Teknologi memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan. Dalam konteks bisnis, teknologi juga bisa menentukan seberapa jauh korporasi dapat berkembang. Agar tidak kehilangan momentum, para eksekutif bisnis perlu menaruh perhatian khusus pada sejumlah tren teknologi yang paling berpengaruh ke depannya. Kira-kira begitulah kesimpulan yang bisa ditarik dari riset terbaru yang dilakukan oleh McKinsey & Company.
Dari 10 tren teratas yang dibahas, 7 di antaranya masuk ke ranah digital. Tren yang dibahas juga bukan sekadar yang berpotensi mendisrupsi banyak sektor industri sekaligus, melainkan juga yang tergolong niche seperti revolusi bioteknologi maupun kemajuan tren nanopartikel dan nanomaterial.
McKinsey memprediksi bahwa ke depannya teknologi robotik, Industrial Internet of Things (IIoT), digital twins, dan additive manufacturing (3D atau 4D printing) bakal digabungkan untuk mempersingkat pekerjaan-pekerjaan rutin, meningkatkan efisiensi operasional, dan mempercepat waktu penetrasi pasar. McKinsey mendeskripsikan tren ini dengan istilah “next-level process automation and virtualization“.
McKinsey mengestimasikan bahwa di tahun 2025, lebih dari 50 miliar perangkat bakal terhubung dengan jaringan IIoT dan menghasilkan data sebesar 79,4 zettabyte setiap tahunnya. Sebagai konteks, 1 zettabyte itu setara dengan 1 miliar terabyte. Lalu di tahun 2030, 10% dari seluruh proses manufaktur bakal digantikan oleh teknologi 3D atau 4D printing.
Tren yang berikutnya menggabungkan kemajuan infrastruktur 5G dengan IoT guna mewujudkan sederet layanan maupun model bisnis baru. McKinsey menemukan ada sekitar 1.000 kasus penggunaan di berbagai sektor industri yang berkaitan erat dengan tren konektivitas ini, yang diperkirakan bisa berkontribusi terhadap angka GDP di tahun 2030 hingga sebesar 5-8 triliun dolar Amerika Serikat.
Tanpa harus terkejut, AI tentu juga termasuk sebagai salah satu tren dengan implikasi terbesar di dunia bisnis. McKinsey bahkan memprediksi bahwa kemajuan di bidang AI dan machine learning bakal mewujudkan konsep “Software 2.0”, konsep di mana profesi pengembang software telah digantikan oleh AI. Meski demikian, untuk bisa memaksimalkan tren automated programming ini, perusahaan harus meningkatkan kapabilitas DataOps maupun MLOps-nya terlebih dulu.
Di masa yang akan datang, demokratisasi infrastruktur IT juga bakal semakin dipercepat dengan semakin meningkatnya pengadopsian teknologi cloud computing. Menurut McKinsey, angka pengadopsiannya bisa meningkat hingga mendekati 50% di tahun 2025, dan bukan tidak mungkin menembus angka 80% jika tren yang ada sekarang masih terus berlanjut sampai ke depannya.
Quantum computing dan neuromorphic computing diperkirakan juga bakal terus bertambah mainstream. Tren komputasi generasi baru ini diprediksi bakal menjawab pertanyaan-pertanyaan yang selama ini belum bisa terjawab di dunia sains. Masa pengembangan industri farmasi dan bahan kimia bakal dipangkas secara drastis, demikian pula industri mobil kemudi otomatis yang bakal diakselerasi. Bukan cuma itu, next-gen computing juga diprediksi bakal mendisrupsi bidang cybersecurity secara signifikan.
Lebih lengkapnya mengenai tren-tren teknologi terpenting di dunia bisnis dapat langsung dibaca di situs McKinsey.
2020 merupakan tahun yang sangat berat, dan sulit rasanya membayangkan bagaimana kita dapat melalui masa pandemi tanpa bantuan teknologi. Dari yang sepele seperti teknologi video conferencing untuk membantu kita menjalani rutinitas sehari-hari, sampai teknologi-teknologi yang dimanfaatkan oleh para ilmuwan guna mencari solusi yang paling efektif.
Di tahun 2021 ini, teknologi sudah pasti akan kembali banyak dilibatkan, dan harapan terbesarnya tentu adalah supaya peradaban kita bisa kembali berjalan normal. DAMO Academy, inisiatif riset global yang diprakarsai oleh Alibaba Group, baru saja memublikasikan prediksi mereka terkait tren terbaru yang berpotensi membentuk industri teknologi di tahun 2021. Berikut sorotannya.
1. Penggunaan bahan semikonduktor generasi ketiga, diwakili oleh GaN dan SiC, akan berkembang ke industri baru
Gallium nitride (GaN) dan silikon karbida (SiC) sebenarnya bukanlah barang baru, akan tetapi selama ini penggunaannya sangat terbatas akibat metode pemrosesannya yang kompleks serta biaya produksinya yang tinggi. Barulah di beberapa tahun terakhir, kita bisa melihat penerapan yang lebih luas – GaN untuk charger smartphone, SiC untuk inverter mobil – berkat terobosan dalam bidang pertumbuhan material dan fabrikasi perangkat yang berhasil membantu mengurangi ongkos produksinya.
Namun dalam lima tahun ke depan, pemanfaatan material semikonduktor generasi ketiga diperkirakan juga bakal merambah bidang baru, seperti misalnya stasiun pangkalan 5G, kendaraan yang menggunakan sumber energi baru, pembangkit listrik bertegangan sangat tinggi, dan pusat data.
2. Koreksi kesalahan kuantum dan utilitas praktis komputasi kuantum akan menjadi prioritas utama pada era “pasca-supremasi-kuantum”
2020 adalah tahun pertama yang berlalu setelah supremasi kuantum berhasil tercapai. Di tahun 2020, kita melihat investor di seluruh dunia yang berbondong-bondong beralih ke bidang komputasi kuantum. Lalu seiring dengan teknologi dan ekosistemnya yang berkembang pesat, banyak platform komputasi kuantum yang menjadi terkenal.
Di tahun 2021, tren ini diperkirakan bakal mendapat perhatian lebih dari seluruh lapisan masyarakat. Komputasi kuantum harus cukup bernilai agar bermanfaat. Misi di era “pasca-supremasi-kuantum” harus diselaraskan di seluruh industri: untuk mengatasi masalah ilmiah dan teknis yang kritis melalui inovasi kolaboratif; dan untuk membuka jalan bagi koreksi kesalahan kuantum dan utilitas praktis, dua tonggak penting dalam komputasi kuantum.
3. Terobosan pada bahan berbasis karbon akan mendorong perkembangan alat elektronik fleksibel
Dulu, komponen elektronik yang fleksibel tidak cukup lentur dan tidak mampu bersaing dengan komponen berbasis silikon yang kaku dalam hal karakteristik listrik, sehingga membatasi penggunaan komersialnya. Sekarang, komponen-komponen ini sudah bisa kita jumpai pada banyak perangkat wearable maupun layar yang fleksibel.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, terobosan dalam pengembangan bahan berbasis karbon telah memungkinkan komponen elektronik fleksibel untuk melampaui kemampuan generasi sebelumnya. Contohnya, tabung nano karbon sekarang telah digunakan untuk menghasilkan sirkuit terintegrasi berskala besar yang memberikan kinerja lebih baik daripada sirkuit berbasis silikon dengan ukuran yang sama. Graphene, bahan berbasis karbon yang cocok untuk alat elektronik fleksibel, juga sudah mulai diproduksi dalam skala besar.
4. Teknologi AI mempercepat R&D obat-obatan dan vaksin
Artificial intelligence (AI) sudah diadopsi secara luas untuk menginterpretasikan gambar medis dan mengelola rekam medis, akan tetapi penerapannya dalam pengembangan vaksin dan penelitian klinis obat masih dalam tahap uji coba. Namun di saat algoritma AI baru mulai bermunculan dan daya komputasi bisa mencapai tingkat yang baru, teknologi ini akan mempermudah penyelesaian R&D obat-obatan dan vaksin yang sebelumnya sangat memakan waktu sekaligus mahal.
Integrasi AI di bidang ini pada dasarnya bakal mengurangi pekerjaan yang berulang sekaligus meningkatkan efisiensi R&D. Lalu apa manfaatnya bagi masyarakat luas? Well, kita dapat menikmati perawatan medis dan obat-obatan yang lebih baik dengan lebih cepat.
5. Teknologi brain-computer interface (antarmuka otak-komputer) memungkinkan kita melampaui batas tubuh manusia
Teknologi antarmuka otak-komputer adalah pilar dan kekuatan pendorong rekayasa saraf, yang menganalisis bagaimana otak manusia bekerja pada dimensi yang lebih tinggi. Dari kacamata sederhana, antarmuka otak-komputer membentuk jalur komunikasi langsung antara otak dan perangkat eksternal yang dapat memperoleh, menganalisis, dan menerjemahkan sinyal otak untuk mengendalikan mesin.
Di masa depan, teknologi ini bakal membantu manusia mengendalikan tangan robot secara lebih baik, atau membantu mengatasi keterbatasan fisik para pasien yang sepenuhnya sadar tapi tidak bisa berbicara atau bergerak.
6. Pemrosesan data akan menjadi independen dan dapat berkembang secara mandiri
Perkembangan pesat cloud computing dan pertumbuhan data eksponensial memunculkan tantangan besar terkait pemrosesan tugas komputasi, pengendalian biaya penyimpanan, dan manajemen klaster selama pemrosesan data dilakukan dengan cara tradisional. Solusi yang lebih baik adalah optimasi otomatis sistem manajemen data berbasis AI.
Ke depannya, AI dan machine learning akan diadopsi di berbagai bidang, dan ini bakal meminimalkan biaya yang dibutuhkan untuk keperluan komputasi, pemrosesan, penyimpanan, optimasi, dan perawatan. Hasil akhirnya adalah ketersediaan sistem pengelolaan data yang otonom dan berkembang secara mandiri.
7. Teknologi cloud-native akan membentuk kembali sistem TI
Siklus pengembangan produk yang panjang dan efisiensi R&D yang rendah dalam pengembangan software tradisional sudah menjadi problem sejak lama. Di sinilah arsitektur cloud-native, yang hadir dengan distribusi beban kerja, skalabilitas dan fleksibilitas mencoba memberikan solusi, dengan tujuan agar perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola beragam hardware dan sumber daya cloud computing secara lebih efektif.
Manfaat yang ditawarkan teknologi cloud-native sejatinya terlalu banyak untuk disebutkan, tapi beberapa contohnya meliputi pemisahan banyak lapisan komponen infrastruktur seperti jaringan, server, dan sistem operasi, mengurangi biaya komputasi, meningkatkan efisiensi teknologi, memudahkan proses pengembangan aplikasi di cloud, serta memperluas cakupan aplikasi cloud.
8. Pertanian akan didukung oleh teknologi inteligensi data
Teknologi digital generasi baru, termasuk halnya Internet of Things (IoT), AI, dan cloud computing, saat ini tengah gencar diterapkan di industri pertanian, mulai dari proses produksi hingga ritel. Sensor generasi baru membantu mendapatkan data lahan pertanian secara real-time. Analitik big data dan AI mempercepat pemrosesan data pertanian dalam jumlah besar. Praktisi pertanian dapat memantau tanaman, menerapkan pembiakan yang presisi, dan mengalokasikan sumber daya lingkungan sesuai kebutuhan.
Di samping itu, teknologi seperti 5G dan blockchain turut dimanfaatkan untuk mengontrol sekaligus melacak aspek logistik dari produk pertanian, memastikan pengiriman yang aman dan dapat dipercaya. Singkat cerita, dengan adanya teknologi digital generasi baru ini, industri pertanian tidak harus sepenuhnya bergantung pada kondisi alam, dan akan terbantu banyak oleh analisis data yang cerdas.
9. Industri inteligensi data berkembang dari implementasi titik tunggal ke implementasi pada seluruh industri
Setelah masa pandemi COVID-19 di awal tahun 2020, ketahanan ekonomi digital berhasil menarik perhatian perusahaan-perusahaan besar, di mana teknologi digital berkembang dan menyebar dengan cepat, dan lebih banyak investasi disuntikkan ke dalam pembangunan infrastruktur baru. Beberapa faktor ini membantu membangun persepsi di mana kita bisa melihat lompatan inteligensi industri dari yang tadinya cuma digunakan oleh satu bagianm menjadi diterapkan di seluruh industri.
Inteligensi industri akan muncul di setiap celah dan membantu pengambilan keputusan yang tepat guna di industri. Hal ini akan memberikan dampak berskala besar, dan penerapannya bisa berlaku di rantai pasokan, produksi, manajemen aset, logistik, dan penjualan.
10. Intelligent operations centers (pusat operasi cerdas) akan menjadi suatu keharusan bagi kota-kota di masa depan
Inisiatif kota pintar (smart city) pertama kali diluncurkan satu dekade lalu dan telah memicu peningkatan signifikan dalam tata kelola kota melalui teknologi digital. Namun di tengah hantaman pandemi COVID-19, beberapa kota pintar pun harus menjumpai sejumlah tantangan. Dari situ pusat operasi cerdas mulai digunakan secara luas guna memaksimalkan penggunaan sumber daya data dan mempromosikan tata kelola dan layanan publik global yang mendetail sekaligus real-time.
Di saat Artificial Intelligence of Things (AIoT) telah matang dan diterapkan secara luas serta teknologi komputasi spasial makin ditingkatkan, pusat operasi pun akan menjadi kian cerdas. Lalu dengan mempertahankan konsep kota sebagai “digital twins”, pusat operasi cerdas menganggap setiap kota sebagai sebuah sistem terpadu dan mampu menyajikan layanan di seluruh kota. Singkatnya, pusat operasi cerdas akan menjadi infrastruktur digital kota di masa yang akan datang.
Pandemi COVID-19 mengubah segalanya. Beradaptasi dengan kondisi baru ini bukanlah pekerjaan mudah, dan itu dirasakan oleh hampir seluruh industri di dunia. Di saat yang sama, pandemi juga memicu pengadopsian berbagai tren teknologi di sejumlah bidang industri.
Beberapa dari perubahan ini bahkan bisa bersifat permanen dan akan terus berlanjut meski pandemi sudah berakhir. Twitter contohnya, yang belum lama ini membuat kebijakan bahwa karyawan-karyawannya boleh lanjut bekerja dari kediaman masing-masing sampai seterusnya.
Sebagian besar dari perubahan yang diterapkan mengacu pada tren digitalisasi. Digitalisasi bukanlah hal baru dan sebenarnya sudah digagaskan sejak lama di sejumlah industri. Kendati demikian, adopsinya terbilang lambat, namun pandemi pada akhirnya memaksa industri-industri untuk mengadopsinya sesegera mungkin.
Dalam beberapa kasus, pandemi juga berhasil mendemonstrasikan potensi suatu teknologi yang tadinya cuma dipandang sebelah mata. Contoh yang paling gampang adalah teknologi 3D printing, yang selama pandemi ini memegang peran penting dalam hal produksi APD (alat pelindung diri) untuk tenaga medis.
Tren di bidang pelayanan kesehatan
Kita mulai dari bidang yang berkaitan langsung dengan pandemi itu sendiri, yakni pelayanan kesehatan alias healthcare. Sebelum pandemi, konsultasi dengan dokter via telepon atau panggilan video mungkin terbilang jarang dilakukan, tapi sekarang mau tidak mau kita harus menerapkannya.
Studi yang pernah dilakukan American Medical Association menunjukkan bahwa sekitar 75% dari sesi kunjungan ke dokter maupun IGD semestinya bisa ditangani secara efektif lewat telepon atau video call. Sebelum pandemi, mungkin banyak pihak yang mengesampingkan hal ini, namun sekarang sebagian besar akhirnya menyadari bahwa hal itu benar. Sebelum pandemi, kita mungkin tidak pernah tahu akan eksistensi layanan telemedicine.
Pandemi secara tidak langsung juga menumbuhkan mindset bahwa kita harus rutin memonitor kesehatan masing-masing, dan cara termudah untuk melakukannya adalah dengan menggunakan smartwatch atau fitness tracker. Inilah yang pada akhirnya menjelaskan mengapa penjualan smartwatch justru naik selama pandemi, setidaknya di Amerika Serikat.
Pandemi juga memicu pertumbuhan pengadopsian teknologi virtual reality (VR) di bidang kesehatan. Salah satu fungsinya adalah untuk memfasilitasi program pelatihan yang aman, semisal untuk tenaga-tenaga medis baru yang ditugaskan buat menangani pasien COVID-19. Ketimbang mengekspos mereka langsung ke lapangan, ada baiknya mereka dipersiapkan dulu melalui program pelatihan VR.
Singkat cerita, pandemi pada dasarnya membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan VR untuk mendemonstrasikan potensinya di ranah medis dan enterprise.
Tren di bidang pekerjaan secara umum
Seperti yang kita tahu, nyaris semua kantor mendadak kosong selagi masing-masing karyawannya bekerja dari rumah. Kalau bukan karena kemudahan mengakses layanan video conference, mungkin sebagian besar perusahaan bakal keteteran menugaskan karyawan-karyawannya.
Penyedia layanan video conference sendiri juga banyak berbenah seiring demand atasnya naik drastis selama pandemi. Google contohnya, yang belum lama ini memutuskan untuk menggratiskan layanan Google Meet, membuka aksesnya ke lebih banyak lagi pengguna.
Pandemi tak cuma memicu pertumbuhan pengguna sebuah layanan video conference, tapi juga mempercepat penyempurnaan teknologinya. Google Meet lagi-lagi saya pakai sebagai contoh, sebab mereka belum lama ini merilis fitur noise cancelling demi semakin memudahkan rutinitas para penggunanya. Padahal, sebelum pandemi mungkin fitur semacam ini tidak dianggap krusial.
Tren di bidang pendidikan
Pengadopsian teknologi di ranah pendidikan sebenarnya sudah cukup pesat sebelum pandemi melanda, akan tetapi COVID-19 memaksa pengadopsiannya agar lebih ngebut lagi. Anak saya yang baru menginjak usia 4 tahun harus merasakan pengalaman sekolah pertamanya secara online tidak lama lagi.
Hal ini sulit terwujud apabila tidak ada campur tangan dari para pelaku teknologi. Saya bisa bilang begitu karena platform tatap muka virtual yang digunakan oleh sekolah anak saya nantinya adalah Google Meet, dan seperti yang sudah saya singgung tadi, Meet sendiri baru digratiskan aksesnya secara menyeluruh pasca pandemi melanda.
Di sisi lain, platform penyedia online course juga melihat peningkatan konsumen yang cukup pesat. Kalau saya boleh menjawab, ini dikarenakan banyak dari kita yang memiliki banyak waktu luang, tapi tidak bisa hura-hura di luar rumah seperti biasanya. Ketimbang sia-sia, kenapa waktu luangnya tidak dialokasikan ke belajar saja (tidak harus akademik, tapi bisa juga bakat-bakat praktis), dan di situlah platform online couse menyediakan solusi.
Tren di bidang manufaktur
Pandemi sejatinya menghadapkan industri manufaktur pada dua kondisi yang berbeda, tapi dua-duanya merugikan: menutup pabrik dan menyetop jalannya produksi, atau tetap membuka pabrik tapi dengan risiko membahayakan para karyawannya.
Di saat yang sama, pandemi pada dasarnya menciptakan alasan baru bagi pelaku industri manufaktur untuk menerapkan teknologi di bidang automation. Kalau alasan-alasan penerapan automation sebelumnya cuma perkara efisiensi atau penghematan ongkos, sekarang ada alasan kesehatan juga; berkat automation, pabrik bisa tetap buka tanpa sepenuhnya mengekspos seluruh karyawan.
Seperti yang tadi sempat saya singgung di awal, pandemi juga berhasil mendemonstrasikan potensi lebih luas dari 3D printing. Dulunya sempat digadang-gadang bakal merevolusi industri, sampai tahun lalu pun 3D printing pada kenyataannya masih masuk kategori yang sangat niche dan terbilang menarik hanya untuk kalangan hobbyist.
Kalau sebelumnya saya ditanya apa kegunaan terbesar 3D printing, mungkin saya akan menjawab untuk mempercepat proses prototyping. Namun sekarang, 3D printing terbukti berjasa besar dalam membantu mempercepat proses produksi APD. Fleksibilitas dan adaptabilitasnya dalam memenuhi demand yang tinggi adalah kunci mengapa 3D printing bisa berhasil di kondisi seperti ini.
Tren di bidang retail
Jauh sebelum pandemi melanda, sebagian besar dari kita mungkin sudah sangat familier dengan yang namanya belanja online. Meski begitu, kemungkinan besar yang masuk daftar belanja bukanlah kebutuhan sehari-hari seperti sayur, daging, telur, dan lain sebagainya.
Hal itu berubah semenjak pandemi COVID-19. Layanan online grocery kini jadi semakin banyak digunakan; mereka yang tadinya enggan, mau tidak mau akhirnya mencoba layanan online grocery karena mereka tidak berani mengambil risiko harus berbelanja sendiri di pasar atau supermarket.
Saya tidak tahu Anda bagaimana, tapi yang pasti saya sendiri melihat daftar transaksi online saya bertambah banyak dalam beberapa bulan terakhir. Saking seringnya saya belanja online, kurir ekspedisi yang biasa datang mengantar barang sampai hafal dengan saya – barang diantarkan bukan ke rumah saya, tapi ke saya langsung yang sedang jalan-jalan sore di komplek rumah.
Selain online grocery, adopsi AR dan VR di platform e-commerce juga meningkat selama pandemi. Pemicunya apa lagi kalau bukan kebutuhan akan cara untuk melihat atau mencoba produk yang hendak dibeli secara online. Gambar dan deskripsi saja tidak cukup, terkadang kita perlu mendapat gambaran terkait dimensi fisiknya secara langsung, dan itu mudah sekali disajikan lewat AR.
Produsen produk-produk kecantikan seperti L’Oreal atau Sephora juga memanfaatkan AR guna membantu para konsumennya menjajal produk secara virtual. Melihat warna lipstick yang hendak dibeli langsung terpampang di atas bibir tentu jauh lebih meyakinkan ketimbang melihat warnanya saja pada gambar produk yang tertera.
Tren di bidang layanan konsumen
Menyambung perkara transaksi online yang bertambah tadi, beberapa perusahaan juga melihat semakin pentingnya peran chatbot atau virtual assistant. Hype akan chatbot sendiri sempat redup, terbukti dari dihilangkannya fitur Discover pada Facebook Messenger, dan Discover sebelumnya adalah gerbang menuju ribuan chatbot yang ada.
Pandemi bahkan juga menempatkan chatbot di ranah medis. Beberapa organisasi kesehatan di Amerika Serikat memanfaatkan chatbot untuk memandu publik melakukan identifikasi gejala-gejala COVID-19 sendiri di rumahnya masing-masing, sehingga mereka bisa memutuskan untuk mengarantina diri sendiri tanpa perlu menyempatkan (dan mengekspos) dirinya ke rumah sakit.
Tren di bidang keuangan
Saya yakin tidak sedikit dari kita yang memanfaatkan layanan pembayaran elektronik seperti GoPay atau Ovo hanya untuk menikmati beragam promosi menarik yang disediakan penjual makanan dan minuman. Namun semenjak pandemi, metode elektronik akhirnya kita jadikan pilihan utama atas alasan kesehatan.
Daripada harus berkontak fisik (lewat pertukaran uang), kenapa kita tidak membayar menggunakan smartphone saja? Dari situ pada akhirnya kita juga bisa menyimpulkan soal pentingnya NFC di ponsel. Yang tadinya sebatas fitur pemanis, sekarang terkesan esensial karena pandemi.
Pandemi juga membuka peluang bagi tren digital banking untuk merebut sebagian pangsa pasar industri perbankan tradisional. Berhubung banyak cabang bank yang terpaksa mengurangi jam pelayanan, calon nasabah yang hendak mendaftarkan rekening baru tentu bakal kesulitan. Lain ceritanya kalau mereka hendak mendaftar rekening bank digital, sebab semuanya bisa langsung dijalankan lewat aplikasi.
Tren di bidang keamanan
Saya yakin sebagian besar dari masyarakat Indonesia masih agak menyepelekan soal privasi dan cybersecurity. Namun semenjak pandemi, publik akhirnya mulai menyadari akan pentingnya topik tersebut.
Salah satu pemicunya adalah sederet kasus seputar celah privasi yang melanda Zoom, dan Zoom sendiri sempat menduduki puncak daftar aplikasi gratis terpopuler di Android selama beberapa waktu. Ketika sesuatu yang sangat populer diberitakan secara negatif, tentu saja nyaris semua orang mengetahui atau paling tidak mendengarnya, bukan?
Tren di bidang hiburan
Di sektor hiburan, pandemi merupakan momok buat industri olahraga, sebab semua event bergengsi terpaksa harus dibatalkan. Bukan cuma olahraga tradisional saja, ekosistem esport pun juga terganggu karena dibatalkannya banyak turnamen.
Tanpa harus terkejut, pandemi beserta larangan untuk makan dan minum di tempat memicu kenaikan demand atas layanan food delivery. Ini secara langsung juga berdampak pada meningkatnya tren cloud kitchen, yang sejatinya merupakan kumpulan penjual makanan dan minuman yang tidak melayani dine-in.
Di Amerika Serikat, tidak sedikit restoran yang harus memecat karyawannya pasca pandemi melanda. Namun sebaliknya, cloud kitchen justru dikabarkan bersiap untuk berekspansi lebih luas. Di Indonesia sendiri, ada Gojek yang bermitra dengan startup India untuk mewujudkan rencananya membuka 100 cloud kitchen sampai akhir tahun depan.
Menyambut tahun 2015, JWT Intelligence memaparkan perkiraan tren tahunannya yang kesembilan yang dimuat dalam laporan berjudul The Future 100. Laporan tersebut memprediksikan beberapa tren yang patut menjadi perhatian dalam bidang Culture, Beauty, Brands, Food and Drinks, Innovation, Lifestyle, Luxury, Retail, Sustainability, Travel, dan Technology. Di bidang teknologi, ada beberapa hal yang menurut kami menarik untuk disimak.
1. Peer-to-Peer Payments
Bagi sebagian orang istilah ini mungkin masih asing di telinga mereka. Secara sederhana peer-to-peer payments adalah sebuah sistem pembayaran elektronik secara tunai, di mana individu dapat mengirim uang secara langsung melalui sebuah aplikasi kepada penjual atau individu lainnya yang tidak menerima pembayaran dengan kartu kredit. Contoh dari aplikasi yang menyediakan layanan ini adalah Snapchat dengan fitur Snapcash-nya, Google dengan Google Wallet-nya, dan Facebook sendiri berencana untuk mengeluarkan fitur P2P Payments untuk layanan Messenger-nya.
Lalu kenapa teknologi ini menarik?
Dengan menggunakan teknologi ini, Anda seperti menulis cek untuk teman Anda atau pihak lain. Hal tersebut tentu dapat memudahkan Anda nantinya dalam mengirim uang secara langsung ke rekening bank individu lain atau bahkan penjual e-commerce hanya melalui ponsel.
2. Professional Content Creation Goes Mobile
Perkembangan teknologi seperti Smartphone saat ini sudah jauh lebih baik, seperti perkembangan teknologi kamera yang terpasang di smartphone saat ini misalnya. Dengan teknologi yang jauh lebih maju pada kamera smartphone, aplikasi mobile editing, dan aplikasirecording dapat membuat perangkat bergerak Anda layaknya studio berjalan. Lihat saja aplikasiediting seperti Snapseed, SKRWT, dan juga dari Indonesia seperti Jepret Story yang memungkinkan penggunanya melakukan editing pada foto layaknya seorang profesional, dan masih banyak lagi aplikasi yang tersedia yang setidaknya dapat menandingi perangkat lunak editing pada desktop.
Lalu kenapa teknologi ini menarik?
Dengan hadirnya aplikasi-aplikasi tersebut, seorang amatir dapat menghasilkan konten multimedia layaknya seorang profesional dan membuka gerbang “citizen journalism” dancrowdsource content lebih luas lagi dan mungkin akan menggantikan peralatan tradisional seperti kamera SLR.
3. Businesses Look to Cloud
Siapa yang tidak mengenal teknologi komputasi awan saat ini? JWT Intelligence memperkirakan teknologi cloud akan semakin berkembang di tahun 2015 ini karena lebih banya perusahaan besar, organisasi, dan brands yang akan mulai mentransisikan IT mereka ke teknologi ini. Sedangkan untuk perusahaan baru, dengan infrastuktur yang sudah siap ini akan memudahkan mereka untuk meluncurkan usahanya dan naik ke level yang lebih tinggi lagi.
Lalu kenapa teknologi ini menarik?
Banyak kemungkinan tak terbatas dengan menggunakan teknologi cloud dan mungkin tak akan cukup jika kami tulis satu per satu di sini. Mengutip dari apa yang dikatakan JWT Intelligence, dari badan pemerintahaan ke konsumen ke brands, saat ini sedang berpindah pola pikir dari kebutuhan memiliki teknologi menjadi Technology as A Services. Seperti berpindah dari kepemilikan menjadi menyewa.
Masih ada beberapa topik yang diprediksikan oleh JWT Intelligence mengenai tren teknologi di tahun 2015 ini. Laporan lengkap The Future 100 dapat diakses secara bebas melalui tautan ini.
Menyambut tahun 2015, JWT Intelligence memaparkan perkiraan tren tahunannya yang kesembilan yang dimuat dalam laporan berjudul The Future 100. Laporan tersebut memprediksikan beberapa tren yang patut menjadi perhatian dalam bidang Culture, Beauty, Brands, Food and Drinks, Innovation, Lifestyle, Luxury, Retail, Sustainability, Travel, dan Technology. Di bidang teknologi, ada beberapa hal yang menurut kami menarik untuk disimak.