Tag Archives: Timothy Astandu

DailySocial mewawancarai Timothy Astandu dari Populix / DailySocial

[Video] Fokus Populix Jembatani Riset untuk Semua

DailySocial bersama CEO Populix Timothy Astandu membahas perkembangan bisnis perusahaan saat ini dan seperti apa tren bisnis di industri riset, khususnya yang berhubungan dengan panel online.

Di diskusi ini, Timothy memaparkan teknologi dan kustomisasi layanan di Populix dan perjalanan pendanaan untuk perusahaan.

Bagaimana strategi bisnis Populix untuk menggaet lebih banyak konsumen ke depan? Seperti apa target perusahaan tahun ini?

Simak pembahasannya di video berikut ini.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

Survei Populix berjudul “Insights and Future Trends of Investments in Indonesia,” menunjukkan mayoritas (72%) responden mengatakan bahwa mereka mulai berinvestasi

Survei Populix: Di Tahun 2022, Masyarakat Semakin Melek Investasi

Masyarakat Indonesia dinilai telah memiliki kesadaran yang lebih baik dalam berinvestasi semenjak pandemi. Mereka mulai memiliki perencanaan keuangan, termasuk dana darurat, asuransi kesehatan, hingga investasi.

Berdasarkan hasil survei yang diselenggarakan Populix berjudul “Insights and Future Trends of Investments in Indonesia” menunjukkan mayoritas (72%) responden mengatakan bahwa mereka mulai berinvestasi, terutama di kalangan generasi milenial. Angka tersebut meningkat dibandingkan survei sebelumnya yang digelar pada Januari 2021 yang mengungkap bahwa hanya kurang dari setengah responden (44%) yang telah mulai berinvestasi.

Co-founder & CEO Populix Timothy Astandu menyampaikan survei termutakhir ini memperlihatkan bahwa semakin banyak generasi muda yang melek investasi. Kehadiran berbagai aplikasi investasi tentunya mendorong inklusivitas kepada anak muda untuk mulai berinvestasi, terlihat dari mayoritas responden yang memilih untuk menjalankan investasi melalui aplikasi.

Dalam survei, sambungnya, juga menunjukkan bahwa responden telah mempertimbangkan aspek-aspek kondisi keuangan mereka, kejelasan informasi, serta profil risiko dari masing-masing instrumen investasi. Artinya, saat ini mereka sudah memiliki kesadaran dan literasi keuangan yang lebih baik sebelum memulai untuk berinvestasi.

“Tentunya hal ini menjadi catatan positif untuk Indonesia. Namun fenomena ini juga menjadi alarm pengingat bahwa diperlukan kolaborasi antara berbagai pihak untuk terus mengimbangi minat anak muda Indonesia pada tren investasi dengan literasi keuangan yang lebih baik lagi,” ucapnya dalam keterangan resmi, Rabu (30/11).

Survei Populix

Lebih lanjut, dalam survei memperlihatkan mayoritas responden (64%) dari segala rentang usia memiliki tujuan utama berinvestasi untuk mengumpulkan dana darurat. Secara khusus jika melihat perilaku berinvestasi dari setiap generasi, survei menunjukkan bahwa selain mengumpulkan dana darurat, generasi Z dan milenial cenderung berinvestasi untuk mendapatkan penghasilan tambahan, sementara generasi X bertujuan untuk mengumpulkan dana pensiun.

Sumber: Populix

Reksa dana (47%) masih menjadi instrumen investasi yang paling banyak dipilih responden. Selanjutnya disusul perhiasan emas (46%), saham (32%), logam mulia (30%), deposito (29%), properti (21%), dan aset kripto (20%). Responden yang datang dari generasi Z cenderung memilih investasi reksa dana, sementara milenial dan generasi X tertarik untuk investasi pada perhiasan emas. Dua alasan utama responden memilih instrumen yang dituju karena terdaftar di OJK dan punya profil risiko rendah.

Untuk mencari informasi seputar instrumen investasi, sebagian besar (68%) responden memanfaatkan platform media sosial, khususnya YouTube dan Instagram. Selain itu, mereka juga mencari informasi resmi dari OJK (42%), teman atau rekan kerja (40%), situs resmi institusi keuangan (34%), dan influencer (32%).

Sumber dana dan platform investasi yang digunakan

Lebih lanjut, dalam berinvestasi sebanyak 5 dari 10 responden mengatakan mereka menyisihkan sebagian dana dari pendapatan rutin, serta tabungan mereka. Di antara 54% responden yang mengalokasi anggaran dari pendapatan rutin, mayoritas menyisihkan sekitar Rp100 ribu-Rp250 ribu pendapatan mereka.

Di sisi lain, responden juga mengalokasikan 5%-10% untuk sumber dana investasi dari pendapatan lainnya, seperti tabungan, bonus atau penghasilan tambahan, THR, dana dari keluarga, dana darurat, dan hasil penjualan aset.

Berikutnya, responden juga cenderung berinvestasi melalui platform aplikasi, bank, atau keduanya. Sebanyak 71% responden memilih aplikasi karena kemudahan dalam satu aplikasi, persyaratan yang tidak rumit, dan membutuhkan modal yang relatif kecil. Aplikasi Bibit paling banyak dipilih responden (56%), diikuti dengan DANAeMAS (33%), Ajaib (28%), Tokopedia (25%), dan OVO Invest (20%).

Sumber: Populix

Di sisi lain, sebanyak 44% responden yang memilih berinvestasi melalui bank menyebutkan bahwa mereka menganggap bank lebih dipercaya untuk keperluan investasi, punya kemudahan, dan ketentuan yang tidak rumit. Beberapa bank utama yang dipercaya responden adalah BRI (31%), BCA (31%), Bank Mandiri (30%), dan BNI (27%).

Survei ini juga menemukan kendati minat investasi meningkat, masih ada 28% responden yang belum mau berinvestasi karena kondisi keuangan yang belum mencukupi untuk memulai investasi (78%). Selain itu, masih ada pemahaman bahwa investasi membutuhkan dana yang besar (36%), takut mengambil risiko (32%), sulit memahami informasi seputar investasi (20%), trauma penipuan investasi di masa lalu (14%), dan bertentangan dengan kepercayaan atau berisiko mengandung riba (8%).

Namun demikian, sebanyak 95% responden mengaku sudah memiliki rencana untuk berinvestasi di masa depan, terutama pada instrumen logam mulia (49%), perhiasan emas (42%), saham (42%), properti (37%), reksa dana (35%), dan deposito (32%).

Sebagai catatan, survei ini dilakukan pada 24-28 November 2022 dilakukan secara online melalui aplikasi Populix. Ada 1.038 responden laki-laki dan perempuan berusia 18-55 tahun yang berpartisipasi dalam tersebut. Survei kuantitatif ini dilakukan dalam bentuk kuesioner tertutup dengan format pilihan ganda tunggal dan pilihan ganda kompleks.

Sumber: Populix

Platform Riset Pasar Populix Peroleh Pendanaan Sebesar 114 Miliar Rupiah, Dipimpin Intudo Ventures dan Acrew Capital

Startup pengembang platform riset pasar Populix memperoleh putaran pendanaan Seri A dalam bentuk pembiayaan (financing) sebesar $7,7 juta atau sebesar 114 miliar Rupiah, dipimpin oleh Intudo Ventures dan Acrew Capital. Turut juga berpartisipasi Altos Ventures dan Quest Ventures.

Tahun lalu Populix menerima pendanaan pra-seri A senilai $1,2 juta atau setara Rp17,3 miliar dari Intudo Ventures, yang sebelumnya juga memimpin pendanaan awal di 2019, dan Quest Ventures.

Populix merupakan platform yang menawarkan kegiatan riset dan pengumpulan data bagi pebisnis, perusahaan, dan individual untuk mempermudah pengambilan keputusan dengan menggunakan studi kualitatif dan kuantitatif.

Dalam keterangan resminya, Co-founder dan CEO Populix Timothy Astandu mengatakan, pihaknya akan memperkuat digitalisasi seluruh proses pendataan, optimalisasi produk existing, dan meluncurkan sejumlah layanan baru yang memungkinkan siapapun mengambil keputusan tepat bagi bisnis mereka.

“Orang-orang tidak lagi mengandalkan insting untuk menjalankan bisnis mereka. Kami sedang membangun dunia di mana pengusaha dan CEO Fortune 500 dapat mengakses data yang cepat dan relevan untuk mendorong keputusan bisnisnya,” tutur Timothy.

Sementara itu, Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip mengatakan bahwa  Indonesia merupakan pasar consumer yang berkembang pesat dan bergerak dengan kecepatan yang sulit dipahami oleh bisnis lokal. Maka itu, pemahaman yang tepat dan akurat sangat dibutuhkan bagi keberhasilan bisnis berskala besar maupun kecil. “Sebagai salah satu pendukung Populix paling awal, kami bangga dengan bagaimana tim Populix semakin matang dan mengiterasi produk mereka mengikuti pasar Indonesia yang selalu berubah,” tutur Yip.

Partner Quest Ventures Jeff Seah menambahkan, “Asia Tenggara telah menjadi pasar terkemuka bagi perusahaan global untuk mendorong pertumbuhan bisnis dan masuk ke kelas konsumen baru. Bagi bisnis baru di regional, penting untuk memahami pola pikir lokal agar bisa sukses. Populix telah menunjukkan kemampuan luar biasa untuk menggambarkan preferensi konsumen Indonesia dan mengubah data point menjadi business insight yang dapat ditindaklanjuti,” kata Seah.

Pengembangan produk hingga ekspansi

Timothy mengungkap, pihaknya akan merekrut ahli di bidang produk dan engineering untuk meningkatkan pengumpulan data dan mengakomodasi kebutuhan lebih banyak klien. Untuk memperkuat posisinya di Asia Tenggara, pihaknya juga berencana ekspansi regional di tahun 2023 dengan fokus awal pada produk Poplite.

Berdiri pada Januari 2018, Populix menawarkan sejumlah layanan untuk kebutuhan riset. Pertama, Datasets berbasis subscription yang berisi ribuan data point terkait perilaku konsumsi online, gaya hidup, hingga emerging trend. Kedua, Poplite atau layanan penelitian dengan model bayar per penggunaan (pay-per-use). Layanan ini memungkinkan siapapun untuk membuat survei dan mengumpulkan business insight yang ditargetkan dan dapat ditindaklanjuti.

Menurut Timothy, misi awal Populix adalah membuat kegiatan penelitian lebih mudah, sederhana, akurat bagi bisnis, dan dapat diakses siapapun dengan dukungan teknologi. Dengan kemampuan Populix memindahkan kumpulan data secara online dan mobile, pihaknya berupaya membuat kegiatan riset menjadi lebih seru dan rewarding bagi responden.

Sejak 2020, Populix telah melakukan kegiatan riset dengan lebih dari 1,500 klien, mulai dari Fortune Global 500, pemerintahan, perusahaan konglomerasi, UMKM, akademik, dan individual di Indonesia. Menurut catatannya, sebanyak 45% klien Populix merupakan pengguna consumer insight pertama kali yang berupaya merefleksi utilitas sehari-hari sehingga pelaku bisnis dapat memahami konsumen dan mencapai product-market fit.

Populix menawarkan lebih dari 300.000 responden terverifikasi dan targeted untuk mengikuti kegiatan riset terkait preferensi, kebiasaan, dan pendapat terkait konsumen di Indonesia. Untuk memvalidasi keakurasian responden, Populix mengembangkan Popscore sebagai credit scoring system yang menilai kualitas responden dari tingkat kejujuran dan aktifnya seorang responden.

Perusahaan mengklaim telah mengalami pertumbuhan pendapatan hingga tiga kali lipat selama setahun terakhir.

Populix Receives Pre Series A Funding Worth 17.3 Billion Rupiah Led by Intudo Ventures

Populix market research platform today (29/4) announced pre-series A funding of $1.2 million or equivalent to 17.3 billion Rupiah. This round was led by Intudo Ventures, the one that led its seed funding in 2019; with the participation of Quest Ventures and some other investors which details were not mentioned.

The company will use the fresh funds to launch new products, strengthen marketing and recruit new talent. Over the past year, the company has updated its “Populix for Business” service with a new application featuring UI/UX enhancements to make it easier for clients to be more informed of the ongoing research project.

Through the new application, Populix aims to become a “one stop shop” for businesses to conduct research and gain consumer insights. On the other hand, Populix is ​​also developing a data set product to regularly track market movements – enabling businesses to closely follow consumer dynamics and preferences.

In order to support data collection, the Populix application can now recognize invoices (for example from e-commerce purchases) of respondents using optical character recognition technology or scanning of notes via camera, with an accuracy of up to 93%. The concept of collecting data through purchase notes is not a new thing, previously, Pomona was doing something similar to help brands understand their customers.

“Populix provides comprehensive and unique insights into Indonesian dynamic consumer market [..] In the future, Populix will introduce more sophisticated services for clients to meet their focus while continuing to refine our mass market offering to open doors for more people to get access to consumer insight products,” Populix’s Co-Founder & CEO, Timothy Astandu said.

Was founded in January 2018, Populix exists as a mobile application that supports research activities. People can download the application and act as respondents. Each successfully completed survey will earn certain points and credits. Populix claims to have 250 thousand respondents spread across 300 cities in Indonesia.

Apart from quantitative research, Populix also supports businesses conducting qualitative research. Their business services offer subscription services, conducting regular brand tracking to understand public perceptions. Populix also started serving the SME segment by providing more affordable packages.

Apart from Populix, a startup from Yogyakarta, Jakpat also offer similar service. Utilizing applications and a gamification approach, they invite the public to become respondents to a survey that fits their criteria/profile.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Pra-Seri A Populix

Populix Dapat Pendanaan Pra-Seri A Senilai 17,3 Miliar Rupiah Dipimpin Intudo Ventures

Startup pengembang platform riset pasar Populix hari ini (29/4) mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $1,2 juta atau setara 17,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Intudo Ventures, investor yang juga memimpin pendanaan awalnya di tahun 2019; dan didukung Quest Ventures serta sejumlah investor lain yang tidak disebutkan detailnya.

Perusahaan akan menggunakan dana segar untuk meluncurkan produk baru, memperkuat pemasaran, dan merekrut talenta baru. Selama satu tahun terakhir, perusahaan telah memperbarui layanan “Populix for Business” lewat aplikasi baru yang menampilkan peningkatan UI/UX guna memudahkan klien lebih banyak informasi tentang proyek riset yang dilakukan.

Melalui aplikasi baru tersebut, Populix memiliki ambisi untuk menjadi “toko serba ada” bagi bisnis dalam melakukan berbagai penelitian dan mendapatkan wawasan konsumen. Di sisi lain, Populix juga tengah mengembangkan produk set data untuk secara berkala melacak pergerakan pasar — memungkinkan bisnis mengikuti dinamika dan preferensi konsumen dengan cermat.

Untuk mendukung pengumpulan data, aplikasi Populix kini dapat mengenali tagihan (misalnya dari pembelian di e-commerce) responden dengan teknologi optical character recognition atau pemindaian nota lewat kamera, dinilai akurasinya sampai 93%. Konsep pengumpulan data melalui nota pembelian ini bukan hal baru, sebelumnya ada startup Pomona yang lakukan hal serupa untuk membantu brand memahami pelanggannya.

“Populix memberikan wawasan komprehensif dan unik tentang pasar konsumen Indonesia yang dinamis [..] Di masa mendatang, Populix akan memperkenalkan layanan yang lebih canggih untuk klien untuk memenuhi kebutuhan yang ditargetkan sambil terus menyempurnakan penawaran pasar masal kami untuk membuka pintu bagi lebih banyak orang untuk mendapatkan akses ke produk wawasan konsumen,” ujar Co-Founder & CEO Populix Timothy Astandu.

Didirikan sejak Januari 2018, Populix hadir sebagai aplikasi seluler yang mendukung kegiatan penelitian. Masyarakat umum dapat mengunduh aplikasi dan bertindak sebagai responden. Setiap survei yang berhasil diselesaikan ada poin dan kredit tertentu yang didapatkan. Populix mengklaim telah memiliki 250 ribu responden yang tersebar di 300 kota di Indonesia.

Selain kegiatan riset kuantitatif, Populix juga mendukung bisnis melakukan penelitian kualitatif. Layanan bisnis mereka menawarkan layanan berlangganan, melakukan pelacakan merek secara rutin untuk memahami persepsi publik. Populix juga mulai melayani segmen UKM dengan memberikan paket yang lebih terjangkau.

Tidak hanya Populix, layanan serupa juga disuguhkan startup asal Yogyakarta bernama Jakpat. Menggunakan aplikasi dan pendekatan gamifikasi, mereka mengajak masyarakat umum menjadi responden sebuah survei yang sesuai dengan kriteria/profilnya.

Application Information Will Show Up Here