Tag Archives: Thye Yeow Bok

Octopus, agregator platform daur ulang sampah asal Indonesia, menjadi satu-satunya mewakil dari Indonesia di Google for Startups Accelerator: Circular Economy

Octopus Terpilih sebagai Peserta Program Akselerator Startup Google Khusus Bidang Circular Economy

Program “Google for Startups Accelerator: Circular Economy” mengumumkan 12 peserta terpilih dalam batch pertama. Octopus, agregator platform daur ulang sampah asal Indonesia, menjadi satu-satunya yang mewakili Indonesia. 11 startup lainnya berasal dari Amerika Serikat, Korea Selatan, India, dan Taiwan.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan Google pada hari ini (7/2), ke-12 startup yang mengikuti program GFS Accelerator menggunakan teknologi untuk menangani berbagai area masalah yang kompleks, mulai dari limbah makanan dan mode busana, hingga daur ulang dan produk yang dapat digunakan kembali (reusable products).

Selama tiga bulan ke depan, mereka semua akan diberikan pelatihan, mentoring, juga insight dari Google serta mentor eksternal untuk membantu mengembangkan proyek yang sedang dikerjakan. Lalu pada hari demo di akhir program, para peserta akan diminta mempresentasikan hal apa saja yang sudah mereka kerjakan.

“Bergabung dengan Google for Startups Accelerator memberikan kesempatan bagi kami untuk belajar lebih banyak dari Google, serta masuk ke jaringan ekosistem yang dapat membantu mengakselerasi Octopus yang tengah berkembang pesat. Salah satu topik yang membuat kami tertarik adalah yang terkait tentang acquiring new customers ataupun new consumers,” ujar Co-Founder & CEO Octopus Indonesia Moehammad Ichsan.

Menurutnya, ekonomi sirkular adalah hal yang sangat baru di Indonesia, sehingga untuk mendapatkan konsumen atau pengguna aplikasi masih merupakan tantangan terbesar yang kami hadapi saat ini. Dengan bergabung di program ini, ia berharap dapat mempelajari strategi untuk menarik minat pengguna dalam memanfaatkan platform Octopus secara berkelanjutan.

Head of Startup Ecosystem SEA, SAF, and Greater China Region Thye Yeow Bok menambahkan, di Indonesia industri sampah yang dikelola oleh para pemulung atau pekerja informal masih menjadi kunci pengelolaan sampah di negara ini, terutama di daerah pedesaan, sistem pengumpulan sampah secara konvensional belum diterapkan.

Dia memandang, Octopus memberikan solusi yang membuat pengumpulan sampah informal lebih mudah diakses dan efisien. Hal ini memudahkan individu maupun organisasi mendukung upaya daur ulang sampah di Indonesia. “Ini yang membuat kami sangat senang untuk mendukung dan membantu memperluas upaya mereka,” tambah Bok.

Bok melanjutkan, saat ini berbagai perusahaan dan organisasi di seluruh dunia mulai mengambil langkah untuk beralih dari model ekonomi linear, yakni model “ambil, buat, buang”, menuju ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular adalah model ekonomi yang memperpanjang masa pakai produk dan bahan baku sehingga dapat meminimalkan limbah dan bisa menghemat penggunaan sumber daya alam yang jumlahnya terbatas.

“Saat ini di Google kami sedang mencari berbagai cara untuk memaksimalkan penggunaan kembali sumber daya di seluruh operasi, produk, dan supply chain kami. Selain itu, kami juga membantu berbagai pihak yang ingin sama-sama melakukannya, dengan mendukung startup yang berupaya membangun ekonomi sirkular.”

Managing Director gTech Sustainability Estee Cheng menambahkan, “Daur ulang berperan penting dalam memajukan ekonomi sirkular. Kini ada makin banyak perusahaan yang memikirkan aspek teknis dan desain produk mereka sejak dini, dan mengintegrasikan aspek kedaurulangan ke dalam produk mereka sejak awal untuk mendukung konsep ekonomi sirkular. Artinya, ketika suatu produk mencapai akhir masa pakainya, produk tersebut dapat diubah menjadi produk baru.”

Sebelumnya, Google mengumumkan GFS Accelerator baru pada Oktober 2022 dalam rangka mendukung startup serta organisasi nonprofit di Amerika Utara dan Asia Pasifik yang berusaha memecahkan tantangan terkait ekonomi sirkular, yang bertujuan meminimalisir sampah, memperpanjang masa pakai produk dan bahan baku, serta membantu meregenerasi sistem alam. Model ekonomi sirkular didasarkan pada prinsip mengurangi, menggunakan kembali, memperbaiki, meremajakan, serta mendaur ulang bahan baku dan produk.

Disebutkan ada ratusan aplikasi yang mendaftar untuk mengikuti program tersebut.

Program akselerator lainnya

Selain Google, sejumlah startup berdampak dari Indonesia juga pernah menjadi peserta dari berbagai program akselerator yang diselenggarakan pihak global. Berikut informasinya:

  1. Perusahaan VC yang berbasis di AS, AgFunder, dan ecosystem-builder yang berbasis di Singapura, GROW, menyelenggarakan AgFunder GROW Impact. Program yang pertama kali diadakan pada 2019 ini, telah mengumpulkan lebih dari $60 juta secara kolektif dari seluruh lulusan startupnya. Startup asal Indonesia, Green Rebel Foods adalah salah satu lulusannya.
  2. Program akselerator NINJA JICA 2022 bermitra dengan ANGIN memilih tiga startup berdampak asal Indonesia yang berhak untuk mengikuti program akselerasi pada November 2022. Ketiga startup tersebut adalah Bell Society, CarbonEthics, dan Surplus. Mereka berhasil lolos setelah melalui proses kurasi dari total 200 startup yang mendaftar.
  3. Grow Impact Accelerator yang kini sudah membuka cohort ke-4 ini, memilih startup Mycotech Lab sebagai salah satu dari 10 startup terpilih dalam cohort ke-3. Tak hanya program mentoring dan akses ke jaringan pasar, peserta juga mendapat dana investasi sebesar $100 ribu.
  4. Sustainable Impact Accelerator yang diselenggarakan oleh Singapore Centre for Social Enterprise, raiSE, dan Quest Ventures, kini sudah membuka cohort ke-2. Peserta yang terpilih juga akan memperoleh dana investasi sebesar $40 ribu. Frea, startup yang didirikan oleh orang Indonesia, adalah salah satu pesertanya pada cohort pertama.
Program akselerator Google for Startups Accelerator (GfS Accelerator), kini spesifik mengangkat tema Circular Economy untuk batch pertamanya

Google Buka Batch Pertama Program Akselerator Khusus Ekonomi Sirkular

Program akselerator Google for Startups Accelerator (GfS Accelerator), kini spesifik mengangkat tema ekonomi sirkular untuk batch pertamanya. Google mencari startup dan organisasi nirlaba di Asia Pasifik dan Amerika Utara yang berupaya menciptakan ekonomi sirkular dan membangun masa depan yang berkelanjutan tanpa pemborosan.

Melalui program tersebut, Google akan memilih organisasi yang menggunakan teknologi untuk mengatasi tantangan sirkular, termasuk dalam aktivitas penggunaan kembali (reuse), isi ulang (refill), daur ulang (recycling), pengomposan, fesyen, makanan, bahan yang aman dan sirkular, dan lingkungan binaan (build environment).

Dalam konferensi pers virtual, Head of Startup Ecosystem, SEA, SAF and Greater China Region Google Thye Yeow Bok menyampaikan bahwa Google mencari 10 hingga 15 startup dalam cohort perdana ini. Tidak ada investasi ekuitas yang diberikan untuk tiap peserta, malah nantinya dalam demo day yang berlangsung pada akhir program, akan difasilitasi bertemu dengan investor potensial.

“Kita tidak mengambil ekuitas dari startup peserta. Justru saat demo day, kita akan beri mereka fasilitas untuk terhubung dengan investor potensial,” kata Bok.

Lebih lanjut, Google for Startups Accelerator menawarkan program virtual selama 10 minggu, mencakup pendampingan dan dukungan teknis dari insinyur Google dan pakar eksternal melalui campuran sesi pembelajaran 1-to-1 dan 1-to-many. Peserta juga akan didampingi Success Manager untuk mendapatkan lebih banyak dukungan khusus untuk organisasi mereka.

Pembukaan peserta berlangsung mulai hari ini (4/10) sampai 14 November mendatang. Sementara, program akan dimulai pada Februari 2023. Informasi lebih lanjut mengenai pendaftaran dapat diakses langsung melalui situs resmi.

Latar belakang Google

Dijelaskan lebih jauh, keputusan Google untuk membuka batch khusus ekonomi sirkular ini karena tiap tahunnya terdeteksi manusia mengonsumsi lebih banyak daripada yang dapat diisi ulang secara alami oleh bumi. Pada tahun ini diprediksi permintaan global akan sumber daya diproyeksikan menjadi 1,75 kali lipat dari yang dapat diregenerasi oleh ekosistem bumi dalam setahun.

Sebagian besar dari sumber daya yang diekstrak dan gunakan akhirnya menjadi limbah dan menambah lebih dari dua miliar ton limbah padat yang dihasilkan setiap tahun.

Model ekonomi linier terbukti membawa banyak kemajuan bagi umat manusia dalam waktu singkat. Namun, model ini juga telah menciptakan kerusakan lingkungan, ketidakadilan, dan kesenjangan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kekurangan sumber daya yang berada di dekat kawasan industri di mana kadar polusi lebih tinggi.

Oleh karenanya, seluruh pihak perlu membangun kembali hubungan dengan sumber daya fisik dengan membuat, memroses, menggunakan, dan mendaur ulang untuk menciptakan ekonomi sirkular yang lebih aman, berkelanjutan, dan lebih adil bagi semua pihak.

Menurut Google, kawasan Asia-Pasifik adalah titik awal yang baik untuk berinovasi dan menciptakan solusi ekonomi sirkular. Kawasan ini adalah wilayah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebanyak 90% dari semua plastik yang terbawa sungai di lautan hanya berasal dari sepuluh sungai, delapan di antaranya berada di APAC. Pada 2040, kawasan Asia diperkirakan akan mendorong 40% dari nilai konsumsi dunia.

Dengan latar belakang ini, banyak ekosistem startup dan inovasi di Asia-Pasifik yang berkembang mewakili peluang dan keinginan untuk menciptakan produk original dan bermanfaat di ruang ekonomi sirkular. Peningkatan minat dalam impact investing di beberapa tahun terakhir, menandakan bahwa para investor menyadari perlunya mendukung solusi keberlanjutan.

Di Google sendiri, dalam implementasi ekonomi sirkular ini telah memberlakukan sejumlah inisiatif yang tertuang dalam produk-produknya. Misalnya, memetakan lokasi drop-off daur ulang di Maps dan Search; membangun model ML untuk mengidentifikasi sampah di jalanan; sumber terbuka dan model ML untuk membantu pusat daur ulang meningkatkan analisis/pengelolaan limbah.

“Masih banyak ruang yang perlu dilakukan. Kami ingin mendukung startup dan non-profit yang yang merupakan inovator di ruang ini,” tutup Managing Director Tech Sustainability Google Estee Cheng.

DailySocial mewawancarai Thye Yeow Bok selaku Head of Startup Ecosystem SEA SAF Google / DailySocial

[Video] Peranan Google Sukseskan Startup di Indonesia

Banyaknya startup yang kian menjamur di era transformasi digital belakangan ini membuat Google turut berkontribusi aktif dalam menyukseskan perusahaan rintisan di berbagai belahan dunia melalui beragam program.

DailySocial bersama Thye Yeow Bok, Head of Startup Ecosystem SEA SAF Google, membahas lebih jauh tentang sejauh mana kinerja dan peranan Google untuk melahirkan startup terbaik melalui program Google for Startups Accelerator: Indonesia.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.