Riot Games umumkan skema kompetisi Global untuk Teamfight Tactics. Iterasi Auto-Battler besutan Riot Games ini memang mendapat banyak perhatian saat rilis pertama kali di tahun 2019 lalu. TFT sempat memiliki lebih dari 33 juta pemain setiap bulannya pada September 2019 lalu, dan Riot bahkan mengklaim TFT sudah memiliki 80 juta pemain secara global sampai sejauh ini.
Kesuksesan ini segera menjadi pembuka kesempatan bagi Riot Games untuk menciptakan ekosistem esports bagi game ini. Pada November 2019 lalu, TFT sempat melakukan percobaan, gelar turnamen Teamfight Tactics bersama dengan State Farm dan Fandom. Melihat antusiasmenya yang baik, Riot Games pun umumkan Teamfight Tactics Galaxies Championship, skema kompetisi global Teamfight Tactics.
Kompetisi global ini akan menampilkan 16 pemain dari berbagai belahan dunia, bertanding untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$200 ribu (sekitar Rp3,1 miliar). 16 pemain itu akan berebut posisi dari kualifikasi yang diadakan di 8 regional, yaitu China, Europe (termasuk CIS dan Middle-East), Japan, South Korea, North America, Brazil, Latin America, dan Turkey.
Kompetisi dimulai dari bulan Mei, Riot Games akan menghadiahi poin mingguan kepada pemain regional North Amerika dengan peringkat tertinggi. Setelah 12 pekan, 10 pemain dengan poin terbanyak akan mendapatkan spot untuk bertanding di babak final regional Amerika Utara.
Mengutip Esports Insider, Whalen Rozelle, Director of Global Esports at Riot Games mengatakan. “Lewat Teamfight Tactics: Galaxies Championship, kami ingin menghadiah semua pemain yang sudah berdedikasi untuk menguasai TFT dan memberikan mereka tujuan lebih dari sekadar mencapai ranking tertinggi saja. Untuk mendukung ini, kami membuat jalur menuju laga utama yang dapat diakses secara global, lewat in-game ladder ataupun turnamen online.”
Nantinya, tak hanya lewat ranking, tetapi juga akan ada turnamen online yang berhadiah spot untuk bertanding di laga final dari masing-masing regional. Riot juga sudah menyiapkan pedoman komunitas, untuk para penyelenggara pihak ketiga yang ingin kompetisinya diikutsertakan ke dalam ekosistem Teamfight Tactics Galaxies Championship.
Dari pengumuman ini, satu yang cukup janggal adalah ketidakhadiran regional Southeast Asia di dalam skema TFT Galaxies Championship. Memang regional yang ada dalam skema adalah regional tempat di mana Riot Games menangani sendiri distribusi MOBA besutan mereka, League of Legends.
Sampai saat ini, distribusi game besutan Riot Games di Southeast Asia masih ditangani oleh publisher lokal, Garena. Akankah Garena memberi jalan tersendiri untuk menuju ke tingkat global dalam kompetisi Teamfight Tactics?
Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, perkembangan game mobile jadi salah satu hal yang turut diantisipasi. Mungkin Anda generasi 90an masih ingat ketika game mobile hanya ada Snake atau Fruit Ninja sebagai pengisi waktu luang. Sekarang? Anda bisa bermain MOBA, FPS, bahkan Battle Royale di mobile, yang juga berkembang menjadi esports. Tahun 2020, tentunya teknologi menjadi semakin maju, dan game android yang hadir juga akan semakin menarik. Kira-kira ada game android apa saja yang akan hadir di tahun 2020?
1. Apex Legends Mobile
Game yang satu ini sebenarnya sudah beberapa saat menjadi rumor di kalangan gamers. Banyak kabar burung yang mengatakan bahwa Apex Legends akan diterbitkan untuk mobile agar bisa dimainkan oleh siapapun. Berawal dari rumor, Electronic Arts sang pengembang akhirnya mengkonfirmasi kehadiran game android Apex Legends.
Namun demikian belum ada informasi lebih lanjut terkait tanggal rilis ataupun bentuk game yang akan dirilis nanti. Ada yang bilang, ini akan menjadi versi direct port. Ini artinya bisa jadi game android Apex Legends tidak akan seperti PUBG Mobile yang menjadi seperti gamestandalone di mobile. Jika benar game android Apex Legends bersifat direct-port, maka ia kurang lebih bentuknya akan seperti Fortnite Mobile, yang mana pemain bisa cross-play dengan pemain di PC ataupun konsol.
2. Diablo Immortal
Pada pembukaan BlizzCon 2018, Activision Blizzard mengumumkan game terbarunya yang akan rilis di mobile. Game tersebut adalah Diablo Immortal. Sontak, pengumuman ini membuat para fans mengamuk. Bukan, alasannya bukan karena Diablo Immortal yang diumumkan, tapi dari Blizzard mengumumkan hal tersebut yang segera merusak ekspektasi para penggemar yang sudah datang dengan penuh passion ke BlizzCon.
Tapi, bukan berarti game android ini tidak patut untuk ditunggu di tahun 2020 ini. Salah satu alasannya, karena sesederhana game ini terlihat sangat menjanjikan dengan grafis ciamik dan gameplay penuh aksi. Mengutip dari Gamespot, alpha test Diablo Immortal direncanakan akan hadir tahun 2020 ini. Digarap bersama NetEase dari Tiongkok, Diablo Immortal sampai saat ini masih belum memiliki tanggal rilis resminya.
3. Final Fantasy Crystal Chronicles: Remastered
Sebagai salah satu franchisegame paling sukses milik Square Enix, tak heran jika seri game Final Fantasy terus hadir dengan cerita-cerita baru. Final Fantasy Crystal Chronicle sendiri sebenarnya adalah game yang rilis tahun 2003 lalu yang memiliki genre co-op RPG. Setelah 15 tahun berlalu, Square Enix akhirnya mengumumkan akan melakukan remake dari Final Fantasy Crystal Chronicle, dan akan merilisnya akhir 2019 lalu.
Namun, karena berbagai kendala teknis, perilisan Final Fantasy Crystal Chronicles terus tertunda. Sempat ditunda jadi 23 Januari 2020, kini akhirnya Final Fantasy Crystal Chronicle dikabarkan baru akan rilis pada musim panas, atau kuartal 3 tahun 2020 nanti. Final Fantasy Crystal Chronicles merupakan game yang bersifat cross-platform yang dapat dimainkan di PlayStation 4, Nintendo Switch, iOS, dan Android.
4. Path of Exile Mobile
Walau mungkin kurang terkenal di Indonesia, namun Path of Exile menjadi fenomena tersendiri di luar negeri sana. Game besutan Grinding Gear Games ini berhasil memberikan pengalaman bermain layaknya Diablo namun dengan ciri khasnya tersendiri berupa pertarungan bertempo cepat. Pertama rilis di PC pada tahun 2013, game ini sendiri sudah berkembang sampai akhirnya juga rilis di PlayStation 4 dan Xbox One.
Kini, perkembangan selanjutnya adalah versi mobile. Isu soal Path of Exile Mobile pertama kali muncul pada November 2019 lalu, dalam acara bertajuk ExileCon. Namun demikian Chris Wilson CEO Grinding Gears mengatakan bahwa titel ini merupakan titel game “eksperimental”. Ia cenderung berhati-hati dan tidak mau salah langkah seperti Blizzard. Jadi tanggal rilis game ini sepenuhnya masih menjadi tanda tanya, karena pengembangannya bisa berlanjut bisa berhenti, tergantung komentar dari para fans.
5. Tom Clancy’s Elite Squad
Pertama kali diumumkan pada E3 2019 lalu, Tom Clancy’s Elite Squad merupakan game dengan genre Real-Time Strategy. Game yang dibesut Ubisoft ini masih melanjutkan seri Tom Clancy’s yang memunculkan karakter agen kepolisian dari berbagai belahan dunia dengan kemampuan khusus dari masing-masing mereka. Jadi pada game ini, Anda dapat melihat karakter dari Rainbow Six: Siege, seperti Caveira, Montagne, atau bahkan karakter legendaris yaitu Sam Fisher dari serial Splinter Cell.
Melihat dari trailer announcement, game ini sepertinya akan melibatkan hero collection, yang mana memungkinkan Anda mengumpulkan karakter dari berbagai seri Tom Clancy dan membuat pasukan terbaik untuk mengalahkan teror di dunia. Namun demikian tanggal rilis untuk game ini masih tentatif, walau sudah dipastikan akan rilis di Android terlebih dahulu.
6. Teamfight Tactics Mobile
Sejak tahun 2009 Riot Games pada awalnya hanya fokus mengembangkan League of Legends saja. Sampai akhirnya mereka menginjak ulang tahun kesepuluh dan memutuskan untuk mengembangkan berbagai game lain selain dari League of Legends. Lewat siaran streaming spesial bernama Riot Pls: 10th Anniversary Edition – League of Legends. Mereka mengumumkan rencana mereka di masa depan, termasuk salah satunya merilis iterasi Auto Battler League of Legends yang bernama Teamfight Tactics ke platform mobile.
Mengutip dari Dexerto TFT Mobile dikabarkan akan rilis untuk kebanyakan negara di dunia pada pertengahan Maret. Nantinya game ini akan dapat dimainkan secara cross-platform antara PC dengan mobile. Untuk saat ini, Anda sudah dapat melakukan pra-registrasi pada laman Play Store TFT Mobile berikut ini.
7. League of Legends: Wild Rift
Terakhir dan yang paling ditunggu-tunggu adalah League of Legends Wild Rift. Setelah pertarungan MOBA di mobile yang tiada henti sejak dari tahun 2018 lalu, akhirnya si “boss-nya MOBA” turun tangan. Sama-sama diumumkan saat Riot Pls: 10th Anniversary Edition – League of Legends, Wild Rift segera mendapat banyak perhatian karena menunjukkan trailer yang sangat menjanjikan.
Namun demikian, kehadirannya juga memunculkan tanda tanya. Akankah game ini bisa sama suksesnya dengan League of Legends? Akankah bisa menggeser Mobile Legends dalam persaingan MOBA mobile di Indonesia. Terkait tanggal rilis, Riot Games belum bisa memastikan apapun. Mereka hanya mengatakan bahwa Wild Rift akan rilis pada akhir tahun 2020 ini. Untuk sementara waktu, Anda bisa pra-registrasi terlebih dahulu di laman resmi Wild Rift berikut.
—
Walau ada banyak game android menarik yang akan rilis di tahun 2020 ini, sayang kebanyakan tanggal rilisnya masih belum bisa dipastikan. Kita pemain mobile games sepertinya memang harus ekstra sabar menunggu game-game tersebut rilis, terutama League of Legends: Wild Rift.
Auto battler adalah sebuah sub-genre dari strategy games yang memiliki bentuk seperti catur. Para pemainnya menaruh karakter yang mereka mainkan di atas papan ketika waktu persiapan berjalan. Peperangan terjadi setelah waktu persiapan selesai tanpa kontrol apapun dari pemain. Genre ini dipopulerkan oleh game Auto Chess di awal tahun 2019.
Auto Chess merupakan mod dari game Dota 2 yang sangat sukses membuat para pemain Dota 2 bermain Auto Chess pada saat itu. Dengan karakter hero-hero Dota 2 yang bisa Anda mainkan, tentu Auto Chess menjadi sangat menarik bagi para penggemar Dota 2. Semua skill yang dipakai pun sama persis dengan hero Dota 2. Terbilang santai, banyak pemain Dota 2 memainkannya ketika istirahat dari ranked match. Sempat 90% dari total friendlist saya yang sedang online, semuanya bermain Auto Chess ketimbang bermain Dota 2.
Pada akhir bulan Maret, sebelum tiga bulan sejak mereka rilis. Auto Chess berhasil mencapai 7 juta total download. Melihat kesuksesan yang mereka gapai, Drodo Studio akhirnya mengeluarkan game Auto Chess-nya dari platform Dota 2. Mereka merilis standalone Auto Chess ke khalayak luas. Drodo mendapatkan kesuksesannya dari rasa puas yang pemain dapatkan dari unsur keberuntungan karena, pada setiap turn, Anda mendapatkan karakter-karakter yang random. Rasa puas ketika mendapatkan karakter yang Anda inginkan di saat-saat genting dan berhasil mengalahkan musuh saat menggabungkan 3 karakter yang sama membuatnya adiktif. Memainkannya pun cukup mudah, Anda tinggal santai dan melakukan klik pada layar komputer Anda. Mudah untuk dimainkan, meski sulit untuk didalami.
Auto Battler ala Valve dan Riot Games
Pada bulan Juni 2019, Valve merilis Dota Underlords. Auto Battler yang dibuat oleh Valve sendiri yang memiliki hak cipta setiap hero di Dota 2. Tetapi banyak penggemar Dota 2 yang skeptis melihat perilisan Dota Underlords. Pasalnya, tahun lalu Valve meluncurkan Artifact dan hasilnya game tersebut jadi sebuah artefak di platform Steam. Hanya butuh beberapa bulan saja bagi Artefact untuk kehilangan hampir seluruh pemainnya. Game ini memiliki monetization secara berlebihan yang bisa Anda lihat di harga game, pembelian card packs, dan transaksi pembelian kartu di Steam Market yang memiliki biaya tambahan.
Pada bulan perilisannya, Dota Underlords mencapai 202.254 total peak players yang terbilang cukup sukses untuk sebuah game auto battler tapi hal ini tidak bertahan lama. Sampai bulan Desember, Dota Underlords sudah kehilangan hampir 90 persen pemainnya. Tentu saja bukan tanpa alasan, Dota Underlords menghadapi persaingan dari pesaing terberatnya yaitu League of Legends.
Riot Games juga merilis Teamfight Tactics untuk mengikuti tren auto battler yang sedang berjalan. Dengan karakter-karakter League of Legends untuk menarik playerbase League of Legends sendiri, tentu Dota 2 dengan Dota Underlords tidak akan bisa memenangkan persaingan karena kalah jumlah playerbase dibandingkan League of Legends.
Auto Battler Goes to Mobile and Esports
Drodo Studio yang memulai tren auto battler di 2019 ini akhirnya membuat turnamen besar yaitu Auto Chess World Invitational yang berhadiah total US$1 juta dengan 32 peserta. Bukan hanya Auto Chess, Dota Underlords dan Teamfight Tactics juga mengadakan turnamen dengan hadiah yang jauh lebih rendah dibandingkan Auto Chess World Invitational. Namun apakah total hadiah berbanding lurus dengan jumlah viewership yang didapat?
Viewership untuk WePlay! Dota Underlords Open dan Rise of the Elements Invitational jelas menunjukan viewership yang lebih baik. Auto Chess sepertinya tidak dapat bersaing dengan Dota Underlords apalagi dengan Teamfight Tactics. Auto Chess yang terbilang terlambat merilis versi PC-nya, membuatnya tertinggal jauh dari Teamfight Tactics yang sudah lebih dulu dikenal dan sudah banyak streamer di Twitch menayangkan game Teamfight Tactics.
Chess Rush juga sempat menyelenggarakan turnamen untuk para influencer dari delapan negara yang memiliki total hadiah 16.000 US Dollar. Chess Rush sendiri sudah memiliki jumlah download lebih dari 5 jutadi Google Playstore.
Melihat popularitasnya di platform livestream seperti Twitch, Auto Chess yang sempat memiliki banyak penonton akhirnya mengalami penurunan. Rata-rata penonton pada bulan Desember 2019 ini hanya tersisa 424 viewers di bagian kategori game Auto Chess pada platform Twitch.
Sama seperti Auto Chess, Dota Underlords kini juga mengalami penurunan. Berbanding lurus dengan hilangnya jumlah pemain, pada bulan Desember ini, Dota Underlords kehilangan sekitar 90 persen jumlah penontonnya di Twitch. Hal yang sama diakibatkan oleh menghilangnya streamer-streamer terkenal yang ingin menyiarkan permainan Dota Underlords. Sempat banyak streamer terkenaldari Hearthstone juga ikut bermain Dota Underlords, seperti Janne “Savjz” Mikkonen dan Jeremy “Disguised Toast” Wang, tetapi mereka tidak bertahan lama karena popularitas Teamfight Tactics di platform Twitch.
Walaupun Teamfight Tactics masih merajai genre auto battler saat ini, bukan berarti mereka tidak mengalami penurunan jumlah penonton juga. Tercatat, Teamfight Tactics mengalami penurunan lebih dari 80 persen dari total penonton yang mereka dapat ketika awal perilisan di platform Twitch.
Jika dibandingkan dengan tahun 2018 yang jadi tahunnya genre Battle Royale, tahun 2019 tak berhasil membuat Auto Battler mencapai titik popularitas yang setara. Ketika 2018, banyak game Battle Royale yang meroket seperti PUBG, Fortnite, PUBG Mobilem dan Free Fire. Saya tidak perlu menunjukan statistiknya karena Anda mungkin sudah bisa melihatnya juga.
Di sisi lain, saya juga sempat memperkirakan genre Auto Battler ini tidak spectator friendly untuk ranah kompetitif esports-nya. Kesulitan untuk menonton pertandingan esports-nya mungkin juga jadi penghalang untuk genre game tersebut sukses di esports.
Ketika genre Auto-Battler menjadi fenomena di kalangan gamers, berbagai pengembang gerak cepat membuat iterasi mereka sendiri akan genre tersebut. Bermula dari custom game Dota 2 yang dibuat oleh Drodo Studio, kini Auto-Battler berkembang jadi 4 jenis game. Drodo membuat Auto Chess jadi standalone, Valve membuat Underlord, Tencent punya Chess Rush di mobile, Riot Games juga tak mau kalah membuat Teamfight Tactics.
Ketika rilis, Teamfight Tactics (TFT) juga segera mendapat perhatian banyak pemain, walau mungkin tidak sebegitu booming di Indonesia. September lalu, Teamfight Tactics memiliki total 33 juta pemain pada bulan itu, dan dimainkan selama 1,7 juta jam. Karena ini juga, Riot Games memutuskan berkomitmen akan mengembangkan ekosistem kompetitif TFT di tahun 2020 mendatang.
Bersiap untuk hal tersebut, Riot Games baru-baru ini menjalin kerja sama dengan Fandom (media yang fokus pada topik entertainment), dan State Farms, untuk menyelenggarakan turnamen TFT mingguan. Turnamen bernama Fandom Legends: Teamfight Tactics akan dimulai 1 Desember 2019 mendatang, dengan durasi pertandingan selama empat pekan.
Setiap pekan, 16 pemain bertanding berebut total hadiah US$2000 (sekitar Rp28 juta), dan mendapatkan kesempatan untuk gelaran State Farm Championship Finals. Puncak kompetisi ini akan diselenggarakan 21 Desember 2019 mendatang dengan total hadiah US$5000 (sekitar Rp70 juta).
“Kami berharap kerja sama ini akan membuat hubungan kami dengan Riot Games jadi makin erat, terutama dalam hal menyediakan komunitas kompetisi mingguan kepada komunitas Teamfight Tactics.” Ucap Sean Kiely, head of gaming and esports sales Fandom, kepada Esports Observer.
“Kami juga berharap kompetisi ini bisa membuka jalan bagi talenta baru yang ingin mencari nama mereka lewat kompetisi online. Kami juga ingin berterima kasih kepada State Farm selaku rekan dan pendukung dari komunitas Teamfight Tactics.” tutup Sean.
Kerja sama State Farm dengan Riot Games bukan merupakan hal baru. State Farm sudah mensponsori League of Legends sejak tahun 2018 lalu. Kini mereka semakin meningkatkan dukungannya dengan cara turut terlibat dalam gelaran Mid-Seasonal Invitational, All-Star event, dan Worlds 2021.
Fandom Legends: Teamfight Tactics bisa jadi adalah cara Riot Games menguji animo pemain menonton pertandingan Auto Battler League of Legends, sebelum 2020 nanti. Terakhir kali jumlah penonton game ini memang cukup besar di Twitch. Mengambil data dari Twitch Tracker, jumlah penonton TFT mencapai 364.836 pada 17 Juli 2019, sekitar 1 bulan setelah perilisan. Akankah esports Auto-Battler bisa menarik minat menonton para gamers?
League of Legends pertama kali dirilis pada tahun 2009, dan di bulan Oktober ini, karya Riot Games tersebut akhirnya menginjak ulang tahun yang kesepuluh. Untuk merayakannya, Riot Games mengadakan siaran streaming spesial bernama Riot Pls: 10th Anniversary Edition – League of Legends.
Biasanya, tayangan Riot Pls berisi semacam developer diary di mana Riot mengumumkan perubahan-perubahan baru dalam League of Legends. Namun untuk edisi 10th Anniversary ini, ada beberapa pengumuman yang lebih besar. Apa saja pengumuman itu, simak di bawah.
Mobile game, League of Legends: Wild Rift
Setelah rumor yang cukup lama beredar, akhirnya Riot mengumumkan secara resmi League of Legends versi mobile, dengan judul League of Legends: Wild Rift. Game ini akan dirilis untuk Android, iPhone, dan iPad pada tahun 2020. Riot juga berkata bahwa League of Legends: Wild Rift akan meluncur ke console, tapi mereka tidak memberi tahu kapan dan console apa yang dimaksud.
League of Legends: Wild Rift memiliki tampilan grafis dan gameplay yang kurang lebih sama dengan versi desktop, namun didesain untuk selesai lebih cepat (sekitar 15 – 20 menit). Tidak ada dukungan cross-play antara versi mobile/console dengan desktop, namun keduanya menggunakan akun yang sama. Perbedaan konten (hero atau skin) dan antarmuka juga akan terjadi, namun itu hal yang wajar.
Teamfight Tactics versi mobile
Teamfight Tactics alias TFT pada awalnya dikembangkan karena para developer di Riot Games menyukai Auto Chess dan mereka ingin menciptakan game serupa dengan sentuhan mereka sendiri. Namun ternyata TFT meraih popularitas yang sangat besar, dan kini dijadikan sebuah mode permanen dalam League of Legends. Ke depannya, Riot Games akan terus memberi update yang disebut seasonal set, di mana sejumlah hero, item, dan elemen gameplay lainnya akan dirotasi setiap beberapa bulan sekali.
Pengumuman besar lainnya adalah perilisan TFT sebagai game terpisah untuk platform mobile. Menurut Riot, proyek ini diluncurkan karena tingginya permintaan penggemar. TFT versi mobile akan meluncur untuk Android dan iOS pada tahun 2020, didahului dengan versi beta pada bulan Desember 2019 nanti.
Competitive card game, Legends of Runeterra
Satu lagi judul yang sudah lama menjadi gosip di komunitas League of Legends, adalah Legends of Runeterra. Banyak spekulasi mengenai apa sebenarnya game ini, rumor yang paling kuat adalah bahwa Legends of Runeterra merupakan sebuah MMORPG. Tapi rupanya spekulasi itu salah. Legends of Runeterra adalah game kartu kompetitif dengan latar belakang dunia League of Legends yang disebut Runeterra.
Legends of Runeterra mengambil inspirasi dari berbagai daerah di dunia Runeterra, seperti Demacia, Noxus, Zaun, Shadow Isles, dan lain-lain. Jadi Anda akan menemui hero ataupun elemen-elemen gameplay lain yang berhubungan dengan daerah tersebut. Menariknya, Riot berkata bahwa Anda tidak perlu membayar untuk membuka pack berisi kartu acak dalam game ini, tidak seperti card game kebanyakan.
Fighting game, Project L
Fighting game yang satu ini sudah diungkap oleh Tom Cannon dalam acara EVO 2019 lalu, tapi baru sekarang kita bisa melihat penampakan resminya. Untuk sementara Riot belum memberi judul final, jadi fighting game ini dikenal dengan nama Project L saja.
Riot mengembangkan Project L setelah mereka mengakuisisi Radiant Entertainment, perusahaan yang merupakan developer dari fighting game Rising Thunder. Tom Cannon, selain merupakan salah satu founder EVO, juga merupakan founder Radiant Entertainment. Melalui kicauan di Twitter, Cannon berkata bahwa game ini masih jauh dari rilis, bahkan belum bisa disebut veri alpha, jadi kita masih akan menunggu lama.
Seri animasi, Arcane
Satu lagi produk baru yang diumumkan oleh Riot Games adalah serial animasi berjudul Arcane. Serial ini dibuat dengan target pasar penggemar League of Legends dari usia remaja hingga dewasa, dan akan mengambil inspirasi dari lore League of Legends yang sudah ada selama ini. Akan tetapi belum jelas seperti apa cerita pastinya.
Riot mengembangkan Arcane bersama studio Fortiche Productions, yaitu studio yang juga menangani pembuatan video klip musik K/DA. Mereka juga yang menciptakan trailer untuk Worlds 2018, trailer untuk game Agents of Mayhem, dan banyak lagi. Arcane akan tayang melalui platform streaming, namun belum ada pengumuman pasti platform apa yang dimaksud.
Project A dan Project F yang misterius
Masih ada dua produk lagi yang diungkap oleh Riot Games, namun info untuk keduanya masih cukup minim. Pertama yaitu Project A, sebuah game bergenre tactical shooter kompetitif. Game ini memiliki latar dunia yang lebih realistis, jadi tampaknya tidak akan begitu berhubungan dengan League of Legends. Dengan karakter-karakter yang memiliki kemampuan khusus, bisa dibayangkan bahwa Project A akan menjadi saingan Overwatch.
Kedua yaitu Project F, game yang hanya diungkap sekilas dalam siaran streaming Riot Pls. Menurut laporan Polygon, Riot mendeskripsikan game ini sebagai “proyek yang mengeksplorasi kemungkinan bertualang di dunia Runeterra bersama teman-teman”. Jadi tampaknya Riot ingin menciptakan RPG online, mungkin dengan gaya serupa Diablo. Tapi belum ada info lebih lanjut.
Demikian rentetan pengumuman menarik dari Riot Games dalam perayaan ulang tahun kesepuluh League Legends. Bila semuanya benar-benar terwujud, maka League of Legends akan menjadi IP yang sangat besar, dan bisa menarik penggemar dari pasar genre selain MOBA.
Tentu saja mereka harus menghadapi saingan berat dari judul yang sudah ada, Hearthstone dan Street Fighter misalnya. Valve sudah pernah mencoba ekspansi serupa dengan game Artifact, tapi kita tahu bahwa hasilnya tidak memuaskan. Apakah Riot Games bisa meraih hasil yang lebih baik, atau hanya akan mengulang kesalahan serupa? Kita tunggu saja tanggal mainnya.
Tencent baru mengumumkan laporan keuangannya. Pada Q2 2019, total pendapatan konglomerat asal Tiongkok itu mencapai 88,8 miliar yuan atau sekitar Rp180,4 triliun. Sebagai konglomerasi internasional, Tencent memiliki banyak divisi yang bergerak di bidang yang berbeda-beda, salah satunya game.
Sejauh ini, menurut Esports Observer, Tencent telah menghabiskan dana hingga US$2 miliar di industri esports. Selain itu mereka, juga berusaha untuk mengembangkan game-game esports, seperti game MOBA Arena of Valor. Mereka juga menjadi penerbit dari PUBG Mobile. Total pendapatan game online yang mereka dapatkan mencapai 27,3 miliar yuan, naik 8 persen dari tahun lalu. Kontribusi terbesar berasal dari game mobile, yang pendapatannya mencapai 22,2 miliar yuan.
Sementara pendapatan dari game PC justru mengalami penurunan 9 persen menjadi 11,7 miliar yuan (sekitar Rp23,76 triliun). Tampaknya, penghasilan dari game PC menurun karena pemerintah Tiongkok sempat membekukan perizinan peluncuran game-game baru. Larangan itu mulai berlaku sejak Maret 2018 dan baru dihapus pada April lalu.
Meskipun pemerintah telah kembali mengizinkan peluncuran game baru, peraturan terkait game yang boleh diluncurkan menjadi semakin ketat. Misalnya, game judi seperti poker tak lagi boleh diluncurkan. Padahal, game itu adalah salah satu favorit developer karena mudah dibuat dan bisa memberikan untung yang besar. Game lain yang tak boleh diluncurkan adalah game dengan latar belakang masa imperial. Game yang menunjukkan darah dan mayat juga dilarang.
Inilah alasan mengapa Tencent meluncurkan versi adaptasi dari PUBG di Tiongkok, yang dinamai Game for Peace. Tencent sempat meluncurkan PUBG di negara asalnya. Hanya saja, mereka dilarang untuk memonetisasi game itu. Setelah menunggu izin dari pemerintah selama satu tahun, Tencent memutuskan untuk menarik PUBG dan menggantinya dengan Game for Peace, yang memiliki gameplay sama persis seperti game battle royale itu meski ada detail yang mungkin terlihat agak aneh. Misalnya, setelah Anda membunuh seseorang, dia akan melambaikan tangan sebelum berlari pergi.
Setelah larangan untuk meluncurkan game baru dicabut pada April, Tencent merilis 10 game baru pada Q2 2019, satu game lebih banyak jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Menurut VentureBeat, game-game baru itu belum memberikan kontribusi pada pendapatan total Tencent karena kebanyakan masyarakat Tiongkok senang untuk bermain game gratis dengan item yang bisa dibeli. Itu artinya, tidak peduli berapa banyak orang yang memainkan game-game baru Tencent, mereka tidak akan mendapatkan uang saat itu juga. Sebagai gantinya, Tencent akan mendapatkan uang ketika pemain mulai membeli itemyang dijual.
“Pendapatan dari game smarpthone naik 5 persen dari kuartal sebelumnya, seiring dengan semakin banyaknya game yang kami luncurkan setelah lisensi izin monetisasi dibuka kembali, mengimbangi kuartal yang biasanya lemah,” tulis Tencent dalam laporan keuangannya. Salah satu game yang Tencent luncurkan dengan sukses adalah Teamfight Tactics, game autochess yang merupakan spinoff dari League of Legends.
“Pendapatan dari League of Legends naik jika dibandingkan tahun lalu, berkat skin karakter bertema esports yang populer,” tulis Tencent. “Pada Juni, League of Legends juga memperkenalkan mode baru, Teamfight Tactics, memberikan kontribusi pada pertumbuhan pengguna harian dan lama waktu bermain. Teamfight Tactics telah menjadi pemimpin dalam kategori autochess yang masih baru.”
Game lain yang Tencent bahas adalah Peacekeeper Elite. Meskipun game itu baru diluncurkan pada Mei lalu, game itu telah memiliki lebih dari 50 juta pengguna harian. Untuk memonetisasi game tersebut, Tencent menjual season pass. Cepatnya game Tencent mendapatkan 50 juta pengguna harian menunjukkan bagaimana konglomerasi itu mendominasi pasar Tiongkok.