editor Hybrid Esports, Yabes Elia sempat berbincang dengan Chandra Wijaya, Managing Director ONIC Esports membahas buah investasi slot MPL ID Season 4. Jika Anda penasaran bagaimana dampak franchise league MPL ID S4 kepada aspek bisnis sebuah tim esports, Anda bisa menyaksikan video interview tersebut di bawah ini.
Dari semua beragam sumber pemasukan tim esports, bagaimana konten berperan dalam perkembangan tim esports? Mari kita bahas pada bagian berikutnya.
Konten Sebagai Sumber Pemasukan Tim Esports
Sebelum membahas lebih jauh, mari kita samakan persepsi terlebih terhadap apa yang dimaksud dengan konten. Dalam pembahasan ini, kita akan membatasi pembahasan konten kepada konten kanal media sosial Instagram, konten video kreatif pada platform YouTube, dan juga konten video live-streaming.
Dari sumber pemasukan tim esports yang kita bahas sebelumnya, pemasukan yang bisa didapatkan oleh konten mungkin bisa dibilang di dalam irisan pemasukan advertising dan juga sponsorship. Mengapa demikian? Karena sponsorship bisa menyertakan kerja sama konten di dalamnya dan konten juga bisa mendapat pemasukan khusus berupa advertising atau iklan brand dalam satu konten milik tim esports.
Jika kita berkaca kepada esports di luar negeri, FaZe Clan mungkin bisa dibilang menjadi contoh paling ideal dari bagaimana sebuah organisasi esports memanfaatkan konten sebagai sumber pemasukan mereka. Jika kita merujuk kepada situs analitik media sosial, Socialblade, kita bisa melihat bahwa channel YouTube milik FaZe Clan merupakan salah satu yang terbesar dalam kategori gaming. Tercatat channel YouTube FaZe Clan sudah di-subscribe oleh 7 juta orang dan bisa menghasilkan sampai dengan US$1,5 juta (sekitar Rp22 juta).
Namun estimasi penghasilan tersebut sebenarnya baru berasal dari Google AdSense saja. Terlebih, walau terlihat sangat besar, jumlah tersebut sebenarnya belum seberapa bagi organisasi esports yang, menurut Forbes, memiliki nilai valuasi sebesar US$240 juta (sekitar Rp3,5 triliun).
Walau secara estimasi pemasukan Google AdSense tidak sebegitu besar, namun sajian konten menghibur yang dinikmati oleh banyak orang dari FaZe Clan membuka peluang bisnis lain. Seperti yang saya sebut di awal, yaitu sponsorship dan advertising. Contoh nyata dari hal ini adalah kolaborasi antara FaZe Clan dengan Manchester City.
Dalam kerja sama Co-Branding tersebut dikatakan bahwa penggunaan jersey Manchester City dengan elemen brand Faze Clan menjadi salah satu hal yang dilakukan dalam kerja sama ini. Namun selain itu, ada juga kerja sama konten yang dilakukan oleh keduanya. Dengan jutaan view dari setiap konten yang diungga oleh FaZe Clan, tak heran jika sponsor berebut ingin dapat kesempatan berkolaborasi dengan organisasi esports yang mengawali perjalanannya dari Call of Duty tersebut.
Melihat industri gaming dan esports yang sedang “panas” belakangan. Tak heran jika berbagai brand, baik endemik dan non-endemik, ingin merebut perhatian sebagian dari seluruh penonton esports yang menurut Newzoo mencapai 495 juta orang di dunia.
Selain konten di YouTube, bidang lain yang tak kalah menjanjikan dari aspek konten bagi organisasi esports adalah live-streaming. Twitch sebagai platform yang paling menonjol dengan total waktu tonton mencapai 3 miliar jam pada Q1 2020 lalu, menjadi wadah terbaik bagi organisasi esports untuk menjangkau para penggemarnya.
Pada ekosistem esports luar negeri, tak heran jika kita melihat organisasi esports memiliki seorang streamer yang melakukan streaming dengan menggunakan nama organisasi tersebut. Team SoloMid misalnya, punya Ali Kabbani (Myth) sebagai kreator konten serta streamer untuk mewakili brand organisasi esports asal Amerika Serikat tersebut. FaZe Clan juga, yang dahulu memiliki Turner Tenney (tfue) sebagai streamer serta konten kreator andalan mereka, walaupun akhirnya ditinggal karena skandal kontrak yang eksploitatif.
Dari contoh kasus di atas, kita melihat bagaimana konten juga menjadi sumber pemasukan yang menjanjikan bagi organisasi esports. Lalu bagaimana dengan organisasi esports di Indonesia? Jika bicara live-streaming, satu perbedaan yang paling terasa adalah posisi Twitch yang tidak relevan bagi pasar gaming Indonesia.
Lucunya angka tersebut ternyata bersaing dengan total hadiah kemenangan yang didapat RRQ sepanjang tahun 2019 yang setidaknya mencapai Rp5,7 miliar. Apalagi, seperti yang sudah kita bahas di awal artikel tadi, tim esports biasanya tidak mengambil semua hadiah turnamen, melainkan paling banyak hanya 40% bagian saja.
Jadi, jika dengan asumsi RRQ memotong 40% bagian dari hadiah turnamen yang didapat pemain, manajemen RRQ berarti hanya menerima Rp2,2 miliar, Rp800 juta lebih kecil dibanding dari pendapatan Google AdSense YouTube Channel yang mereka miliki.
Lalu bagaimana soal pengeluaran untuk membuat konten? Gaji untuk seorang streamer bisa jadi lebih mahal atau lebih murah ketimbang gaji yang dibutuhkan untuk satu tim esports. Anggaplah tadi gaji untuk tim AOV untuk EVOS ada di kisaran Rp43 juta sebulan atau gaji minimal untuk tim MPL ID adalah Rp45 juta sebulan (Rp7,5 juta x6), nominal ini juga bisa jadi sama besarnya untuk membayar gaji bulanan streamer beserta tim produksinya (video editor, videografer, dkk.). Belum lagi jika kita berbicara soal alat-alat yang dibutuhkan, seperti kamera, webcam, PC untuk editing video. Modal awal untuk kebutuhan peralatan tadi mungkin saja mencapai Rp50-100 jutaan untuk sebuah kanal konten video. Untungnya, modal untuk peralatan ini mungkin memang tidak rutin — kecuali setiap bulan banting kamera.
Meski pengeluaran untuk tim esports dan tim kreator konten bisa jadi sama besar atau bahkan lebih mahal tim konten-nya (tergantung dari prestasi para pemain tim esports-nya), satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah membangun tim juara itu mungkin lebih sulit dilakukan ketimbang membangun tim konten yang populer.
Kenapa? alasannya ada 2. Pertama, industri konten sudah jauh lebih matang dan tua ketimbang industri esports. Para profesional yang piawai merekam video atau mengedit bisa ditemukan dari industri-industri hiburan di luar esports. Demikian juga peralatannya. Misalnya, Anda bisa saja menemukan setiap komponen untuk merakit desktop PC kelas proletar sampai kelas sultan di Indonesia. Sedangkan di esports, para pemain yang masuk di kategori papan atas masih sangat terbatas. Demikian juga dengan pelatihnya, misalnya. Anda tidak bisa merekrut pelatih sepak bola untuk melatih tim Dota 2 dan berharap ia bisa dengan mudah beradaptasi — tidak seperti videografer atau video editor dari industri hiburan di luar esports.
Alasan kedua kenapa membangun tim juara lebih sulit karena memang caranya cuma satu; yaitu memiliki kemampuan yang hebat agar bisa jadi juara. Kemampuan ini kemungkinan besar tidak akan bisa didapat dengan cara instan. Kekompakan tim saat bertanding juga demikian.
Sedangkan popularitas konten? Ada banyak cara untuk bisa mencari popularitas. Para streamer perempuan bisa saja memanfaatkan eksplorasi tubuh dan wajah. Faktanya, wajah cantik ataupun bodi ciamik bisa didapatkan dengan mudah — jika Anda beruntung dalam undian genetik. Ada juga streamer yang lebih suka memanfaatkan perilaku menyimpang dan kata-kata kasar untuk memancing popularitas. Kenyataannya, popularitas itu memang seringnya tidak berbanding lurus dengan kapabilitas. Anak kecil makan bakso saja bisa jadi populer tanpa perlu ribuan jam berlatih layaknya tim esports. Sebaliknya, Anda tidak bisa jadi juara kompetisi hanya dengan menunjukkan belahan dada — kecuali mungkin memang kompetisinya soal itu…
Melalui pembahasan yang telah kita lakukan, kita setidaknya bisa mendapat gambaran kasar, apa yang bisa didapatkan organisasi esports atas prestasi yang mereka kejar dan konten-konten kreatif yang mereka produksi.
Jadi, prestasi atau konten? Sepertinya keduanya seperti dua sejoli yang tak terpisahkan dan saling melengkapi dalam proses perkembangan sebuah organisasi esports.
Toh tim yang berat ke konten seperti FaZe Clan, pada akhirnya juga berambisi menjadi juara, sampai-sampai rela keluar US$700.000 pada tahun 2016 hanya untuk membeli roster CS:GO. Team Liquid yang gencar mengejar prestasi juga tetap membuat konten agar mereka tetap eksis di dunia maya.
Bahkan RRQ yang punya orientasi menjadi juara, tetap memanfaatkan popularitas atas kemenangan mereka sebagai konten agar tetap menghasilkan pundi-pundi untuk membantu membawa RRQ kepada kesuksesan.
Apalagi, faktanya, membangun tim juara itu tetap butuh waktu yang panjang — setidaknya tidak sesingkat menemukan gadis-gadis berparas menarik ataupun streamer yang lucu dan kontroversial.