Tag Archives: The International 2019

MSC 2021 viewership

MSC 2021 Surpassed The International 2019’s Peak Viewers

As Mobile Legends: Bang Bang Southeast Asia Cup (MSC) 2021 drew to a close this week, Execration emerged victorious — defeating its Filipino counterpart Blacklist International in the grand final. While the tournament has created a new rivalry at the top level, MSC 2021 has also set a new peak viewership record of 2,2 million.

While it is a new record, it did not come from the grand final match, but rather from the losers match between EVOS Legends and Execration. According to Esports Charts, it drew 2,284,012 views globally. The result is greater than The International 2019’s peak viewership of 1,968,497, which was a 16 percent increase.

Image via: Esports Charts

Mobile Legends: Bang Bang has seen rapid growth. Its esports sector even drew 3,083,245 peak viewers at their international tournament, M2 World Championship, held in January of this year. MSC 2021 is presently the second most-watched MLBB tournament of all time, followed by MPL ID Season 7 and the Filipino division coming in third and fourth place, respectively.

When compared to MSC 2019, MSC 2021 has an 800% increase in viewership. The 2019 edition was a contrast to the previous year’s MSC, which was postponed due to LAN restrictions, while this year’s event was to be placed after a one-year absence of Southeast Asia’s largest MLBB tournament.

M2 World Championship, in which another Filipino representative, Bren Esports, lifted the trophy. Image Via: SecretLab

The fact that Southeast Asia is the home of MLBB came as the crucial element in the success of MSC 2021. Each nation has a sizable loyal audience, particularly among EVOS Legends and Execration fans, since MLBB is the biggest mobile game in those nations. According to data, Indonesia has a huge 31 million players, with the Philippines coming in second with 25 million.

When compared to MSC 2019, MSC 2021 has an 800% increase in viewership. The 2019 edition was a contrast to the previous year’s MSC, which was postponed due to LAN restrictions. Following a one-year break, Southeast Asia’s greatest MLBB tournament was held online this year to crown the region’s finest team, with the Philippines claiming the title with two representatives in the final, Execration and Blacklist International, with the former lifted the trophy and took home  US$70,000 first-place prize.

Perjalanan Panjang OG Memenangkan The International Dua Kali Berturut-turut

OG telah menjadi juara Dota 2 The International 2019 (TI 9). Mereka menjadi juara setelah berhasil mengalahkan Team Liquid, dalam gelaran Grand Final yang diselenggarakan pada akhir pekan kemarin (25 Agustus 2019), di Shanghai, Tiongkok.

Tapi ini bukan kemenangan biasa. OG mencatatkan dirinya di dalam sejarah esports Dota, sebagai tim pertama yang berhasil memecahkan “kutukan”. OG adalah tim Dota 2 pertama dalam sejarah yang bisa memenangkan The International dua kali berturut-turut. Mereka juga tim asal Barat pertama yang berhasil memenangkan Dota 2 TI di tahun genap.

Tapi, kesuksesan OG yang kita lihat hari ini, merupakan sebuah jalan panjang berliku yang telah dipahat dengan susah payah oleh Johann “N0tail” Sundstein. Bagaimana OG bisa mencapai titik kesuksesan seperti ini?

Pemain Heroes of Newerth yang Berganti Haluan

Pertama kali mencoba pertaruhan di kancah kompetitif Dota 2, N0tail terhitung sebagai anak baru jika dibanding lawan-lawannya. Hal ini karena ia sebenarnya adalah pemain Heroes of Newerth untuk tim Fnatic yang berubah haluan ke Dota 2.

Rostern Fnatic ketika itu adalah, N0tail, Tal “Fly” Aizik, Adrian “Era” Kryeziu, Kai “H4nn1” Hanbückers, dan Kalle “Trixi” Saarinen. Mereka pertama kali melakukan debutnya di The International 2013.

Ketika itu ia dianggap sebagai pemain muda yang punya potensi. Namun ia tak sebersinar layaknya Sumail “SumaiL” Hassan, yang langsung menjadi juara The International pada debut pertamanya.

Sumber: Red Bull Media
Sumber: Red Bull Media

N0tail tak bisa bicara banyak saat menghadapi musuh-musuhnya. N0tail bersama Fnatic harus menerima kekalahannya saat melawan Orange Esports, tim kuat asal Malaysia yang dipimpin oleh pemain veteran, Chai “Mushi” Yee Fung.

Kegagalan demi kegagalan ia dapatkan. Ia berpindah dari satu tim ke tim lain demi mendapatkan hasil yang lebih maksimal. N0tail pernah mencoba bermain untuk Team Secret, tapi tidak berhasil. Sempat bermain untuk Cloud9 juga, tapi lagi-lagi ia kembali gagal mendapatkan Aegis of Champion. Sampai akhirnya ia memutuskan membuat tim sendiri, tim yang menurutnya ideal.

Membangun OG dengan Berbagai Momen Jatuh Bangun

Akhirnya N0tail memutuskan untuk membuat tim sendiri bersama dengan kawan bermainnya sejak dari zaman ia masih berkompetisi di kancah Heroes of Newerth bersama Fnatic, Tal “Fly” Aizik. Ia membuat tim bernama Monkey Business, yang setelah mendapatkan sponsor berganti nama menjadi OG.

N0tail bersama Fly membangun tim OG dengan membawa mindset mengutamakan pertemanan. Fly mengatakan hal ini dalam dokumenter Against the Odds“Ide besar di balik OG adalah pola pikir mengutamakan pertemanan, namun tetap dengan semangat kompetitif untuk juara.”

Maka dari itu, OG tidak mengambil pemain papan atas, melainkan mengambil pemain dengan skill yang mumpuni, namun punya mindset serupa. Roster awal OG ketika itu adalah Andreas “Cr1t” Franck Nielsen, David “MoonMeander” Tan, dan sang pub star Amer “Miracle-” Al-Barkawi.

Tak ada yang menduga dengan kekuatan tim yang satu ini pada awalnya. Namun mereka berhasil mendobrak kancah kompetitif Dota ketika itu. Saat Valve membuat satu rangkaian kompetisi bernama Major, OG merajalela hampir di semua kompetisi tersebut.

Dari tahun 2015 sampai awal tahun 2017, mereka hampir memenangkan semua Major yang diselenggarakan oleh Valve. Mulai dari Frankfurt Major 2015Manila Major 2016Boston Major 2016, sampai Kiev major 2017.

Tapi sayangnya ada satu prestasi yang tak bisa dilengkapi oleh N0tail, Fly dan kawan-kawan OG, yaitu The International. Pada The International 2016 mereka gagal dengan cukup pedih, gugur pada awal-awal fase main stage.

Pasca kejadian tersebut Fly bertahan dengan visi yang ia bawa ketika membangun OG. Fly mengungkapkan hal tersebut dalam salah satu wawancara bersama dengan Red Bull Media.

Sumber: Red Bull Media
Sumber: Red Bull Media

“Banyak tim tidak selamat dari masalah tersebut (pergantian roster). Namun demikian, beberapa dapat menyelesaikan isu tersebut, dengan saling bicara dan pada akhirnya bisa bergerak maju sebagai tim. Bagi kami, menyelesaikan masalah-masalah tersebut terbukti telah membawa kami menang di Manilla Major.” Ungkap Fly.

Tahun 2017, N0tail dan Fly kembali mencoba memperjuangkan TI, tetapi dengan roster yang berbeda, yaitu Anathan “Ana” Pham, Gustav “s4” Magnusson, Jesse “JeRax” Vainika. Sayang, lagi-lagi mereka mengalami kegagalan.

Momen TI 7 ini yang memunculkan rivalitas antara N0tail dengan Fly. Setelah berkali-kali gagal, Fly akhirnya memutuskan untuk pindah ke tim Evil Geniuses bersama dengan s4 beberapa saat jelang The International 2018.

Dengan keadaan tim yang tercerai berai, OG harus mengulang kembali kisah perjuangan menjadi tim kuda hitam di TI 8.

Gabungan Talenta, Strategi, dan Kepercayaan Sesama Tim

N0tail agaknya masih mempertahankan nilai kepercayaan di dalam membangun sebuah tim. Ia lebih mengutamakan kesamaan mindset ketimbang sekadar mengambil pemain yang sudah terbukti kemampuannya.

Ini mungkin bisa dibilang jadi salah satu alasan terbentuknya roster OG untuk TI 8 yang dipertahankan sampai TI 9. Mereka mengambil Topias Mikka “Topson” Taavitsainen, menarik kembali Ana, dan memainkan sang pelatih, Sebastien “Ceb” Debs.

Banyak yang tidak percaya dengan roster ini, tapi N0tail percaya. Soal memainkan Ceb, N0tail sempat membicarakannya dalam sebuah wawancara dengan VPEsports. Ketika itu tak hanya mengakui Ceb sebagai pelatih yang luar biasa, dan tapi juga sebagai salah satu pemain dengan kemampuan mekanik yang sangat baik.

Sumber: Twitter @dota2ti
Sumber: Twitter @dota2ti

Begitu juga dengan Topson. Ia sempat malang melintang di berbagai kompetisi online, yang daftarnya mungkin akan terlalu panjang jika harus semuuanya dituliskan di sini. Pengalaman terbesarnya main di panggung adalah saat ia beratnding di WESG Global Grand Finals dengan tim Finlandia. Meski TI tetap belum masuk dalam pengalamannya, namun N0tail tetap percaya.

Dengan roster “seadanya” mereka secara mengejutkan berhasil memenangkan TI 8. Tetapi itu tidak serta-merta hanya karena mereka jago bermain. Ini yang sebenarnya menarik untuk dibahas, yang mana unsur coaching dan mental menjadi faktor terpenting atas kemenangan OG di The International 2018, dan mengulangnya di The International 2019.

Ketika Aspek Psikologis Membawa OG Menang The International Dua Kali

Sebagai tim yang percaya untuk menyelesaikan masalah ketimbang mengganti roster, OG benar-benar menempatkan jerih-payahnya untuk mencapai hal tersebut. Buktinya sudah jelas, OG bisa menang dua kali TI dengan roster yang sama persis.

Sebastien “Ceb” Deb sempat membicarakan ini tahun 2018 lalu dalam wawancara yang cukup panjang dengan VPEsports. Mengingat Ceb juga sempat melatih OG untuk beberapa saat, ia cerita juga soal proses coaching yang ia lakukan.

Menariknya Ceb mengatakan, bahwa menganalisis game sebenarnya hanya satu hal kecil yang bisa dilakukan coach di dalam sebuah pertandingan. “Lebih soal bagaimana Anda menyampaikan informasi ini kepada rekan satu tim.” Ceb melanjutkan.

Sumber: Twitter @dota2ti
Sumber: Twitter @dota2ti

“Bagian mental adalah hal yang sangat penting sekali, karena ketika pemain tertekan di antara permainan, mereka sebenarnya berada di bawah tekanan yang sangat berat. Anggaplah kita membicarakan pertandingan winner bracket di antara game satu dengan game dua di The International. Saat itu anda hanya punya waktu 30 detik. Dengan waktu tersebut, Anda bisa membuat rekan satu tim Anda jadi dua kali lebih kuat atau Anda bisa membuat mereka jadi hancur ketika akan memasuki permainan” Ceb memperjelas.

Ceb sebenarnya punya kemampuan memahami permainan, tapi seperti yang dijelaskan, itu saja tidak cukup. Melatih tim selama kurang lebih dua tahun, akhirnya memaksa Ceb belajar memahami mood dan aspek psikologis kawan-kawannya; walau pada TI 8  Ceb akhirnya turun ke pertarungan dan menjadi pemain.

“Namun jika harus jujur, sebuah tim sebenarnya butuh setidaknya dua orang coach. Satu adalah technical coach, satunya adalah pelatih yang bisa dibilang psychological coach. Menjadikan satu orang untuk melakukan keduanya adalah hal yang menurut saya sangat merugikan.” Ceb menjelaskan.

Pada TI 8 bisa dibilang peran technical coach dijalankan oleh Ppasarel, seorang pemain Dota veteran sejak zaman Defense of the Ancient. Sementara peran pshychological coach, mungkin bisa dibilang dijalankan oleh Ceb dan N0tail sebagai sosok yang lebih dewasa di banding dengan rekan satu tim lainnya.

Formula tersebut berhasil membuat OG berubah total, dari tim yang tercerai berai sesaat sebelum Dota TI, menjadi tim yang menjuarai kompetisi esports dengan hadiah terbesar di dunia. Bagaimana dengan tahun ini?

Akhirnya OG bisa mewujudkan apa yang dikatakan Ceb, menghadirkan technical coach dan psychological coach. Dari sisi technical coach, ada Titouan “Sockshka” Merloz, pemain Dota asal Perancis yang juga punya pengalaman panjang di kancah kompetitif Dota.

Dari sisi psychological coach yang sebenarnya membuat OG jadi menarik. Ada Mia Stellberg, seorang psikolog yang punya banyak pengalaman melatih mental atlet maupun atlet esports.

Sebagai sports psychologist, Mia sempat menjadi pelatih dalam mempersiapkan atlet untuk Olimpiade. Sebagai esports psychologist, bisa dibilang pelatih ini punya kemampuan menghancurkan “kutukan” di esports, sebagai salah satu keahlian dalam portfolionya.

Ia menjadi bagian dari sejarah saat tim Astralis berhasil mematahkan “kutukan” kancah CS:GO di tahun 2017. Pada masa itu Astralis terkenal sebagai tim yang bermain dengan baik di fase grup, namun jadi hancur berantakan saat menghadapi tekanan mental, dan selalu berakhir gagal menjadi juara.

Dengan bantuan Mia, Astralis keluar sebagai juara ELEAGUE Major: Atlanta 2017. Mereka berhasil mematahkan “kutukan” bahkan melanjutkan tradisi juara mereka sampai tahun ini.

Bersama OG, Mia seakan kembali menjadi penawar atas kutukan-kutukan yang selama ini terjadi di esports, termasuk Dota 2. Dalam sebuah wawancara bersama VPEsports, Mia sedikit bercerita soal perannya dalam membantu OG.

Ia kembali menekankan soal bagaimana masing-masing pemain memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yang dapat berubah dan berevolusi. “Menurut saya, sebagai seorang esports psychologist, tugas saya adalah menstabilkan hasil yang akan mereka dapatkan dan membuat aksi mereka jadi lebih bisa diprediksi.” Mia menjelaskan perannya.

Topson juga menceritakan perjuangan dari sisinya. Walau semua terlihat sangat mudah bagi OG untuk The International 2019, namun nyatanya perjuangan tidak semudah itu bagi mereka. “Perjuangan kami sulit, jujur ada masalah motivasi yang kami alami dan itu menjadi sangat berat. Performa kami tidak maksimal pada beberapa kompetisi, tetapi semakin dekat dengan TI, motivasi kami kembali, dan ya inilah kami.” ucap Topson.

Dia juga menceritakan bagaimana kehadiran Mia benar-benar sangat membantu perjuangan OG selama perjuangannya di TI 9. Tapi Mia juga kembali menambahkan, bahwa sebagian besar kemenangan OG di The International 2019 adalah karena mereka sendiri.

“Orang-orang bisa saja mengatakan sesuatu hal soal apa yang bisa atau tidak bisa Anda lakukan. Tetapi tergantung kepada Anda untuk mendengarkannya atau tidak. Pemain-pemain OG tidak mendengarkan komentar orang lain tentang mereka. Mereka melakukan apapun yang mereka mau, mereka independen, pintar, dan tidak terkena dampak dari hal-hal klise (kutukan memenangkan TI dua kali berturut-turut) dunia esports yang diucapkan oleh orang-orang.” Mia menjelaskan.

Perjuangan OG menjadi juara The International sebanyak dua kali berturut-turut tak hanya menorehkan sejarah, tapi juga meninggalkan banyak hal yang bisa kita pelajari.

Apapun sudut pandang kita terhadap jalan yang ditempuh seseorang menjadi sukses, nyatanya proses seseorang atau suatu tim untuk menjadi juara itu tak pernah mudah dan tak boleh sekalipun diremehkan.

OG x SteelSeries

SteelSeries Sponsori Tim OG, Tambahan Motivasi Jelang The International 2019?

Kompetisi esports Dota 2 paling bergengsi tahun ini, The International 2019, semakin hari semakin dekat saja. Pertengahan Agustus nanti, tim-tim Dota 2 terbaik dari berbagai penjuru dunia akan berkumpul di Shanghai untuk membuktikan siapa berhak menyandang gelar juara dunia. Prize pool fantastis menanti, saat ini jumlahnya sudah tembus US$31,3 juta atau kurang lebih Rp444,2 miliar, mengalahkan rekor yang baru saja dicetak Fortnite World Cup.

The International 2019 (TI9) merupakan tantangan tersendiri bagi tim OG yang tahun lalu memenangkan TI8. Mereka hadir bukan sebagai penantang, melainkan pemegang gelar juara bertahan. Apalagi beberapa peserta lain, seperti Virtus.Pro, Vici Gaming, dan Team Secret, belakangan menunjukkan performa gemilang. Sementara Team OG justru mengalami penurunan, karena mereka tidak berhasil memenangkan turnamen Major dan Minor satu pun.

Perjalanan OG antara TI8 ke TI9 sempat melalui sejumlah lika-liku. Setelah menjadi juara dan mengambil libur panjang, OG mengalami beberapa kali pergantian pemain beberapa kali. Awalnya ana (Anathan Pham) pergi meninggalkan tim, digantikan oleh Pajkatt (Per Anders Olsson Lille). Hanya bertahan 2 bulan, Pajkatt kemudian digantikan oleh iLTW (Igor Filatov), pemain pinjaman dari tim Espada. Tapi kemudian di bulan Maret lalu ana kembali bergabung dengan OG, suatu hal yang disambut meriah oleh para penggemar sebab permainan ana yang dahsyat berperan besar dalam mengantar OG menjadi juara TI8.

Roster OG kini kembali sama dengan susunan ketika mereka bermain di TI8, yaitu:

  • ana (Anathan Pham)
  • Topson (Topias Taavitsainen)
  • Ceb/7ckngMad (Sebastien Debs)
  • JerAx (Jesse Vainikka)
  • Notail (Johan Sundstein)

Menjelang TI9, OG juga mengumumkan masuknya sponsor baru di tim mereka, yaitu brand perlengkapan gaming populer SteelSeries. Kerja sama ini melanjutkan tradisi SteelSeries yang telah lama mendukung dunia esports, khususnya Dota 2.

“OG adalah salah satu nama terbesar di esports, dan sebuah kekuatan dominan yang selalu hadir di tengah-tengah komunitas Dota 2,” kata CEO SteelSeries, Ehtisham Rabbani, dalam pengumuman resminya, “Kami bangga bisa bekerja dengan mereka dan memberikan perlengkapan yang mereka butuhkan untuk terus menang di level tertinggi.” Kedua pihak tidak menjelaskan nilai finansial ataupun detail kerja samanya, tapi dari pernyataan ini kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu peran SteelSeries adalah sebagai penyedia hardware.

“Senang sekali bisa bekerja dengan SteelSeries lagi, produk-produk mereka telah menjadi bagian dari seluruh hidup saya,” kata CEO sekaligus kapten OG, Johan “Notail” Sundstein, “Ini adalah babak yang menarik bagi kami dan saya mengharapkan hal-hal hebat.” SteelSeries mungkin baru saja menjalin kerja sama dengan OG, tapi brand ini sudah punya sejarah dengan Notail ketika ia masih bermain untuk tim Fnatic dulu.

https://www.youtube.com/watch?v=Nb1ym4KCiQk

OG akan maju ke Shanghai pada tanggal 15 – 25 Agustus nanti untuk mempertahankan gelar juara dunia mereka dari incaran tim-tim yang tak kalah kuat. Bisakah kerja sama sponsor baru ini memberi suntikan semangat pada tim OG dan membuat mereka menunjukkan performa hebat seperti The International 2018?

Sumber: OG

Dendi

TI9 Dimulai, Dendi Kembali ke Kancah Dota 2 Bersama Tim The Pango

Babak penyisihan (Open Qualifier) untuk The International 2019 telah dimulai! Ratusan tim dari berbagai penjuru dunia saling beradu untuk merebut slot partisipasi di puncak kompetisi Dota 2 tersebut. Open Qualifier ini berlangsung pada tanggal 3 – 7 Juli 2019, kemudian dilanjutkan dengan Regional Qualifier di minggu berikutnya. Di Indonesia pun ada beberapa tim mencoba peruntungan, contohnya EVOS Esports yang sudah lolos ke babak Regional Qualifier.

Ada yang menarik dari wilayah Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS). Anda mungkin beberapa waktu lalu sudah mendengar tentang hengkangnya Dendi alias Danil Ishutin dari tim Tigers, tapi setelah itu nasib Dendi belum diketahui, terutama ke tim mana dia pindah. Kini akhirnya misteri itu terkuak. Dendi rupanya juga mendaftarkan diri ke The International 2019 bersama tim baru, The Pango.

Tigers - Dendi Join
Dendi ketika bergabung dengan Tigers | Sumber: Tigers

The Pango adalah tim yang usianya masih cukup baru, tapi tidak benar-benar baru. Mereka terbentuk di tahun 2018, berdekatan dengan dirilisnya hero Pangolier di Dota 2. Dulunya tim ini bernama NoPangolier, sebagai candaan karena Pangolier dinilai sebagai hero yang sangat imba. Kemudian di awal 2019 ini mereka mengubah nama menjadi The Pango ketika hendak mengikuti Chongqing Major.

Dendi sendiri, meskipun sudah tidak bermain dengan tim Dota 2 NaVi, sebetulnya masih merupakan bagian dari organisasi tersebut. Jadi statusnya di The Pango hanyalah pemain pinjaman (loan). Ketika bermain bersama Tigers pun Dendi sebenarnya juga berstatus loan.

Berikut ini daftar roster The Pango sekarang:

  • Posisi 1: Chappie (Vladimir Kuzmenko)
  • Posisi 2: Dendi (Danil Ishutin)
  • Posisi 3: Ghostik (Andrey Kadyk)
  • Posisi 4/5: yamich (Daniyal Lazebny)
  • Posisi 4/5 + Kapten: Misha (Mikhail Agatov)
  • Cadangan: Naive- (Aybek Tokaev)

Lalu bagaimana performa The Pango di The International 2019? Cukup disayangkan, mereka gagal di Open Qualifier pertama pada tanggal 4 Juli kemarin, kalah oleh tim FlyToMoon. Tapi masih ada kesempatan berikutnya di Open Qualifier kedua. Kebetulan kualifikasi kedua itu berjalan pada hari yang sama dengan hari ketika artikel ini ditulis.

Bila mereka berhasil lolos, apalagi sampai ke babak utama, ini akan menjadi pembuktian bagi Dendi bahwa dirinya masih layak dipandang sebagai pemain top tier. Dendi memang pernah meraih gelar juara dunia, tapi belakangan ini banyak pemain lain—terutama midlaner—yang bisa menunjukkan permainan lebih baik. Meski demikian saya tetap berharap The Pango bisa maju hingga ke babak utama, karena esports Dota 2 rasanya kurang lengkap bila tanpa Dendi.

Sumber: VPEsports, The Pango, Dota 2 Maincast

The International 2019

Jadwal Kualifikasi The International 2019 Terungkap, Siapa Jagoan Anda?

Musim kompetisi Dota Pro Circuit (DPC) untuk periode 2018 – 2019 semakin mendekati puncaknya! Tinggal satu turnamen Major tersisa di periode ini, yaitu EPICENTER Major yang akan digelar beberapa hari lagi tepatnya pada tanggal 22 Juni. Setelah itu kita akan memasuki masa persiapan dalam rangka menyambut turnamen tahunan Dota 2 terbesar sejagat, yaitu The International 2019 (TI9).

Menurut jadwal yang telah diumumkan, EPICENTER Major akan berakhir pada tanggal 30 Juni. Setelahnya, nilai DPC Point milik seluruh tim yang berpartisipasi dalam turnamen Major dan Minor akan dijumlahkan untuk mencari 12 tim terbaik. 12 tim inilah yang masuk ke jajaran tim undangan alias direct invite, yaitu tim-tim yang langsung terdaftar sebagai peserta turnamen The International 2019.

Bagaimana dengan tim yang tidak masuk ke daftar direct invite? Untuk bisa tampil di TI9, mereka harus terlebih dahulu melalui tahapan kualifikasi. Kualifikasi ini dibagi menjadi dua tahap: Open Qualifier dan Regional Qualifier. Valve menyediakan 1 slot kualifikasi untuk setiap wilayah kompetisi, artinya terdapat 6 tim yang akan maju dari jalur kualifikasi. Total 18 tim ini kemudian akan terbang ke Shanghai, Tiongkok, untuk bertanding memperebutkan Aegis pada babak utama TI9 di gedung Mercedes-Benz Arena.

Baru-baru ini Wykrhm Reddy yang merupakan sumber informasi terpercaya dunia Dota 2 telah menunjukkan jadwal acara TI9, mulai dari Open Qualifier hingga babak utama atau Main Event. Jadwalnya dapat Anda lihat dalam gambar di bawah.

The International 2019 - Schedule
Sumber: Wykrhm Reddy

Penjualan tiket untuk hadir menonton TI9 secara langsung sudah mulai dijual sejak akhir Mei lalu. Sementara The International 2019 Battle Pass justru sudah tersedia lebih awal lagi bagi para pemain Dota 2 yang berminat. Seperti biasa, para pemilik Battle Pass ini bisa memperoleh berbagai skin eksklusif dan in-game item lainnya, juga bisa menjalankan beragam quest untuk mendapatkan imbalan lebih banyak. Tapi keuntungan memiliki Battle Pass tidak berhenti sampai di situ.

Setelah melalui berbagai rumor, Valve akhirnya merilis secara resmi permainan auto chess milik mereka sendiri yang bertema Dota 2. Berjudul Dota Underlords sesuai desas-desus yang banyak beredar, game ini bersifat standalone alias terpisah dari client Dota 2. Akan tetapi game ini belum dirilis secara final, melainkan masih di tahap beta tertutup. Seluruh pemilik Battle Pass bisa mencicipi Dota Underlords versi beta tersebut lebih awal, selama kurang lebih satu minggu. Kemudian Valve akan merilis versi Open Beta yang bisa dimainkan siapa saja secara gratis.

Dota Underlords
Sumber: Valve

Mengacu pada tabel klasemen Dota Pro Circuit yang disediakan Valve, tampaknya Team Secret lagi-lagi akan menjadi kandidat favorit juara di TI9. Mereka memimpin klasemen dengan perolehan 14.250 DPC Point, diikuti oleh Virtus.pro dan Evil Geniusis di peringkat 2 dan 3. Raihan 2 trofi Major (Chongqing Major dan MDL Disneyland Paris Major) dalam musim DPC jelas menunjukkan bahwa tim yang dikapteni Clement “Puppey” Ivanov ini patut diperhitungkan, tapi dalam Dota 2 apa pun bisa terjadi. Akankah Team Secret berhasil membawa pulang Aegis, ataukah mereka akan tumbang oleh tim kuda hitam yang tak terduga?

Sumber: Wykrhm Reddy, Valve, VPEsports