Event hackathon internal Netflix Hack Day yang digelar dua kali setahun sejak 2014 kembali menelurkan kreasi unik yang berpotensi menjadi fitur menarik buat sang layanan streaming itu sendiri. Tahun lalu, salah satu kreasi yang paling unik adalah headband ‘pembaca pikiran’ yang dijuluki Mindflix.
Tahun ini, ada Eye Nav yang lagi-lagi menawarkan cara baru untuk menavigasikan Netflix. Kalau Mindflix membaca gelombang otak, Eye Nav memanfaatkan sistem kamera TrueDepth milik iPhone X untuk membaca pergerakan mata pengguna. Pergerakan tersebut kemudian diterjemahkan menjadi kursor untuk menavigasikan aplikasi Netflix.
Teknologi yang digunakan pada dasarnya sama persis seperti fitur pengenal wajah Face ID maupun Animoji. Engineer Netflix hanya mengimplementasikannya untuk urusan lain, dalam kasus ini sebagai input navigasi tanpa jari, sangat berguna untuk pengguna difabel.
Trio engineer yang menggarapnya bilang bahwa sistem TrueDepth terbukti mampu membaca pergerakan mata secara akurat. Ke mana pun pengguna melihat, kursornya akan mengikuti. Untuk memilih, tatap lebih lama. Lalu untuk kembali ke menu utama, pengguna tinggal menjulurkan lidahnya seperti ketika bermain-main dengan Animoji.
Ketiganya berharap Eye Nav bisa menjadi salah satu bagian dari fitur Accessibility yang ditawarkan Netflix ke depannya. Peluangnya cukup besar menurut saya, meski mungkin gerakan menjulurkan lidah tadi bakal diganti dengan yang lebih elegan, semisal memejamkan mata agak lama.
Di saat Apple sibuk mematangkan Face ID pada trio iPhone barunya, seorang developer dengan keterbatasan motorik memikirkan cara untuk memaksimalkan teknologi tersebut sesuai kondisi fisiknya. Beliau adalah Muratcan Cicek, seorang calon doktor (PhD) yang kebetulan tengah magang di eBay.
Bersama tim computer vision eBay, beliau mengembangkan teknologi bernama HeadGaze. HeadGaze memanfaatkan sistem kamera depan TrueDepth milik iPhone X beserta platform ARKit guna mewujudkan metode pengoperasian tanpa tangan. Sederhananya, yang dibaca oleh perangkat bukanlah sentuhan jari, melainkan gerakan kepala pengguna.
Gerakan kepala ini mewakili pergerakan kursor yang tampil pada layar. Untuk menginisiasi sebuah “klik”, kursornya harus berada di suatu titik selama beberapa detik. Jadi semisal pengguna hendak menekan tombol “Beli” pada aplikasi eBay, mereka tinggal memandu kursor dengan gerakan kepalanya ke tombol tersebut lalu membiarkannya, dan klik pun akan terjadi secara otomatis.
Seperti yang saya bilang di awal, HeadGaze bakal sangat membantu konsumen yang memiliki keterbatasan motorik, sulit menggerakkan jarinya di atas layar secara presisi misalnya. Namun tim pengembangnya melihat ada potensi yang lebih luas buat HeadGaze.
Si kandidat PhD tadi memberikan beberapa contoh skenario penggunaan HeadGaze di luar konteks konsumen difabel: kesulitan mengusap layar ponsel (scrolling) untuk melihat resep ketika memasak, kesulitan mengikuti panduan di layar ponsel saat kedua tangan sedang disibukkan oleh mesin mobil, atau sekadar kesulitan mengoperasikan ponsel karena sedang menggunakan sarung tangan (dan kondisi cuaca kelewat dingin untuk melepasnya).
Melihat potensinya, eBay memutuskan untuk menjadikan HeadGaze yang masih berupa prototipe awal ini open-source, sehingga developer lain juga dapat memanfaatkan teknologinya di aplikasi lain. Kalau sudah benar-benar matang nanti, target selanjutnya adalah mengembangkan teknologi serupa tapi untuk mata (eye tracking) yang lebih memudahkan lagi.
Secanggih apa sistem kamera TrueDepth milik iPhone X sampai-sampai harus mengambil porsi yang cukup besar di bagian atas perangkat? Kalau kata startup bernama Bellus3D, cukup canggih untuk menyaingi kinerja kamera pemindai wajah 3D-nya yang dihargai $500.
Sebagai buktinya, mereka merilis aplikasi bernama FaceApp, yang memungkinkan pengguna iPhone X untuk mengambil foto selfie dalam bentuk model 3D. Hasil scan-nya ini bisa dilihat dari segala arah, dengan detail yang cukup tinggi dan efek pencahayaan yang realistis.
Proses scanning-nya hanya membutuhkan waktu sekitar 10 detik selagi pengguna melihat ke arah kamera depan iPhone X dan menoleh ke kiri serta kanan. Selama prosesnya, lebih dari 250 ribu titik data 3D akan diambil guna membuat rekonstruksi wajah pengguna secara tiga dimensi.
Kalau dibandingkan kamera bikinan Bellus3D sendiri, detailnya memang masih kalah, mengingat kamera itu bisa mengambil dua kali lipat lebih banyak titik data 3D dari wajah pengguna. Kendati demikian, capaian ini cukup mengesankan mengingat iPhone X yang bersangkutan sama sekali tidak memerlukan bantuan hardware tambahan.
Selesai di-scan, hasilnya bisa dibagikan ke Facebook. Selebihnya, kegunaannya masih perlu dipertanyakan, meski Bellus3D melihat potensi penerapannya di bidang AR, VR maupun ranah lain seperti ranah medis.
Bagi yang tertarik, FaceApp sekarang masih berstatus beta, dan Anda harus lebih dulu mendaftar di situsnya kalau mau mencoba. Perilisan publiknya bakal menyusul dalam beberapa bulan mendatang.
Kita sudah tahu bahwa teknologi pengenal wajah milik iPhone X merupakan evolusi dari teknologi yang digunakan Microsoft Kinect. Kombinasi sederet sensor dan kamera tersebut memungkinkan iPhone X untuk menangkap model 3D dari wajah pengguna secara mendetail, untuk kemudian dimanfaatkan untuk beragam fungsi.
Apple sendiri memanfaatkannya untuk tiga fungsi: Face ID sebagai sistem biometrik pengganti Touch ID, Animoji, dan fitur Portrait Mode serta Portrait Lighting untuk selfie. Tanpa harus terkejut, fungsinya jelas bisa dikembangkan lebih luas lagi di tangan developer.
Salah satu buktinya datang dari produsen kacamata asal AS, Warby Parker. Mereka memutuskan untuk merilis fitur khusus iPhone X pada aplikasinya, di mana wajah pengguna bakal dipetakan secara tiga dimensi, lalu datanya dipakai untuk merekomendasikan model kacamata yang paling pas.
Sebelum ini, Warby Parker sudah menawarkan cara untuk mempermudah konsumen berbelanja kacamata secara online, yakni dengan menempatkan kacamata virtual di atas foto konsumen. Namun cara baru yang memanfaatkan sistem kamera TrueDepth milik iPhone X ini jelas lebih unggul soal akurasi.
Membeli kacamata secara online memang tidak semudah membeli barang lainnya. Apa yang dilakukan Warby Parker ini murni kreativitas dari mereka. Mereka sebenarnya cuma memanfaatkan apa yang sudah ada (sistem kamera TrueDepth), tapi lalu lanjut memaksimalkan kapabilitasnya.
Tentu saja ini baru satu contoh dari manfaat yang dapat ditawarkan oleh developer terkait kecanggihan kamera depan milik iPhone X. Animoji dan beragam filter AR memang terkesan sangat fun, tapi fungsi-fungsi yang lebih berguna seperti inilah yang bisa mengamplifikasi keunikan dari sebuah perangkat.
Saat melihat iPhone X, saya akan memaklumi jika Anda berpikiran kalau sebagian besar fiturnya terkesan ‘dipinjam’ dari smartphone lain. Layar yang nyaris tanpa bezel misalnya, sudah ada sejak sekitar satu tahun yang lalu ketika Xiaomi pertama kali meluncurkan Mi Mix, lalu diikuti oleh pabrikan lain seperti Samsung, LG dan Essential.
Wireless charging malah sudah eksis sejak lebih lama lagi, begitu pula dengan teknologi pengenal wajah. Namun tidak tepat apabila kita menuding Apple meminjam teknologi pengenal wajah ini dari kompetitornya, sebab pada kenyataannya teknologi di balik Face ID berasal dari pengembang Microsoft Kinect.
Kinect, bagi yang tidak tahu, adalah aksesori untuk console Xbox yang bertugas membaca gerakan dan menerjemahkannya menjadi input kontrol. Diumumkan pertama kali pada bulan Juni 2009, Kinect pada awalnya menggunakan teknologi racikan sebuah perusahaan asal Israel bernama PrimeSense.
Teknologi itu melibatkan sebuah proyektor dan kamera inframerah, serta chip khusus untuk mengolah datanya. Pertama-tama, proyektor akan memproyeksikan titik-titik inframerah (tidak kelihatan oleh mata telanjang) ke sebuah objek untuk dideteksi oleh kamera, sebelum akhirnya informasi yang ditangkap diproses oleh chip khusus itu tadi.
Cara kerjanya sepintas terdengar mirip seperti penjelasan Apple mengenai FaceID dan sistem kamera depan TrueDepth milik iPhone X. Pada kenyataannya, PrimeSense telah diakuisisi oleh Apple pada tahun 2013, dan dari situ Apple tampaknya sudah berhasil menciptakan miniatur Kinect dan menanamkannya ke satu-satunya porsi bezel yang tersisa pada iPhone X.
Face ID bekerja dengan menganalisa lebih dari 30.000 titik inframerah yang diproyeksikan pada wajah pengguna guna membuat pemetaan wajah yang sangat presisi. Chip A11 Bionic kemudian bertugas mengolah datanya secara aman dan tanpa mengandalkan bantuan jaringan cloud sama sekali.
Apple bilang kalau Face ID tidak akan bisa dikelabui oleh foto maupun video wajah penggunanya, dan mereka yakin bahwa Face ID jauh lebih aman ketimbang Touch ID. Selain itu, Face ID juga diklaim mampu mengenali wajah pengguna meski penampilannya berubah, ketambahan jenggot atau memakai kacamata hitam misalnya.
2017 resmi menjadi tahun meledaknya tren smartphone tanpa bezel dengan partisipasi dari Apple. Sesuai dengan rumor yang berkepanjangan selama ini, Apple akhirnya memperkenalkan iPhone X – dibaca “ten” untuk menandakan tahun kesepuluh iPhone eksis – dan bersamanya datang desain baru yang Apple harapkan bisa menjadi standar industri smartphone dalam satu dekade mendatang.
Desain dan layar
Anda yang mengikuti perkembangan rumor iPhone X sebelum-sebelumnya pasti sudah tidak asing lagi dengan desainnya. Bagian depannya diisi penuh oleh layar OLED 5,8 inci beresolusi 2436 x 1125 pixel (458 ppi) yang mendukung HDR, True Tone (seperti di iPad Pro) dan 3D Touch. Apple menyebutnya Super Retina Display, dan ini semakin dibenarkan oleh rasio kontras 1.000.000:1 serta tingkat kecerahan maksimum 625 nit.
Selain layar masif tersebut, bagian depannya hanya menyisakan porsi kecil di atas yang menjadi rumah untuk sederet sensor dan sistem kamera TrueDepth. TrueDepth merupakan komponen penting dalam iPhone X yang memungkinkan realisasi sistem keamanan biometrik baru bernama Face ID. Ya, mengingat iPhone X tidak dilengkapi tombol Home, Touch ID pun harus diganti oleh sistem pengenal wajah.
Mulai dari membuka perangkat sampai melakukan pembayaran dengan Apple Pay, semuanya kini mengandalkan Face ID. Gabungan kamera inframerah, dot projector dan flood illuminator memungkinkan iPhone X untuk mengenali wajah pengguna secara cepat dan akurat, bahkan di malam hari sekalipun.
Semua ini dikemas dalam bodi tahan air yang memadukan material kaca dan stainless steel, mirip seperti iPhone 4 tapi dengan lekukan-lekukan yang sangat mulus. Panel belakang yang terbuat dari kaca pada akhirnya juga memungkinkan iPhone X untuk mengemas dukungan wireless charging.
Spesifikasi
iPhone X ditenagai oleh chip A11 Bionic yang terdiri dari prosesor 6-core dan GPU 3-core buatan Apple sendiri, dengan performa yang sudah bisa dipastikan lebih kencang ketimbang milik iPhone 7 dan 7 Plus. Kendati demikian, Apple bilang kalau A11 Bionic juga lebih irit daya dan memungkinkan baterai iPhone X untuk bertahan 2 jam lebih lama ketimbang iPhone 7.
Apple seperti biasa tidak menyebutkan seberapa besar RAM yang dimiliki iPhone X, namun bocoran yang beredar di internet mengatakan bahwa iPhone X dibekali RAM 3 GB. Apple tidak lupa menegaskan kalau A11 Bionic juga berperan penting dalam menyuguhkan pengalaman augmented reality (AR) yang immersive, dibantu oleh API ARKit pada iOS 11.
Tidak kalah menarik adalah komponen neural engine yang terdapat pada A11 Bionic. Neural engine dirancang secara spesifik untuk menunjang kinerja algoritma machine learning – salah satunya untuk fitur Face ID tadi – dengan kemampuan mengolah secara real-time hingga 600 miliar pengoperasian per detik.
Kamera
Beralih ke kamera, iPhone X mengemas sepasang kamera 12 megapixel yang semuanya dilengkapi optical image stabilization (OIS). Kamera yang pertama didampingi oleh lensa wide-angle f/1.8, sedangkan yang kedua ditemani lensa telephoto f/2.4, kemudian di antaranya terdapat LED flash empat warna.
Apple mengklaim kamera baru iPhone X mampu menghasilkan foto HDR yang lebih baik dan mengunci fokus lebih cepat dalam kondisi minim cahaya. Video kini bisa direkam dalam resolusi maksimum 4K 60 fps, dan mode slow-motion dapat diaktifkan dalam resolusi 1080p 240 fps.
Selain fitur Portrait Mode yang diperkenalkan iPhone 7 Plus, iPhone X turut mengemas fitur kelanjutannya yang bernama Portrait Lighting. Dengan fitur ini, pengguna dapat memilih untuk mengambil foto dalam lima situasi pencahayaan yang berbeda, termasuk salah satunya yang mencoba mereplikasi efek pencahayaan di panggung, dengan fokus pada subjek foto dan latar serba hitam.
Kamera depannya yang merupakan bagian dari sistem TrueDepth tadi turut mendapatkan upgrade signifikan. Kini mengemas resolusi 7 megapixel, kamera depannya bahkan juga bisa digunakan untuk mengambil selfie dalam Portrait Mode dan Portrait Lighting.
Cara pengoperasian baru
Hilangnya tombol Home pada iPhone X juga memaksa Apple untuk memikirkan cara baru bagi pengguna untuk mengoperasikannya. Yang pertama, seperti sudah disinggung tadi, pengguna dapat membuka iPhone X dengan menatap ke layar dan mengusapkan jarinya dari bawah ke atas layar.
Selanjutnya, untuk keluar dari aplikasi, pengguna tinggal mengusap layar ke atas dari bagian bawah. Lalu untuk berpindah dari satu aplikasi ke yang lain, pengguna dapat menerapkan gesture yang sama, tapi menahan jarinya di tengah-tengah sampai muncul deretan aplikasi yang terbuka.
Control Center kini dibuka dengan mengusap layar ke bawah dari bagian indikator sinyal dan baterai di atas kanan, sedangkan Siri dapat dipanggil dengan menekan dan menahan tombol Power di sisi kanan. Saya pribadi juga bertanya-tanya, “Lalu bagaimana cara mematikan iPhone X?” Sayang Apple sama sekali tidak menyinggung topik tersebut, namun saya duga opsinya bisa jadi tersedia di Control Center.
iPhone X turut memperkenalkan fitur baru pada iMessage bernama Animoji, singkatan dari animated emoji. Cara kerjanya melibatkan sistem pengenal wajah tadi yang bertugas menganalisa lebih dari 50 pergerakan otot wajah pengguna, lalu menerjemahkannya menjadi berbagai ekspresi pada karakter emoji yang berbeda-beda.
Harga dan ketersediaan
iPhone X bakal ditawarkan dalam dua varian kapasitas: 64 GB atau 256 GB, dengan harga masing-masing $999 dan $1.149. Kedengarannya sangat mahal memang, tapi sebagai perspektif, iPhone 7 Plus tahun lalu dibanderol $949 untuk varian dengan kapasitas terbesarnya.
Apple bakal menerima pesanan iPhone X mulai 27 Oktober mendatang, dan konsumen bisa mendapatkannya mulai 3 November. Pilihan warna iPhone X sendiri hanya ada dua, yakni silver atau space gray.