Tag Archives: Todd Schweitzer

Open finance mengacu pada produk dan kebijakan teknologi yang memungkinkan pelanggan mengakses layanan keuangan dari penyedia pihak ketiga yang memenuhi syarat.

Bagaimana Startup Open Finance Membentuk Masa Depan Pembayaran di Asia Tenggara

Banking the unbanked” telah lama menjadi slogan di sektor tekfin (terjemahan fintech) Asia Tenggara, wilayah yang menampung 290 juta penduduk yang belum jadi bagian dari sistem perbankan konvensional. Alhasil, unicorn teknologi seperti Grab dan GoTo, bersama dengan pengembang tekfin, lembaga keuangan, dan pemerintah daerah mulai mengubah pendekatan dalam menawarkan layanan keuangan.

Produk fintech mulai banyak digunakan dalam dua tahun terakhir. Penggunaan e-wallet melonjak 45% dibandingkan masa pra-pandemi. Menurut laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Company, volume transaksi e-wallet diperkirakan akan meningkat lebih dari 200% pada tahun 2025.

Sementara penggunaan uang tunai tidak akan punah dalam waktu dekat, pertumbuhan pesat pembayaran digital kian mendukung perubahan mendasar di kawasan ini. Solusi open finance membawa inklusi keuangan di kawasan ini ke tahap selanjutnya.

Open finance mengacu pada produk dan kebijakan teknologi yang memungkinkan pelanggan mengakses layanan keuangan dari penyedia pihak ketiga yang memenuhi syarat. Infrastruktur, teknologi, dan standar data memungkinkan konsumen menautkan rekening bank mereka ke dompet GrabPay-nya,” ujar Todd Schweitzer, pendiri dan CEO pengembang keuangan terbuka Brankas yang berbasis di Indonesia.

Persetujuan berbagi data mendukung open finance, sehingga perusahaan rintisan seperti Brankas dapat mengembangkan API untuk perusahaan teknologi atau lembaga keuangan dalam mengakses data pengguna, dan yang terpenting, membangun berbagai produk terkait tekfin yang dapat melayani siapa saja, termasuk konsumen unbanked dan underbanked.

Todd Schweitzer, pendiri dan CEO Brankas, pengembang open finance yang berbasis di Indonesia. Dokumentasi oleh Brankas.

Brankas, yang berhasil meraih $20 juta dalam putaran Seri B yang dipimpin oleh Insignia Ventures Partners pada 5 Januari lalu adalah salah satu fintech tahap awal yang memungkinkan kemudahan berbagi data keuangan. Didirikan pada tahun 2016, salah satu proposisi nilai unik dari perusahaan adalah kemitraannya dengan bank di seluruh wilayah.

Menggunakan modal segar yang didapat, perusahaan akan memperluas jangkauan pasarnya dengan menghubungkan bank digital dan perusahaan fintech di Vietnam dan Bangladesh. Sejauh ini, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 40 lembaga keuangan dan 100 perusahaan teknologi yang beroperasi di Indonesia, Filipina, dan Thailand.

Perkembangan pesat startup Fintech

Pengembang open finance tahap awal lainnya termasuk Finverse yang berbasis di Hong Kong, Finantier yang berbasis di Singapura, dan Brick yang berbasis di Indonesia. Semuanya didirikan pada tahun 2020, ketika muncul banyak hambatan dalam perekonomian daerah.

“Saat pandemi, saya berdiskusi dengan beberapa driver Gojek di Jakarta. Mereka menceritakan betapa sulitnya mendapatkan pinjaman untuk membeli sepeda motor agar bisa nge-Gojek. Pertanyaan saya adalah mengapa mereka tidak pergi ke bank atau perusahaan tekfin [untuk pinjaman], dan mereka mengatakan bank dan perusahaan tekfin tidak akan membantu mereka, karena mereka tidak memiliki riwayat kredit,” salah satu pendiri Finantier Keng Low mengatakan kepada KrASIA.

Finantier mendapatkan investasi awal tujuh digit yang dipimpin oleh East Ventures dan Global Founders Capital pada Juni 2021. Dokumentasi oleh Finantier.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Finantier menawarkan penilaian kredit, agregasi akun yang memungkinkan bisnis untuk membangun profil pelanggan dari sumber keuangan dan non-keuangan, serta solusi inisiasi pembayaran yang memungkinkan transfer uang melalui gateway pembayaran berlisensi.

Proposisi nilai unik yang digunakan perusahaan untuk membedakan dari pesaing adalah dengan berfokus di luar bank. Pada Desember 2021, Finantier secara resmi diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan Indonesia, OJK, sebagai penyedia inovasi keuangan digital dalam kategori credit scoring.

“Kompetisi adalah sesuatu yang kami pikirkan sejak awal. Dompet elektronik dan bank tidak ingin menjadi penyedia open finance dengan berbagai kerumitannya. Dengan terkoneksi ke telekomunikasi, perusahaan e-commerce, dan dompet digital, kami membedakan diri dari pemain lain,” sebut Low.

Tidak seperti Brankas dan Brick, yang beroperasi di bawah model pembayaran per pakai, Finantier menawarkan konsep product-as-a-service (PaaS), yang menurut salah satu pendiri Finantier Keng Low sebagai keunggulan dibandingkan startup lain di bidangnya. Tidak seperti perusahaan lain di arena yang sama, perusahaan tidak membebankan biaya setup atau menarik pendapatan dari transaksi.

Namun, bagi Gavin Tan, CEO dan Co-Founder Brick, persaingan tidak terlalu menjadi perhatian. “Kita harus menganggap API sebagai infrastruktur modern yang memungkinkan platform tekfin diluncurkan dengan cara yang jauh lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah. Laju startup fintech telah mencapai 5x lipat dibandingkan tiga tahun lalu, dengan API yang menyediakan infrastruktur,” katanya.

Apakah regulasi berjalan seiring inovasi?

Meski industri tekfin tumbuh subur, regulator belum bisa memproses secara penuh perkembangan baru tersebut. Sejauh ini, hanya Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang telah menerbitkan kerangka kerja open finance yang mendefinisikan inisiatif utama seperti regulasi data dan infrastruktur, menurut laporan Brankas dan Integra Partners.

Brick menerima sejumlah dana seed dengan jumlah yang dirahasiakan pada Maret 2021 dari 1982 Ventures dan Antler. Dokumentasi milik Brick.

“Tantangan paling utama adalah minimnya literasi pasar. Regulator masih mempelajari dan merancang regulasi open finance di negaranya. Namun belum ada regulasi detailnya,” kata Schweitzer.

Di Indonesia, misalnya, Kementerian TI dan DPR sedang dalam diskusi untuk meninjau RUU Perlindungan Data Pribadi, yang diharapkan dapat menentukan hak kepemilikan data di negara tersebut. Namun, belum jelas kapan RUU itu akan disahkan, menurut publikasi lokal Voice of Indonesia.

Meskipun hal ini dimaksudkan untuk pengguna memiliki kendali penuh atas data mereka sendiri di bawah kerangka kerja open finance, lembaga keuangan akan terus mengontrol data keuangan pelanggan, seperti saldo akun, hipotek, dan riwayat kredit. “Secara umum di Asia Tenggara, kita akan melihat bahwa data tidak benar-benar dibagikan dengan cara yang bermanfaat. Data keuangan tidak dibagikan dengan cara yang andal, itu sebabnya orang tidak bisa mendapatkan akses ke layanan keuangan,” tambah Gavin.

Meskipun begitu, pendiri Brankas, Bricks, dan Finantier tetap optimis dengan open finance, dan tengah memperkuat kehadiran di regional. Pasarnya sangat besar—pembayaran digital, termasuk e-wallet dan pembayaran akun-ke-akun, hanya menyumbang 24% dari total volume pembayaran pada tahun 2021, sementara uang tunai digunakan untuk 59% dari total volume tersebut, menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Brankas Scores 287 Billion Rupiah Series B Funding Led by Insignia Ventures

Fintech startup for open finance solution, Brankas, announced $20 million (over 287 billion Rupiah) series B round led by Insignia Ventures Partners with participation from previous investors, Beenext and Integra Partners. Brankas will use the fresh money to expand its network, BaaS API products in six countries in Asia, and double the team of 100 people.

Furthermore, also participated in this round, Visa, AFG Partners and Treasury International, a venture capital firm led by veteran fintech founders Jeff Cruttenden of Acorns and Eli Broverman of Betterment.

Brankas is part of the Visa’s accelerator program last year. One of Visa’s ongoing innovations is the issuance of digital credit cards using Visa’s data capabilities. This solution was showcased during demo day in September 2021.

In an official statement, Samir Chaibi, Principal at Insignia Ventures Partners said, “Brankas is well equipped and well positioned to support the acceleration of the open finance industry in Southeast Asia. We are pleased to partner with a team that has world-class API-based infrastructure built for the key Southeast Asian market to serve emerging fintech players.

“We are also impressed with Brankas’ approach to market development and its ability to launch and scale the products in a regulatory compliant manner while ensuring that developers benefit from a reliable and stable source of banking and financial data and beyond,” Chaibi said, Wednesday (1/5).

Currently, the Brankas platform offers more than 10 BaaS APIs, including online bank account opening, credit assessment, identity verification, e-commerce transactions, and payment solutions for the gig economy. The startup, which was founded in 2016, has a vision to democratize access to financial data and identity for banks, traditional financial institutions, and fintech startups.

For financial institutions, the Safe API platform opens up new digital capabilities and revenue streams such as online payments, identity verification and account opening, and to extend their reach, especially for users who historically have limited access with traditional financial services.

Meanwhile, for fintech companies, the Brankas platform is a bridge for important data needs for verification or assessment processes that should take longer to develop and optimize for users. These use cases are also leveraged outside of financial services, such as e-commerce companies using the Brankas’ API to verify and secure payments on their platforms.

Across industries and use cases, Brankas offers compliant, reliable and secure systems at scale to simplify the local complexities of building and operating fintech products and services.

Brankas’ solution has been used by companies in Indonesia, the Philippines, and Thailand. In the near future, it will soon expand to Vietnam and Bangladesh through partnerships with current leading bank and fintech players.

Quoting from Techcrunch, the company’s interest in the Brankas’ BaaS API solution is growing by 30% every month. There are now more than 40 financial institutions and 100 technology companies and channel partners. Since many of the clients of fintech startups focus on the unbanked and underbanked, Brankas’ partners extend to financial providers such as remittances and e-wallets.

Brankas’ Co-Founder & CEO Todd Schweitzer said that there is a huge opportunity for the open finance industry in Southeast Asia. He said, open finance is more than just payment or banking. Brankas building the next generation of financial services infrastructure in Southeast Asia has opened up new financial product development opportunities, in a region historically dominated by established incumbents.

“Thanks to our growing network of partners and customers, we continue to deepen our understanding of this opportunity and lead the solution development to open this door for those here in Southeast Asia.”

He continued, the year 2021 was a company breakthrough as it opened up opportunities for financial institutions and companies to partner in new businesses in a way that had never been seen before for consumers in Southeast Asia.

Indonesia’s open finance

Compared to other similar players, such as Finantier and Finverse, Brankas claims to be the only company that offers a regulated payments API that allows direct bank transfers and money transfers without intermediaries, as well as API-connected cryptocurrency and e-wallet payments.

Brankas also conveyed four points related to what made him different from his competitors. First, they focus more on the “supply side” of open finance, helping financial institutions to become “API-ready”. The solutions presented help banks to deliver commercial API products in 6 weeks or less.

Second, Brankas seeks to help the government create a competitive and well-regulated open finance economy, therefore, it will be actively involved and chair the relevant associations for consultation. Third, the ongoing regional strategic partnership to bring new technologies and solutions to Indonesia; including with Visa, APIX, and Proxtera. And lastly, Brankas wants to ensure that the API aggregation presented is always reliable in terms of performance and security.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup fintech open finance Brankas mengumumkan putaran Seri B $20 juta yang dipimpin Insignia Ventures Partners, diikuti Beenext dan Integra Partners

Brankas Tutup Pendanaan Seri B 287 Miliar Rupiah, Dipimpin Insignia Ventures

Startup fintech penyedia solusi open finance Brankas mengumumkan penutupan putaran seri B senilai $20 juta (lebih dari 287 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Insignia Ventures Partners dengan partisipasi dari investor sebelumnya, yakni Beenext dan Integra Partners. Dengan putaran ini, Brankas akan perluas jaringan, produk BaaS API di enam negara di Asia, dan menggandakan tim dari saat ini berjumlah 100 orang.

Lebih lanjut, dalam putaran ini juga turut diikuti oleh Visa, AFG Partners dan Treasury International, perusahaan modal ventura yang dipimpin oleh pendiri fintech veteran Jeff Cruttenden dari Acorns dan Eli Broverman dari Betterment.

Brankas adalah salah satu peserta dari program akselerator yang diselenggarakan Visa pada tahun lalu. Salah satu inovasi yang dikerjakan bersama Visa adalah penerbitan kartu kredit digital yang menggunakan kemampuan data Visa. Solusi ini dipamerkan saat demo day di September 2021.

Dalam keterangan resmi, Prinsipal di Insignia Ventures Partners Samir Chaibi menuturkan, Brankas memiliki perlengkapan yang baik dan posisi yang baik untuk mendukung percepatan industri open finance di Asia Tenggara. Pihaknya senang dapat bermitra dengan tim yang memiliki infrastruktur berbasis API kelas dunia yang dibangun untuk pasar utama Asia Tenggara untuk melayani pemain fintech yang sedang berkembang.

“Kami juga terkesan dengan pendekatan Brankas terhadap pengembangan pasar dan kemampuan mereka untuk meluncurkan dan menskalakan produk mereka dengan cara yang sesuai dengan peraturan sambil memastikan bahwa pengembang mendapat manfaat dari sumber data perbankan dan keuangan yang andal dan stabil dan seterusnya,” ucap Chaibi, Rabu (5/1).

Saat ini platform Brankas menawarkan lebih dari 10 BaaS API, termasuk di antaranya membuka rekening bank online, penilaian kredit, verifikasi identitas, transaksi e-commerce, dan solusi pembayaran untuk gig economy. Startup yang didirikan pada 2016 ini memiliki visi ingin mendemokratisasi akses ke data keuangan dan identitas untuk bank, lembaga keuangan tradisional, dan startup fintech.

Untuk lembaga keuangan, platform API Brankas membuka kemampuan digital dan aliran pendapatan baru seperti pembayaran online, verifikasi identitas dan pembukaan rekening, dan dengan ekstensi memperluas jangkauan mereka, terutama kepada pengguna yang secara historis sulit dilayani dengan layanan keuangan tradisional.

Sementara bagi perusahaan fintech, platform Brankas adalah jembatan untuk kebutuhan data penting untuk proses verifikasi atau penilaian yang seharusnya memakan waktu lebih lama untuk dikembangkan dan dioptimalkan bagi pengguna. Kasus penggunaan ini juga dimanfaatkan di luar layanan keuangan, seperti perusahaan e-commerce yang menggunakan API Brankas untuk memverifikasi dan mengamankan pembayaran di platform mereka.

Di seluruh industri dan kasus penggunaan, Brankas menawarkan sistem yang sesuai, andal, dan aman dalam skala besar untuk menyederhanakan kerumitan lokal dalam membangun dan mengoperasikan produk dan layanan fintech.

Saat ini solusi Brankas sudah dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Dalam waktu dekat, akan segera merambah ke Vietnam dan Bangladesh lewat kemitraan dengan pemain bank dan fintech terdepan di sana.

Mengutip dari Techcrunch, minat perusahaan terhadap solusi API BaaS Brankas mengalami pertumbuhan hingga 30% tiap bulannya. Kini ada lebih dari 40 lembaga keuangan dan 100 perusahaan teknologi dan mitra saluran. Semenjak banyak klien dari startup fintech berfokus pada kelompok unbanked dan underbanked, mitra Brankas meluas hingga perusahaan penyedia keuangan seperti remitansi dan e-wallet.

Co-Founder & CEO Brankas Todd Schweitzer menuturkan peluang yang begitu besar untuk industri open finance di Asia Tenggara. Menurut dia, open finance itu lebih dari sekadar pembayaran atau perbankan. Brankas membangun infrastruktur layanan keuangan generasi berikutnya di Asia Tenggara telah membuka peluang pengembangan produk keuangan baru, di wilayah yang secara historis didominasi oleh pemain lama yang mapan.

“Berkat jaringan mitra dan pelanggan kami yang berkembang, kami terus memperdalam pemahaman kami tentang peluang ini dan memimpin pengembangan solusi untuk membuka pintu ini bagi mereka di sini di Asia Tenggara,” ujar dia.

Dia melanjutkan, tahun 2021 kemarin adalah tahun terobosan bagi perusahaan karena membuka kesempatan bagi lembaga keuangan dan perusahaan untuk bermitra dalam bisnis baru dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya bagi konsumen di Asia Tenggara.

Layanan open finance di Indonesia

Dibandingkan pemain sejenisnya, seperti Finantier dan Finverse, Brankas mengklaim dirinya sebagai satu-satunya perusahaan yang menawarkan API pembayaran teregulasi yang memungkinkan transfer bank langsung dan pengiriman uang tanpa perantara, serta pembayaran mata uang kripto dan e-wallet yang terhubung secara API.

Brankas sendiri menyampaikan empat poin terkait hal yang menjadi pembeda dengan para kompetitornya. Pertama, mereka lebih fokus pada “sisi pasokan” dari open finance, yakni membantu lembaga keuangan untuk menjadi “API-ready”. Solusi yang dihadirkan membantu bank untuk menghadirkan produk API komersial dalam jangka 6 minggu atau kurang.

Kedua, Brankas berupaya untuk membantu pemerintah menciptakan ekonomi open finance yang kompetitif dan diregulasi dengan baik, sehingga memilih terlibat aktif dan mengetuai asosiasi terkait untuk urun rembuk. Ketiga, jalinan kemitraan strategis regional yang terus dibangun menghadirkan teknologi dan solusi baru ke Indonesia; termasuk bersama Visa, APIX, dan Proxtera. Dan yang terakhir, Brankas ingin selalu memastikan agregasi API yang dihadirkan selalu dapat diandalkan secara performa dan keamanan.

Brankas Open Banking

Brankas Bermitra dengan 2C2P, Kuatkan Platform “Open Banking” di Indonesia

Brankas, penyedia teknologi open finance, mengumumkan telah menjalin kerja sama strategis dengan pengembang platform pembayaran 2C2P untuk meluncurkan solusi open banking di Indonesia. Melalui integrasi kedua layanan, konsumen dari gerai-gerai yang memanfaatkan 2C2P akan langsung terhubung dengan berbagai bank besar di Indonesia, termasuk BCA, Bank Mandiri, BNI, dan BRI — total ada 14 bank yang saat ini bekerja sama dengan Brankas.

Berdasarkan prinsip-prinsip open banking, kemitraan ini membantu para pelaku usaha di Indonesia untuk menawarkan opsi penggunaan kartu debit secara langsung oleh konsumen. Dengan demikian, ketika konsumen ingin menyelesaikan pembayaran, mereka bisa memakai akun bank pribadinya. Karena pembayaran diautentikasi secara langsung antara konsumen dan bank, pihak gerai bisa menghindari biaya transaksi yang lebih mahal, dan biaya penggantian uang akibat aksi penipuan atau kesulitan menerima dana.

“Brankas dan 2C2P memiliki sebuah visi untuk mempermudah teknologi pembayaran, serta menghadirkan pengalaman digital terbaru untuk gerai-gerai dan konsumen di Asia Tenggara. Secara bersama-sama, kami mempercepat terwujudnya open banking, memperluas akses, dan membantu pebisnis generasi baru di Asia Tenggara,” ujar Founder & CEO Brankas Todd Schweitzer.

Potensi open finance di Indonesia

Dalam wawancara terpisah tim Brankas mengatakan, open finance di Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan eksplosif. Salah satu faktornya karena pertumbuhan belanja online 30% per tahun — platform tersebut mendukung di sisi pembayaran dan kredit. Akibat pandemi ada jutaan pelaku UKM yang beralih ke saluran online mengharapkan solusi yang lebih mudah terkait transaksi keuangan mulai dari pengumpulan, pencairan, rekonsiliasi, dan kredit.

Di sisi lain, banyak institusi keuangan yang menyadari potensi pendapatan dan pelanggan tambahan yang diperoleh dari produk API. Brankas sebagai salah satu pemain yang berperan untuk mengoptimalkan potensi tersebut. Baru-baru ini mereka juga mengumumkan kemitraan dengan tim produk digital Visa melalui keikutsertaannya dalam program akselerator yang diadakan. Dalam waktu dekat Brankas akan meluncurkan API Visa pertama mereka.

Tim Brankas cukup yakin kalau statistik penggunaannya masih akan terus bertumbuh. Mereka menunjukkan statistik, saat ini ada lebih dari 50% orang Indonesia yang tidak memiliki rekening bank, penetrasi kartu kredit masih di bawah 5%. Open finance berpotensi mengubah model bisnis layanan keuangan secara fundamental. Di sisi lain regulator juga sudah mulai mengambil langkah proaktif dan memasukkan open finance ke dalam peta jalannya untuk tahun 2025.

“Dengan bermitra dengan fintech dan mengelola API alih-alih cabang, lembaga keuangan dapat lebih cepat membuat produk, menjangkau pelanggan yang tidak dapat mereka jangkau sebelumnya (terlalu mahal atau terlalu jauh), dan memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik secara keseluruhan,” imbuhnya.

Layanan open finance di Indonesia

Adanya potensi tersebut membuat ekosistem open finance/banking di Indonesia terus bertumbuh. Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir beberapa pemain terus bermunculan. Terbaru yang mendapatkan pendanaan ada Brick dan Finantier. Di sisi lain, perbankan juga terus terdorong untuk lebih terbuka dengan inovasi digital dengan melahirkan layanan API yang dapat diakses oleh pihak ketiga.

Terbukanya persaingan membuat masing-masing pemain perlu menghadirkan pendekatan unik sebagai value proposition-nya. Brankas sendiri menyampaikan empat poin terkait hal yang menjadi pembeda dengan para kompetitornya.

Pertama, mereka lebih fokus pada “sisi pasokan” dari open finance, yakni membantu lembaga keuangan untuk menjadi “API-ready“. Solusi yang dihadirkan membantu bank untuk menghadirkan produk API komersial dalam jangka 6 minggu atau kurang. Kedua, Brankas berupaya untuk membantu pemerintah menciptakan ekonomi open finance yang kompetitif dan diregulasi dengan baik, sehingga memilih terlibat aktif dan mengetuai asosiasi terkait untuk urun rembuk.

Ketiga, jalinan kemitraan strategis regional yang terus dibangun menghadirkan teknologi dan solusi baru ke Indonesia; termasuk bersama Visa, APIX, dan Proxtera. Dan yang terakhir, Brankas ingin selalu memastikan agregasi API yang dihadirkan selalu dapat diandalkan secara performa dan keamanan.

Berdasarkan informasi yang kami himpun, terakhir Brankas berhasil membukukan pendanaan seri A atas keikutsertaannya dalam program akselerator Plug and Play batch pertama di Indonesia. Terkait penggalangan dana yang dilakukan saat ini, tim Brankas hanya mengatakan, “Nantikan beberapa info penggalangan dana besar tidak lama lagi.”

Gambar Header: Depositphotos.com

Discovering Various Concepts of “Open Finance” in The Digital World

Innovation and problems are two related things. As in the world of fintech, especially in developing countries like Indonesia with low bank account ownership, is a firm land to innovate various financial products.

There are new terms emerged, such as open banking, open finance, or banking as a service (BaaS), all of which actually take advantage of the open APIs targeting various sectors. In clarifying this term, DailySocial asks industry players involved in this sector to interpret the views of the two terms. There are Brankas, Finantier, and AyoConnect.

In terms of Finantier, open banking becomes one of the building blocks, but not the only one in the world of open finance. Meanwhile, open finance has a bigger aspect than open banking. On the other hand, open banking is likely centered around bank accounts. Despite this fact, there are still many underbanked people in Indonesia.

“Some companies have tried to do open banking but this only serves 30% of Indonesians who have access to a bank account. What about the other 70%? Although open banking can function in other countries, here [Indonesia] is different,” Finantier‘s Co-Founder and CEO Diego Rojas said.

Meanwhile, AyoConnect says open API is similar to open banking because it allows interlink and interconnection between multiple options via one API. This condition has the potential to significantly accelerate the integration process between parties, therefore, to reach customers faster.

“The difference is that open banking is initiated by the bank for its third party, while our API is initiated by ourselves which allows interconnection between billing providers and channel partners,” AyoConnect’s Co-Founder and COO Chiragh Kirpalani said.

Also, Brankas sees the easiest way to differentiate is to place open banking as a model or philosophy that supports the movement of people and companies to get more access to payments and account information, with the owner’s consent. Meanwhile, open API is a necessary tool to activate this philosophy.

“Where the company can connect with it, to make things possible, for instance, top-up on the e-wallet [platform] using your bank credentials in real-time,” Brankas’ Co-Founder and CEO Todd Schweitzer said.

Finantier, AyoConnect, and Brankas are taking advantage of the API’s remarkable works in carrying out their respective missions. In fact, they want to simulate existing financial services with APIs, therefore, end consumers can experience the benefits.

Various innovations

AyoConnect positioned itself as an open bill network, connecting billing companies, consumer platforms, and aggregators through one open network accessible via centralized API, the AyoConnect API. As a result, billing companies – such as telecommunications companies, apartment managers, educational institutions, insurance, and others – can expand their payment points quickly and easily.

On the other hand, companies with direct contact with customers, such as e-commerce, banks, retail stores, to other fintech applications, can provide their customers with access to 3 thousand billing products from 25 categories for their customers.

Chiragh explains that all these solutions exist because the company sees itself as a provider. Bill payment has become a mandatory feature offered by consumer-related platforms to maintain retention. If you build this all yourself, the margin that comes from the transaction is actually very small, and even tends to be unprofitable.

AyoConnect Co-founders / AyoConnect
AyoConnect Co-founders / AyoConnect

“Our value proposition to partners is to run bill payments and digital goods as an end-to-end profitable category. Our technology provides the infrastructure that helps clients grow faster while focusing on the core business at the same time. ”

Meanwhile, Brankas saw the wide range of opportunities offered by open finance in Indonesia and Southeast Asia. Schweitzer and his partner, Kenneth Shaw, founded Brankas in 2016 with the vision of making modern financial services available to everyone.

“By helping banks prepare new technologies, helping online businesses connect easily to banks, we can create new product categories in the financial services industry.”

Brankas solutions include providing open finance for financial service providers (banks, lenders, e-wallets) who want to offer API-based products and online businesses or fintech companies who want to connect with banks.

Next, partner with banks to build and manage their open finance infrastructure, produce APIs for real-time payments, identity, account opening, and more; provides an aggregation API that allows online businesses to connect in real-time to multiple banks and embed financial services into their own products. There are several API aggregation products, account mutations, direct transfers, payment links, and disbursements.

Schweitzer calls all of these product initiatives based on the results of identifying problems faced by customers and creating products to solve problems with better financial infrastructure. He provides an example, one of the creative innovations is about opening an online account.

Online account opening by companies is actually in great demand during a pandemic due to the reduced activity of people visiting branch offices. The company partnered with a campus organization to streamline the process of creating accounts with Brankas’ bank partners and accelerate the process from weeks to less than 48 hours.

Sumber: depositphotos.com
Sumber: depositphotos.com

Meanwhile, Finantier focuses on developing open finance services for consumers and businesses to get financial services in improving their financial well-being. They do this by providing valuable financial information about consumers and businesses to financial institutions and fintech in the form of e-KYC, enriched financial data, and others.

Using the information, financial institutions and fintechs can identify customers, assess their financial capabilities, and the form it takes, to offer a variety of financial products, not limited to loans and insurance. Companies can also speed up time-to-market and cut costs in developing custom-designed digital solutions.

“Companies can have a good overview of their customers’ financial health, and offer tailored services for each user. For example, with the information we provide, fintech lending can provide more competitive loan interest to customers,” Diego explained.

The open finance ecosystem is important because the raw data collected by each institution is different. However, when the data processed, it will be very useful, but the investment in this area is quite large and takes time.

“The problem is that financial information is difficult to access. Even if someone has access, how do you make sense of the data? The first problem is that there is actually a lot of financial information available, but it takes a lot of effort to get it. This is a difficult problem that we are determined to solve.”

Solid B2B

The presence of API players, like the three companies above, fully targets companies as users, not retail consumers. Chiragh says the company charges partners a fair fee because they trust AyoConnect to handle bill payment features to keep partners seamless, overhead cost minimal, and save their money overall.

Some of these partners, including DANA, JD.id, Bukalapak, Pegadaian, Indomaret, Home Credit, telco, Indosat GIG, Bank Mandiri, and many more. “We, first of all, make sure that our partners’ businesses grow and our incentives align with each other.”

In terms of Brankas, all users are companies from financial institutions and third-party service providers. Brankas operates two business models by looking from the supply and demand side.

Schweitzer explained that on the supply side, the company is building an open banking infrastructure, partnering with financial institutions to open their financial products and services in the form of APIs. The API can connect with third parties from partners.

Since all financial institutions have different infrastructure and different implementations for each bank, this business is monetized per project. “We usually work with banks to understand their requirements, technical infrastructure, and requirements to deliver contracts that make sense to consumers.”

Brankas's duo Co-founder
Brankas’s duo Co-founder

In terms of demand, Brankas provides services for startups, e-commerce companies, fintech, and others by providing aggregate APIs for payment-related and all data-related uses. For example, Brankas customers in the Philippines can make fund transfers using the open banking concept through end-user approval and make peer-to-peer funds transfers on third-party applications.

The API aggregate helps partners no longer have to connect to several banks through several open APIs using a bit of a standard. “Through Brankas, they can connect to a single API giving access to all financial services, which means less overhead in maintaining these connections. Therefore, in this model, we charge our customers based on successful transactions, for example paying for services per its function.”

Finantier is quite similar. They partner with fintech companies and financial institutions. Diego designs win-win solutions for consumers and businesses, therefore, they can get access to financial services. Partners only have to pay-per-use for each API call they make.

Moreover, partners will benefit from Finantier’s API that provides them valuable financial information, therefore, partners can improve their performance. “When our partners work better, so do we. We are currently working with 40+ partners and are rapidly scaling up our team to meet the increasing demand. ”

Finantier’s COO Edwin Kusuma added that the majority of corporate partners come from banking, p2p lending, multi-finance, and wealth management, and others. Creating an API is not an easy job, especially for financial companies with experts in their respective fields. As a result, in-house API development is expensive.

Even for fintech lending companies. Even though they are tech companies, they need help from companies like Finantier to solve the problem. “For lending companies, their main business is lending, therefore, to invest in technology and build a good technology team, it doesn’t make sense to them. Also, AFPI itself as an association encourages cooperation between p2p companies and other companies,” Edwin said.

Finantier' Co-founders / Finantier
Finantier’ Co-founders / Finantier

The future of open banking and open finance

Schweitzer believes Indonesia is in the process of entering a new era of open banking as banks are now competing to launch products and partner with fintech companies. For Brankas, this momentum was very beneficial because the more lenders who came, the more financial insights that could be obtained to be channeled back.

“The pandemic has forced many banks to look for alternative business models, to switch to digital solutions that help MSMEs. Bank Indonesia recently announced new regulations and permits that will take effect in July 2021 which will help support businesses that wish to provide open banking solutions, whether related to bank account data or payment initiation.”

The implication will be more of real uses for open banking and will make the API more familiar, widely available, and widely accessible. In the end, people can manage bank accounts faster, pay smoothly, and share financial data to get access to credit, which was quite difficult.

In response to that, Brankas plans to launch new products in the coming months for fintech and other startups looking to partner with banking services via APIs to empower their users. Then, work with more banks to open their core systems through open APIs, therefore, more companies can connect directly with banks and facilitate the transfer of funds and data.

“Eventually, looking for ways to connect Indonesia to the regional fintech ecosystem through open banking. Part of this will require Brankas to slide into new markets, something we’ll see further in 2021.”

Diego’s view was not much different. He sees API usage increasing exponentially in Indonesia, along with the number of technology companies. This momentum is getting to its peak as more valuable information about consumers and businesses cannot be used before.

“With our API, we help create new business models that didn’t exist before. More companies will use our solutions and enter the financial ecosystem, providing new and innovative products. Ultimately, this is good because consumers and businesses are benefiting from improved access to finance and better ways to improve their financial well-being.”

Last, AyoConnect will continue to expand its open bill network ecosystem with larger and highly fragmented bill payment companies. “That’s where we will direct our focus for now. Therefore, we will remain dedicated to expanding our network and developing solutions for our partners,” Chiragh concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Melihat produk dan model bisnis AyoConnect, Brankas, dan Finantier yang mengembangkan layanan open finance secara digital

Mengenal Ragam Konsep “Open Finance” di Dunia Digital

Inovasi dan masalah merupakan dua hal yang selalu muncul berdampingan. Begitupun dalam dunia fintech, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia dengan kepemilikan rekening bank yang rendah, adalah tempat empuk untuk berinovasi berbagai produk keuangan.

Istilah baru pun bermunculan, ada open banking, open finance, atau banking as a service (BaaS) yang seluruhnya ini sebenarnya memanfaatkan keberadaan open API dengan sasaran target yang berbeda. Untuk meluruskan terkait istilah ini, DailySocial meminta interpretasi dari pelaku industri yang berkecimpung di sektor ini mengenai pandangan dari kedua istilah tersebut. Ada Brankas, Finantier, dan AyoConnect.

Bagi Finantier, open banking adalah salah satu blok bangunan, tetapi bukan satu-satunya di dunia open finance. Sementara open finance itu lebih besar aspeknya dari open banking. Di sisi lain, open banking itu lebih terpusat di sekitar rekening bank. Padahal kenyataan di lapangan, masih banyak orang Indonesia yang menjalani hidup mereka tanpa berinteraksi dengan rekening bank.

“Beberapa perusahaan telah mencoba melakukan open banking tapi ini hanya melayani 30% orang Indonesia yang memiliki akses ke rekening bank. Bagaimana dengan 70% lainnya? Meskipun open banking dapat berfungsi di negara lain, tapi di sini [Indonesia] berbeda,” ujar Co-Founder dan CEO Finantier Diego Rojas.

Sementara itu, AyoConnect memandang open API dengan open banking adalah hal yang serupa karena memungkinkan interlink dan interkoneksi antara banyak pilihan melalui satu API. Kondisi ini berpotensi mempercepat proses integrasi antarpihak secara signifikan, sehingga dapat menjangkau pelanggan dengan lebih cepat.

“Perbedaannya adalah open banking itu diprakarsai oleh bank untuk pihak ketiganya, sementara API kami diprakarsai oleh kami sendiri yang memungkinkan interkoneksi antara penyedia tagihan dan mitra saluran,” ujar Co-Founder dan COO AyoConnect Chiragh Kirpalani.

Terakhir, Brankas melihat cara paling mudah membedakannya adalah menempatkan open banking sebagai model atau filosofi yang mendukung pergerakan orang dan perusahaan untuk mendapatkan lebih banyak akses pembayaran dan informasi akun, dengan persetujuan pemilik. Sedangkan open API adalah alat yang diperlukan untuk mengaktifkan filosofi tersebut.

“Di mana perusahaan dapat terhubung dengannya untuk melakukan, misalnya top up di [platform] e-wallet menggunakan kredensial bank Anda secara langsung,” terang Co-Founder dan CEO Brankas Todd Schweitzer.

Finantier, AyoConnect, dan Brankas sama-sama memanfaatkan kecanggihan API dalam membawa misinya masing-masing. Pada intinya, mereka ingin simplikasi layanan keuangan yang ada saat ini dengan API, sehingga konsumen akhir bisa merasakan manfaatnya.

Beragam inovasi

AyoConnect menempatkan dirinya sebagai open bill network, menghubungkan perusahaan penyedia tagihan, platform konsumen, dan aggregator melalui satu jaringan terbuka yang bisa diakses melalui API tersentralisasi, API AyoConnect. Alhasil, perusahaan penyedia tagihan -seperti perusahaan telekomunikasi, pengelola apartemen, institusi pendidikan, asuransi, dan sebagainya- dapat memperluas titik pembayaran mereka dengan cepat dan mudah.

Di sisi lain, perusahaan yang banyak bersinggungan langsung dengan pelanggan, seperti e-commerce, bank, toko ritel, hingga aplikasi fintech lainnya, dapat menghadirkan akses ke 3 ribu produk tagihan dari 25 kategori bagi pelanggannya secara instan.

Chiragh menerangkan seluruh solusi ini hadir karena perusahaan melihat dirinya sendiri sebagai penyedia. Pembayaran tagihan telah menjadi fitur wajib yang ditawarkan oleh platform yang berhubungan dengan konsumen untuk menjaga retensi. Bila bangun ini semua sendiri, sebenarnya margin yang datang dari transaksi tersebut sebenarnya sangat kecil, bahkan cenderung tidak menguntungkan.

Para co-founder AyoConnect / AyoConnect
Para co-founder AyoConnect / AyoConnect

“Proposisi nilai kami kepada mitra adalah menjalankan pembayaran tagihan dan barang digital sebagai kategori yang menguntungkan dari ujung ke ujung. Teknologi kami menyediakan infrastruktur yang membantu klien tumbuh lebih cepat, sekaligus fokus pada bisnis inti pada saat bersamaan.”

Sementara Brankas melihat kesempatan yang ditawarkan open finance di Indonesia dan Asia Tenggara masih begitu luas. Schweitzer dan rekannya, Kenneth Shaw, merintis Brankas pada 2016 dengan visi membuat layanan keuangan modern tersedia untuk semua orang.

“Dengan membantu bank menyiapkan teknologi baru, membantu bisnis online terhubung dengan mudah ke bank, kami dapat membuat kategori produk baru dalam industri layanan keuangan.”

Solusi Brankas di antaranya menyediakan open finance untuk penyedia jasa keuangan (bank, pemberi pinjaman, e-wallet) yang ingin menawarkan produk berbasis API dan bisnis online atau perusahaan fintech yang ingin terhubung dengan bank.

Kemudian bermitra dengan bank untuk membangun dan mengelola infrastruktur open finance mereka, memproduksi API untuk pembayaran real-time, identitas, pembukaan rekening, dan lainnya; menyediakan agregasi API yang memungkinkan bisnis online terhubung secara real-time ke beberapa bank dan menanamkan layanan keuangan ke dalam produk mereka sendiri. Ada beberapa produk agregasi API, yakni mutasi rekening, direct transfer, tautan pembayaran, dan disburse.

Schweitzer menyebut seluruh inisiatif produk ini berdasarkan hasil identifikasi masalah yang dihadapi pelanggan, dan membuat produk untuk menyelesaikan masalah dengan infrastruktur keuangan yang lebih baik. Ia mencontohkan, salah satu inovasi kreatif yang ditemukan adalah mengenai pembukaan rekening online.

Produk pembukaan rekening online yang dimiliki perusahaan sangat diminati selama pandemi karena berkurangnya aktivitas orang untuk datang ke kantor cabang. Perusahaan bermitra dengan organisasi kampus untuk merampingkan proses pembuatan rekening bersama mitra bank dari Brankas, lalu mengubah proses dari awalnya perlu berminggu-minggu kini jadi kurang dari 48 jam.

Sumber: depositphotos.com
Sumber: depositphotos.com

Sementara Finantier fokus mengembangkan layanan open finance agar konsumen dan bisnis mendapatkan layanan keuangan yang bisa meningkatkan kesejahteraan finansial mereka. Caranya dengan memberikan informasi keuangan yang berharga tentang konsumen dan bisnis kepada lembaga keuangan dan fintech dalam bentuk e-KYC, data keuangan yang diperkaya, dan lainnya.

Dengan informasi tersebut, lembaga keuangan dan fintech dapat mengidentifikasi pelanggan, menilai kemampuan keuangan mereka, dan seperti apa mereka nantinya, untuk menawarkan berbagai produk keuangan, tidak terbatas pada pinjaman dan asuransi. Perusahaan pun dapat mempercepat time-to-market dan memangkas biaya dalam pengembangan solusi digital yang didesain khusus.

“Perusahaan dapat memiliki gambaran yang baik mengenai kesehatan keuangan pelanggan, bahkan dapat menawarkan layanan “tailored” untuk setiap pengguna. Misalnya, dengan informasi yang kami berikan, fintech lending dapat memberikan bunga pinjaman yang lebih kompetitif kepada pelanggan,” terang Diego.

Ekosistem open finance itu penting karena data mentah yang dikumpulkan tiap lembaga itu berbeda-beda. Namun saat data tersebut diolah akan sangat berguna, namun investasi di bidang ini sangat besar dan butuh waktu.

“Masalahnya adalah informasi keuangan sulit diakses. Bahkan jika seseorang mendapatkan akses, bagaimana Anda memahami data tersebut? Masalah pertama adalah bahwa sebenarnya ada banyak informasi keuangan yang tersedia, tetapi dibutuhkan banyak usaha untuk mendapatkannya. Ini adalah masalah sulit yang bertekad untuk kami selesaikan.”

Sepenuhnya B2B

Kehadiran pemain API, seperti ketiga perusahaan di atas, sepenuhnya menargetkan perusahaan sebagai penggunanya, bukan konsumen ritel. Chiragh menuturkan perusahaan mengenakan biaya yang wajar kepada mitra karena telah memercayai AyoConnect menangani fitur pembayaran tagihan agar mitra tetap ramping, menjaga biaya overhead tetap minim, dan menghemat uang mereka secara keseluruhan.

Beberapa mitra tersebut, di antaranya DANA, JD.id, Bukalapak, Pegadaian, Indomaret, Home Credit, perusahaan telko, Indosat GIG, Bank Mandiri, dan masih banyak lagi. “Kami pertama-tama memastikan bahwa bisnis mitra kami berkembang dan insentif kami selaras satu sama lain.”

Untuk Brankas, seluruh penggunanya adalah perusahaan yang berasal dari lembaga keuangan dan penyedia layanan pihak ketiga. Ada dua bisnis model yang dimiliki Brankas dengan melihat dari sisi supply dan demand.

Schweitzer menjelaskan untuk sisi supply, perusahaan membangun infrastruktur open banking, bermitra dengan lembaga keuangan untuk membuka produk dan layanan keuangan mereka dalam bentuk API. API tersebut dapat terhubung dengan pihak ketiga dari para mitra.

Karena semua lembaga keuangan memiliki infrastruktur dan jalur implementasi yang diambil tiap bank berbeda, maka bisnis ini dimonetisasi per proyek. “Kami biasanya bekerja sama dengan bank dengan memahami persyaratan, infrastruktur teknis, dan persyaratan mereka untuk memberikan kontrak yang masuk akal bagi konsumen.”

Dua co-founder Brankas / Brankas
Dua co-founder Brankas / Brankas

Dari sisi demand, layanan Brankas untuk startup, perusahaan e-commerce, fintech, dan lainnya dengan menyediakan API agregat untuk penggunaan terkait pembayaran dan semua yang terkait data. Misalnya, pelanggan Brankas di Filipina dapat melakukan transfer dana menggunakan konsep open banking melalui persetujuan end-user dan melakukan transfer dana peer-to-peer di aplikasi pihak ketiga.

API agregat ini membantu para mitra tidak perlu lagi terhubung ke beberapa bank melalui beberapa open API menggunakan sekelumit standar. “Melalui Brankas, mereka dapat terhubung ke satu API yang memberi akses ke semua layanan keuangan, yang berarti lebih sedikit overhead dalam memelihara koneksi ini. Oleh karena itu, dalam model ini, kami menagih pelanggan kami berdasarkan transaksi yang berhasil, misalnya membayar layanan saat berfungsi.”

Finantier juga demikian. Mereka bermitra dengan perusahaan fintech dan lembaga keuangan. Diego merancang solusi win-win untuk konsumen dan bisnis agar mereka bisa mendapat akses ke layanan keuangan. Mitra hanya membayar sesuai sesuai penggunaan (pay-per-use) setiap panggilan API yang mereka buat.

Dari sini mitra akan mendapat keuntungan karena API Finantier memberi mereka informasi keuangan yang berharga, sehingga mitra dapat meningkatkan kinerjanya jauh lebih baik. “Saat mitra kami bekerja lebih baik, kami pun demikian. Saat ini kami bekerja dengan 40+ mitra dan dengan cepat meningkatkan tim kami untuk memenuhi permintaan yang meningkat.”

COO Finantier Edwin Kusuma menambahkan mitra perusahaan mayoritas datang dari perbankan, p2p lending, multifinance, dan wealth management, dan lainnya. Membuat API bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi buat perusahaan keuangan dengan ekspertise di bidangnya masing-masing. Alhasil, pengembangan API bila dilakukan inhouse memakan ongkos yang mahal.

Pun bagi perusahaan fintech lending. Meski mereka jati dirinya adalah perusahaan teknologi, perlu bantuan dari perusahaan seperti Finantier untuk menyelesaikan masalahnya. “Bagi perusahaan lending, bisnis utama mereka adalah lending, jadi bagi mereka untuk berinvestasi dalam teknologi dan membangun tim teknologi yang baik, itu tidak masuk akal bagi mereka. Maka dari itu, AFPI sendiri sebagai asosiasi mendorong kerja sama antar perusahaan p2p dengan perusahaan lain,” papar Edwin.

Para co-founder Finantier / Finantier
Para co-founder Finantier / Finantier

Masa depan open banking dan open finance

Schweitzer berpendapat Indonesia sedang dalam proses memasuki era baru open banking karena perbankan kini berlomba-lomba meluncurkan produk dan bermitra dengan perusahaan fintech. Bagi Brankas, momentum ini sangat menguntungkan karena semakin banyak pemberi pinjaman yang datang, semakin banyak insight keuangan yang bisa didapat untuk disalurkan kembali.

“Pandemi telah memaksa banyak bank mencari model bisnis alternatif, beralih ke solusi digital yang membantu UMKM. Bank Indonesia baru-baru ini mengumumkan peraturan dan izin baru yang mulai berlaku pada Juli 2021 yang akan membantu mendukung bisnis yang ingin memberikan solusi open banking, baik yang terkait dengan data rekening bank atau inisiasi pembayaran.”

Implikasi dari sana, akan semakin banyak pemanfaatan nyata untuk open banking, dan akan membuat API jadi lebih familiar, banyak tersedia, dan banyak diakses. Masyarakat pun pada akhirnya dapat mengatur rekening bank lebih cepat, pembayaran lebih lancar, dan berbagi data keuangan untuk mendapatkan akses kredit, yang sebelumnya secara historis sulit.

Menyikapi itu, Brankas berencana untuk meluncurkan produk baru dalam beberapa bulan mendatang untuk fintech dan startup lain yang ingin bermitra dengan layanan bank melalui API untuk memberdayakan penggunanya. Lalu, bekerja sama dengan lebih banyak bank untuk membuka sistem inti mereka melalui open API, agar lebih banyak perusahaan terhubung langsung dengan bank dan memudahkan transfer dana dan data.

“Terakhir, mencari cara untuk menghubungkan Indonesia ke ekosistem fintech regional melalui open banking. Sebagian dari ini mengharuskan Brankas untuk meluncur di pasar baru, sesuatu yang akan kita lihat lebih lanjut di tahun 2021.”

Pandangan Diego juga tak jauh berbeda. Ia melihat penggunaan API meningkat secara eksponensial di Indonesia, beriringan dengan jumlah perusahaan teknologi yang beroperasi. Momentum ini semakin berharga karena semakin banyak informasi berharga tentang konsumen dan bisnis yang sebelumnya tidak bisa dimanfaatkan.

“Dengan API kami, kami membantu membuat model bisnis baru yang sebelumnya tidak ada. Lebih banyak perusahaan akan menggunakan solusi kami dan memasuki ekosistem keuangan, menyediakan produk baru dan inovatif. Pada akhirnya, ini bagus karena konsumen dan bisnis mendapat manfaat dari peningkatan akses keuangan dan cara yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan finansial mereka.”

Terakhir, AyoConnect akan terus perluas ekosistem open bill network-nya terhubung dengan lebih banyak perusahaan pembayaran tagihan yang sangat besar dan sangat terfragmentasi. “Di situlah kami akan mengarahkan fokus kami untuk saat ini. Karena itu, kami akan tetap berdedikasi untuk memperluas jaringan kami dan mengembangkan solusi untuk mitra kami,” tutup Chiragh.

Aplikasi Brankas Mungkinkan Pengguna Kelola Banyak Rekening Bank di Satu Dasbor

Brankas adalah sebuah startup fintech baru di Indonesia. Platform yang dikembangkan ialah membantu pengguna mengakomodasi akun bank (satu atau lebih) dalam satu sebuah aplikasi terpusat. Secara khusus Brankas didesain untuk membantu pengguna personal dan bisnis dalam mengelola transaksi harian. Visi besarnya ialah menciptakan mobile banking baru yang dirancang untuk memberi orang Indonesia lebih banyak pilihan dan kontrol atas transaksi uang mereka.

Bagi individu dan bisnis kecil, Brankas menawarkan aplikasi mobile gratis untuk mengelola akun bank dalam tampilan real-time terpadu. Selain dapat melacak pengeluaran dan pelaporan lainnya, aplikasi ini juga mampu digunakan untuk mengirim dan meminta pembayaran transfer bank secara instan kepada orang lain melalui medium nomor ponsel. Saat ini Brankas sudah mendukung akun BCA, Mandiri, BNI dan BRI.

Bagi perusahaan dan toko online yang lebih besar, Brankas for Business dapat membantu memperbaiki konversi, memproses, dan mencocokkan pesanan secara instan, dan memberi pelanggan pengalaman mulus yang mereka harapkan dalam proses transaksi. Brankas didirikan oleh Todd Schweitzer (CEO) dan Ken Shaw (CTO).

“Brankas memungkinkan pengguna menautkan rekening bank mereka ke aplikasi dan mengelola aktivitas mereka semua dari satu tempat. Tidak perlu 5 aplikasi bank, internet banking, atau kunjungan ke cabang bank yang berbeda, Brankas memungkinkan Anda mengelola semuanya dari satu tempat yang nyaman dan aman,” jelas Todd kepada DailySocial.

Tidak seperti aplikasi e-wallet atau e-money pada umumnya yang membutuhkan proses top-up saldo di dalamnya, semua pemrosesan transaksi dilakukan menggunakan saldo yang ada pada akun bank yang diintegrasikan. Proses enkripsi sangat ketat, dan untuk menjamin keamanan lebih, two-factor authentication diterapkan melalui token bank untuk setiap transaksi yang dilakukan.

“Banyak hal yang bisa dilakukan dengan Brankas, misalnya penjual di Instagram dapat meminta dan langsung melacak pembayaran pelanggan tanpa perlu screenshot kode konfirmasi. Seseorang dapat melacak biaya transportasi dan makanan bulanan mereka. Hingga melakukan transfer ke rekening lain di luar daerah,” imbuh Todd.

Ingin menjadi lebih dari sekedar mobile banking

Saat ini aplikasi Brankas tengah tersedia secara gratis (dalam waktu terbatas) di Google Play Store. Untuk versi iOS rencananya akan dirilis pada bulan September mendatang. Untuk versi Brankas for Business, pengguna akan mendapati sebuah dasbor pelaporan dan pengelolaan akun. Melalui dasbor tersebut akan tersaji aktivitas akun secara real-time yang mudah dihubungkan ke sistem manajemen pesanan yang ada.

“Ada banyak kemajuan dalam internet banking dan mobile e-wallets, namun ada dua kebutuhan inti tidak ditangani. Pertama pengguna menginginkan satu alat terpadu untuk mengelola banyak akun mereka. Dan kedua Brankas percaya bahwa orang tidak menginginkan atau membutuhkan akun e-wallet atau mobile banking lain, mereka hanya menginginkan cara yang lebih mudah untuk mengirim uang secara langsung dari rekening bank mereka ke bank lain,” ujar Todd menjelaskan tentang komparasinya dengan aplikasi yang sudah ada.

Secara umum, tujuan Todd dan Ken dengan Brankas adalah memberi orang Indonesia pilihan, kontrol, dan akses terhadap uang mereka. Mereka ingin pengguna mempercayai Brankas sebagai mitra keuangan independen mereka, memberikan cara sederhana dan menyenangkan untuk mengelola uang dengan lebih baik. Cita-cita besar keduanya, Brankas bisa menjadi “must-have” untuk bisnis online mana pun.

Saat ini Brankas juga sudah bekerja sama dengan banyak perusahaan e-commerce untuk meningkatkan manajemen pesanan, meningkatkan pengalaman pelanggan, dan meningkatkan konversi penjualan. Kerja sama ini menghadirkan kemampuan Brankas untuk langsung mencocokkan transaksi dengan pesanan, sehingga pelanggan tidak perlu menunggu pesanan mereka diproses, dan perusahaan tidak perlu mengecek setiap transaksi secara manual.

Tim pengembang aplikasi Brankas / Brankas
Tim pengembang aplikasi Brankas / Brankas

Mengawali debut besar dari pangsa pasar Indonesia

Brankas terdiri dari komposisi co-founder yang unik. Todd berpengalaman di bidang strategi bisnis, pengalamannya telah membawa sebuah perusahaan perangkat lunak berekspansi di seluruh Asia Tenggara. Sedangkan Ken sudah lebih 12 tahun berada di Asia Tenggara, dan memiliki hubungan dengan beberapa perusahaan besar di Indonesia seperti Garuda Indonesia dan KapanLagi Network. Sebelumnya Ken juga berpengalaman menjadi CTO Multiply.com.

Terkait pasar Indonesia, Todd menjelaskan saat ini adalah waktu yang sangat tepat bagi fintech untuk berkibar. Beberapa faktor telah menyatu, menjadikannya waktu yang ideal untuk meningkatkan mobile banking taraf selanjutnya. Adapun faktor tersebut di antaranya (1) orang Indonesia suka belanja online, (2) semakin banyak orang memiliki ponsel pintar, (3) sedikit orang yang memiliki kartu kredit atau dompet elektronik yang mereka gunakan untuk belanja online, (4) orang Indonesia lebih memilih untuk membayar secara online dengan menggunakan transfer bank langsung, namun prosesnya masih lamban dan tidak efisien, dan (5) banyak orang Indonesia memiliki lebih dari satu rekening bank.

Untuk mendukung operasional bisnisnya, Brankas mendapatkan investasi sekitar $500 ribu dari beberapa investor, salah satunya Plug and Play selaku akselerator Silicon Valley yang baru saja meluncurkan batch pertamanya di Indonesia. Brankas terpilih untuk batch pertama mereka, termasuk memberi dukungan dengan menyertakan pakar fintech dan angel investor dari Asia, Eropa, dan Amerika Utara, serta insinyur Google untuk menjadi penasihat teknis.

Saat ini Brankas tengah bersiap berekspansi ke negara lain di Asia Tenggara yang debutnya akan diumumkan dalam waktu dekat.

Application Information Will Show Up Here