Di tahun pertamanya beroperasi sebagai bank digital, PT Bank Neo Commerce Tbk (IDX: BBYB) telah mencatatkan milestone yang signifikan. Hingga semester I 2022, aplikasi BNC telah diunduh sebanyak 26 juta kali, nasabahnya menembus 18,5 juta dengan Monthly Active User (MAU) sekitar 3 juta.
Pencapaian ini tak lepas–salah satunya–dari strategi gamification di dalam aplikasi untuk memberikan daya tarik dan engagement lebih terhadap konsep ber-digital banking di Indonesia.
Jika tahun lalu Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan bicara top of mind, kali ini ia mengungkap sejumlah poin penting terkait upaya memperkuat fundamental bisnis, pengembangan fitur dan produk secara seamless, dan strateginya meningkatkan user stickiness.
Ceritakan kilas balik transformasi BNC dalam dua tahun terakhir?
Jawab: Pertama kali bergabung pada Maret 2020, saya dihadapkan pada tantangan combo. Covid-19 datang ke Indonesia. Memang pandemi mendorong akselerasi digital. Namun, di awal pandemi, banyak orang menarik dana dari bank kecil karena ingin mencari aman saat krisis terjadi. Sementara, saat itu Bank Yudha Bhakti (BYB) masih bank BUKU I. Kami sempat keliyengan karena likuiditas terbatas.
Namun, tanpa itu, sebetulnya tantangan saya sudah cukup berat. Founder Akulaku William Li meminta saya untuk mentransformasikan Bank Yudha Bhakti (BYB) menjadi bank digital terbesar di Asia dalam tiga tahun. Saat baru berpikir strateginya, datang lagi tantangan kedua, yakni OJK terbitkan aturan terkait modal inti minimum.
Apa yang kami lakukan dalam dua tahun terakhir? Kami fokus pada rencana, kami eksekusi dan deliver. Bagi saya, ideas is important, but what much more important is the execution. Saya turun ke lapangan, terlibat dalam detail, dan make sure eksekusi terjadi. Bagi neobanker (karyawan BNC), they haven’t seen what I see. Sebagai leader, saya harus bawa mereka menuju visi kami.
BYB sebelumnya adalah bank pensiunan. Transformasi kami bukan sekadar lompat, tapi quantum leap. Banyak step, tapi harus cepat. Jadi, mindset penting untuk deliver ke pasar. Perlu juga satu hal yang mengikat agar visi bisa berjalan, yakni culture. Kami ubah culture dari sebelumnnya gaya kerja BYB yang birokratif dan manual. Kami tanamkan nilai-nilai pada Neo Culture.
Selain itu, bagaimana mencari talent tepat di posisi tepat. Terkadang saya menemukan talent bagus, tapi belum ada posisinya. Kami masukkan, buat posisinya, karena ini untuk masa depan.
BNC mencatat milestone signifikan dalam dua tahun. Bagi bank, apakah pencapaian ini terlalu cepat?
J: Tergantung, apakah bank sudah mempersiapkan diri atau belum? Umpamanya begini, ada dua orang bertani di tempat yang jarang turun hujan. Keduanya sama-sama berdoa meminta hujan. Bedanya, petani A menyiapkan tanah, petani B tidak. Di saat hujan turun, siapa yang lebih siap? Nah, kami tidak hanya berharap, kami mempersiapkan diri sejak 2020. Pertumbuhan cepat akan berbahaya apabila tidak dibarengi dengan persiapan selanjutnya.
Tahun lalu, saya pimpin leaders meeting. Saya sampaikan saat itu, “we’ve been blessed with more than 14 million users. Sepertinya mindset kita harus balik ke titik zero. Don’t celebrate victory too early. It’s not there yet!“. Di 2022, we need something new. What are we gonna do? Saya dorong untuk switch ke mindset awal, seolah-olah kami belum punya pengguna. Work hard lagi, jadi tidak terlena. 18 juta pengguna BNC saat ini menjadi fuel kami.
Saya pikir 75% dari visi-misi kami sudah tereksekusi. Tidak terelakkan pasti ada evaluasi, tapi kami perbaiki terus. Nah, 25% ini mencakup apa saja? Saya sempat mendapat pertanyaan dari analis di perusahaan sekuritas terkemuka. Kapan BNC bisa untung? Saya tanya balik, apakah bank bertransformasi [hanya] mengejar profitabilitas?
Misi suci kami adalah menjangkau unbanked dan underserved. That’s why we become digital. Terbukti selama puluhan tahun di sektor bricks and mortar, bank yang mengandalkan kantor cabang tidak berhasil menjangkau unbanked dan underserved. Statistik berbicara. Indonesia negara kepulauan sehingga menggunakan gaya konvensional tidak efektif. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah smendorong pengembangan infrastruktur teknologi.
Kami bukan simply menjadi bank profitable saja. Kalau hanya kejar itu, kami tidak perlu bertransformasi. Lihat laporan keuangan di 2020, kami sudah profit. Mengejar profitabilitas tentu, tapi itu bukan nomor satu.
Apa hipotesis utama BNC mengadopsi model gamified banking?
J: Kami lakukan analisis, sebanyak 86% dari total pengguna kami adalah kaum milenial. Apa yang menarik bagi mereka? Mereka suka something fun, not boring. Dari sini, kami coba coba masuk dengan model gamification. Kalau kami jelaskan produk deposito dengan bunga 8%, respons mereka mungkin sebatas tertarik saja. Tapi ya sudah berhenti sampai di situ.
Kami pakai gamification untuk memperkenalkan produk-produk kami. Kami arahkan mereka menjajal fitur dengan melakukan sejumlah task. Misalnya, undang teman dapat koin. Jadi, lebih fun tanpa harus menggurui mereka. Alhasil, produk kami mulai dikenal, jumlah pengguna kami tumbuh, layanan deposito maupun saving naik. Kami juga create Neo World dan Neo Business di mana pengguna BNC bisa saling berinteraksi dan mempromosikan bisnis mereka. Kami coba connecting people.
Mengenai benchmark, kami terinspirasi dengan model gamification [bank] di Tiongkok. Banyak pengalaman atau user experience yang kami adopsi dan kemas sesuai dengan kultur Indonesia. Misal, Neo Angpau yang dikemas agar cocok dengan nuansa Lebaran.
Apa strategi Anda selanjutnya dengan milestone ini?
J: Seiring dengan bertumbuhnya pasar, bank digital atau bank yang punya digital arm dan digital channel akan menjadi pilihan. Kami memilih fokus pada milestone karena kami harus memberikan sesuatu yang fundamental, kembali pada basis pengguna kami.
Sejauh ini kami sudah meluncurkan produk Neo Loan, Neo Emas, dan Remittance. Untuk menghadirkan layanan remitansi, bank harus menjadi bank devisa. Kami pikir bagaimana close gap mengingat persyaratan menjadi bank devisa butuh waktu paling tidak 1,5 tahun-2 tahun. Kami pun bekerja sama dengan DigiAsia.
Kemudian, kami sedang menyiapkan fitur cash withdrawal tanpa kartu atau cardless. Kalau pakai kartu, kurang pas dengan spirit digitalisasi. Pengguna bisa tarik tunai di convenience store, seperti Indomaret atau Alfamart, dan ATM. Kami coba menyederhanakan caranya sehingga pengguna bisa tarik uang di mana dan kapan saja. Sekarang masih tahap pengembangan dan menunggu approval.
Kami akan terus menciptakan seamless experience. BNC termasuk bank digital yang sudah sepenuhnya e-KYC dan menggunakan biometric. Pembukaan rekening kami tidak pakai video call. Kami juga akan perluas kolaborasi menjadi open ecosystem. Mungkin ada bank digital yang hanya fokus pada ekosistem yang dimiliki grup. Kami terbuka dengan ekosistem lain. Kami percaya bahwa kunci digitalisasi untuk maju adalah kolaborasi, bukan berkompetisi.
Bagaimana Anda meningkatkan user stickiness pengguna dan MAU?
J: Kami memetakan user kami ke dalam empat kluster antara lain (1) kluster pengguna yang hobi mengumpulkan koin referral, (2) kluster pengguna produk tabungan dan deposito, (3) kluster pengguna transaksional, suka top up dan lakukan pembayaran, (4) kluster pengguna lending, dan (5) kluster investasi.
Demi meningkatkan user stickiness, kami meyakini kluster 3, 4, dan 5 akan menjadi motor penggerak BNC. Untuk kluster 3, kami sedang menyiapkan fitur QRIS yang akan meluncur sebentar lagi. Kluster ini akan menaikkan utilisasi pengguna sehingga semakin engage dengan aplikasi BNC. Pada kluster 4, kami akan menambah opsi investasi lain, seperti reksa dana, yang ditarget meluncur pada kuartal III 2022.
Saat ini, Neo Loan baru untuk segmen retail. Namun, kami berencana masuk ke UMKM juga. Di luar Neo Loan, kami sebetulnya sudah masuk ke UMKM lewat skema channeling dan approach langsung. Ini alasan kami menampilkan Neo Business untuk menghubungkan pengguna dengan pelaku usaha. Ekosistem kami masih clean, kami punya data untuk approach user yang tepat.
Sebetulnya teknologi kami sudah siap, tapi harus tunggu approval OJK untuk beberapa produk. Dengan strategi ini, kami targetkan jumlah pengguna BNC dapat mencapai 28-30 juta tahun ini.
Ada rencana penambahan modal tahun ini?
J: Saya harus luruskan terkait pemberitaan di media yang menyebut kami mencari investor baru. Lebih tepatnya, banyak investor approach yang tertarik dengan performance kami, baik investor dalam maupun luar negeri. Namun, ini masih undisclosed.
Begini, Indonesia merupakan pangsa pasar menarik dengan pertumbuhan digital paling pesat di Asia Tenggara. Ketika pandemi, tanpa sadar [perilaku] kita menjadi lebih digital. Ini yang membuat investor tertarik. Makanya jangan kaget apabila ada yang beli bank atau berinvestasi di bank.
Saya percaya dengan fundamental. Berinvestasi untuk jangka panjang apabila percaya dengan fundamental bisnis. Ini yang saya tawarkan ke investor. Kami showcase kinerja kami. Per Desember 2021, kami sudah salurkan kredit Rp4 triliun dan Net Interest Margin (NIM) mencapai 5,15%. Di semester I 2022, penyaluran pinjaman naik menjadi Rp7 triliun dan NIM mencapai 10,16%.
Memang kinerja kuartal I kurang bagus. Kami rugi Rp416 miliar. Biar adil saja, rugi kami turun 54% menjadi Rp194 miliar di kuartal II. Pendapatan kami naik, expense turun. Namun, kami harap bisa profitable dari month by month.
Akulaku sebagai controlling shareholder betul-betul work hand-in-hand dengan kami agar BNC menjadi bank terdepan di Indonesia dan diperhitungkan di Asia. Belum lama ini Akulaku juga menjadi unicorn dan ini membuka jalan kami lebih lebar.