Tag Archives: Titanfall

Titanfall Resmi Ditarik dari Peredaran, Namun Server-nya Masih Akan Tetap Aktif

Game FPS multiplayer Titanfall resmi ditarik dari peredaran mulai hari ini. Lewat Twitter, Respawn Entertainment selaku pengembangnya turut menjelaskan bahwa game Titanfall yang pertama ini juga akan dicabut dari berbagai layanan subscription pada tanggal 1 Maret 2022. Kendati demikian, Respawn memastikan bahwa server Titanfall masih akan terus aktif buat para penggemar loyalnya.

Respawn memang tidak mengelaborasi alasan di balik keputusannya menyetop penjualan Titanfall orisinal, namun besar kemungkinan ini berkaitan dengan serangan DDoS yang rutin diterima server Titanfall selama dua tahun terakhir (dan yang sampai menjalar ke Apex Legends), sehingga game-nya sering kali jadi tidak dapat dimainkan sama sekali.

Problemnya pun terus berkelanjutan karena Respawn hanya bisa mengalokasikan 1-2 orang untuk menangani Titanfall orisinal. “Kalau game-nya tidak bisa dimainkan, lalu kenapa masih dijual?” Kira-kira begitulah keluhan yang dilontarkan fans loyal Titanfall selama ini, dan tampaknya EA selaku publisher-nya pun akhirnya sudah tobat.

Tentu saja kita juga tidak boleh lupa akan fakta bahwa Titanfall sudah cukup berumur. Game ini pertama dirilis di bulan Maret 2014, dan dalam kurun waktu tujuh tahun pasca peluncurannya, Titanfall sudah menerima satu sekuel beserta dua game spin-off (salah satunya Apex Legends itu tadi).

Jumlah pemainnya yang masih aktif juga sudah tersisa sangat sedikit. Berdasarkan data dari SteamDB, jumlah terbanyak pemain yang online secara bersamaan dalam 24 jam terakhir cuma 9 orang (pastinya lebih banyak kalau ditambah pemain yang online via Origin, tapi semestinya tidak akan signifikan).

Di titik ini, tidak berlebihan jika kita menganggap bahwa masa hidup Titanfall sudah tamat. Namun para penggemarnya tidak perlu bersedih, sebab mereka masih punya Titanfall 2. Sekuelnya itu memang juga tidak luput dari serangan DDoS yang sama, tapi setidaknya ia masih punya single-player campaign yang fenomenal, satu elemen krusial yang absen pada Titanfall orisinal.

Bagaimana dengan Titanfall 3? Sebaiknya jangan terlalu berharap banyak, mengingat mayoritas tim Respawn masih akan terus berfokus ke Apex Legends, yang sendirinya merupakan salah satu anak emas EA dengan pemasukan yang luar biasa.

Sumber: IGN.

Titanfall Pertama Ternyata Kini Hanya Ditangani oleh 1-2 Orang

Kelanjutan dari aksi protes para pemain Titanfall pertama yang menyebabkan game Apex Legends dan Titanfall 2 terkena hack ternyata terus berlanjut. Sayangnya berbeda dengan Apex Legends yang permasalahannya dapat segera diatasi tidak sampai 1 hari, Titanfall kelihatannya tidak akan mendapat penanganan yang sama.

Menurut informasi dari subreddit Titanfall yang baru dikeluarkan beberapa hari lalu menjelaskan secara lengkap semua hal yang perlu diketahui oleh para pemain yang tidak dapat memainkan Titanfall maupun Titanfall 2.

Masalah utama dari kedua game ini adalah adanya celah keamanan yang rentan dan belum ditambal oleh pengembang Respawn Entertainment. Padahal masalah ini telah diketahui oleh sang pengembang sejak 2019 lalu.

Dan penyebab mengapa Respawn tidak segera membenahi celah tersebut hingga sekarang adalah karena game Titanfall pertama kini hanya ditangani oleh 1-2 orang saja. Hal ini diungkap oleh Jason Garza yang merupakan Koordinator Komunitas untuk Respawn.

Lewat video di kanal YouTube pribadinya, Garza menjelaskan pada salah satu videonya (Pada menit 11:25). Garza menyebut Respawn sebenarnya tidak meninggalkan dan melupakan komunitas Titanlfall, namun memang hanya 1-2 orang saja dalam studio yang masih mengerjakan game tersebut. Sedangkan mayoritas anggota tim fokus pada Apex Legends.

Garza juga meminta para pemain Titanfall untuk bersabar karena mereka membutuhkan waktu untuk memperbaiki apa yang terjadi pada Titanfall. Terlebih memperbaiki masalah tersebut tidak semudah hanya dengan menekan tombol dan semua masalah selesai secara ajaib.

Image credit: Respawn Entertainment

Di sisi lain para fans masih mempermasalahkan EA dan Respawan Entertainment yang masih menjual game Titanfall dan Titanfall 2 di Origin maupun Steam meskipun kedua game ini tidak dapat dimainkan sama sekali pada saat ini.

Beberapa pemain Apex Legends juga memberikan dukungan untuk para pemain Titanfall, salah satunya lewat Reddit. Para pemain tersebut mengaku bahwa mereka tidak marah terhadap para fans Titanfall yang melakukan penyerangan terhadap Apex Legends.

Para pemain Apex juga memahami bahwa bila EA dan Respawn memperlakukan para pemain veteran dan game lama mereka seperti saat ini terhadap Titanfall, maka hal yang sama juga akan terjadi kepada Apex Legends nantinya di masa depan.

 

Server Apex Legends Diserang Sebagai Protes untuk Titanfall

Baru-baru ini para pemain Apex Legends banyak yang mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat memainkan game-nya karena game-nya diretas oleh para hacker yang meninggalkan pesan “TF1 (Titanfall 1) sedang diserang, jadi begitu juga Apex” serta alamat website “SAVETITANFALL.COM”.

Pesan ini muncul menutupi tombol “Play” yang membuat para pemain Apex Legends tidak dapat bermain. Seperti yang tertulis, serangan para hacker ini merupakan bentuk protes kepada EA dan juga Respawn terhadap game Titanfall pertama.

Hal tersebut disebabkan karena game Titanfall pertama hampir tidak dapat diakses para pemainnya karena serangan para hacker. Saking parahnya, banyak pemain yang tidak dapat mengakses server game-nya sama sekali karena eksploitasi kode di dalam game-nya.

Para hacker membuat para pemain tidak dapat mengakses server karena membanjirinya dengan bot. Respawn sempat mengatakan bahwa mereka akan memperbaiki masalah server Titanfall tersebut pada bulan April lalu. Namun sayangnya hingga sekarang belum ada tindakan lanjutan.

Tampilan website Savetitanfall.com

Website SaveTitanfall dibuat beberapa bulan lalu untuk menarik perhatian para gamer kepada game Titanfall pertama. Game yang dirilis pada 2014 lalu ini memang mengenaskan karena para pemain tidak bisa memainkan game-nya sama sekali sekarang.

Laman Steam dari Titanfall yang mendapat banyak respon negatif dari para gamer

Ironisnya, EA masih menjual game ini secara digital dan bahkan memasukkannya ke dalam Steam tahun lalu. Meskipun pada akhirnya game ini mendapat penilaian negatif dari para pengguna Steam.

Sebenarnya, kejadian penyerangan ini bukanlah yang pertama kali dialami oleh Apex Legends. Awal tahun ini, Respawn juga sempat berjanji untuk menghentikan para hacker yang melakukan serangan DDoS pada server-nya yang membuat pemain tertendang keluar di tengah pertandingan.

Mengenai penyerangan ini, pihak dari Respawn kembali mengatakan bahwa mereka telah menginvestigasi hal tersebut dan sudah berhasil mengembalikan sistem matchmaking di Apex Legends setelah 5 jam perbaikan. Sayangnya tidak adak indikasi atau informasi apapun dari Respawn mengenai perbaikan terhadap game Titanfall 1 hingga berita ini dibuat.

Fokus ke Apex Legends dan Jedi: Fallen Order, Respawn Tunda Pengembangan Game Titanfall Baru

Apex Legends adalah game terbesar Respawn saat ini, meski setelah dilangsungkannya Star Wars Celebration Chicago kemarin, perhatiaan khalayak mulai tertuju pada Jedi: Fallen Order. Selain dua judul itu, fans juga tengah menanti kabar terbaru terkait sekuel kedua Titanfall yang sempat disinggung oleh CEO Vince Zampella sembari mengungkap Agenda pengembangan Apex Legends di bulan Februari kemarin.

Tapi jangan terlalu berharap banyak Anda akan mendengar lebih banyak soal proyek Titanfall baru dalam waktu dekat – atau di E3 2019 nanti. Lewat blog resmi, executive producer Drew McCoy menyampaikan bahwa Respawn mengerahkan dua tim untuk fokus pada Apex Legends dan Star Wars Jedi: Fallen Order. Dan dengan berat hati, mereka memutuskan menunda rencana yang sebelumnya ditetapkan buat franchise Titanfall.

Agar maksimal, kedua tim betul-betul dikhususkan pada judul yang telah ditentukan. Tim pengembang Apex Legends tidak bisa meminjam aset atau sumber daya tim Jedi: Fallen Order, dan begitu pula sebaliknya. Langkah ini sepertinya diambil sebagai bentuk persiapan peluncuran Apex Legends Season 2, kemungkinan jatuh di akhir Juni atau awal Juli, serta pelepasan Jedi: Fallen Order pada tanggal 15 November 2019 nanti.

Meski sedikit mengecewakan, pergeseran agenda Respawn ini memang bisa dipahami. Untuk sebuah game yang dirilis secara tiba-tiba, Apex Legends merupakan kejutan menggembirakan bahkan bagi pihak developer sendiri. Mereka tidak menyangka sebuah IP baru yang digarap oleh tim kecil mampu menghimpun 50 juta pemain hanya dalam waktu satu bulan.

Developer juga mengaku minimnya pengalaman dalam meramu permainan free-to-play menyebabkan munculnya sejumlah masalah: keliru menghidangkan update, tidak memberikan pemain gambaran jelas mengenai penambahan konten di masa depan, serta belum menetapkan rencana dukungan secara konkret. Respawn bilang, mereka berkomitmen sepenuhnya buat pengembangan jangka panjang.

Ada tujuh aspek yang menjadi perhatian Respawn:

  • Peningkatan performa kecepatan server. Banyak pemain merasakan lambatnya loading di awal pertandingan.
  • Perang melawan cheater terus berlanjut. Respawn menerapkan strategi rahasia, namun berjanji akan mengungkap hasilnya minggu depan.
  • Perbaikan kendala audio.
  • Perbaikan masalah hit registration. Terkadang, peluru yang mengenai lawan tidak terbaca dengan benar oleh game. Sebagai solusinya, developer menyiapkan fitur baru di engine untuk melacak hit registration secara akurat dan melakukan koreksi jika diperlukan.
  • Update ke depan – semisal berisi perbaikan bug, modifikasi pada gameplay, serta penambahan fitur baru – akan disertai oleh informasi yang lebih transparan.
  • Penyempurnaan pada aspek komunikasi.
  • Peluncuran season selanjutnya akan dilakukan secara besar-besaran, ditunjang oleh Battle Pass baru, update pada meta, serta dimeriahkan oleh karakter anyar. Detail mengenai Season 2 akan diungkap di acara EA Play di bulan Juni besok.

Anda bisa menyimak opini soal mengapa kami bersemangat menyambut Star Wars Jedi: Fallen Order lewat tautan ini. Jika Anda sangat menikmati Apex Legends, saya sangat menyarankan Anda untuk juga mencicipi Titanfall 2. Ia merupakan salah satu shooter terbaik yang dilepas dalam kurun waktu satu dekade, dan belakangan populasi pemainnya kembali meningkat berkat kepopuleran Apex.

Dari Medal of Honor Sampai Apex Legends, Bagaimana 2 Desainer Game Legendaris Merevolusi FPS

Satu fakta tak terbantahkan: battle royale merombak jalannya industri gaming. Demam yang dicetus oleh PUBG itu diteruskan Fornite. Dalam waktu singkat, para publisher dan developer ternama segera mengadopsi formula populer ini ke seri shooter kebanggaan mereka, misalnya Call of Duty dan Battlefield. Langkah serupa juga diambil oleh Respawn Entertainment melalui Apex Legends.

Apex Legends adalah game terbaru dari studio pimpinan Vince Zampella yang digarap untuk memuaskan dahaga akan battle royale. Menariknya, game sengaja diracik sebagai ekstensi franchise andalan Respawn. Pada dasarnya, Apex Legends mengambil latar belakang dunia yang sama dengan Titanfall. Kabar gembira bagi Respawn, game FPS tersebut sukses besar, berhasil menghimpun 25 juta pemain hanya dalam waktu seminggu.

Media dan gamer memuji banyak aspek di Apex Legends, dari mulai betapa mudah diaksesnya permainan (bahkan buat orang yang tadinya kurang menggemari battle royale) hingga sistem ping revolusioner yang memungkinkan kita berkomunikasi tanpa perlu bicara langsung. Banyak orang juga terkejut pada kualitasnya. Dengan begitu kayanya konten serta nilai produksi tinggi, sebetulnya dapat dimaklumi jika Apex Legends disuguhkan sebagai produk berbayar. Nyatanya, ia adalah game free-to-play.

LF 36

Keberhasilan Apex Legends menyegarkan kembali ranah battle royale yang mulai terasa jenuh adalah buah dari pengalaman sang studio dalam menggarap game. Bagi khalayak umum, Respawn Entertainment terkenal karena dua game Titanfall. Namun sebetulnya, kemahiran tim meramu shooter datang dari reputasi sang nahkoda, Vince Zampella yang telah berkiprah di industri sejak lebih dari 15 tahun silam. Nama Zampella sendiri sulit dipisahkan dari rekan seperjuangannya, Jason West.

Jason West (kiri) dan Vince Zampella (kanan) | Eurogamer
Jason West (kiri) dan Vince Zampella (kanan) | Eurogamer

Untuk mengetahui besarnya jasa Jason West dan Vince Zampella, kita harus mundur mengarungi lorong waktu lebih dari dua dekade ke belakang. Siapkan secangkir kopi jika perlu, karena ini akan jadi satu cerita yang panjang.

 

Awal mula

Saat itu tahun 1997. Sutradara Steven Spielberg baru saja merampungkan pengerjaan film Saving Private Ryan. Di rumah, ia melihat putranya sibuk menikmati GoldenEye 007 di Nintendo 64. Tema Perang Dunia kedua masih membekas di benaknya. Dan hal tersebut memberi sang sutradara ide: bagaimana jika latar belakang PD2 dituangkan dalam permainan video? Inilah momen lahirnya seri Medal of Honor.

LF 7

Dalam melakukannya, didirikanlah sebuah studio bernama DreamWorks Interactive yang merupakan joint venture antara DreamWorks and Microsoft. Pengembangan Medal of Honor dilakukan selama kurang lebih dua tahun bersama produser Peter Hirschmann dan dibantu oleh Dale Dye sebagai penasehat militer. Di tahun 1999, Medal of Honor pertama dilepas untuk PlayStation, dipublikasikan oleh Electronic Arts.

LF 6

Medal of Honor ternyata berahasil memukau gamer dan media. Penjualannya pun terbilang tinggi, sehingga memberi kepercayaan diri serta modal bagi DreamWorks Interactive untuk mengerjakan sekuelnya. Melihat adanya potensi besar menunggu di balik IP ini, EA membeli DreamWorks Interactive beberapa bulan sebelum permainan kedua di seri ini – Medal of Honor: Undergrounds – dilepas.

LF 9

Untuk game ketiganya, Electronic Arts punya ambisi yang lebih besar. Mereka ingin meluncurkannya di lebih banyak sistem. Dalam penggarapannya, sang publisher menunjuk studio asal Amerika, 2015, Inc., mengandalkan Steven Spielberg buat menulis cerita dan mempercayakan dua orang developer sebagai ujung tombak proyek ini. Kedua talenta itu adalah para pahlawan kita, Vince Zampella dan Jason West.

LF 2

Medal of Honor: Allied Assault merupakan game dengan skor tertinggi di franchise ini, mencetak angka 91 di situs agregat Metacritic, 91,05 persen di Game Rangkings, dan memenangkan beberapa penghargaan Game of the Year 2002. Dalam enam bulan selepas pendaratannya, permainan terjual lebih dari 900 ribu kopi dan menghasilkan pemasukan senilai US$ 34.2 juta. Jumlah yang tergolong banyak waktu itu.

LF 5

Allied Assault ialah salah satu permainan shooter yang paling berkesan buat saya. Selain menyajikan perlengkapan dan kendaraan perang paling autentik di masanya, di sebuah level, untuk pertama kalinya sebuah game mampu mensimulasikan kacau dan mengerikannya pendaratan pasukan infantri Amerika di sektor Omaha, pantai Normandia, Perancis. Pengalamannya mirip seperti adegan pembuka di film Saving Private Ryan.

LF 4

 

‘Panggilan tugas’ baru

Tapi cuma sampai di sana saja perjalanan Vince Zampella dan Jason West bersama Electronic Arts (setidaknya buat sementara waktu). Di tahun perilisan Medal of Honor: Allied Assult, kedua sahabat ini memutuskan untuk mendirikan studio baru bernama Infinity Ward. Di awal kelahirannya, Infinity Ward hanya diisi oleh 21 orang developer. Meski jumlah talentanya tidak banyak, mayoritas dari mereka ialah project lead Allied Assault.

LF 10

Semangat PD2 masih bergelora di hati West dan Zampella. Mereka berambisi buat menggarap game shooter bertema perang dengan skala yang lebih besar serta lebih dramatis. Dibantu oleh Activision di sisi pendanaan, terperciklah konsep pembuatan Call of Duty. Game ini dirancang untuk membawa pemain merasakan versi virtual di sejumlah medan tempur di kawasan Atlantik dan melihat konflik dari perspektif berbeda lewat tiga opsi campaign; yaitu Amerika, Inggris dan Soviet.

LF 11

Call of Duty dibangun menggunakan engine id Tech 3 yang menjadi basis Quake III: Arena. Tentu saja Infinity Ward juga manfaatkan beragam teknologi baru agar game lebih realistis, misalnya lewat sistem animasi skeletal ‘Ares’ agar gerakan tokoh-tokoh game terlihat nyata, serta melalui penerapan AI paling revolusioner saat itu. Kecerdasan buatan di sana mampu beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya serta dibekali oleh teknologi pathfinding mutakhir.

LF 12

Kombinasi dari semua itu memungkinkan para NPC yang jadi rekan Anda beraksi layaknya prajurit sejati. Mereka bisa membantu pemain dengan tembakan perlindungan, melompat melewati jendela, menyingkirkan penghalang, menyelinap mendekati lawan, hingga menghindari granat. Semuanya diintegrasikan dalam mode single-player. Ketika mayoritas shooter saat itu masih bersandar pada momen-momen ‘scripted‘, Call of Duty dapat memberikan pengalaman berbeda ketika Anda mengulang sebuah level.

LF 13

Berbekal terobosan canggih ini, Call of Duty sukses menyabet berbagai penghargaan, termasuk memenangkan sejumlah gelar Game of the Year di 2003. Tapi, inovasi teknologi hanyalah satu dari banyak aspek yang diapresiasi gamer. Banyak pula di antara kritikus yang memuji komposisi musik serta desain suaranya.

Sehari setelah Call of Duty dirilis, Activision membeli seluruh aset Infinity Ward.

 

Bersama Activision

Activision melihat potensi besar bersembunyi di balik Call of Duty. Bermaksud memperluas konten game ini, sang publisher memerintahkan studio Gray Matter Interactive (waktu itu juga baru diakuisisi) buat mengerjakan expansion pack United Offensive. Di saat yang hampir bersamaan, mulai bermunculan rumor yang menyatakan bahwa Infinity Ward tengah menggarap sekuelnya.

LF 14

Barulah pada bulan April 2005, Infinity Ward resmi mengumumkan Call of Duty 2. Zampella menjadi produser, lalu rekannya West diberi tanggung jawab sebagai sutradara. Di game kedua itu, mereka ingin perang terasa lebih autentik lagi, caranya ialah dengan mempertahankan elemen-elemen terbaik di Call of Duty serta memoles hal-hal yang dikeluhkan pemain. Tim bahkan menghabiskan sebagian besar waktunya mengunjungi lokasi pertempuran bersejarah untuk mendapatkan bayangan langsung mengenai konflik yang pernah terjadi di sana.

LF 15

Detail merupakan aspek yang jadi perhatian utama Infinity Ward, mendorong studio untuk mengusung teknologi-teknologi paling mutakhir – baik dari sisi engine, visual maupun suara. Developer mengandalkan engine IW 2.0 buatan sendiri agar permainan mampu menampilkan efek partikel detail dan cuaca (badai pasir serta salju), lalu memberikan dukungan audio 5.1. Selanjutnya, tim mengembangkan efek post-war, sehingga meski kontak senjata telah berakhir, kita masih bisa melihat dampaknya pada medan tempur – seperti puing-puing yang berserakan hingga asap yang terus mengepul.

LF 16

Gameplay-nya pun mendapat upgrade besar-besaran. Peta permainan dirancang lebih luas, dan pemain diperkenankan untuk mengerjakan misi dengan urutan yang mereka inginkan. AI juga bertambah canggih. Musuh dirancang agar aktif mengejar Anda, dan mampu bereaksi terhadap kehadiran karakter pemain secara berbeda saat letupan senjata pertama kali terdengar. Lawan yang berada jauh akan mencoba mengecek keadaan, sedangkan musuh yang mengetahui keberadaan Anda segera mencari perlindungan.

LF 17

Bukan cuma lawan, tapi rekan-rekan Anda juga didesain agar beraksi secara cerdas. Setiap prajurit NPC yang bertempur di sisi Anda mampu memberi tahu di mana posisi lawan, dan akan berteriak panik jika mereka mengetahui ada musuh yang mencoba mengendap-endap ke tempat perlindungan Anda. Walaupun sedang menikmati mode single-player, Call of Duty 2 tidak membiarkan kita bermain ‘sendirian’.

Oh, sedikit trivia: Call of Duty 2 ialah salah satu game yang mempopulerkan pemakaian sistem regenerasi health, sehingga pemain tak perlu mengandalkan health pack untuk bertahan hidup.

 

Medan tempur modern

Kesuksesan Medal of Honor: Allied Assault dan Call of Duty mencetus kehadiran rentetan game berlatar Perang Dunia kedua. Activision sendiri tak mau buru-buru mengucapkan selamat tinggal pada konflik yang berlangsung antara tahun 1939 sampai 1945 itu, dan menugaskan Treyarch (studio yang mereka akuisisi di 2001) buat meracik Call of Duty 3. Berbeda dari dua game sebelumnya, Call of Duty 3 cuma disediakan untuk console.

LF 18

Namun Infinity Ward menyadari, orang sudah mulai penat dengan PD2. Karena itulah, Jason West dan kawan-kawan tergelitik untuk membawa para pemain ke era baru: medan tempur modern. Dibantu tim berformasi seratus orang, dimulailah pengerjaan Call of Duty 4: Modern Warfare di tahun 2005, berlangsung sampai 2007.

LF 19

Dalam prosesnya, developer bekerja sama dengan pihak Marinis AS untuk memberikan nasehat serta bantuan motion capture. Infinity Ward bahkan menghadiri sesi latihan Marinir di 29 Palms, buat membantu mereka memahami seperti apa rasanya berada di dekat tank M1 Abrams ketika sedang menembakkan peluru sabot. Tapi walaupun developer mengeker tingkat realisme tinggi, mereka tak mau narasi permainan punya kaitan dengan konflik di dunia nyata. Berbeda dari Call of Duty sebelumnya, Modern Warfare menyuguhkan kisah fiktif.

LF 20

Selain single-player yang mengesankan, Modern Warfare turut dipuji karena mode multiplayer super-adiktif. Entah bagaimana caranya, Infinity Ward menemukan titik keseimbangan agar game bersahabat dengan para pemula tapi juga tetap sanggup memuaskan para veteran. Di sana, developer meminimalkan hal yang mengurangi keasikan ber-multiplayer, misalnya lewat menyajikan pilihan beragam senjata dari awal, sehingga waktu gamer tak terbuang hanya untuk mencari tipe pistol atau senapan tertentu.

LF 21

Demi mendorong pemain buat meningkatkan kemampuannya, Modern Warfare memperkenalkan sistem kill streak: semakin banyak lawan yang Anda tumbangkan (tanpa gugur, tentu saja), maka kian tinggi pula penghargaan untuk Anda.

LF 22

Lagi-lagi, karya Infinity Ward yang begitu inovatif ini memperoleh respons sangat positif dari khalayak. Kesuksesannya melahiran dua sekuel Modern Warfare serta menyulut demam ‘game perang modern’. Sejumlah publisher besar lain bahkan turut terbawa arus. Misalnya EA yang termotivasi untuk meramu spin-off Battlefield: Bad Company serta me-reboot franchise Medal of Honor di tahun 2010 – kali ini menyeret pemain ke perang Afganistan.

LF 23

Tiga game Call of Duty: Modern Warfare boleh dikatakan sebagai trilogi game shooter tersukses sepanjang masa. Berdasarkan perhitungan kasar yang saya lakukan, jumlah penjualan ketiga permainan itu (per tahun 2013) minimal mencapai 64,9 juta kopi.

(Sebelum melanjutkan, saya berikan Anda kesempatan untuk membuat secangkir kopi lagi karena petualangan West dan Zampella masih cukup panjang.)

 

Perseteruan dengan Activision dan kelahiran Respawn Entertainment

Sayangnya, bahkan sebelum Modern Warfare 3 dirilis, semua orang sudah mengetahui gejolak di tubuh Infinity Ward. Di bulan Maret 2010, Activision melaporkan pemecatan dua developer seniornya, Vince Zampella dan Jason West, dengan alasan ‘pelanggaran kontrak dan pembangkangan perintah’. Agar Modern Warfare 3 bisa selesai tepat waktu, sang publisher menurunkan Sledgehammer Games dan Raven Software untuk membantu pengembangannya.

LF 24

Sejak saat itu, dimulailah periode perseteruan yang berkepanjangan. Atas pemutusan hubungan kerja sepihak, Zampella dan West menggugat Activision, meminta mereka membayarkan uang senilai US$ 36 juta sebagai ganti rugi bonus yang tak pernah cair. Pihak Activision pun menuntut balik keduanya atas alasan percobaan ‘pembajakan’ tim Infinity Ward. Tidak jelas siapa yang akhirnya memenangkan perkara tersebut, atau apakah masalah ini benar-benar selesai, tapi kejadian itu menandai sebuah era baru bagi kedua pihak.

LF 25

Tak lama setelah pemecatan itu, Zampella dan West segera mendirikan studio baru: Respawn Entertainment. Karena terbatasnya dana, keduanya mencoba menghimpun modal lewat program EA Partners. Kesepakatannya ialah sebagai berikut: Respawn berhak memegang franchise game yang mereka ciptakan di waktu ke depan, dengan syarat permainan dirilis di platform pilihan Electronic Arts.

Di pertengahan tahun 2010, 38 dari 46 mantan staf Infinity Ward memilih untuk bergabung ke Respawn.

 

Titanfall

Eksistensi Titanfall sempat di-tease oleh presiden EA Games Label Frank Gibeau di tahun 2011. Waktu itu, ia bilang bahwa Respawn sedang mengerjakan permainan shooter bertema fiksi ilmiah yang memungkinkan studio berkompetisi dengan seri Gears of War dan Halo. Namun baru di E3 2013 Titanfall resmi diumumkan. Dan di sana, gamer menjadi saksi bagaimana Respawn mencoba menggabungkan gameplay ala Call of Duty dengan pertempuran berbasis robot raksasa.

LF 29

Hingga kini, hampir tidak ada yang bisa menandingi keunikan Titanfall. Game menghidangkan aksi tembak menembak bertempo cepat, dipadu parkour dan kejar-kejaran seru, serta partisipasi mecha ala MechWarrior. Hal paling brilian dari Titanfall adalah, para ‘pilot’ tidak pernah tak berdaya ketika berhadapan dengan robot raksasa. Berbekal manuver lincah, kerja sama, serta taktik yang tepat, sangat mungkin bagi pilot tanpa Titan menundukkan mecha lawan.

LF 26

Sayang sekali, minimnya modal memang memengaruhi konten. Respawn pada akhirnya tak pernah berkesempatan untuk membubuhkan mode single-player. Sebagai jalan keluarnya, mereka mengintegrasikan campaign di multiplayer. Narasi disajikan lewat sesi intro sebelum pertandingan dimulai, serta melalui cutscene via jendela kecil saat match masih berlangsung. Tentu saja metode ini tidak optimal buat menyampaikan cerita, dan tak semua orang menyukainya. Saya baru benar-benar paham soal apa yang terjadi setelah menamatkannya sebanyak enam kali.

LF 27

Walaupun gamer mengapresiasi keputusan Respawn untuk tidak menyertakan microtransaction, developer salah langkah dalam menyajikan add-on serta season pass. Akibat dari sulitnya membeli DLC dan hanya sejumput orang yang memiliki Deluxe Edition, komunitas jadi terbagi dua. Masalah ini menggerus populasi pemain, dan Respawn akhirnya tergerak buat menggratiskan seluruh konten tambahan yang pernah mereka rilis. Sebuah langkah yang dipuji gamer, tapi juga mengesalkan para pemilik Deluxe Edition. Kata mereka, “Buat apa kami beli versi deluxe mahal-mahal?”

LF 28

Terlepas dari sejumlah kekurangannya, mayoritas media dan gamer tetap mengakui bahwa Titanfall merupakan sebuah terobosan di segmen first-person shooter. Fitur seperti wall-running (kemampuan pilot untuk berlari di tembok) bahkan diadopsi oleh Treyarch di Call of Duty: Black Ops III serta studio lama Zampella dan West, Infinity Ward di Call of Duty: Infinite Warfare. Berdasarkan data IGN, Respawn berhasil menjual 10 juta kopi permainan di bulan Oktober 2015 – meski informasinya tak pernah dikonfirmasi oleh pihak EA.

LF 30

Respawn banyak belajar dari pengalaman itu, dan mereka terlihat bersemangat untuk terus mengekspansi franchise Titanfall ke lebih banyak platform hiburan. Setelah mengonfirmasi pengembangan sekuelnya, developer juga mengabarkan kolaborasi bersama Nexon buat menciptakan sejumlah spin-off, di antaranya permainan card battle mobile bertajuk Titanfall: Frontline dan Titanfall Online yang disajikan secara gratis khusus di wilayah Asia.

Namun karena alasan berubahnya iklim industri game online, pengerjaan dua spin-off itu dibatalkan. Berita baiknya, waktu yang dihabiskan Respawn bermitra dengan studio dan publisher lain tidak sepenuhnya terbuang sia-sia. Developer sempat meluncurkan permainan real-time strategy Titanfall: Assault di Android serta iOS.

 

Kepergian Jason West

Setiap cerita pasti ada akhirnya, dan begitu pula kolaborasi dua developer shooter legendaris ini. Pada bulan Maret 2013 – di bulan yang sama Titanfall meluncur – Zampella membenarkan pengunduran diri rekan seperjuangannya itu. Menurut keterangannya, Jason West pensiun dari ranah pengembangan permainan video karena ingin mengurus keluarga. Mereka berpisah tanpa masalah, meski ada desas-desus yang menyatakan sebaliknya.

Terkait hal ini, saya memilih untuk membayangkan kedua sahabat itu mengucapkan selamat tinggal sambil melambaikan tangan, dengan Zampella menyaksikan West berjalan ke arah matahari terbenam.

 

Titanfall 2 dan berakhirnya status ‘indie’ Respawn

Belajar banyak dari pengalaman sebelumnya, Respawn bersungguh-sungguh untuk menambal segala kekurangan di Titanfall dan menyuguhkan game keduanya sesempurna mungkin. Titanfall yang cukup sukses secara finansial memberikan studio modal serta kemampuan untuk menyewa tenaga kerja lebih banyak. Vince Zampella menyerahkan pucuk kepemimpinan proyek pada sutradara Steve Fukuda. Ia bertanggung jawab atas tim berisi 90 orang.

LF 31

Pengerjaan Titanfall 2 dimulai tahun 2014. Dengan menargetkan jendela rilis antara 2016 sampai 2017, Respawn  bertekad menghidangkannya sebagai ‘game kelas blockbuster tulen’ yang dilengkapi campaign single-player dan mode multiplayer terpisah. Fukuda membebaskan tim untuk bereksperimen serta menciptakan beberapa purwarupa sebelum masuk pada tahap pembuatan cerita. Penyusunan ceritanya sendiri terinspirasi dari film-film bertema buddy cop seperti Lethal Weapon dan Beverly Hills Cop, serta anime Gargantia on the Verdurous Planet.

LF 32

Hampir semua orang memuji campaign Titanfall 2. Walaupun durasinya tidak terlalu lama, petualangan di sana terasa beragam dan tak membosankan. Permainan menyuguhkan aksi baku tembak, pertempuran robot, puzzle, dan momen-momen hening yang esensial untuk penyampaian cerita secara seimbang. Variasi dan pengalaman berbeda di sana membuat para gamer veteran membanding-bandingkannya dengan Half-Life. Level favorit saya pribadi bernama Effect and Cause, melibatkan aksi di dua garis waktu berbeda.

LF 33

Lagi-lagi waktunya trivia! Huruf BT di nama robot BT-7274, yang jadi rekan seperjuangan pilot Jack Cooper merupakan singkatan dari ‘Buddy Titan’. Nama ini dicemooh oleh tim, tapi Steve Fukuda bersikeras untuk mempertahankannya.

Untuk multiplayer, studio telah mengidentifikasi dua masalah besar di Titanfall pertama: game terasa terlalu kacau, kemudian kontennya belum cukup banyak untuk memuaskan pemain. Sebagai jalan keluar kendala pertama, Respawn memperlambat tempo permainan demi memberikan waktu lebih banyak pada gamer dalam membuat keputusan sehingga mereka tak hanya sekadar mengandalkan refleks. Solusi problem kedua ialah dengan melepas seluruh konten pasca rilis secara gratis.

LF 34

Saat meluncur, Titanfall 2 mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak – baik gamer, sesama developer serta media. Ia masuk dalam sejumlah daftar nominasi Game of the Year, serta membawa pulang banyak sekali penghargaan ‘game shooter terbaik’ di 2016. Tetapi Dewi Fortuna ternyata belum berpihak pada Zampella, Fukuda dan rekan-rekan. Karena waktu perilisannya diapit oleh Battlefield 1 dan Call of Duty: Infinite Warfare, penjualan Titanfall 2 tidak sebaik yang Respawn harapkan.

LF 35

Walaupun sama sekali belum bisa dibuktikan, banyak orang menduga langkah ini merupakan kesengajaan dari pihak EA selaku publisher. Para fans menuduh Electronic Arts ‘menyabotase’ peluncuran Titanfall 2 untuk melemahkan Respawn dari sisi keuangan, sehingga dapat lebih mudah diambil alih. Dan yang ditakutkan akhirnya terjadi. Di bulan November 2017, EA mengakuisisi Respawn senilai US$ 400 juta.

Berbicara kepada VentureBeat, Zampella menjelaskan alasan mereka setuju untuk jadi bagian dari EA: karena studio membutuhkan sumber daya lebih banyak demi menciptakan permainan yang lebih besar.

 

Respawn masa kini dan masa depan

Ada keheningan panjang yang cukup mengkhawatirkan sesudah pengambil-alihan oleh EA. Sejak momen itu, tim berhenti memberikan update buat Titanfall 2, menyebabkan populasi pemainnya menyusut. Lalu status proyek lain yang tengah mereka kerjakan – contohnya game shooter VR untuk Oculus Rift serta permainan petualangan di jagat Star Wars – juga lama tak terdengar. Baru di E3 2018, ketika Zampella duduk di tengah kerumunan penonton, sang CEO mengungkap judul game Star Wars anyar tersebut, Jedi: Fallen Order.

LF 40

Kira-kira tujuh bulan selepas pengumuman Star Wars Jedi: Fallen Order, Respawn Entertainment kembali menyingkap kejutan. Setelah menjaga ketat status pengembangannya, developer secara tiba-tiba mengumumkan dan meluncurkan Apex Legends. Respawn mengakui, ide penggarapannya disulut oleh PUBG yang sukses mengangkat ketenaran genre battle royale. Sejak saat itu, tim mulai berdiskusi serta melakukan pengujian buat menggabungkan konsep Titanfall dan struktur last man standing.

LF 39

Respawn menyadari, gagasan ini ternyata sangat menarik, tetapi tentu saja developer tidak bisa menyertakan Titan di sana karena akan sangat merugikan pemain yang tak memilikinya. Selain itu, studio ingin agar permainan tersebut dalam waktu singkat mampu merangkul gamer sebanyak-banyaknya dan memanfaatkan sistem monetisasi yang menguntungkan developer di waktu ke depan tanpa merusak keseimbangan. Akhirnya, dipilihlah penyajian free-to-play dengan in-app purchase yang menawarkan item-item kosmetik.

LF 38

Apex Legends merupakan spin-off sekaligus ekspansi dunia Titanfall. Game di-setting 30 tahun setelah kejadian di Titanfall 2 usai. Kata Apex diambil dari nama faksi tentara bayaran di game keduanya, Apex Predators. Dan jika Anda teliti, sesi intro permainan dinarasikan oleh Blisk, tokoh antagonis pemimpin Apex Predators asal Afrika Selatan yang berhasil melarikan diri di akhir Titanfall 2.

LF 42

Lalu bagaimana dengan Titanfall 3? Inilah pertanyaan yang banyak diajukan para penggemarnya. Mereka cemas kesuksesan Apex Legends akan menunda atau malah menghentikan pengerjaan permainan ketiga seri shooter tersebut. Tak usah galau. Via tweet di tanggal 5 Februari kemarin, Vince Zampella menyampaikan bahwa timnya sedang menggodok proyek lain terkait jagat Titanfall, akan disingkap di tahun ini juga.

Mari kita berdoa sesuai kepercayaan masing-masing agar proyek itu adalah Titanfall 3…

Catatan: Gambar-gambar diambil dari material promo dan sumber resmi lain, di antaranya situs official game, Steam dan EA Origin. Foto Vince Zampella dan Jason West berasal dari artikel Eurogamer.

Apex Legends Rangkul 25 Juta Pemain Lebih Dalam Waktu Seminggu

Keberhasilan Apex Legends merangkul begitu banyak pemain seolah-olah melunasi kurang memuaskannya penjualan Titanfall 2. Game baru Respawn Entertainment itu memberi banyak solusi atas keluhan pemain terhadap battle royale (misalnya lewat sistem ping) serta bisa berperan sebagai gerbang masuk mereka yang tadinya kurang familer dengan genre last man standing.

Sejauh ini, perjalanan Apex Legends terlihat begitu mulus. Hanya dalam tiga hari setelah perilisan, game FPS battle royale ini sukses mengumpulkan 10 juta pemain. Hari ini, Apex Legends menginjak usia tujuh hari, dan lagi-lagi ia mencetak rekor baru. CEO Respawn Vince Zampella mengabarkan bahwa kreasi timnya itu dimainkan oleh lebih dari 25 juta gamer, dengan total concurrent player (artinya game diakses berbarengan) mencapai 2 juta jiwa.

Selama seminggu ini, developer terus mendengar masukan, saran serta ide-ide baru pemain. Demi memastikan Apex Legends berumur panjang, mereka berniat untuk membangun konten game bersama komunitas. Meski demikian, Respawn tidak bisa mengungkap seluruh rencana mereka, namun developer sudah menyiapkan sejumlah agenda yang akan mereka eksekusi dalam waktu dekat.

Seperti Fortnite, Respawn akan menerapkan update musiman pada Apex Legends. Update ‘musim pertama’ akan meluncur di bulan Maret besok, bersamaan dengan pengenalan Battle Pass, serta sejumlah Legends (karakter), senjata, dan item baru. Selain itu, Respawn juga sudah siap merayakan Valentine bersama para gamer Apex Legends melalui loot serta pernak-pernik bertema Hari Kasih Sayang.

Di hari ini, tanggal 12 Februari, developer akan melangsungkan Rivals Apex Legends Challenge yang disponsori oleh Twitch. Rivals Apex Legends Challenge adalah turnamen ‘kecil-kecilan’ yang diikuti oleh 48 streamer paling terkenal. Pertandingan tentu saja dapat Anda saksikan langsung di situs live streaming game populer itu, via channel resmi Apex Legends. Babak selanjutnya akan dilangsungkan minggu depan, tanggal 19 Februari.

“Mewakilkan setiap orang yang bekerja di Respawn, saya ucapkan terima kasih,” Kata Zampella. “Semangat dan kegembiraan komunitas terhadap Apex Legends sangat memukau, dan kami di studio merasakannya dengan jelas. Kami tidak bisa mencapai semua itu tanpa dukungan Anda, dan saya berharap Anda akan terus bersama kami dalam perjalanan ini.”

Apex Legends ialah game selingan jika saya mulai merasa penat dengan Resident Evil 2 dan Red Dead Online. Belakangan, Apex juga mendorong saya untuk kembali menikmati mode multiplayer Titanfall 2, serta membuat saya menyadari kontribusi besar Respawn pada genre shooter.

Game Battle Royale Baru Respawn Akan Jadi Hidangan Pembuka Sebelum Titanfall 3 Meluncur?

Sejak E3 2018 berlangsung, studio pencipta Titanfall tak malu-malu lagi mengungkap apa yang tengah mereka kerjakan. Sang CEO Vince Zampella telah mengonfirmasi eksistensi dari Star Wars Jedi: Fallen Order. Kemudian di bulan Desember kemarin, mereka membuka lowongan pekerjaan di posisi Senior Technical Animator untuk proyek yang berkaitan dengan franchise Titanfall.

Ketika itu, saya sempat mempertanyakan apakah dalam menggarap sekuelnya, Respawn akan mempertahankan tradisi game shooter tersebut atau mereka malah bereksperiman dengan mode multiplayer populer – misalnya battle royale. Jawabannya ternyata adalah iya dan tidak. Di akhir minggu kemarin, mulai beredar rumor di Twitter mengenai permainan anyar Respawn yang akan tersedia sebelum Titanfall 3 tiba. Tak lama, Zampella dan Geoff Keighley (host sekaligus produser acara The Game Awards) mengumumkan judulnya: Apex Legends.

Berdasarkan info dari bocoran-bocoran itu, Apex Legends merupakan game battle royale free-to-play yang menyajikan arena tempur untuk 60 pemain. Aspek unik dari Apex Legends adalah, kemungkinan game akan mengusung latar belakang dunia Titanfall tanpa menyertai robot-robot mecha Titan. Langkah tersebut tampaknya ialah realisasi dari keinginan Respawn buat memperluas jagat Titanfall (meski kita belum mendengar soal kelanjutan pengembangan serial TV-nya).

Kepada Kotaku, seorang informan menyampaikan bahwa gameplay Apex Legends bisa diibaratkan seperti perpaduan antara Titanfall, Overwatch dan mode Blackout di Call of Duty: Black Ops 4. Pemain disodorkan pilihan karakter berbeda, masing-masing memiliki kemampuan ‘super. Anda dapat berpartisipasi di medan tempur seorang diri, atau dalam tim berisi tiga pemain.

Developer berencana untuk melepas Apex Legends di tiga platform, yaitu PC, Xbox One dan PlayStation. Segala detail mengenainya akan disingkap dalam acara live stream via channel Play Apex di Twitch setelah Super Bowl berakhir, tepatnya pada tanggal 4 Februari jam 8:00 pagi waktu Pasifik, atau pukul 23:00 malam WIB. Channel Play Apex sendiri baru Respawn luncurkan, dan walaupun saat artikel ini ditulis statusnya masih offline, belasan ribu gamer sudah mulai mengawasinya.

Tingginya minat terhadap Apex Legends terbilang menarik. Titanfall 2 memang berhasil memenangkan sejumlah penghargaan di 2016 berkat kombinasi aspek  multiplayer adiktif dan single-player unik, tapi karena waktu perilisannya diapit oleh Battlefield 1 dan Call of Duty: Infinite Warfare, penjualannya tidak setinggi harapan Respawn. Update buat permainan berakhir pada Desember 2017, sebulan sesudah developer diketahui diakuisisi oleh Electronic Arts.

Via GamesRadar & PC Gamer.

Indikasi Dikembangkannya Game Titanfall Baru Semakin Kuat

Meski penjualannya kurang memuaskan karena momen perilisannya berdempetan dengan Battlefield 1 dan Call of Duty: Infinite Warfare, banyak gamer setuju Titanfall 2 merupakan salah satu permainan terbaik di tahun 2016. Kreasi terakhir Respawn ini menyajikan pengalaman single-player unik ala Half-Life dan multiplayer adiktif bertempo cepat yang didukung beragam konten serta opsi kustomisasi.

Titanfall 2 terus mendapatkan update gratis secara konsisten. Tetapi tambahan-tambahan konten pasca rilis berakhir saat tim diakuisisi oleh Electronic Arts. Kabar gembiranya, komunitas game tetap solid dan Respawn terus mengelola serta mengawasi porsi multiplayer-nya. Proyek besar Respawn selanjutnya adalah game Star Wars Jedi: Fallen Order, namun ternyata developer juga punya agenda buat menggarap penerus game shooter andalannya itu.

Setelah CEO Electronic Arts Andrew Wilson sempat menyampaikan bahwa Respawn tengah mengembangkan dua permainan anyar, mulai jelas terlihat salah satunya adalah sekuel Titanfall 2. Informasi tersebut terungkap lewat dibukanya lowongan pekerjaan baru di studio Respawn Entertainment. Di sana, hanya ada dua IP yang disebutkan, Titanfall dan Star Wars. Silakan lihat sendiri dan Anda akan menyadari betapa banyaknya staf baru yang mereka butuhkan.

Respawn (dan EA sebagai perusahaan induk) sedang membutuhkan beragam talenta, dari mulai Environment Artist, Build & Release Manager, VFX Artist sampai Project Manager. Bidang pekerjaannya bervariasi mulai dari bagian art, audio, software, verifikasi kualitas, desain serta produksi. Lowongan terkininya, di-update pada tanggal 15 Desember kemarin, adalah Senior Technical Animator. Mereka semua akan bergabung dengan tim yang berada di Los Angeles.

Sejauh ini memang belum ada pengumuman resmi ‘Titanfall 3’ atau spin-off-nya dan Respawn sudah cukup lama membuka lowongan kerja. Namun melihat kondisi saat ini, peluang dikembangkannya permainan Titanfall baru terbuka lebih lebar. Indikator terkuatnya ialah update terakhir Titanfall 2 – yaitu pada bulan Desember 2017. Sampai sekarang, belum ada lagi tambahan konten buat permainan ini. Itu berarti, ada proyek anyar yang jadi fokus studio.

Pertanyaan yang kini muncul adalah, akan seperti apa game baru Titanfall tersebut? Apakah Respawn akan tetap mempertahankan formula tradisional Titanfall, mencoba memberikan kejutan bagi fans-nya, atau mereka malah mencoba mengikuti tren populer di ranah permainan action multiplayer dengan mencantumkan mode battle royale?

Jika memang benar Titanfall 3 sedang dikerjakan, maka ada kemungkinan penyingkapannya dilakukan di ajang E3 2019, boleh jadi berbarengan dengan diungkapnya detail lebih lanjut mengenai Star Wars Jedi: Fallen Order.

Via PC Gamer.

Setelah 3 Tahun Dikembangkan, Proyek Titanfall Online Dibatalkan

Perbedaan karakteristik gamer di tiap negara kadang mendorong publisher dan developer untuk mengeksekusi strategi berbeda dalam menyajikan game. Beberapa perusahaan mencoba fokus pada versi tertentu di sebuah kawasan (misalnya PUBG Mobile), atau memasarkannya via platform berbeda (Black Desert Online). Pendekatan serupa juga sempat ingin diterapkan pada franchise Titanfall.

Di tahun 2015, terdengar kabar soal kolaborasi antara Electronic Arts, Respawn Entertainment dan Nexon buat menghadirkan Titanfall sebagai permainan free-to-play. Game berjudul Titanfall Online itu rencananya akan dihadirkan secara terbatas di beberapa negara Asia, antara lain Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, dan Hong Kong. Namun tiga tahun setelah dikerjakan, proyek Titanfall Online akhirnya dihentikan.

Informasi ini diungkapkan oleh Nexon melalui situs Game Focus, yang kemudian diberitakan lebih jauh oleh Kotaku. Perusahaan video game asal Seoul itu menyampaikan bahwa pengembangan Titanfall Online dibatalkan melihat dari adanya perubahan iklim di industri game online. Nexon merasa akan lebih baik bagi mereka untuk menempatkan aset dan sumber daya di proyek lain.

Dalam pembuatannya, Titanfall Online mengadopsi formula multiplayer online permainan Titanfall yang meluncur di 2014. Namun ternyata pengerjaannya memakan waktu lebih lama dari perkiraan. Dan di tengah-tengah prosesnya, tim mulai merasa tidak yakin apakah Titanfall Online bisa sukses bersaing di ranah permainan online. Selain itu, Nexon juga ragu soal respons pemain setelah game dirilis.

“Nexon dan Electronic Arts telah setuju buat menyetop proses pengembangan Titanfall Online berdasarkan keputusan bisnis bersama,” jelas Nexon via Game Focus. “Meski begitu, kedua perusahaan akan terus melanjutkan kemitraan dalam mengerjakan produk untuk konsumen di Korea Selatan, yang menyajikan pengalaman gaming inovatif – FIFA Online 4 merupakan salah satu contohnya.

Di bawah pimpinan CEO Shin Ji-Hwan dan Executive Director Kim Myung-Hyun, Nexon mengabarkan bahwa mereka tengah menggarap banyak permainan baru untuk platform berbeda – termasuk perangkat mobile dan Steam. Dengan dihentikannya Titanfall Online, para staf dapat dialihkan ke proyek-proyek tersebut, sehingga kualitas kontennya lebih baik dan waktu pengerjaannya lebih singkat.

Sejak Electronic Arts mengakusisi Respawn, developer hampir tidak pernah meluncurkan konten baru buat Titanfall 2. Kesunyian akhirnya pecah saat E3 2018 berlangsung, namun pengumuman game yang dilakukan founder Vince Zampella di sana ternyata di luar dugaan dan sama sekali tidak terkait franchise Titanfall. Zampella hanya mengonfirmasi bahwa timnya sedang fokus pada game Star Wars Jedi: Fallen Order.

Via Games Industry.

Electronic Arts Akuisisi Developer Titanfall Senilai Lebih Dari $ 400 Juta

Kolaborasi antara Electronic Arts dengan Respawn Entertainment sudah dimulai sejak Vince Zampella dan Jason West mendirikan studio itu tujuh tahun lalu. Waktu itu, sang publisher setuju membantu pendanaannya lewat program EA Partners, memungkinkan Respawn tetap memiliki hak atas kekayaan-kekayaan intelektual yang developer ciptakan. Namun hal itu baru saja berubah.

Kepada VentureBeat, EA mengungkap rencana untuk mengakuisisi studio pencipta Titanfall tersebut. Jumlah uang yang mereka keluarkan juga tidak sedikit, kabarnya melampaui US$ 400 juta. Dengan merangkul Repawn, EA menambah lagi satu lagi franchise permainan blockbuster di bawah kendalinya, setelah sebelumnya mengamankan Battlefield melalui pembelian studio DICE (tahun 2006) dan memperoleh izin publikasi game-game Star Wars dari Disney.

US$ 400 juta merupakan angka yang sangat besar, terdiri atas uang tunai US$ 151 juta, saham jangka panjang sebesar US$ 164 juta, ditambah lagi peluang bonus US$ 140 juta jika Respawn berhasil mencapai target insentif (disebut earnout). Itu berarti seandainya bisnis kedua perusahaan berjalan lancar, Respawn Entertainment dapat mengantongi pemasukan senilai kurang lebih US$ 455 juta.

Langkah akuisisi ini juga menyadarkan kita pertaruhan besar yang dilakukan oleh publisher dan developer di industri senilai US$ 108 miliar itu. Banyak orang tadinya berpikir, Respawn bisa tetap berkiprah di ranah ini sebagai studio independen.

Dalam interview bersama GamesBeat, CEO Respawn Vince Zampella menyampaikan, “Kami sudah bekerja bersama cukup lama, dimulai dari dibentuknya studio ini. Akuisisi sering terjadi. Pertanyaannya ialah, dalam kiprah di industri ini, apa yang bisa kami lakukan untuk menciptakan game yang lebih besar dan lebih baik. Dan kami melihat kebutuhan akan dukungan sumber daya buat memenuhi target itu.”

Patrick Soderlund selaku executive vice president EA juga mengutarakan pendapat senada, “Kami ingin mengembangkan permainan-permainan terbaik, dan sejauh ini, perusahaan juga telah menjalin hubungan saling menguntungkan. Kami tetap memberikan developer kebebasan serta integritas dalam berkreasi, baik untuk DICE, BioWare, dan studio-studio lainnya. Itulah alasannya mereka terus menghasilkan game-game berkualitas.”

Bersamaan dengan kabar ini, EA dan Respawn juga resmi mengumumkan bahwa mereka sedang mengembangkan game Titanfall baru. Saat ini, Respawn tengah mengerjakan proyek Star Wars dan permainan VR bersama Oculus.

Pengumuman ini tidak seluruhnya mendapatkan respons positif dari gamer. Alasannya: EA telah menutup banyak studio yang mereka miliki, dari mulai Westwood sampai Maxis – dan terakhir adalah Visceral Games, developer pencipta Dead Space.