Tag Archives: Teddy Tjandra

RealVantage Mulai Kenalkan Platform “Co-Investing” Real Estat di Indonesia

RealVantage, platform co-investing real estat atau properti berbasis di Singapura berniat matangkan bisnisnya di Indonesia. Realisasinya mereka telah tunjuk Dr Teddy Tjandra sebagai Country Managing Director Indonesia. Kantor representatif pun didirikan untuk menunjang aktivitas pengembangan bisnis, pemasaran, dan operasional.

DailySocial berkesempatan berbincang dengan Teddy untuk mengetahui lebih detail mengenai apa yang tengah mereka persiapkan di pasar Indonesia. Teddy sebelumnya dikenal sebagai founder platform edtech Sukawu. Sukawu sendiri masih beroperasi sampai saat ini sebagai proyek sosial.

Teddy Tjandra
Country Managing Director Indonesia RealVantage, Dr Teddy Tjandra

Model bisnis

Mengawali perbincangan, Teddy banyak menjelaskan tentang model bisnis RealVantage. Ia mengumpamakan perusahaannya tersebut layaknya sebuah Private Equity, hanya saja berinvestasi pada real estat seperti gedung, hotel, bangunan komersial atau residensial yang menghasilkan pendapatan sewa. RealVantage juga memungkinkan investor individu untuk turut andil dalam pengembangan proyek properti.

Sejauh ini, proyek properti yang ditawarkan berada di Australia, Amerika Serikat, dan Inggris. Tapi hadirnya Teddy dan tim tidak menutup kemungkinan untuk mengeksplorasi peluang kerja sama dengan pengembang real estat di Indonesia.

“Biasanya kalau investasi di properti kita sebagai investor pada umumnya beli satu unit apartemen [keseluruhan]. Tapi kalau unit tersebut bentuknya gedung atau hotel, maka nilainya sudah tidak terjangkau untuk perorangan. RealVantage menjembatani kesenjangan tersebut, dengan mencarikan properti yang bernilai, dengan biaya akuisisi rendah, dan menghasilkan pemasukan reguler; untuk dipaketkan pada kalangan investor individu dengan modal investasi yang cukup rendah dan terjangkau, misalkan minimal SGD10 ribu atau sekitar 100 juta Rupiah per unit saham,” terang Teddy.

Kalangan individu yang dimaksud adalah High Networth Individual (HNW) atau Accredited Investor (AI) yaitu Investor Terakredisasi yang mempunyai nilai asset yang besar. Sesuai regulasi di Singapura, biasanya kalangan tersebut setidaknya memiliki satu dari tiga kriteria berikut: (1) memiliki pemasukan SGD300 ribu per tahun, (2) memiliki net financial asset minimal SGD1 juta, atau (3) memiliki net personal asset termasuk properti dan sebagainya minimal SGD2 juta.

Kriteria tersebut yang juga turut membedakan konsep co-investing RealVantage dengan model equity crowdfunding. Di Indonesia, platform seperti CrowdDana tawarkan model equity crowdfunding agar masyarakat luas dapat gotong-royong membiayai sebuah properti — namun dengan nilai investasi dan proyek yang jauh lebih kecil.

“Konsepnya hampir mirip [dengan equity crowdfunding], investor akan menjadi shareholder. Hanya saja untuk co-investing, setiap peluang investasi real estate yang ditawarkan oleh RealVantage akan dibuatkan sebuah Special Purpose Vehicle (SPV) yang berbentuk persoraan terbatas dan terdaftar di otoritas Singapura dan semua dana dikumpulkan dalam escrow bank account di Singapura. RealVantage akan mengelola dana serta aset properti yang telah diakuisisi bersama partner lokal yang ditunjuk,” ujar Teddy.

Teddy turut menjelaskan, properti dipilih karena menjanjikan imbal hasil yang lebih baik dibandingkan instrumen investasi lainnya, khususnya jika berbicara long-term investment. “RealVantage juga memungkinkan investor melakukan diversifikasi portofolio atau portfolio diversification dengan jenis aset yang bersifat secured dan berbasis properti. Jadi kalau dia punya 3 miliar Rupiah, bisa diinvestasikan ke beberapa proyek properti dengan return yang menarik dibanding deposito atau term deposit. Kami akan bantu lakukan end-to-end process mulai dari due diligencefinancial projection sampai manajemen aset dengan mekanisme teknologi [berbasis AI] sehingga membuat semua prosesnya transparan dan mulus,” ujarnya.

Setiap investor individu yang terlibat, namanya tercatat di pusat registrasi Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) yang dapat diakses secara publik. Proses pencatatan dan pengelolaan dokumen untuk setiap investor dieksekusi secara digital, sehingga memungkinkan diakses dari mana pun – termasuk proses transaksinya dari transfer dana sampai dengan laporan untuk investor. Investor juga akan mendapatkan pembaruan informasi terkait perkembangan aset dan investasinya minimal setiap 3 bulan sekali, termasuk mendapatkan bagi hasil deviden dalam rentang waktu yang sama.

“RealVantage mengakuisisi satu building penuh, kemudian membuat atau meningkatkan value added di dalamnya. Imbal hasil yang didapat biasanya maksimal di rentang 3-5 tahun. Keuntungannya juga bisa didapat dari biaya rental yang rata-rata ada kenaikan 3-5% setiap tahunnya dan kenaikan price appreciation dari properti tersebut. Investor juga bisa exit dengan dijualkan propertinya setelah masa investasi berakhir” imbuh Teddy.

Perkembangannya di Indonesia

Di Jakarta, Teddy memimpin tim business development dan marketing. Untuk saat ini, setiap referral yang berhasil dikonversi akan ditujukan langsung (transaksinya) ke tim di Singapura. Target utamanya tahun ini adalah membangun operasional dan membuka pasar di Indonesia.

“Dalam beberapa bulan, kami bakal mengeksplorasi lebih dalam bisnis properti di Indonesia. Ke depan, kami juga berharap untuk mendapatkan lisensi OJK untuk mengoperasikan model bisnis di Indonesia [..] Kami juga terus mengembangkan kemitraan strategis dengan rekanan di bidang properti, termasuk dari sisi investor potensial,” ujar Teddy.

Gambar Header: Depositphotos.com

Sukawu Ingin Mudahkan Masyarakat untuk Dapatkan Pendidikan Non-Formal

Platform edukasi menjadi salah satu yang paling banyak dikembangkan startup lokal. Berbagai jenis layanan yang kian terfokus pada suatu hal kian hari kian bertambah. Belum lama ini juga santer muncul di permukaan startup edukasi (edutech) bernama Sukawu. Diinisiasi oleh Dr Teddy Tjandra (Founder dan CEO) seorang lulusan Doctor of Philosophy dari University of Oxford, Sukawu menghadirkan solusi untuk mempermudah masyarakat menemukan layanan kursus dalam pendidikan non-formal untuk berbagai keterampilan.

Startup yang masih berjalan dengan skema bootstrapping ini mencoba mengajak orang-orang untuk memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh tiap individu dengan cara memberikan inspirasi dan akses untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam hal pengembangan diri baik dari segi akademik, karier maupun keterampilan hidup (life skills).

Sejak Sukawu berdiri pada tahun 2015, berbagai fitur telah di rilis sampai saat ini. Salah satu yang menjadi fitur utamanya adalah online marketplace. Online marketplace tersebut memberikan akses kepada pengguna untuk mendapatkan informasi mengenai beragam pilihan kursus di segala bidang seperti kursus fotografi, media kreatif, seni dan desain, sampai bahasa, musik, memasak dan bahkan kelas vokal.

Selain itu, pengguna dapat melakukan pembelian kursus yang diminatinya secara instan, aman dan terpercaya melalui pembayaran online gateway yang didukung oleh berbagai bank di Indonesia. Di samping itu, Sukawu juga membantu lembaga penyedia kursus untuk dapat mencapai pelajar yang lebih luas dan menjangkau lokasi di seluruh Indonesia serta membangun reputasi dan visibilitas online mereka dengan cara lebih efisien.

Tak hanya itu, Sukawu juga memperluas layanan dengan program Continuous Training Programme (CTP) atau Program Pelatihan Berkelanjutan. Program ini diberikan untuk siswa, guru maupun orang tua melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, workshop dan seminar yang dilakukan di sekolah. Dengan program ini, Sukawu meyakini akan dapat memberikan wawasan dan informasi mengenai bakat, passion, keterampilan dan karakter anak yang melibatkan orang tua dan guru. Program ini diberikan oleh pakar profesional yang ahli di bidangnya seperti psikolog, konselor dan trainer.

“Kami akan terus melakukan inovasi mengembangkan platform Sukawu sebagai satu-satunya marketplace di Indonesia dengan fitur-fitur dan aplikasi mobile yang canggih untuk memudahkan pencarian dan pemesanan program kursus dan pelatihan serta produk dan layanan kami lainnya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Kami juga akan meluaskan program serta layanan dengan ekspansi di luar kota Jakarta dalam setahun ke depan,” ujar Teddy Tjandra.

Keyakinan Sukawu terhadap ekosistem edutech di Indonesia

Nama “Sukawu” ini berasal dari dua kata yaitu “Suka” dan “Wujudkan” karena Teddy percaya bahwa setiap orang perlu mengeksplorasi bakat minat sedini mungkin dan mencari apa yang kita sukai untuk mewujudkan impian masing-masing. Semangat tersebut juga yang menjadi keyakinan Sukawu terhadap ekosistem startup edutech di Indonesia.

“Saya rasa ekosistem edutech di Indonesia masih dalam tahap perkembangan awal. Sudah ada beberapa startup yang menyediakan platform yang memfasilitasi metode pembelajaran secara online dengan konten yang tentunya memudahkan murid untuk mengakses informasi dengan mudah di mana pun mereka berada. Akan tetapi, untuk menyikapi era globalisasi yang terus berkembang, masih banyak hal yang harus dikembangkan agar Indonesia terus maju dan siap bersaing dengan negara asing terutama Asia,” ungkap Teddy.

Bagi Sukawu ini adalah saatnya untuk merangkul dan menerapkan teknologi modern di sektor pendidikan Indonesia dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi. Namun itu akan sia-sia jika tidak didukung oleh infrastruktur jaringan internet yang maksimal di seluruh Indonesia baik di kota kecil maupun kota besar. Sukawu berharap agar teknologi dan internet lebih dapat maksimal agar dapat menunjang pelaksanaan pendidikan secara online maupun offline.