Tag Archives: Techstars

Techstars Hub71 Accelerator akan berlangsung di Abu Dhabi pada Januari 2020, mengunjungi beberapa negara Asia untuk mempromosikan program akselerasi

Techstars Bawa Program Akselerasi ke Asia

Pekan lalu, DailySocial menghelat sesi Meet & Greet yang dipimpin akselerator global asal Amerika Serikat, Techstars. Kedatangan Techstars ke Indonesia merupakan bagian dari tur pengenalan program akselerasi yang bakal berlangsung di Abu Dhabi pada Januari 2020 mendatang.

Techstars sendiri adalah akselerator startup tahap awal (seed) yang berbasis Boulder, Colorado, Amerika Serikat. Techstars telah beroperasi di 16 negara dengan total venture capital market cap mencapai $65,7 miliar.

Saat ini, Techstars telah mengakselerasi dan mendanai sebanyak 2.400 perusahaan yang tersebar di 170 negara. SendGrid, DigitalOcean, Sphero, dan ClassPass adalah sejumlah startup yang sukses mengikuti program ini. DigitalOcean malah menjadi startup dengan total penerimaan pendanaan tertinggi, $123 juta, yang pernah dibina Techstars.

Selain startup, Techstars juga berkolaborasi dengan sejumlah perusahaan berskala besar untuk menjalankan corporate innovation lewat sejumlah program, seperti program akselerasi dan innovation bootcamp. Beberapa di antaranya adalah Ford, IBM, Verizon, dan SAP.

Techstars Hub71 Accelerator

Baru-baru ini, Techstars melawat ke sejumlah kota di Asia dalam rangka memperluas cakupan akselerasinya yang selama ini terpusat di Amerika Serikat.

Managing Director Techstars Hub71 Accelerator Vijay Tirathrai mengungkap, ia membawa misi untuk bertemu dengan para founder dan ekosistem startup, tak terkecuali di Indonesia. Tujuannya tak lain untuk membantu industri startup di Asia agar dapat berkembang.

Di Indonesia, Techstars baru masuk melalui program Startup Weekend yang berbasis di Jakarta. Tirathrai menyebutkan Techstars telah menghelat 4.000 event Startup Weekend dalam setahun di seluruh dunia.

“Startup di sektor teknologi sangat berbeda dan sulit menjalankannya. Bahkan kami telah melihat 200 perusahaan exit. Selama ini kita sering dengar kisah sukses startup, seperti Gojek. Tetapi kita jarang mendengar kisah [startup] yang gagal. Kami beruntung 90 persen perusahaan [yang kami akselerasi] bertumbuh,” tuturnya di kantor DailySocial, Kamis (5/9).

Untuk menggelar program akselerasi ini, Techstars berkolaborasi dengan global hub Hub71 dan perusahaan investasi Mubadala Investment Company berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab.

Pendaftaran aplikasi sudah dibuka sejak hari ini dengan batas waktu hingga 13 Oktober 2019. Adapun program akselerasi dimulai pada Januari 2020 dan Demo Day pada 13 April 2020.

Techstars

“Kami tidak mencari startup yang memiliki pendapatan Rp1 miliar sebelum datang dan berbicara dengan kami. Kami mencari tim [startup] yang cerdas,” ujarnya.

Tirathrai menjelaskan ketentuan dan kritera yang dicari pada Mentorship Driven Accelerator Program ini. Pertama, ada sepuluh startup yang dipilih yang akan menerima pendanaan hingga $120 ribu (setara Rp1,68 miliar) dan menjalani bootcamp selama tiga bulan.

Selama tiga bulan ini, startup terpilih akan mengikuti program mentor engagement and feedback, execution and rapid iteration, dan preparation fundraising and demo day.

Sementara untuk kriteria lainnya, startup setidaknya memiliki tim 2 sampai lebih dari 20 orang dan idealnya memiliki Chief Technology Officer (CTO). Startup yang dicari berada di tahap pra-seed, seed, dan seri A ke atas yang sudah memiliki pre-product dan pre-revenue hingga yang sudah mengantongi jutaan dolar pendapatan.

“Kriteria ini sebetulnya tak wajib, hanya preferensi. [..] Saya pikir startup perlu skill set teknologi untuk bisa membangun teknologi. Ada case [di Techstars] yang berhasil tanpa CTO. Tetapi punya CTO itu krusial. Untuk kesuksesan jangka panjang, startup harus punya sosok yang memilki engineering skill,” jelasnya.

Sektor yang dicari pun terbuka untuk berbagai jenis, mulai dari ICT & semikonduktor, real estate & infrastruktur, manufaktur, petroleum, energi terbarukan, metal dan mining dengan fokus pada solusi teknologi AI/digital interface, AR/VR mixed, blockchain, cybersecurity, Internet of Things (IoT), teknologi pembayaran, dan robotic.

Untuk menunjang program akselerasi ini, lebih dari 10.000 mentor di seluruh dunia bergabung dengan Techstars. Tirathrai berujar bahwa pihaknya mencari sosok yang memiliki skill set dan pengetahuan. Tak kalah penting, mentor harus memiliki semangat berbagi dan mau meluangkan waktu.

“Kriteria lain yang perlu dimiliki mentor adalah sebuah mindset dan kultur untuk mau berbagi pengetahuan dan waktu tanpa meminta imbal balik,” ujarnya.

Techstars, startup akselerator Amerika Serikat, dan Kumpul, platform komunitas dan coworking space, bakal menggelar Startup Weekend Indonesia 2019

Techstars dan Coworking Space “Kumpul” Kembali Gelar Startup Weekend Indonesia 2019

Techstars, startup akselerator dari Amerika Serikat, bersama dengan Kumpul, platform komunitas dan coworking space, kembali menggelar Startup Weekend Indonesia 2019. Diharapkan perhelatan yang sudah memasuki tahun kelima di Indonesia ini dapat menjaring lebih banyak orang baru yang sekadar ingin mendalami soal startup.

Dalam konferensi pers yang digelar hari ini, Program Startup untuk Manajer Regional APAC Techstars Lalitha Wamel menjelaskan kehadiran program ini bertujuan untuk menjawab tantangan di industri. Terlebih, dari data yang ia kutip, Indonesia adalah negara keempat terbesar dalam hal pertumbuhan startup di dunia, setelah Inggris, India, dan Amerika Serikat.

Di samping itu, sebanyak 80% perusahaan pemula di Indonesia gagal pada tahun pertama karena persiapan buruk dari sudut pandang manajemen dan keuangan. “Hanya ada 1,56% technopreneur dari total populasi Indonesia dibandingkan dengan Singapura yang memiliki 7%,” katanya, Jumat (1/3).

Startup Weekend Indonesia, sambungnya, didukung Google for Startups untuk materi kurikulum bagi para peserta selama program tiga hari tersebut. Materi yang disiapkan ini telah disesuaikan dan teruji dalam mempercepat proses pengembangan startup, dari membentuk tim, brainstorming ide, validasi, hingga membuat MVP.

Co-Founder dan CEO Kumpul Faye Alund menambahkan, bergabungnya Kumpul dalam Startup Weekend Indonesia ini diharapkan dapat menjaring lebih banyak orang dari berbagai kalangan untuk bergabung dan mencoba bagaimana mendirikan startup. Oleh karena itu, untuk menjadi peserta tidak ada batasan umur, apalagi profesi. Semua bisa bergabung.

Faye bilang, di tahun ini ditargetkan pihaknya akan menyelenggarakan 48 kegiatan. Setiap kegiatan diharapkan akan berisi 50-100 orang dan membentuk maksimal 15 tim.

Pada hari pertama, setiap peserta akan berkenalan dengan satu sama lain dan pitching memberikan ide. Esok harinya, peserta bakal diajarkan soal design thinking, membangun bisnis, dan mencari data. Hari terakhir akan membahas bagaimana membuat prototype (MVP) yang akan dipakai untuk pitching di depan juri.

“Ini bisa buat ajang coba-coba, bisa jadi lanjut [buat startup] atau tidak. Itu terserah masing-masing. Makanya kami tidak buat batasan apapun untuk jadi peserta,” kata Faye.

Apabila pasca Startup Weekend ada yang tertarik untuk melanjutkan, maka akan diarahkan untuk mengikuti program pendukung yang lain. Program Startup Weekend Indonesia akan dimulai pada April 2019 mendatang di Jakarta. Kota lainnya yang akan segera menyusul adalah Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, dan Bali.

Beberapa lulusan Startup Weekend Indonesia adalah Gringgo dan TaniHub. Co-Founder TaniHub Michael Jovan mengatakan perusahaan berdiri setelah dirinya bertemu dengan lima co-founder lainnya lewat Startup Weekend Indonesia di 2015. Hingga kini TaniHub telah berkembang dengan 124 orang di seluruh Indonesia.

“Di Startup Weekend Indonesia jadi ajang untuk bertemu dengan siapapun. Saya bertemu dengan co-founder TaniHub dan sesuai visi misinya sampai akhirnya TaniHub berdiri sampai sekarang,” katanya.

Lima Cara Mendapatkan Mentoring dan Pendanaan dari Venture Capital di Silicon Valley

Silicon Valley hingga kini masih menjadi pusat pertumbuhan startup baru serta berkumpulnya para venture capital (VC) terbaik di Amerika Serikat. Meskipun saat ini sudah mulai banyak bermunculan VC dari mancanegara seperti Jepang, Belanda hingga Tiongkok, namun VC dari kawasan Silicon Valley masih menjadi tujuan utama semua startup secara global, termasuk Indonesia.

Permasalahannya adalah kebanyakan VC yang berasal dari Sillicon Valley hanya akan berinvestasi kepada startup yang memang berada disekitar kawasan tersebut. Hal tersebut tentunya menyulitkan startup di luar kawasan Siliocn Valley untuk menjangkau.

Cara paling efektif tentunya adalah dengan memindahkan lokasi startup Anda ke Silicon Valley, namun jika saat ini startup Anda belum memiliki dana yang cukup untuk melakukan cara tersebut, mungkin akan sangat berat untuk beranjak ke sana. Namun artikel berikut ini akan membantu Anda mencari cara terbaik untuk bisa mendapatkan mentoring hingga pendanaan dari VC di Silicon Valley.

Mengikuti program akselerasi/inkubator dengan mentor dari Silicon Valley

Salah satu kegiatan paling terjangkau tanpa harus langsung ke Silicon valley adalah dengan mengikuti kegiatan akselerator atau inkubator yang melibatkan mentor dari Silicon Valley di tanah air. Sudah banyak kegiatan yang bisa dipilih dan saat ini tersedia, di antaranya adalah Founder Institute, TechStars and Y Combinator. Kegiatan ini menyediakan pelatihan terbaik untuk startup, sekaligus memberikan peluang kepada Anda untuk bertemu langsung kepada investor terkait.

Mengahadiri konferensi teknologi di Silicon Valley

Saat ini sudah banyak acara teknologi, mulai dari eksibisi, konferensi hingga pertemuan kelas dunia yang digelar di Silicon Valley. Jika Anda berniat untuk berkenalan dengan VC dan penggiat startup yang berlokasi di kawasan tersebut, cara yang satu ini bisa dilakukan. Pilihlah konferensi atau acara yang paling sesuai, gunakan kesempatan tersebut untuk membuka jaringan, promosi sekaligus mendapatkan informasi agar bisa mendapatkan mentoring dan pendanaan dari VC di Silicon Valley.

Membuat video promosi yang menarik

Kebanyakan VC di Silicon Valley lebih tertarik untuk memberikan investasi kepada startup yang telah mengalami pertumbuhan yang baik. Dalam hal ini lebih kepada startup yang telah lama menjalankan bisnis. VC pada umumnya enggan untuk memberikan investasi kepada startup baru yang masih belum memiliki cukup pengalaman. Cara paling efektif yang bisa dilakukan adalah jangan terlalu memfokuskan kepada pendanaan, namun cara cari untuk Anda bisa mendapatkan konsultasi atau mentoring dari mereka.

Untuk itu buatlah video promosi atau perkenalan yang menarik dan temukan angel investor di Silicon Valley yang sesuai dengan startup Anda. Sampaikan video tersebut kepada mereka, dan jika mereka bersedia, cobalah kesempatan untuk mendapatkan mentoring terlebih dahulu, sebelum penggalangan dana dilancarkan.

Memperluas jaringan dengan angel investor dan entrepreneur

Jika Anda masih kesulitan untuk melakukan pertemuan dengan VC yang besar dan ternama di Silicon Valley, mulailah untuk melakukan pendekatan dengan angel investor hingga penggiat startup yang ada di Silicon Valley. Ciptakan relasi yang baik dan utarakan dengan jelas tujuan Anda kepada mereka, jika kesempatan terbuka untuk Anda, relasi atau kenalan yang sebelumnya sudah pernah bertemu dengan VC besar di Silicon valley, bisa membantu untuk mempertemukan Anda dengan mereka. Untuk itu binalah hubungan baik dengan para entrepreneur tersebut.

Membuka kantor cabang di Silicon Valley

Cara lain yang bisa dilakukan agar startup Anda bisa dikenal oleh VC di Silicon Valley, dengan memindahkan kegiatan pemasaran dan operasional ke kawasan tersebut. Tempatkan tim kecil di Silicon Valley, yang bertugas untuk melakukan kegiatan networking hingga pemasaran, sementara jalankan kantor Anda di negara tanah air seperti biasa. Untuk bisa melakukan rencana ini tentunya memiliki biaya yang cukup besar. Untuk itu sebelum Anda mulai melakukan kegiatan tersebut, pastikan startup memiliki cukup dana untuk menjalankan operasional di dua negara sekaligus.

Bagaimana Founder Menyikapi Keragaman dalam Kultur Startup

Sebuah lembaga riset independen Lawless Research baru saja merilis sebuah laporan berjudul “Tech Startups: Diversity & Inclusion”. Melibatkan sekurangnya 700 founder startup sebagai responden, laporan ini banyak mengemukakan fakta unik seputar pendekatan kepemimpinan. Salah satu yang cukup disorot adalah kultur keragaman dalam sebuah habit kepemimpinan. Rata-rata para founder setuju bahwa keragaman penting ditumbuhkan dalam lingkungan tim.

Keragaman yang dimaksud di sini adalah keragaman dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan, termasuk di dalamnya keragaman gender, keahlian, latar belakang hingga passion. Dalam ekonomi global yang kompetitif ini diyakini bahwa keragaman tersebut menjadi elemen kunci untuk menghasilkan berbagai macam terobosan baru. Riset ini akan turut mengemukakan bahwa keragaman yang semakin tinggi akan mengantarkan bisnis pada pendapatan yang lebih tinggi, termasuk pencapaian pangsa pasar yang lebih besar, dan yang paling penting retensi karyawan akan menjadi lebih baik.

Hasil penelitian terkait dengan kultur keragaman di startup / Lawless Research
Hasil penelitian terkait dengan kultur keragaman di startup / Lawless Research

Pertanyaan selanjutnya tentu mengerucut pada tujuan yang diharapkan dari keragaman tersebut. Dan masih tentang keyakinan mayoritas para founder yang menjadi responden dalam survei. Pada dasarnya sebagian besar meyakini bahwa keragaman di sebuah tim bisnis akan cenderung memberikan dampak positif ke dalam alur usaha. Namun secara lebih spesifik yang banyak diyakini dan diharapkan dari sebuah keragaman dalam tubuh bisnis adalah munculnya ide kreatif dan inovasi berkat pemikiran dan sudut pandang yang beragam. Millennials dihadapkan pada sebuah era disruption. Penemuan atau pendekatan baru banyak diupayakan untuk menggantikan model tradisional yang sudah berjalan mapan. Dan untuk mewujudkannya inovasi menjadi proses kunci di dalamnya.

Temuan menarik yang ada dalam riset justru hal yang kaitannya dengan peningkatan nilai finansial memiliki persentase yang cukup kecil. Sedangkan strategi penyelesaian masalah menjadi salah satu prioritas yang ingin dicapai. Ini turut mengindikasikan bagaimana pola pikir pemimpin di lanskap startup dalam mengalihkan prioritas. Bisa disimpulkan secara sederhana, kesempurnaan produk atau layanan menjadi fokus di ranking teratas.

Apa yang diharapkan dari sebuah keragaman dalam kultur startup / Lawless Research
Apa yang diharapkan dari sebuah keragaman dalam kultur startup / Lawless Research

Membahas tentang sumber daya manusia (SDM), laporan tersebut turut menyinggung tentang bagaimana seorang founder menghadapi “unconscious bias”, sebuah bias yang disebabkan karena seorang individu yang secara implisit banyak membawa dampak merugikan kepada anggota tim. Sebanyak 92 persen dari para responden mengaku akrab dengan keadaan itu, namun hanya 43 persen yang mengaku mengupayakan untuk mereduksi bias tersebut. Cara paling umum yang ditempuh untuk mengurangi bias adalah melakukan diskusi informal mengenai topik tersebut dan melakukan audit dalam kriteria dan proses perekrutan, termasuk beberapa melakukan training terpadu.

Upaya-upaya yang digalakkan untuk menelurkan keragaman kultur startup / Lawless Research
Upaya-upaya yang digalakkan untuk menelurkan keragaman kultur startup / Lawless Research

Beberapa founder juga melakukan tindakan strategis dari dini untuk membentuk sebuah keragaman di dalam kultur kerja startup masing-masing. Umumnya ada tiga hal yang ditekankan untuk meningkatkan keragaman tersebut, yakni melalui proses seleksi, proses pelatihan dan penawaran benefit bagi si pekerja. Startup yang memiliki keragaman lebih pada tim teknis lebih banyak membakukan policy proses perekrutan, termasuk wawancara.

Untuk membentuk keanekaragaman (terutama dari sisi kepemimpinan), umumnya diadakan pelatihan khusus pengembangan profesi dan juga program mentoring yang memfokuskan pada penanaman prinsip-prinsip kepemimpinan.

Empat Kesalahan Saat Melakukan Kegiatan Pemasaran Startup

Ada banyak hal yang harus disiapkan saat merintis perusahaan, mulai dari tim yang solid, produk yang dikembangkan, hingga peluang yang masih dalam tahap negosiasi. Di samping itu, hal yang tak kalah penting adalah bagaimana Anda melancarkan strategi pemasaran untuk bisa mempromosikan produk kepada konsumen. Artikel ini akan mengupas mengenai empat kesalahan yang kerap terjadi saat pemasaran startup dan bagaimana meminimalisir kerugiannya seperti yang ditulis oleh Marketing Advisor Techstars Accelerator dan Co-Founder No CMO Moran Barnea.

Tidak memiliki dana tetap untuk pemasaran

Kesalahan pertama yang kerap dilakukan oleh startup saat hendak melancarkan kegiatan promosi atau kampanye pemasaran adalah tidak adanya dana atau biaya pemasaran yang tetap. Sebelum pemasaran dilancarkan, idealnya sudah ada dana yang cukup untuk bisa melakukan kegiatan promosi, apakah itu untuk pembuatan konten pemasaraan yang menarik, mengembangkan blog, atau lainnya. Search engine optimization (SEO) bisa menjadi alat yang paling ampuh untuk startup dalam melakukan pemasaran secara online. Namun satu hal yang perlu diingat, biasanya kegiatan SEO ini membutuhkan dana yang stabil setiap bulannya.

Tidak mencermati aktivitas kompetitor

Kesalahan kedua yakni tidak mencermati dan memperhatikan kegiatan dan aktivitas pemasaran dari kompetitor. Menjadi hal yang penting untuk selalu melihat strategi dan langkah yang diambil oleh pesaing agar bisa menentukan cara yang tepat untuk bersaing dengan sehat. Jika Anda merasa produk yang dibuat tidak memiliki pesaing, itu akan menyulitkan Anda untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat.

Tidak memiliki tracking tools yang sesuai

Google Analytics adalah salah satu tool yang paling banyak dipilih oleh perusahaan untuk melihat kinerja pemasaran perusahaan secara online karena bisa digunakan secara mudah dan gratis. Jika saat ini Anda belum memanfaatkan Google Analytics secara menyeluruh, sebaiknya mulai dari sekarang agar traffic dari situs perusahaan dan akun media sosial dapat dicermati dengan detil. Selain Google Analytics, ada juga tool lainnya yang bisa digunakan seperti PIWIK, Clicky, atau Mixpanel.

Tidak membidik target pasar dengan benar

Kesalahan terakhir yang kerap dilakukan adalah tidak membidik target pasar dengan benar. Bila produk yang anda tawarkan adalah sebuah sensor bayi yang dijual secara langsung melalui situs Anda, kampanye pemasaran di Linkedin bukanlah cara yang bagus untuk membidik target pasar Anda.

Lain ceritanya bila Anda adalah startup B2B yang bergerak di bidang keamanan siber. Chief Information Officer (CIO) dan Chief of Information Security Officer (CISO) dari perusahaan teknologi ternama adalah target pasar bisnis Anda. Coba hadiri kegiatan seminar untuk bertemu dengan mereka, terbitkan sesuatu di blog atau koran yang mereka baca, kemudian target ulang mereka kembali melalui Linkedin. Jika target pasar Anda adalah kalangan millenial, coba kerahkan semua kegiatan promosi dan pemasaran Anda melalui media sosial secara intens.

Pada akhirnya, sebagai founder, Anda harus bisa merencanakan kampanye pemasaran di mana target pasar Anda berada agar uang dan waktu yang dialokasikan tidak sia-sia.

Layanan Tanya Jawab Berbasis Audio Pundit Melenggang ke Program Disney Accelerator

CEO Pundit Billy Shaw Susanto / Dok. Pribadi Billy

Billy Shaw Susanto berhasil membawa startup-nya, layanan tanya jawab (Ask Me Anything) berbasis audio Pundit menjadi satu dari sepuluh startup dunia yang terpilih dalam Disney Accelerator, sebuah program akselerasi startup bergengsi dunia yang dimotori oleh Disney dan salah satu startup accelerator terbaik dunia Techstars. Selama 3 bulan, Billy akan berkesempatan mendapatkan mentor untuk pengembangan startup-nya dari tokoh-tokoh trnama perusahaan sukses dunia, termasuk Chairman and CEO The Walt Disney Company Robert A. Iger.

Continue reading Layanan Tanya Jawab Berbasis Audio Pundit Melenggang ke Program Disney Accelerator