Tag Archives: ternak uang

Agate menunjuk Raymond Chin, co-founder dan CEO dari platform edukasi di bidang keuangan dan investasi Ternak Uang, sebagai strategic advisor

Kehadiran Penasihat Baru, Bagaimana Agate Melihat Potensi Industri Game Lokal Berikutnya

Belum lama ini, startup pengembang game Agate menunjuk Raymond Chin sebagai strategic advisor. Raymond adalah Co-founder & CEO dari platform edukasi di bidang keuangan dan investasi Ternak Uang. Dengan penunjukan penasihat baru, Agate punya segudang ambisi yang ingin dicapai, melalui berbagai inisiasi yang sudah dilakukan dan akan segera diumumkan.

Melalui wawancara bersama DailySocial.id, perwakilan Agate menjelaskan ada dua alasan utama di balik keputusan mengapa menunjuk Raymond. Pertama, ia memiliki pengalaman yang kaya di dunia startup lokal, dari berbagai posisi, seperti founder, VP, investor, hingga edukator. Dengan demikian, ia bisa memberikan sudut pandang yang lebih menyeluruh mengenai pengembangan startup, mengingat ekosistem di industri ini terus bergejolak dan berubah setiap saat.

“Kedua, sebagai gamer, Raymond memiliki minat yang besar di dunia game, khususnya industri lokal. Kami dan Raymond punya visi yang sama, bukan sekadar untuk memajukan satu perusahaan saja, tetapi bersama-sama mendorong industri Indonesia,” kata perwakilan perusahaan.

Sebagai strategic advisor, nantinya Raymond akan berdiskusi intens dengan para pemimpin di Agate dan memberikan masukan mengenai pilihan-pilihan strategis yang tersedia bagi Agate demi mencapai visi bersama.

Secara terpisah dalam keterangan resmi, Co-founder dan CEO Agate Arief Widhiyasa menuturkan, “Sejak pandemi, industri game di seluruh dunia justru terus menunjukkan tren yang positif. Di Indonesia sendiri, nilai industri game pada tahun 2021 mencapai $1,9 miliar. Momentum ini perlu dimanfaatkan dengan baik dan Raymond adalah sosok yang tepat untuk melengkapi roda perusahaan demi menuju arah yang ingin kami capai bersama-sama.”

Menurut Arief, dengan potensi game yang besar Indonesia sebagai dengan pertumbuhan pasar tercepat di Asia Tenggara, sayangnya developer lokal hanya menguasai pangsa pasar 0,5%. Agate perlu mengisi gap kompetensi sumber daya dan dukungan developer lokal yang sedang merintis jalan. Selain itu, Raymond diharapkan dapat terlibat untuk pengembangan produk Agate yang saat ini terbagi ke dalam consumer games (B2C) dan solusi berbasis game (B2B).

“Raymond akan membawa perspektif talenta global dalam pelatihan dan peningkatan sumber daya developer lokal, hingga terlibat langsung dalam pendanaan awal produksi game dengan standar internasional.”

Sebagai gambaran, di Vietnam saja ada lebih dari 150 perusahaan game dengan jumlah pekerja yang mencapai 20 ribu orang. Sedangkan di Indonesia, tercatat hanya sekitar 25 perusahaan dengan total sekitar 2 ribu pekerja yang melayani total populasi 270 juta. Oleh karenanya, isu kekurangan talent berkualitas, serta adanya ekosistem game yang suportif dan terbuka bagi talenta baru merupakan kunci utama agar industri game lokal memiliki daya saing.

Inisiatif Agate

Berkaitan dengan dukungan Agate terhadap industri game lokal, sebelumnya pada September 2021, perusahaan sudah mengumumkan Agate Skylab Fund dengan tiket investasi mulai dari $100 ribu sampai $1 juta. Selain pendanaan, Agate juga menawarkan mentorship, networking, dan unity.

Untuk preferensinya, Agate mencari pengembang game multiplatform PVE (Player vs. Environment) dengan model bisnis free-to-play. Keputusan ini sudah diambil berdasarkan riset perusahaan yang panjang. Misalnya, membangun game multiplatform itu memang sulit, tapi semakin sulit ikhtiarnya, maka semakin sedikit saingannya. Artinya, kesempatan jauh lebih besar.

Terkait kabar terbarunya sejauh ini, pihak Agate mengaku masih meninjau beberapa proposal yang diterima demi memastikan bahwa proyek yang diajukan memang sesuai dengan standar perusahaan. “Saat ini kami masih belum bisa membagikan datanya.”

Menurut Arief, ada dua cara membangun industri game lokal. Pertama, tarik dari atas dengan mengucurkan dana. Kedua, dorong dari bawah melalui program akademi, mengajarkan kepada para pelajar yang mau buat game. Agate Skylab Fund adalah bentuk konkret dari cara pertama.

Perusahaan mematok tolak ukur kesuksesan dari game yang didukung Syklab nantinya berdasarkan revenue per tahun, setidaknya mencapai angka $1 miliar per tahun. Makanya, target konsumen tidak hanya dari Indonesia tapi juga pasar global.

Sebagai catatan, Agate mengelompokkan perusahaan game ke dalam enam level berdasarkan jumlah pemasukan yang diterima tiap tahun. Sebagian besar developer Indonesia ada di level 4 sampai 6 dengan penghasilan sekitar $10 ribu sampai $1 juta per tahun.

Sebagai perbandingan, Valve ada di level 3, dengan pemasukan lebih dari $10 juta, sementara Sega ada di level 2 dengan pemasukan lebih dari $100 juta. Sementara, Nintendo dan Sony ada di level paling tinggi dengan pemasukan lebih dari $1 miliar per tahun.

Berdasarkan riset yang dilakukan Asosiasi Game Indonesia, cara agar perusahaan lokal bisa naik level bila mengandalkan cara organik, statistiknya adalah 25% per tahun. Jika selama 10 tahun mendatang hanya mengandalkan cara ini saja, maka maksimal pemain lokal hanya bisa capai ke level 3 saja.

Tren game play-to-earn

Sebagai perusahaan, Agate punya dua model bisnis, B2C dan B2B. Meski tidak dirinci secara spesifik, masing-masing channel ini punya kontribusi masing-masing. Melalui B2C, perusahaan bisa mengenal langsung dan membangun komunitas gamer. Sekaligus mempelajari tren dan teknologi gaming terbaru yang populer saat ini.

“Sedangkan melalui B2B, kami terus tertantang untuk memahami berbagai tujuan bisnis dan proses bisnis dari berbagai bidang industri. Seiring meningkatnya kesadaran dari industri non-gaming terhadap potensi game-based solution dalam memenuhi kebutuhan bisnis mereka, maka porsi B2B menjadi signifikan bagi kami.”

Salah satu tren global yang kini tengah dicermati Agate adalah game berkonsep play to earn (P2E). Menurut mereka, model game seperti ini perlu disikapi dengan hati-hati karena dapat menjadi pedang bermata dua. Pasalnya, motivasi mendapatkan uang bisa jadi malah mengurangi makna atau keseruan dari sebuah game.

Selain itu, tantangan di model P2E adalah selalu ketergantungan terhadap jumlah pemain baru, sebab selalu perlu ada pemain baru yang mencari dan membeli barang-barang dalam game. Makanya, skema seperti tidak sehat dan tidak sustainable. “Saat ini kami belum bisa membagikan detailnya, tapi tim Agate memang tengah mengeksplorasi bentuk model bisnis ini.”

Maka dari itu, perusahaan justru lebih nyaman menggunakan istilah play and earn, bukan play to earn. “Karena kami berharap orang bisa bermain sambil mendapatkan sesuatu yang konkret, selain tentunya mendapat rasa seru/hiburan, bukan main sekadar mencari sesuatu.”

Agate selalu memegang prinsip membangun creator’s economy (ekonomi kreator). Alasannya, industri creator’s economy berarti memungkinkan pengguna bisa membuat atau mencari aset/barang dalam game, yang kemudian bisa dijual dan diperdagangkan ke pengguna lainnya. Jadi yang bisa bertransaksi tidak hanya antara developer dengan pemain, tapi juga antar pemain.

“Jadi pemain yang fokus bermain demi kesenangan bisa membeli karya pengguna lainnya, demi pengalaman bermain yang lebih seru sehingga terbangun ekosistem yang sehat dan bisa mewadahi semua jenis pemain,” pungkas perwakilan Agate.

Pendanaan Awal Ternak Uang

Platform Belajar Investasi Ternak Uang Rampungkan Pendanaan Awal

Setelah resmi meluncur awal tahun 2021 lalu, platform pembelajaran investasi Ternak Uang yang didirikan oleh Timothy Ronald (CMO), Raymond Chin (CEO), dan Felicia Tjiasaka (CPO), mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dari sejumlah investor. Nilai investasi yang berhasil dikantongi disebutkan mencapai 7 digit. Pendanaan awal ini diberikan oleh Co-founder dan Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo; didukung perusahaan modal ventura Kinesys Group dan Alto Partners.

Selanjutnya dana segar ini akan digunakan Ternak Uang untuk meningkatkan literasi finansial masyarakat Indonesia dengan memfokuskan kepada pengembangan produk. Di antaranya adalah dengan menghadirkan
pengalaman belajar keuangan dan investasi yang merata bagi setiap orang. Khususnya pada TU Academy, yang akan terus dikembangkan untuk membantu
proses belajar individu sesuai kebutuhan personal.

Lebih lanjut, fitur ini akan didukung dengan implementasi teknologi artificial intelligence (AI) dan machine learning. Hal ini diwujudkan untuk menghadirkan pengalaman belajar melalui pendekatan personalized learning, setiap pengguna dapat belajar dan meningkatkan literasi keuangan terlepas dari perbedaan kondisi finansial yang berbeda-beda. Ke depannya perusahaan juga memiliki rencana untuk mengarahkan pengembangan produk lebih ke ranah fintech dan produk finansial.

“Kondisi finansial setiap orang berbeda dari yang lainnya, ditentukan dari berapa besar pengeluaran dan pemasukan, tanggungan, prioritas tujuan keuangan dan karakter risiko orang yang berbeda-beda. Untuk itu, strategi keuangan setiap orang pun tentunya perlu dibedakan, untuk dapat mencapai kemandirian finansial sesuai dengan kondisi yang dialami secara personal,” kata Raymond.

Sebelumnya layanan pembelajaran investasi yang fokus pada analisis instrumen saham dan kripto, EMTRADE, juga umumkan pendanaan pra-awal dari angel investor Pandu Sjahrir. Hadirnya platform edukasi investasi ini tak lain dari bertumbuhnya minat investasi di kalangan muda, khususnya ditunjang kehadiran aplikasi wealthtech yang memudahkan proses pembelian/penjualan berbagai macam instrumen investasi.

Luncurkan fitur baru

Awal tahun ini Ternak Uang telah meluncurkan fitur Financial Checkup, setiap pengguna dapat menganalisis kondisi keuangan secara personal. Analisa dilakukan secara terperinci dengan menghitung rasio arus kas, tabungan, utang dan tanggungan, dana darurat, hingga total aset yang dimiliki. Setelah itu, pengguna akan mendapatkan rekomendasi modul dan pembelajaran personal untuk membantu meningkatkan kondisi keuangan.

Berbeda dengan platform serupa lainnya, Ternak Uang fokus kepada para generasi muda terutama kalangan milenial, dengan misi untuk mencetak 10 juta investor di Indonesia. Dengan alasan itulah, platform kemudian melakukan pendekatan melalui fitur-fitur yang didesain dan dikembangkan secara relevan dan modern untuk generasi muda dalam menghadapi isu finansial.

Hingga kini, Ternak Uang telah menghadirkan topik-topik terkait finansial dan investasi dengan bahasa utama, Bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan agar informasi yang diberikan dapat mudah dipahami dan dicerna oleh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan.

Application Information Will Show Up Here
DailySocial mewawancarai Raymond Chin dari Ternak Uang / DailySocial

[Video] Tantangan Edukasi Finansial bagi Generasi Muda Indonesia

Memiliki misi menciptakan 10 juta investor di Indonesia, Ternak Uang mencoba memberikan layanan yang bisa membantu mempelajari isu-isu keuangan yang kerap dihadapi masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda.

Di video kali ini, DailySocial bersama Raymond Chin dari Ternak Uang berbagi cerita tentang bagaimana langkah-langkah edukasi finansial melalui platform digital dan tantangan yang mereka hadapi.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

(Ki-ka) Para co-founder Ternak Uang: Timothy Ronald, Felicia Tjiasaka, Raymond Chin / Ternak Uang

Aplikasi Edukasi “Ternak Uang” Meluncur, Targetkan Calon Investor Milenial

Bertujuan untuk memberikan informasi lebih luas mengenai pendidikan di bidang keuangan khususnya terkait investasi, aplikasi “Ternak Uang” diluncurkan. Startup yang mengembangkan platform tersebut didirikan oleh tiga orang founder, meliputi: oleh Timothy Ronald (CMO), Raymond Chin (CEO), dan Felicia Tjiasaka (CPO).

Berbeda dengan platform serupa lainnya, Ternak Uang fokus kepada para generasi muda terutama kalangan milenial, dengan misi untuk mencetak 10 juta investor di Indonesia. Dengan alasan itulah, platform kemudian melakukan pendekatan melalui fitur-fitur yang didesain dan dikembangkan secara relevan dan modern untuk generasi muda dalam menghadapi isu finansial.

Materi pembelajaran yang disuguhkan cukup beragam, mulai dari perencanaan keuangan, investasi, hingga instrumen-insturumen spesifik seperti kripto. Selain itu mereka juga menyuguhkan layanan komunitas dan analisis saham, guna memudahkan pengguna dalam memutuskan investasinya.

“Ternak Uang sendiri diprakarsai oleh anak-anak muda di bawah 30 tahun. Hal ini menjadi sebuah keunggulan untuk jeli menangkap isu keuangan yang relevan dan menarik bagi anak muda lainnya. Kami juga menyadari adanya kebutuhan untuk menyajikan materi secara ringkas dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami agar dapat menjangkau generasi muda secara luas,” kata Raymond.

Terdapat beberapa fitur yang bisa digunakan oleh pengguna di antaranya adalah Ternak Uang Academy, Kelas Interaktif, Watchlist Saham Pilihan, Ternak Uang Hotline, dan Insight. Sebagai platform edukasi, Ternak Uang ingin menjembatani antara calon investor ke manajemen investor. Misi mereka adalah mengedukasi para calon investor untuk memilih investasi yang benar sesuai dengan pemasukan yang mereka miliki saat ini.

Telah tersedia di Play Store dan App Store, layanan Ternak Uang dapat diakses secara premium dengan biaya berlangganan mulai dari Rp125.000/bulan. Seluruh materi yang disampaikan menggunakan bahasa Indonesia, agar mudah dipahami dan menjangkau generasi muda secara luas. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan awareness lebih luas kepada target pengguna, Ternak Uang juga membuka kolaborasi lebih luas dengan startup hingga institusi finansial terkait.

“Tentunya, kami mendukung startup atau institusi finansial lainnya untuk pertumbuhan bisnis di Indonesia dengan memberi masukan kepada para calon investor terhadap platform terbaik tentunya disesuaikan dengan performance institusi tersebut.” kata Raymond.

Sebelumnya sudah ada beberapa aplikasi digital lain yang juga fokus pada edukasi investasi, salah satunya Emtrade. Hanya saja mereka lebih fokus pada edukasi seputar instrumen saham, termasuk membantu penggunanya melakukan analisis dari pasar saham yang ada di Indonesia.

Pandemi dan perkembangan bisnis

Disinggung seperti apa pengaruh pandemi terhadap bisnis Ternak Uang, Raymond menegaskan, pandemi ini merupakan salah satu momentum penting bagi perusahaan. Banyak calon investor yang mulai paham dan melek literasi keuangan karena pandemi Covid-19 ini. Mereka juga sudah paham pentingnya memiliki manajemen keuangan khusus mulai dari dana darurat hingga investasi.

“Ternak Uang hadir sebagai platform aplikasi yang paling dekat dengan mereka karena dasar kami adalah digital. Pelatihan yang kami lakukan secara online dan tanpa melalui tatap muka. Terbukti, sejak kami luncurkan aplikasi Ternak Uang di PlayStore dan App Store pada bulan Februari 2021 ini kami menduduki peringkat tiga sebagai platform edukasi teknologi terbaik,” kata Raymond.

Untuk mengembangkan bisnis, perusahaan juga tengah mempertimbangkan untuk melancarkan kegiatan penggalangan dana tahun ini, setelah sebelumnya telah melakukan kegiatan penggalangan dana dalam skala yang kecil. Meskipun saat ini fokus Ternak Uang adalah sebagai platform edutech yang fokus kepada informasi finansial, tidak dapat menutup kemungkinan ke depannya bisa bertransformasi menjadi platform fintech.

“Namun untuk saat ini, fokus perusahaan adalah menjadi startup edutech yang ingin mendemokratisasi akses terhadap literasi keuangan bagi masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,” tutup Raymond.

Application Information Will Show Up Here