Tag Archives: Tripvisto

Menyimak dinamika OTA dan budget hotel sepanjang tahun 2017 / Pexels

Dinamika yang Terjadi di Sektor Travel Selama Tahun 2017

Sepanjang tahun 2018 banyak perkembangan menarik di sektor pariwisata, terutama yang menyasar kepada Online Travel Agent (OTA). Sebagai salah satu industri yang menunjukkan peningkatan, bahkan mengalahkan layanan e-commerce berdasarkan laporan dari Bain & Company, disebutkan penjualan tiket pesawat, hotel, penyewaan tempat tinggal sementara hingga tiket untuk acara dan atraksi wisata menjadi pilihan orang banyak dan paling populer.

Memasuki tahun 2018 diperkirakan industri OTA dan terkaitnya makin menunjukkan kompetisi yang sengit, dengan diakuisisinya Tiket oleh Blibli, hingga status unicorn dari Traveloka. Berikut adalah rangkuman peristiwa sepanjang tahun 2017 di sektor OTA Indonesia.

Januari 2017

Awal tahun belum banyak aktivitas yang berarti di sektor pariwisata dan OTA di tanah air. Namun demikian mulai banyak bermunculan beberapa startup baru yang mencoba untuk menghadirkan layanan penyediaan travel dan hotel. Di antaranya adalah peluncuran Tinggal, startup yang menjajakan hotel-hotel independen dengan harga bersaing saat ini telah menawarkan lebih dari 400 hotel sejak pertama kali beroperasi awal tahun lalu. Tinggal ingin terus berbenah untuk bisa menjembatani kesenjangan antara banyaknya hotel budget dengan konsumen melalui teknologi yang inovatif.

Februari 2017

Di bulan kedua tahun 2017, layanan penyedia kamar hotel ekonomis NIDA Rooms mendapatkan pendanaan seri A senilai $5,6 juta dari Shanda Group dan beberapa investor Asia Tenggara lainnya. Dengan pendanaan ini, artinya NIDA Rooms telah membukukan total pendanaan senilai $11 juta. Investasi ini akan difokuskan untuk memperluas kerja sama dan jaringan hotel serta meningkatkan kapabilitas teknologi NIDA Rooms.

Sementara itu kerja sama strategis juga mulai marak hadir, dengan diumumkannya kemitraan antara ZEN Rooms dan Tokopedia memberikan harga istimewa untuk pengguna di Indonesia yang membeli tiket kereta api melalui desktop atau aplikasi mobile Tokopedia, kemudian secara otomatis akan mendapatkan diskon hingga 30% untuk pemesanan hotel di ZEN Rooms.

Maret 2017

Sebagai pemain yang cukup dominan di sektor travel dan pariwisata, awal bulan Maret 2017 lalu, Traveloka mengumumkan kerja sama strategisnya dengan PT KAI. Layanan yang sudah hadir sejak akhir tahun 2016 ini, diklaim mendapatkan sambutan baik dari pengguna Traveloka, yang ingin mendapatkan tiket kereta api langsung melalui aplikasi.

Di bulan yang sama Bukalapak juga tidak mau ketinggalan, dan mengumumkan kerja sama strategisnya dengan PT KAI dalam hal pembelian tiket kereta api melalui Bukalapak. Sebelumnya Tokopedia telah terlebih dulu memiliki kanal pembelian tiket kereta api.

Bulan Maret 2017 juga diramaikan dengan kehadiran HelloWings yang menyediakan perbandingan harga tiket maskapai di level pasar LCC (Low Cost Carrier).

April 2017

Memasuki bulan April 2017 penyedia akomodasi budget hotel di Indonesia RedDoorz mengumumkan keberhasilannya dalam meraih pendanaan sebesar $1 juta (atau senilai Rp13,3 miliar) dari InnoVen Capital yang merupakan joint venture dari Temasek Holding Singapura dan Bank UOB. Ini menjadi pendanaan lanjutan setelah sebelumnya RedDoorz membukukan pendanaan seri A tahun 2016 yang dipimpin oleh Asia Investment Fund, World Bank Group dan Jungle Ventures.

Sementara itu di bulan yang sama, ZEN Rooms mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Pendanaan tersebut diperoleh dari investor Redbadge Pacific dan SBI Investment Korea, turut berpartisipasi juga Asia Pacific Internet Group (APACIG). Nilai yang digelontorkan mencapai $4,1 juta atau setara dengan Rp54,4 miliar. Pendanaan tersebut melambungkan nilai ekuitas perusahaan menjadi $8 juta.

Di akhir bulan April 2017 StubHub, marketplace jual beli tiket asal Amerika Serikat, mengumumkan ekspansinya ke Indonesia dengan menggandeng Kaskus sebagai mitra eksklusif untuk pengadaan konten. Lewat kerja sama ini, Kaskus akan memberikan konten terkait event terkini yang dapat diakses melalui widget StubHub di Kaskus, untuk mendorong transaksi jual beli tiket.

Mei 2017

Di pertengahan bulan Mei 2017, DailySocial secara eksklusif memberitakan tentang adanya rencana akuisisi dari GDP Venture terhadap lebih dari 50% saham startup travel Tiket. Tiket adalah startup yang dibangun Wenas Agusetiawan, Gaery Undarsa, Dimas Surya, dan Natali Ardianto. Sejak awal dibangun di tahun 2011, Tiket termasuk startup yang tidak pernah mencari pendanaan lanjutan dari investor. Dana awalnya diperoleh dari angel investor tunggal yang kabarnya termasuk keluarga pemilik EMTEK.

Sementara itu layanan OTA Pegipegi merayakan HUT mereka yang ke 5. Selain melakukan transformasi Pegipegi juga berniat untuk meningkatkan layanan dan teknologi mereka agar bisa bersaing dengan Traveloka dan Tiket.

Juni 2017

Setelah sempat diberitakan sebelumnya oleh DailySocial, pada bulan Juni akhirnya diumumkan akuisisi 100% Blibli terhadap layanan OTA Tiket. Hal tersebut akhirnya dikonfirmasi melalui acara pengumuman akuisisi 100% saham Tiket oleh Blibli, salah satu perusahaan di bawah naungan Global Digital Prima (GDP) Venture. Fokus dari Tiket selanjutnya adalah lebih kepada penjualan, teknologi dan akuisisi pelanggan.

Di bulan yang sama, Traveloka mengumumkan penjualan tiket masuk tempat rekreasi. Layanan yang dinamai Aktivitas & Rekreasi ini memberikan kesempatan pengguna Traveloka membeli tiket tempat wisata di genggaman mereka, baik melalui web maupun melalui aplikasi. Selain tempat wisata domestik, Traveloka juga menawarkan untuk kawasan internasional seperti Universal Studios Singapore, Hong Kong Disneyland, Legoland Malaysia, hingga tiket F1 Singapore Grand Prix 2017.

Sementara itu Pegipegi juga mengumumkan kehadiran CEO baru, Takeo Kojima, yang masih dari kalangan eksekutif Recruit Holdings. Takeo menggantikan Hideki Yamada yang baru menjabat selama satu tahun. Kendati kerap berubah, Deputy CEO PegiPegi Ryan Kartawidjaja memastikan kepemimpinan Takeo bakal mendukung ambisi perusahaan untuk menjadi pemain OTA terbaik di Indonesia.

Untuk menambah wawasan pembaca terkait dengan aplikasi budget hotel di Indonesia, DailySocial juga meluncurkan laporan terkait dengan hal tersebut, yang bisa diunduh secara gratis.

Juli 2017

Setelah menguasai pasar OTA di Indonesia, sekitar akhir bulan Juli 2017 lalu, Traveloka mendapatkan pendanaan sebesar $350 juta (lebih dari 4,6 triliun Rupiah) dari Expedia. Selain dari Expedia, dalam setahun terakhir Traveloka secara total sudah mendapatkan dana $500 juta (lebih dari 6,6 triliun Rupiah) dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Menurut The Information, yang pertama kali memberitakan informasi ini, Traveloka kini bervaluasi lebih dari $2 miliar dan menjadikannya startup unicorn pertama di industri travel online Indonesia. Nilai valuasinya di Indonesia hanya kalah dari Go-Jek yang disebutkan mencapai $3 miliar pasca perolehan pendanaan dari Tencent.

Di bulan yang sama Triprockets salah satu layanan marketplace yang mencoba untuk menghadirkan marketplace aktivitas, kegiatan, dan tempat wisata yang unik resmi meluncur di tanah air. Startup yang didirikan Raymond Iskandar selaku CMO ini menerapkan cara yang sama dilakukan oleh Airbnb, yaitu sharing economy antar pengguna. Triprockets disebutkan didirikan demi memberikan alternatif pilihan kegiatan wisata yang unik baik di Indonesia maupun negara lainnya.

Agustus 2017

Sementara itu di bulan Agustus 2017, Tiket pasca Blibli masuk sebagai pemegang saham baru, Tiket mulai kebut mengakselerasi pertumbuhan bisnisnya dimulai dari merekrut developer berkualitas. Talenta tersebut nantinya akan diarahkan menyempurnakan aplikasi Tiket, sehingga dapat menggenjot transaksi baru dari sana. Tiket menargetkan tahun ini secara bisnis keseluruhan dapat tumbuh 250 persen dibandingkan sebelumnya.

September 2017

Setelah resmi meluncur awal tahun 2017 lalu, layanan Pemesanan Hotel Budget Tinggal dikabarkan Tutup Layanan. Tinggal didirikan di awal tahun 2016 dengan dukungan pendanaan $1 juta dari sejumlah investor, termasuk CEO Wudstay Prafulla Mathur. Wudstay adalah layanan serupa yang beroperasi di India.

Oktober 2017

Memasuki bulan Oktober 2017, ZuzuHOTELS setelah sempat meluncurkan layanan online hospitality di Indonesia bulan November 2016 lalu, memutuskan menghentikan layanan hotel budget mereka di Indonesia dan kemudian hanya fokus kepada hotel budget di Taiwan. Keputusan ini diambil co-founder Vikram Malhi dan rekannya yang sama-sama memiliki pengalaman bekerja di Expedia, Dan Lynn, setelah menjalankan bisnis dan mendapatkan pendanaan awal dari angel investor beberapa waktu yang lalu.

Situs penyedia paket wisata Tripvisto dikabarkan menutup layanannya. Didirikan Bernardus Sumartok, yang sebelumnya juga sempat menutup bisnis serupa, Flamingo, Tripvisto sendiri sempat mengalami pertumbuhan bisnis yang positif dengan merekrut anggota tim yang cukup banyak, pindah ke kantor yang lebih besar, hingga menghadirkan ribuan perjalanan wisata lokal hingga mancanegara.

Sementara itu Traventure merupakan sebuah marketplace yang mencoba menemukan para kreator wisata dengan para pencari kreasi wisata baru di Indonesia resmi hadir di Indonesia. Traventure ini tak ubahnya tempat transaksi dan berbagi pengalaman berwisata, bedanya mereka mengemasnya dalam paket bisnis wisata.

November 2017

Setelah diakuisisi bulan Juni 2017, secara resmi manajemen baru dari Tiket mengumumkan rencana rebranding aplikasi dengan mengubah tampilan dan logo jadi lebih fresh dan modern, serta menambah fitur baru untuk kenyamanan transaksi. Perusahaan ingin fokus menyasar pada dua hal yakni meningkatkan brand awareness dan perbaikan produk.

Selain itu, Tiket akan lebih serius menggarap dua produknya, yakni rental mobil dan booking hotel. Untuk produk rental mobil, perusahaan telah bermitra dengan penyedia jasa rental yang tersebar di 50 kota di seluruh Indonesia. Dibandingkan produk lainnya, bisnis rental mobil tumbuh tertinggi hingga 3 ribu persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu layanan e-commerce yang menyajikan barang-barang dengan jaminan orisinal, JD.id, merilis fitur teranyarnya. Seakan tak mau ketinggalan dengan pemain e-commerce lain di Indonesia, JD.id menghadirkan kanal pembelian tiket pesawat. Berjuluk JD Flight, fitur ini hadir dengan dukungan penuh dari Traveloka. Induk perusahaan JD.id, JD.com, merupakan investor di Traveloka.

Masih di bulan November, RedDoorz, platform pemesanan online hotel budget, mengungkapkan telah mendapat investasi lanjutan untuk mengembangkan pasarnya di Indonesia. Hanya saja, pengumuman ini tidak diungkap secara langsung, baik dari siapa VC yang mendanainya dan nilai investasi yang didapat perusahaan.

Desember 2017

Menjelang akhir tahun, pengumuman tentang akuisisi kembali mencuat. Kali ini giliran Indonesia Flight yang sebelumnya dikenal sebagai “sister company” dari Tiket. Akuisisi tersebut juga dilakukan oleh Blibli. Dengan kepemilikan Tiket dan Indonesia Flight di dalam lini bisnis Blibli, disampaikan akan banyak aktivitas strategis yang akan digaungkan pada tahun 2018 mendatang untuk lanskap travel di Indonesia.

Strategi Startup Perjalanan Wisata dan Aktivitas Lokal, Belajar dari Penutupan Tripvisto

Ditutupnya salah satu layanan marketplace aktivitas dan perjalanan wisata Tripvisto sekitar bulan Oktober lalu menyisakan sebuah pertanyaan besar. Ada apa dengan bisnis ini yang memiliki potensi cerah dengan target pasar yang menggiurkan, terutama kalangan millennial.

Tripvisto merupakan startup yang fokus dengan bisnis ini sejak tahun 2014 dan telah menerima pendanaan dalam jumlah relatif besar ($1 juta di putaran pendanaan terakhirnya) dan didukung investor ternama (East Ventures, Gobi Partners).

Didirikan Bernardus Sumartok, yang sebelumnya juga sempat menutup bisnis serupa, Flamingo, Tripvisto sendiri sempat mengalami pertumbuhan bisnis yang positif dengan merekrut anggota tim yang cukup banyak, pindah ke kantor yang lebih besar, hingga menghadirkan ribuan perjalanan wisata lokal hingga mancanegara.

Kerasnya bisnis di sektor ini akhirnya mendorong Tripvisto untuk tidak meneruskan bisnisnya. DailySocial sendiri belum memperoleh konfirmasi langsung dengan Sumartok, namun pandangannya soal sektor marketplace perjalanan wisata bisa disimak di video liputan DScussion #59 kami.

Sektor yang terlalu fragmented

Di Indonesia sendiri saat ini cukup banyak startup serupa yang mencoba menghadirkan marketplace aktivitas dan perjalanan wisata lokal hingga asing.

Salah satu startup yang baru saja meluncurkan layanan serupa adalah Triprockets. Startup ini menerapkan cara yang sama dilakukan Airbnb, yaitu sharing economy atau ekonomi berbagi antar pengguna. Triprockets disebutkan didirikan demi memberikan alternatif pilihan kegiatan wisata yang unik baik di Indonesia maupun negara lainnya.

Terkait dengan kegagalan yang dialami layanan serupa, CMO Triprockets Raymond Iskandar mengungkapkan hal tersebut cukup mengejutkan namun menyadari bahwa sektor tours and activities mungkin bisa dikatakan sebagai satu-satunya ladang hijau di dalam industri pariwisata.

“Tapi namanya sebuah ladang yang hijau, itu juga berarti banyak hal yang masih harus dilakukan. Jadi bukannya tidak mungkin dalam 5 tahun ke depan kita masih membangun blok pondasi dasar buat bisnis kita.”

Raymond melanjutkan sektor ini terbilang masih sangat fragmented. Ada ribuan perusahaan operator kecil menengah yang tersebar di seluruh dunia. Hal tersebut yang menyulitkan bisnis untuk dapat bertindak sebagai agregator dalam satu website. Berbeda halnya dengan industri lain di segmen ini, seperti hotel atau penerbangan (OTA). Saat ini menjual produk mereka relatif lebih mudah secara online dengan data yang telah tersedia.

“Sedangkan dalam kategori tour dan aktivitas tidak semudah itu, karena mencakup segala hal-hal kecil mulai dari multi-day tour, tour harian, tour jalan kaki, bersepeda, kelas memasak hingga harga tiket masuk taman hiburan. Jadi bisa dibayangkan bagaimana sulitnya membuat mereka terhubung dan ‘berbicara dalam bahasa yang sama’, mengkategorikan mereka dalam satu kategori yang konsisten saja sudah merupakan tantangan tersendiri,” kata Raymond.

Model bisnis yang terlalu “luas”

Sementara bagi Traventure, marketplace yang mencoba menemukan para kreator wisata dengan para pencari kreasi wisata baru di Indonesia, melihat fenomena yang terjadi untuk Tripvisto adalah karena terlalu luasnya layanan yang dihadirkan. Tripvisto dianggap kesulitan untuk fokus menjual paket.

“Sedangkan Traventure berangkat sebagai antitesisnya, kami berangkat dengan visi mengumpulkan dan mengaktifkan setiap orang di indonesia untuk bisa membuat dan menampilkan paket trip kreasi mereka sendiri. Kami menyebutnya bottom-up approach. Kami ingin koleksi kami mirip dengan Tripvisto, kaya dan beragam. Tapi juga dimiliki oleh banyak pihak (marketplace) dan koleksinya alternatif,” kata Co-Founder Traventure Bondan Sentanu Mintardjo kepada DailySocial.

Kendala lain yang masih dihadapi bisnis ini adalah sulitnya mengkuantifikasi harapan market (online) akan produk yang abstrak seperti experience dan activity yang menjadi komoditas di sini.

“Pergeseran gaya hidup (yang berhubungan dengan gap generasi) juga harus dipelajari secara detil untuk memastikan dengan jelas demografi market yang mau disasar, karena sifat dan kebutuhannya beda satu dengan lainnya,” kata Bondan.

Ciptakan mindset survive, kreatif dan beradaptasi

Baik Triprockets dan Traventure hingga kini masih berusaha untuk menemukan momentum yang tepat agar bisnis bisa tumbuh dengan cepat. Untuk itu salah satu kunci kesuksesan yang mereka yakini adalah bertahan dan lebih kreatif. Keduanya melihat segmen bisnis ini menjadi sangat ideal dan sudah sangat tepat diluncurkan saat ini menargetkan kalangan millennial yang menggemari kegiatan wisata unik dan menarik.

“Sebetulnya menurut saya, saat ini adalah saat yang paling baik untuk sektor ini di mana dengan menurunnya generasi baby boomers yang sebelumnya mendominasi pasar travel dunia, akan semakin memudahkan kita untuk penetrasi pasar oleh generasi yang lebih muda,” kata Raymond.

Sementara menurut Bondan, agar bisnis bisa survive, idealnya startup yang berencana untuk menjalankan bisnis serupa bisa tampil lebih kreatif, Jangan mendikte market dengan koleksi trip “usang”.

“Bisnis wisata adalah bisnis kreatif dan sustainable, maka hargai nature bisnis ini dengan cara yang sama. Traventure sendiri masih dalam perjalanan menuju ke arah tersebut, jalan terjal dan berliku masih harus ditempuh, dan meminjam semangat traveling, di situ letak keseruannya,” kata Bondan.

Hal lain yang digarisbawahi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan menghindari untuk terlalu “mencintai” model bisnis yang dimiliki. Mereka juga harus fokus ke tujuan akhir startup, yaitu memberi pelanggan apa yang mereka inginkan terlepas dari model bisnis yang dimiliki.

“Bahkan sebuah perusahaan raksasa saja akan gagal kalau kita tidak mampu berubah dan beradaptasi. Triprockets dulu memulainya dengan menjual tiket atraksi, aktivitas dan tours dengan pola two-sided B2C marketplace yang saya rasa sama persis dengan konsep Tripvisto. Tapi di perjalanan it just turned out this peer-to-peer marketplace was the best way to serve great activity experiences untuk pelanggan kami. If this hadn’t worked out then keep adapt your business model,” kata Raymond.

Hal senada diutarakan Bondan dengan bisnis paket wisata unik yang dijalankannya. Meskipun masih berusia belia, namun Bondan dan tim percaya bisnis ini akan mengalami pertumbuhan yang positif nantinya.

“Hipotesis yang kita percaya, dan selama berjalannya Traventure ini masih konsisten, adalah bagaimana memberikan “rasa manusia” kepada platform aplikasi kita, bukan sekedar etalase kaku. Karena kembali lagi, yang kita jual adalah experience yang hubungannya dengan pemenuhan rasa/spritualitas pembeli,” kata Bondan.

DScussion #59: Tripvisto dan Tantangan Layanan Marketplace Wisata di Indonesia

Sebagai layanan marketplace paket liburan pertama di Indonesia, Tripvisto mengukuhkan posisinya sebagai salah satu marketplace tour dan activity yang mampu bertahan menjalankan bisnisnya. Banyak tantangan yang dihadapi oleh Tripvisto, mulai dari meyakinkan pengguna untuk menggunakan layanan paket liburan di Tripvisto, menambah jumlah traksi dan cashflow, hingga memperluas pasar.

Dalam DScussion edisi kali ini, CEO Tripvisto Bernardus Sumartok berbagi cerita tentang strategi yang dijalankan menghadapi kompetisi yang ada dan sejauh mana teknologi mempengaruhi keberhasilan layanan paket liburan seperti Tripvisto.

Targetkan 10 Ribu Paket Wisata Tahun Ini, Tripvisto Pererat Kemitraan Dengan Travel Agent Lokal

Layanan marketplace paket liburan pertama di Indonesia tripvisto menggelar kegiatan offline Festival Wisata Domestik 2016. Acara yang bertujuan sebagai ajang promosi, mengedukasi masyarakat tentang tempat wisata di Indonesia serta transaksi langsung, rencananya akan digelar secara rutin oleh tripvisto.

“Meskipun selama ini tripvisto menawarkan paket liburan secara online namun tidak dapat dipungkiri acara-acara offline seperti ini membantu tripvisto mendapatkan pelanggan lebih banyak dan juga transaksi langsung, untuk itu kami menyambut baik semua kegiatan offline yang ada,” kata CEO tripvisto Bernardus Sumartok kepada DailySocial.

Berdiri sejak tahun 2014, kini tripvisto telah memiliki lebih dari 3000 paket wisata dan menargetkan akan menjadi 10 ribu paket wisata hingga akhir tahun 2016. Selain itu jumlah pengguna aktif di situs tripvisto diklaim saat ini juga mengalami peningkatan yang signifikan.

“Saat ini memang active user kami masih jauh dari angka 100 ribu per bulannya, namun kami optimis dalam waktu ke depan akan mengalami jumlah kenaikan seiring dengan promosi, kegiatan offline dan content marketing yang kami lancarkan,” kata Sumartok.

Bermitra dengan travel agent lokal

Peresmian acara festival wisata domestik tripvisto

Konsisten dengan visi dan misi sejak awal, tripvisto terus mendukung keberadaan travel agen lokal dengan cara merekrut mereka sebagai mitra tripvisto. Untuk menghindari adanya travel agen ‘nakal’ tripvisto pun melakukan proses kurasi kepada travel agen lokal di seluruh Indonesia yang tertarik untuk menjadi mitra tripvisto.

“Kami menawarkan benefit berupa komisi di setiap transaksi kepada semua mitra kami, selain membantu travel agen lokal mengembangkan bisnisnya, cara yang kami lakukan juga mampu menekan biaya dan membuat harga paket liburan di tripvisto jauh lebih murah,” kata Sumartok.

Degan sistem yang diterapkan oleh tripvisto, yaitu  menghubungkan langsung supplier travel lokal dengan konsumen, memungkinkan tripvisto untuk memangkas biaya dan memberikan pilihan paket liburan tempat wisata beragam di Indonesia dengan harga terbaik, diharapkan bisa mengajak lebih banyak wisatawan lokal untuk memesan paket liburan di situs tripvisto dan mematahkan asumsi tentang mahalnya liburan di Indonesia dibandingkan negara lainnya.

“Saya melihat saat ini masih banyak pilihan lainnya di luar tripvisto yang memberikan harga cukup tinggi kepada wisatawan lokal sehingga mereka pun enggan untuk melakukan wisata di negara sendiri,” kata Sumartok.

Didukung investor internasional Gobi Partners dan East Ventures, diharapkan tripvisto bisa menjadi layanan paket liburan terlengkap dengan harga terjangkau di Indonesia.

“Indonesia memiliki banyak pilihan tempat wisata yang saat ini masih kurang promosi namun layak untuk dikunjungi, disinilah peranan tripvisto sebagai marketplace paket liburan diharapkan bisa tampil standout sebagai startup lokal yang memanfaatkan teknologi dan sistem kemitraan dengan travel agent lokal,” tuntas Sumartok.

Tripvisto Umumkan Peroleh Pendanaan Seri A Sejuta Dollar dari Gobi Partner

Marketplace online untuk aktivitas perjalanan dan wisata Tripvisto hari ini (11/11) mengumumkan telah memperoleh pendanaan Seri A sebesar 1 juta dollar, atau sekitar 13,6 miliar Rupiah, yang dipimpin oleh Gobi Partner. Dana segar yang baru saja diperoleh ini akan digunakan Tripvisto untuk untuk mengembangkan produk, merekrut talenta, dan memperkuat aktivitas pemasaran.

CEO Tripvisto Sumartok mengatakan, “Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara dan memiliki pasar travel inbound dan outbond yang sangat menjanjikan. Kami percaya pelajaran yang dipetik Gobi Partners dari Tuniu, sebuah penyedia paket tur terkemuka di Tiongkok, akan membantu kami memperluas bisnis kami dalam skala regional.”

“Dengan ronde pendanaan ini, kami ingin memberikan pengalaman travel yang lebih menarik kepada traveler Indonesia, baik itu untuk perjalanan akhir minggu ke destinasi populer dalam negeri maupun tur luar negeri yang lebih intensif. […] Kami percaya keahlian dan sumber daya Gobi Partners yang kuat di sektor ini akan membantu kami memperluas bisnis kami di dalam dan luar Indonesia,” tambahnya.

Tripvisto dibangun pada Agustus 2014 oleh Sumartok, yang kini menjabat sebagai CEO, dan Aditya Saputra, yang kini menjabat sebagai CTO. Hingga November 2015, Tripvisto mengklaim telah berhasil menawarkan paket ke lebih dari 50 Negara dan 157 kota tujuan di seluruh dunia dengan omzet yang bertumbuh 10 kali lipat.

Dengan pendanaan ini, Tripvisto berencana untuk mengembangkan produknya dengan menambah inventori domestik dan internasional, menambah destinasi, dan opsi paket untuk tiap destinasi. Selain itu, Tripvisto juga akan menggunakan pendanaan untuk mencari dan merekrut talenta-talenta potensial, khususnya di bidang teknologi, produk, dan pemasaran. Di sisi lain, Tripvisto juga akan mengembangkan pemasaran dengan menggunakan metode inbound dan content marketing serta periklanan untuk memperkuat bisnis.

Managing Partner Gobi Partners Thomas G. Tsao mengatakan, “Dengan memanfaatkan momentum dari pertumbuhan ekonomi dan demografis Indonesia, kami percaya Tripvisto akan mampu memberikan pengalaman tur fantastis untuk lebih banyak turis outbond dan domestik di Indonesia.”

Sebagai informasi, sebelumnya Tripvisto juga telah mendapatkan pendanaan tahap awal dari East Ventures pada bulan Agustus 2014 lalu. Sumartok sendiri sebelum membangun Tripvisto pernah mendirikan layanan serupa bernama Flamingo, yang sayangnya tidak berbuah manis. Tapi, kesalahan eksekusi terdahulu itulah yang kini menjadi pelajaran besar Sumartok saat menjalankan Tripvisto.

Sumartok: Pengalaman Kegagalan Eksekusi Flamingo Jadi Pelajaran Besar Menjalankan Tripvisto

Layanan Marketplace Paket Perjalanan Tripvisto / Tripvisto

Enam bulan lalu, marketplace online untuk aktivitas perjalanan dan wisata Tripvisto yang baru digawangi tiga orang Co-Founder mengumumkan perolehan tahap awalnya. Sekarang Tripvisto telah memiliki tujuh orang pegawai, dengan fokus perusahaan untuk mengembangkan tim ke customer service dan engineering sebagai core business Tripvisto. CEO Tripvisto Sumartok, yang sebelum pernah mendirikan layanan serupa Flamingo, mengatakan kesalahan eksekusi yang terdahulu menjadi pelajaran besar saat menjalankan Tripvisto.

Continue reading Sumartok: Pengalaman Kegagalan Eksekusi Flamingo Jadi Pelajaran Besar Menjalankan Tripvisto

Tripvisto Umumkan Perolehan Pendanaan dari East Ventures

Marketplace online untuk aktivitas perjalanan dan wisata Tripvisto memperoleh pendanaan dari East Ventures dengan jumlah yang tidak diumumkan. Yang menarik, Tripvisto sendiri sampai sekarang belum benar-benar resmi diluncurkan dan jika kita mengunjungi situsnya saat ini akan dibawa ke launchpad yang belum memberikan banyak informasi. Direncanakan Tripvisto bakal bisa digunakan oleh publik dalam beberapa minggu ke depan.

Continue reading Tripvisto Umumkan Perolehan Pendanaan dari East Ventures