Tag Archives: tekken 7 esports

Kolaborasi dengan Sulut Iron Fist, Hybrid Cup Hadir di Manado

Selama perjalanannya, Hybrid Cup berhasil menjadi salah satu brand kompetisi ternama di kalangan komunitas Fighting Game. Satu puncaknya adalah pada akhir pekan minggu lalu (8 Februari 2020), ketika gelaran Hybrid Cup Fighting Game Tournament berhasil membuat Hybrid Dojo jadi penuh sesak dan berhasil mencetak rekor jumlah peserta. Tidak berhenti sampai situ, Hybrid Cup kini juga mulai melebarkan sayap ke berbagai daerah lewat kerja sama dengan rekan komunitas lokal.

Setelah hadir di komunitas Surabaya lewat kerja sama dengan komunitas Drop the Cap, kali ini Hybrid Cup akan hadir di Sulawesi Utara, Kota Manado, lewat komunitas Sulut Iron Fist (SIF)! Gelaran SIF x Hybrid Cup menjadi turnamen pertama dari Hybrid yang hadir di luar pulau jawa, sekaligus menjadi penanda usaha Hybrid untuk mengembangkan komunitas Fighting Game di luar Jakarta.

Sumber: SIF Official Page
Sumber: SIF Official Page

Komunitas Sulut Iron Fist sendiri berdiri sejak 28 Januari 2018 lalu. Mengawali perjalanan dengan nama Tekken Center Sulut, komunitas ini hadir untuk memajukkan skena Tekken 7, terutama untuk daerah Sulawesi Utara dan sekitarnya.

“Dulu kita terbentuk karena sering main Tekken bareng aja. Terus akhirnya muncul inisiatif untuk membuat komunitas karena kita punya hobi yang sama. Awalnya ini berjalan hanya untuk have fun saja. Mulai 208 kita mulai lebih aktif dan serius di komunitas ini, sampai akhirnya berubah nama menjadi Sulut Iron Fist di pertengahan tahun 2019.” Cerita Vincentius Vinky Fransiscus Ong Ketua Komunitas Sulut Iron Fist.

“Antusiasme Fighting Game di Sulut terbilang cukup tinggi dan memang pemainnya paling banyak adalah Tekken 7. Sejauh pengalaman saya mengadakan beberapa turnamen, antusiasme FGC di Sulut terbilang cukup lumayan dengan jumlah peserta di kisaran 11 sampai 20 orang.” Lanjut Vincent.

Memperebutkan total hadiah sebesar Rp2.000.000, SIF x Hybrid Cup akan diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 2020 mendatang. Kompetisi akan diadakan di IT Center Lt.5, Sparta Rental, kota Manado. Untuk mendaftar, Anda bisa melaju ke tautan di bawah ini, dengan biaya registrasi sebesar Rp50.000.

Link Pendaftaran: bit.ly/sifhybrid

Sumber: SIF Official Page
Sumber: SIF Official Page

“Terkait kerja sama ini, kami sangat senang sekali, dan komunitas menyambut dengan baik, karena ini adalah pertama kalinya Hybrid Cup ada di Sulut. Alhasil banyak pemain hebat di Sulut yang turut mendaftarkan diri, salah satunya adalah Umaumalele pemenang SIF TWT Dojo Tournament tahun lalu. Harapannya ini bisa memperkuat hubungan kerja sama antara SIF dengan Hybrid, dan dengan kerja sama ini bisa membuat skena kompetitif Tekken 7 semakin maju terutama untuk di daera luar Jabodetabek.” tutup Vincent.

Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat mengunjungi official Facebook Page Sulut Iron Fist atau memantau situs Hybrid.co.id serta akun media sosial Hybrid di InstagramTwitterFacebook, dan YouTube.

Akankah Gamer Pakistan Dominasi Turnamen Tekken 7 Tahun Ini?

Pada 2019, Pakistan mulai dikenal di dunia esports. Sebelum itu, atlet esports asal Pakistan yang dikenal hanyalah Syed “SumaiL” Hassan, pemain Dota 2 termuda yang pernah memenangkan The International. Pada 2015, dia menjuarai turnamen Dota 2 paling bergengsi tersebut bersama dengan Evil Geniuses. Ketika itu, dia berumur 16 tahun. Selama karirnya, dia telah memenangkan lebih dari US$3 juta, menjadikannya sebagai salah satu pemain esports dengan hadiah kemenangan terbesar, menurut Esports Earnings.

Namun, di Pakistan, game esports terpopuler adalah game fighting. Mengingat layanan internet belum merata di Pakistan, kebanyakan gamer di Pakistan harus berkumpul untuk bertanding dengan satu sama lain. Alhasil, muncul komunitas Tekken di sejumlah kota seperti Lahore, Karachi, dan Islamabad. Ini mengasah kemampuan para gamer Pakistan sehingga muncul para gamer kelas dunia. Salah satunya adalah Arslan “Arslan Ash” Siddique.

James Chen, komentator komunitas fighting game mengatakan, memang, sebelum ini, memang ada negara yang menelurkan sejumlah gamer profesional yang hebat. Namun, gamer-gamer Pakistan ada pada level yang lebih tinggi. “Menurut saya, kemenangan Arslan Ash di Evo Japan dan Evo berturut-turut adalah sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam scene esports, tak hanya dalam fighting game, tapi game yang lain juga,” kata Chen, seperti dikutip dari ESPN.

EVO 2019 - Tekken 7 Champion
Arslan Ash. Sumber: Stephanie Lindgren/EVO

Arslan Ash bukanlah satu-satunya pemain Pakistan yang bisa unjuk gigi dalam kompetisi Tekken tingkat dunia. Ada beberapa pemain asal Pakistan lain yang juga sukses memenangkan kompetisi Tekken internasional, seperti Awais “Awais Honey” Iftikhar yang memenangkan FV Cup di Malaysia dan Atif Butt yang memenangkan Tokyo Tekken Masters 2019 setelah mengalahkan Awais Honey di babak final. Dalam turnamen ini, baik Awais maupun Atif mengalahkan Yuta “Chikurin” Take, pemenang 2019 Tekken World Tour Final. Sementara pada RoxNRoll Dubai 2019, dua pemain yang masuk babak final juga berasal dari Pakistan, yaitu Awais melawan Heera Malik. Awais keluar sebagai juara. Namun, Heera Malik telah mengalahkan pemenang Evo 2018 Yoon “LowHigh” Sun-woong.

Komentator Hassan “SpaghettiRip” Farooq mengobrol dengan beberapa pemain Tekken profesional untuk mengetahui apa kehebatan dari para gamer Pakistan. Menurut Bae “Knee” Jae-min, clean play dan kemampuan untuk memberikan tekanan pada lawan merupakan ciri khas pemain Pakistan yang dia hadapi. Para gamer Pakistan juga biasanya memiliki kemampuan mekanik dan game sense yang baik, dilengkapi dengan gaya bermain yang mengejutkan. Selain itu, mereka juga memiliki pemahaaman mendalam tentang animasi pada game.

“Mereka bisa menggunakan data berdasarkan frame animasi dengan sangat baik,” kata Vincent “Super Akouma” Homan, yang melawan Arslan di RoxNRoll Dubai 2019 yang diadakan pada 2019. “Mereka tidak overextend, dan mereka tidak akan membiarkan lawan melakukan itu.” Banyaknya pemain Tekken kelas dunia yang berasal dari Pakistan membuat para top player dari negara lain penasaran dan memutuskan untuk mengunjungi negara tersebut. Chikurin dan Knee merupakan dua pemain yang memutuskan untuk datang ke Pakistan demi berlatih. Keduanya disambut dengan baik.

Awais Honey - FV Cup
Awais Honey.

Meskipun begitu, sepanjang 2019, gamer Pakistan tak melulu menuai kemenangan. Pada Tekken World Tour Finals yang diadakan di Thailand pada Desember 2019, tiga gamer asal Pakistan, Bilal Ilyas, Awais Honey, dan Arslan Ash bahkan tidak lolos dari group stage. Di turnamen ini, Knee menargetkan Arslan Ash dan berhasil mengalahkan pemain Pakistan itu. Ketika itu, Arslan berkata, “Kita tak bisa terus menang.”

Rick “TheHadou” Thiher, Esports Program Manager di Twitch dan Event Director di Combo Breaker percaya, salah satu alasan mengapa trio gamer Pakistan tak bisa lolos dari group stage adalah karena karakter yang telah di-nerf. Selain itu, mereka juga membuat beberapa kesalahan. Meskipun begitu, Thiher percaya, para gamer Pakistan masih memberikan performa yang sangat baik. “Arslan Ash, Awais Honey, dan Bilal, masing-masing di mereka hanya membuat sedikit kesalahan yang membuat mereka gagal untuk menang. Mengingat ini adalah kali pertama mereka untuk maju ke Finals, saya berharap, kekalahan mereka kali ini justru mendorong mereka untuk fokus untuk menang pada 2020.”

Sayangnya, ada sejumlah masalah yang harus dihadapi oleh para pemain Pakistan jika mereka ingin ikut serta dalam pertandingan internasional. Misalnya, Arslan sempat menemui masalah ketika dia hendak berangkat ke Jepang untuk ikut serta dalam Evo, seperti masalah visa dan penerbangan. Untungnya, dia kini disponsori oleh Red Bull. Dia menjadi pemain Pakistan pertama yang mendapatkan sponsorship dari merek ternama.

Sumber: Red Bull Esports
Sumber: Red Bull Esports

“Tahun 2020 akan menjadi tahun pertama bagi para gamer Pakistan untuk ikut serta dalam world tour sepanjang satu tahun penuh,” kata SpaghettiRip. “Saya tak sabar untuk melihat apa yang bisa mereka lakukan, mengingat mereka telah mendapatkan banyak pencapaian ketika mereka hanya ikut serta dalam setengah tahun.”

Bilal Ilyas, yang duduk di posisis ke-13 dalam Tekken World Tour, mengatakan bahwa Pakistan siap untuk bertanding di kancah internasional. “Belajar dari pengalaman buruk adalah kelebihan orang Pakistan,” ujarnya. “Gamer Pakistan akan terus belajar dan tak pernah berhenti sampai kami menjadi yang terbaik. Saya bukan mau sombong, tapi saya tahu kami bertalenta karena semakin banyak pemain yang mendapatkan sponsor dan pengakuan, bahkan sebelum mereka bertanding di turnamen internasional. Saya harap, Pakistan akan belajar dan memenangkan banyak kejuaraan di 2020.”

Sumber header: Twitter

Arslan Ash Menjadi Esports Player of the Year versi ESPN

Para penggemar Tekken tentu sudah tak asing lagi dengan nama Arslan Ash. Pria berusia 24 tahun dengan nama asli Arslan Siddique ini berhasil menggemparkan skena kompetitif Tekken 7, setelah ia berhasil memenangkan EVO Japan 2019. Sebelumnya, Pakistan bisa dibilang jarang sekali masuk dalam peta kekuatan dunia kompetitif game apapun. Dalam Dota mungkin adal Sumail Hassan, tetapi Tekken? Dominasi negara-negara Asia sepertinya masih terlalu kental dalam skena game bertarung tiga dimensi ini.

Namun demikian Arslan Ash muncul secara tiba-tiba, mendapat gelar EVO Japan 2019, bahkan mengalahkan pemain berpengaruh asal Korea Selatan, Knee, di gelaran EVO 2019. Berkat torehan tersebut, Arslan Ash menerima gelar Esports Player of the Year versi ESPN. Menariknya prestasi yang ditorehkan oleh Arslan seakan tak hanya jadi pencapaian pribadi saja, tetapi sedikit banyak juga mempengaruhi skena kompetitif Tekken 7, dan komunitas Tekken di Pakistan.

Kisah perjuangan Arslan mungkin bisa dibilang layaknya kisah Sumail Hassan. Awalnya, ia hanyalah anak kuliahan yang suka bermain game. Berasal dari keluarga kelas menengah, sebelum momen EVO terjadi, ia adalah mahasiswa yang ingin mencapai impiannya untuk menjadi seorang dokter. Namun, gaming tetap menjadi salah satu renjana yang tak pernah ia tinggalkan.

Sebelum mencapai EVO, nama Arslan mulai dikenal di komunitas gaming negaranya ketika ia memenangkan kompetisi nasional, Pakistan Tekkn 6 Grand Masters Championship. Sejak saat itu ia terus mengikuti satu kompetisi ke kompetisi lain yang membuatnya jadi populer di Pakistan.

Setelah memenangkan skena lokal, ia lalu mulai mencoba naik tingkat ke dunia internasional. Namun ia tak punya banyak uang untuk berangkat ke luar negeri dan bertanding. “Saya tak punya uang. Jadi saya minta tolong kepada teman saya. Dalam hati saya tahu, bahwa saya akan menang. Toh saya adalah pemain nomor satu di Pakistan. Akhirnya kawan-kawan mengumpulkan uang untuk registrasi turnamen. Saya semakin semangat ketika keluarga, terutama ibu sangat mendukung saya untuk ini.” Cerita Arslan kepada Red Bull Esports dalam artikel biografi singkatnya yang berjudul The Incredible Ascension of the Pakistani Tekken Legend.

Sumber: Red Bull Esports
Sumber: Red Bull Esports

Menuju tangga kesuksesan, Arslan mengalami banyak hal. Ia sempat harus memilih antara kuliah atau turnamen. Ibu Arslan juga tidak serta-merta mendukung Arslan dengan begitu saja. Sempat ada penolakan, dianggap membuang-buang uang karena tidak menyelesaikan studinya. “Tapi saya berpikir, saya akan menunjukkan kepada semua orang bahwa saya telah memilih jalan yang tepat.”

Dan benar saja. Secara berangsur-angsur, Arslan memenangkan turnamen demi turnamen. Berawal dari turnamen pertamanya di Oman, Arslan pergi dari satu negara ke negara lain untuk memenangkan kompetisi. Sempat ikut FV X SEA Major yang mana ia hanya berhasil mendapatkan peringkat 9-12 saja.

Kemenangannya yang mungkin bisa dibilang paling gemilang adalah OUG Tournament 2018. Ia berhasil menjadi juara, setelah mengalahkan salah satu pemain veteran di skena Tekken 7, Knee. Namun, momen yang paling membuat Arslan disorot oleh mata dunia adalah ketika ia menangkan EVO Japan 2019 setelah mengalahkan AK lewat proses reset bracket.

EVO 2019 - Tekken 7 Champion
Sumber: Stephanie Lindgren/EVO

Walau begitu, Arslan tidak selalu menjadi yang terbaik. Dalam gelaran TWT 2019 yang dimenangkan oleh Chikurin, ia gagal lolos dari fase grup, hanya berhasil finish di peringkat 17-20. Namun demikian, saya pribadi tetap merasa ia patut mendapatkan gelar tersebut karena pengaruh yang diberikannya kepada komunitas Pakistan, bahkan skena Tekken 7 secara keseluruhan.

ESPN Esports Awards dilakukan dengan voting para fans yang dilakukan lewat akun Twitter @ESPN_Esports. Arslan Ash keluar sebagai pemenang dengan perolehan sebesar 60.1% dari total 8036 suara, bersaing dengan bocah pemenag Fortnite World Cup, Kyle Giesdorf (Bugha) dan pemain San Fransisco Shock, Jay Won (Sinatra) yang memenangkan titel MVP di Overwatch League 2019.

Pengalaman Komunitas Tekken Indonesia Mengikuti Last Chance Qualifiers TWT Finals 2019

Tekken World Tour 2019 Finals (TWT Finals 2019) telah usai digelar. Kini, semua perjuangan dan pertarungan hanya tinggal cerita saja. Selain dari cerita manis kemenangan Chikurin dan Jepang di kompetisi Tekken 7 paling bergengsi ini, ada juga cerita lain yang datang dari komunitas Tekken Indonesia.

Berhubung lokasi acara Tekken World Tour 2019 Finals di Thailand, alhasil beberapa pemain komunitas Tekken Indonesia memutuskan untuk bertandang untuk menghadiri, juga menjajal kemampuan di Last Chance Qualifier TWT Finals 2019. Total ada 15 orang yang turut hadir dan meramaikan gelaran TWT Finals 2019. Sebanyak 11 pemain mengikuti Last Chance Qualifier, sementara 4 sisanya hadir untuk menyaksikan keseruan pertarungan jago Tekken dari berbagai belahan dunia, berikut daftarnya:

Pemain Indonesia Peserta LCQ:

  • Alter Ego | R-tech
  • MYTH | Jinrei aka MrV
  • DRivals | Retardo
  • UwU | Clice
  • UwU | Arfear
  • UwU | nafilo
  • Advance Guard | buramu
  • M45T4Z
  • ManggaDuaPlayer
  • Rakun Ratrickz
  • Sableng-sama

Komunitas Tekken Indonesia yang turut hadir di TWT Finals 2019

  • Abuget Gaming | Kontoru
  • Arcade Stick Indonesia | Wazwuz
  • Lee_yo
  • Sbyrazor

Last Chance Qualifier (LCQ), seperti namanya, adalah kesempatan terakhir bagi jago Tekken berbagai belahan dunia untuk dapat bertarung di panggung utama TWT Finals 2019. Berhubung ini adalah kesempatan terakhir, tentu saja fase ini diikuti oleh pemain-pemain berpengalaman tinggi. Diikuti oleh 256 pemain, hanya ada satu pemain saja yang bisa lolos ke TWT Finals 2019. Kalau bisa dibilang, pertarungan LCQ TWT Finals 2019 mungkin lebih terasa seperti Battle Royale dibanding dengan PUBG itu sendiri. Semua pemain hanya akan bergantung pada dirinya sendiri. Setiap lawan adalah lawan yang mengerikan.

Sumber: Instagram UWU Gaming
Sumber: Facebook Advanced Guard

Banyak nama besar juga bertanding dari fase ini. Pemain-pemain Korea seperti Jeondding dan EyeMusician contohnya, pemain Jepang seperti Pekos dan Kagemaru, bahkan juga diikuti oleh kontingen SEA Games dari Filipina dan Thailand, yaitu AK, Doujin, dan Book. Tak lupa, para pemain Pakistan seperti Atiff Butt dan Bilal juga turut berpartisipasi. Segitu banyak peserta yang mengikuti kualifikasi dibagi jadi dua gelombang pertandingan, dengan masing-masing gelombang berisikan 128 pemain yang dibagi menjadi 8 grup.

Pemain-pemain Indonesia, secara realistis sebenarnya cukup sulit untuk mengejar ini, bahkan untuk setidaknya mendapat 8 besar saja. Maka dari itu, gelaran LCQ ini dijadikan sebagai ajang jajal kemampuan sambil mencari pengalaman.

Tak lengkap rasanya jika bicara fighting game tanpa menyertakan pengalaman personal dari sosok “sepuh” di komunitas FGC Indonesia, yaitu Bramanto Arman. Mengikuti kompetisi dengan menggunakan nama AdvanceGuard.Buramu, ia mengakui bahwa memang ada jurang perbedaan kemampuan yang jauh antara dirinya dengan lawan yang dihadapi.

“Saya ketika itu melawan dua pemain Jepang, yaitu Gen dan SHUDY. Ketika itu saya merasa memang ada perbedaan kemampuan yang cukup jauh, terutama saat lawan Gen. Kalau lawan SHUDY, saya masih bisa memberi sedikit perlawanan, walau akhirnya kalah juga.” Bram menceritakan pengalamannya kepada saya.

“Soal perbedaan kemampuan atau skill gap, saya merasa permainan yang dilakukan Gen memang sangat solid. Maksudnya solid adalah dari pressure yang dilakukan hampir tidak pernah terlalu sembrono. Dia juga bisa whiff punish atau membalas gerakan yang tidak kena dengan tepat sasaran. Gambaran awamnya mungkin begini, dia sudah bisa menebak apa yang akan saya lakukan dan selalu punya jawaban atas gerakan saya yang berisiko. Sementara di sisi saya, saya kehabisan akal atas apa yang dilakukan Shaheen dari Gen.” ujar Bram.

Sorotan cerita yang tak kalah menarik dalam kisah percobaan Indonesia di LCQ TWT Finals 2019 ini adalah keberanian para newcomers dari tim UWU menjajal kemampuan senior-senior kelas dunia. Penasaran dengan pengalamannya, saya menanyakan salah satu pemain UWU, Olifan Okto “Nafilo” Pradana .

Sumber: Instagram UWU Gaming
Sumber: Instagram @UWU.Gaming

“Jujur gue sih dapat banyak sekali pelajaran selama perjalanan gue bertanding di sana.” jawab Olifan membuka pembahasan. Dalam ceritanya dia menyoroti soal dua hal, yang pertama soal kemampuan jago-jago Tekken Pakistan. Belakangan pemain-pemain Tekken asal Pakistan sedang menjadi sorotan setelah beberapa kali memberi perlawan berarti kepada jago Tekken Korea Selatan, bahkan sempat memenangkan beberapa kompetisi.

Walau komunitas menganggap ini sebagai kebenaran, namun tak lengkap sepertinya jika tidak menjajal sendiri kemampuan para pemain Paksitan. “Gue sempat mengikuti sesi latih tanding pada H-1 LCQ dan melawan pemain Pakistan. Ketika melawan mereka, kesan pertamanya adalah mereka main seperti robot! Whiff punish selalu tepat sasaran, block punish atau serangan balasan setelah bertahan juga selalu tepat sasaran. Jadi, permainan mereka itu betul-betul next level sih, setidaknya buat gue.” ujar Olifan.

Cerita berikutnya adalah soal perjalanannya selama LCQ. Ketika itu ia sempat menghadapi peman asal Jepang, Jyotaro, yang dikenal jago memainkan Noctis. “Kesan pertama gue adalah, gue langsung merasa bahwa ada yang salah dengan metode bermain gue selama ini.” Jawabnya.

“Misal, waktu akan melakukan whiff punish, gue biasanya memilih melakukan gerakan lebih berisiko demi damage besar ketimbang memberi sedikit damage dengan gerakan yang sudah pasti kena. Pelajaran itu berasa banget buat gue. Walau cuma main selama sekitar 6 menit, tapi gue dapat pengalaman berharga yang bisa mengubah cara pandang gue terhadap cara main Tekken.” Olifan menjelaskan lebih lanjut.

Pengalaman bermain mungkin hanya satu dari banyak pengalaman berharga yang dinikmati oleh komunitas Tekken Indonesia selama gelaran TWT Finals 2019 di Thailand kemarin. Tak lupa, momen foto-foto, meet and greet dengan Katsuhiro Harada sang kreator Tekken, ajang kumpul dengan para jago Tekken dari berbagai belahan dunia jadi pengalaman lain yang tak kalah berharga.

Semoga segala pengalaman tersebut bisa menambah kemampuan para pemain dari komunitas Tekken Indonesia. Semoga juga, pengalaman ini bisa membawa Indonesia menunjukkan taringnya di peta kekuatan pertarungan Tekken internasional masa depan!

Chikurin Juarai TWT Finals 2019 Setelah Pukul Rata Pemain Korea Selatan

Tekken World Tour 2019 Finals (TWT Finals 2019) sudah selesai digelar. Digelar pada tanggal 7 dan 8 Desember 2019 kemarin, para petarung dari berbagai belahan dunia diuji kemampuan dan ketahanannya di sini. Setelah beberapa pertarungan sengit antar pemain, Yuta “Chikurin” Take akhirnya keluar sebagai juara, setelah mengalahkan Soo-Hoon “Ulsan” Lim 3-0 di babak Grand Final.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, gelaran TWT Finals 2019 menyajikan baku hantam digital kelas tinggi yang selalu sengit nan indah untuk dilihat. Pergulatan sengit ini bahkan sudah terjadi sedari babak grup TWT Finals 2019. Menariknya, pemain-pemain Pakistan yang belakangan kerap menjadi sorotan mata komunitas Tekken 7 internasional, malah tak ada yang berhasil lolos ke babak Top 8. Pemain seperti Arslan Ash atau Awais Honey yang terbilang sebagai Dewa Tekken baru asal Pakistan, tumbang pada fase grup. Momen tumbangnya Awais Honey jadi satu pertarungan yang wajib disimak. Ketika itu, Awais “Awais Honey” Ifthikhar harus menghadapi Sun-woong “LowHigh” Yoon di Bracket 4.

https://www.youtube.com/watch?v=bl-ahBfkpTA

LowHigh bermain dengan sabar nan cerdik dalam pertandingan ini. Menggunakan Shaheen, ia berusaha sebisa mungkin menjaga jarak dari gerakan-gerakan berbahaya milik Akuma dari Awais Honey. Tapi bukan berarti LowHigh tak pernah ceroboh. Ia sempat beberapa kali salah langkah, yang membuat set pertandingan ini jadi 1-1. Sampai akhirnya pada pertarungan penentuan, LowHigh melakukan Rage Art seraya mengkalkukasi damage serangan Awais secara presisi. Tak lagi berdaya, Awais Honey akhirnya harus terima kekalahan lawan LowHigh di Bracket 4.

Kembali ke babak Grand Final, pertarungan antara Chikurin melawan Ulsan sebetulnya tak kalah sengit, walau Chikurin berhasil melakukan sapu bersih 3-0. Chikurin, dengan menggunakan Akuma, sebenarnya cukup kewalahan menghadapi Kazumi dari Ulsan. Ulsan memang bisa mendapatkan ronde pertama set pertama, tapi sayangnya dia jadi tidak konsisten setelahnya.

https://www.youtube.com/watch?v=FPBMOreJ-Ko

Padahal, Ulsan harus melakukan bracket reset terlebih dahulu, karena datang dari lower bracket. Setelah Chikurin memenangkan 2 set, momentum malah berbalik ke arah Ulsan. Dia berhasil menangkan dua ronde, dengan satu momen menegangkan ketika Ulsan melakukan whiff punish terhadap Gokuhado dari Chikurin dengan menggunakan Rage Drive. Kemenangan ini harusnya jadi kesempatan bagi Ulsan untuk mencuri satu set, tapi sayangnya Chikurin bangkit lagi setelah momen tersebut dan mendapatkan dua ronde berikutnya.

Kini tersisa ronde 5 pada set kedua, momen yang disebut oleh para caster sebagai the final, final round. Menjadi penentuan bagi keduanya, Chikurin segera melakukan tekanan. Mendapat satu celah, Chikurin segera melakukan satu gerakan combo yang membuat Ulsan jadi sekarang. Setelah Chikurin berhasil menebak serangan bawah milik Ulsan, ia segera melakukan punish yang langsung membuat Chikurin menjadi juara dunia Tekken 7 tahun 2019 ini.

Dengan ini, berikut hasil Top 4 TWT Finals 2019:

  • 1st Chikurin – $75,000 (sekitar Rp1 miliar)
  • 2nd Ulsan – $50,000 (sekitar Rp700 juta)
  • 3rd Knee – $37,500 (sekitar Rp525 juta)
  • 4th Anakin – $25,000 (sekitar Rp350 juta)

Kemenangan ini kembali mengukir cerita unik di dalam dunia kompetitif Tekken 7. Hal ini mengingat posisi Chikurin yang terbilang sebagai kuda hitam di TWT Finals 2019. Sepanjang musim kompetisi 2019, Chikurin cukup jarang mendapat prestasi yang cemerlang. Sempat jadi juara di gelaran ROXnRoll Korea 2019, dan Summer Jam 13, namun sisanya ia hanya berhasil mendapatkan posisi top 8 saja.

Momen kemenangan Chikurin ini juga jadi momen yang berarti bagi komunitas Tekken 7 Jepang di ajang internasional. Seakan jadi kebanggaan bagi komunitas Tekken 7 Jepang, Chikurin disambut dengan pelukan dan ucapan selamat dari berbagai pemain asal Jepang yang sontak maju ke atas panggung setelah momen kemenangannya melawan Ulsan.

Selesainya TWT Finals 2019 berarti juga jadi akhir dari musim kompetisi Tekken 7 tahun 2019. Akankah muncul kejutan baru di tahun mendatang? Akankah para komunitas Tekken 7 Jepang mendominasi di tahun mendatang?