Tag Archives: trust

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemain e-commerce, salah satunya soal tingkat kepercayaan yang masih saja menjadi momok

(Masih Soal) Isu Kepercayaan di Transaksi Online

Pernah membeli barang di sebuah marketplace tapi selesai membayar, diinfokan penjual ternyata produknya kosong? Proses refund memakan waktu sampai 2-3 hari, padahal proses pembayaran yang kita lakukan selesai dalam satu atau dua menit.

Sepengetahuan kami, penjual online disediakan opsi memasukkan jumlah stok yang bisa mereka jual. Ketika sudah atau menjelang habis, penjual mendapatkan informasi atau pemberitahuan untuk restock.

Apapun alasan yang menyebabkan stok tidak diperbarui secara real time, isu ini sebenarnya minor. Ada potensi kesalahan manusia itu sendiri yang salah memasukkan jumlah stok, tapi jika terjadi terus menerus akan membuat pengguna jadi gusar. Hal ini adalah tipe keluhan umum yang sering terjadi.

Pemain e-commerce, apalagi yang bergerak di model C2C, menangkal masalah ini dengan membuat fitur tanya penjual (in app chat) untuk menepis keraguan konsumen dan menyediakan kolom diskusi, untuk tanya jawab langsung dengan penjual. Orang lain bisa melihat seluruh percakapan yang terekam.

Shopee bahkan menyediakan template pertanyaan yang umum dipakai saat menanyakan stok barang. Salah satunya, “Hi, apakah produk ini masih ada?” dan “Terima kasih.”

Kental suasana social commerce

Bila diperhatikan, solusi ini selalu berkaitan dengan berkirim pesan. Penyebabnya hanya satu: orang Indonesia itu senang mengobrol. Makanya selalu disematkan unsur chat untuk berdiskusi langsung dengan penjual.

Alhasil, konsep social commerce begitu laku. Setiap hal selalu ditanya, meski penjual (seharusnya) selalu memperbarui stok di kolom deskripsi barang. Menurut hemat kami, bila informasi barang yang dipajang dan penjelasan sudah jelas, kenapa harus ditanya lagi pertanyaan mendasar seperti ketersediaan barang?

Menurut riset yang dibuat Paxel dan Provetic, 87% responden memanfaatkan platform media sosial untuk berjualan online ketimbang platform e-commerce atau marketplace.

Bila dirinci, WhatsApp (84%) dan Instagram (81%) adalah aplikasi yang paling banyak dipakai responden untuk berjualan. Sisanya berjualan di Shopee (53%), Facebook (36%), Tokopedia (29%), dan Bukalapak (18%). Banyak rujukan riset lainnya yang menunjukkan social commerce ini memang begitu diminati.

Kami pernah menulis terkait alasan social commerce populer di Indonesia. Intinya, ada perbedaan gaya konsumen yang berbelanja lewat platform e-commerce dan media sosial.

Di media sosial, konsumen cenderung chatty karena takut salah beli dan ingin fleksibel untuk pembayaran dan metode pembayaran. Beda halnya dengan platform e-commerce. Konsumen sudah mandiri dan tahu apa yang mau dibeli.

Ada kecenderungan pemain e-commerce mencoba mengakomodasi konsumen yang chatty tersebut agar mereka, dengan kebiasaan yang ada, pindah ke platform yang lebih aman melalui fitur tanya jawab.

Hal ini memperlihatkan masih ada keraguan dari sisi konsumen untuk melakukan berbelanja online. Masih ada ketakutan yang menghantui, misalnya barang palsu, warna yaang berbeda dengan foto, atau ketakutan lainnya.

Sayangnya kabar jelek, misalnya kesalahan pengiriman barang atau bahkan “penipuan”, begitu cepat tersebar dan lebih mudah melekat di mindset orang-orang ketimbang kabar bagus.

Dengan penetrasi belanja e-commerce di Indonesia masih di bawah 10% dari total belanja ritel, isu ini perlu diselesaikan dengan inovasi baru agar tidak semakin bertumpuk dan akhirnya memengaruhi keputusan konsumen untuk beralih ke social commerce atau justru kembali secara offline.

Membangun dan Mempertahankan Kepercayaan Pengguna

Kepecayaan sekarang menjadi barang yang berharga. Bagi bisnis penting untuk meyakinkan pengguna dan menjaga kepercayaan mereka. Bukan situasi yang mudah. Butuh membangun integritas dan kredibilitas di beberapa area untuk mendapatkan kepercayaan pengguna. Mungkin bisnis bisa mulai memperhatikan beberapa area untuk fokus membangun kepercayaan dari sana.

Area yang pertama adalah perusahaan. Jika itu sebuah startup maka mulailah fokus pada bisnisnya. Pengguna akan merasa dihargai dan percaya jika mereka merasa dekat perusahaan atau bisnis yang mereka percaya, tempat mereka membayar untuk sesuatu yang ditawarkan. Mulailah dengan pahami bagaimana posisi perusahaan, seberapa banyak penggunanya, bagaimana demografinya, dan apa yang telah perusahaan janjikan.

Area selanjutnya adalah pengalaman. Ini kaitannya dengan pengalaman bisnis, tentang alasan mengapa ada sebuah produk, masalah apa yang coba diselesaikan, dan apa yang dipercaya perusahaan untuk hal itu. Bagikan hal tersebut dengan pengguna, mereka layak untuk tahu. Mencoba membangun kedekatan dan keterikatan dengan mulai memahami satu sama lain.

Area berikutnnya adalah produk. Tentu ini berkaitan dengan teknis. Bagaimana fitur-fitur bekerja. Bagaimana layanan bisa membuat pekerjaan mudah, bekerja dengan baik, dan tanpa kesalahan atau error. Pastikan jika fitur-fitur yang ada dibangun dengan sebaik-baiknya sesuai kebutuhan dan yang diharapkan.

Selain itu kepercayaan pengguna juga dapat diraih, dipertahankan dan tingkatkan dengan menunjukkan konsistensi dalam beberapa hal. Misalnya dengan tetap memberikan layanan yang transparan, baik soal harga maupun layanannya. Minta maaf jika ada sesuatu yang menyebabkan kerugian bagi pengguna, selesaikan dengan segera masalah tersebut dan jangan lupa minta feedback berupa kritik dan saran untuk meningkatkan keterlibatan pengguna terhadap bisnis. Tetap konsisten memberikan pelayanan prima terhadap pelanggan juga bisa menjadi hal lain yang berpengaruh terhadap kepercayaan pengguna.

Pada intinya integritas dan kredibilitas dengan fokus pada kualitas bisnis dan layanan yang diberikan. Selanjutnya fokus dilanjutkan ke pengguna. Dari mulai bagaimana kita memperlakukan pengguna hingga memahami setiap kebutuhan dan apa yang pengguna idam-idamkan.

Indonesia’s Communications Ministry Blocks Vimeo, Claims It’s a Porn Site

On Sunday Indonesians on Twitter discovered that Telkom Indonesia had begun to block access to video site Vimeo. While the block doesn’t seem to be affecting all customers, a number of complaints had arose and the move was confirmed by Telkom CIO and director of innovation and IT solutions and strategic portfolio Indra Utoyo.

Continue reading Indonesia’s Communications Ministry Blocks Vimeo, Claims It’s a Porn Site

Peroleh Kepercayaan Konsumen, Dinomarket Siap Menjadi “The Amazon of Indonesia”

Soal e-commerce dan marketplace di Indonesia tak bisa dilepaskan dari unsur kepercayaan. Dinomarket adalah satu layanan e-commerce di Indonesia yang mengklaim memiliki tingkat kepercayaan tinggi dari konsumennya. CEO Dinomarket Victor Wiguna menyatakan total keluhan yang diterimanya hanya 0,7% dari seluruh transaksi. Untuk membahas lebih lanjut soal ini, kami berbincang via email dengan Rut Nova dari Dinomarket.

Continue reading Peroleh Kepercayaan Konsumen, Dinomarket Siap Menjadi “The Amazon of Indonesia”

Ketika Unsur Kepercayaan Masih Mahal Harganya dalam Bisnis E-Commerce di Indonesia

Kami baru saja membahas tentang bisnis e-commerce dan social commerce di Indonesia berdasarkan riset yang dilakukan oleh MarkPlus Insight. Berdasarkan pengalaman saya berbelanja secara rutin di gerai-gerai e-commerce sebuah negara maju, unsur kepercayaan yang sulit diperoleh jelas merupakan batu sandungan terbesar bagi perkembangan e-commerce. Khusus untuk Indonesia, kondisinya masih jauh dari kata ideal dan ini bukan sekedar salah pebisnis e-commerce.

Continue reading Ketika Unsur Kepercayaan Masih Mahal Harganya dalam Bisnis E-Commerce di Indonesia

[Dailyssimo] E-commerce in Indonesia, What We Need Is a Service That We Can Trust

Opening an online shop is much easier than opening a regular shop; at least it can be measured from cost factor. However, inviting buyer to come and be a customer of a store is much more complex than just opening it. Let me invite you to examine from various point of views.

For a buyer, money is something sensitive. A buyer would never want to give their money in exchange for an item if they do not want the item or if there is something that makes it hard to get the goods after they made the payment.

Just imagine, if you want to buy a music CD, the options are to purchase it at nearest CD store or at on online shop. What do you think will be the consideration?

Continue reading [Dailyssimo] E-commerce in Indonesia, What We Need Is a Service That We Can Trust

[Dailyssimo] E-commerce di Indonesia, Kami Hanya Butuh Layanan yang Membuat Kami Bisa Dipercaya

Membuka toko online memang jauh lebih mudah dibandingkan membuka toko ‘reguler’, setidaknya bisa diukur dari faktor biaya. Namun mengajak pembeli untuk datang, membeli dan menjadi pelanggan sebuah toko jauh lebih kompleks dari hanya membuka toko. Mari saya ajak menelaah dari berbagai sudut pandang.

Bagi seorang pembeli, uang adalah sesuatu yang sangat sensitif. Pembeli tidak akan pernah mau memberikan uangnya untuk ditukarkan dengan sebuah barang jika barang tersebut tidak ia inginkan ataupun ada sesuatu yang membuatnya susah mendapatkan barang tersebut setelah ia melakukan pembayaran.

Coba bayangkan jika Anda ingin membeli sebuah CD musik, pilihannya adalah membeli di toko CD terdekat dan di sebuah toko online, apa kira-kira yang jadi bahan pertimbangan?

Continue reading [Dailyssimo] E-commerce di Indonesia, Kami Hanya Butuh Layanan yang Membuat Kami Bisa Dipercaya

Consumer’s Trust Level and Behaviour, a Challenge for Local E-Commerce

For the last a couple of years, e-commerce or online buy-sell service providers are growing in number. However this year might gets even more interesting and will become foundation for e-commerce’s growth next stage in Indonesia including in payment gateway development.

Aswin Utomo from AdaDiskon, during interview with DailySocial last month said that 2010-2011 is e-commerce year and 2011-2012 will be payment gateway’s turn. In some ways, I agree. At least payment gateway education by business doers will trigger e-commerce’s growth.

Continue reading Consumer’s Trust Level and Behaviour, a Challenge for Local E-Commerce

Tingkat Kepercayaan dan Perilaku Konsumen, Tantangan Pelaku E-Commerce Lokal

Pertumbuhan pelaku e-commerce atau penyedia layanan jual-beli online memang terus terjadi. Tidak hanya tahun ini namun setidaknya sudah dari 1-2 tahun ke belakang, namun sepertinya perkembangan dari e-commerce tahun ini akan semakin menarik dan menjadi pondasi pada babak selanjutnya dari pertumbuhan e-commerce di Indonesia termasuk di dalamnya perkembangan payment gateway.

Aswin Utomo dari AdaDiskon, dalam wawancara di DailySocial awal bulan kemarin mengatakan bahwa tahun kemarin 2010-2011 adalah tahun e-commerce dan tahun 2011-2012 adalah tahunnya payment gateway. Saya sepakat dalam beberapa sisi, setidaknya perkembangan edukasi tentang apa itu payment gateway oleh para pelaku bisnis ini juga akan memicu pertumbuhan e-commerce.

Disamping besarnya pasar yang bisa diraih, tumbuhnya berbagai pelaku bisnis, ada beberapa hal ‘mendasar’ yang saya pikir juga harus diperhatikan oleh para pelaku e-commerce, baik yang telah menerapkan segala fasilitas seperti keranjang belanja sampai dengan pembayaran secara terintegrasi atau mereka yang menjalankan proses jual-beli, promo barang di ranah online. Beberapa hal tersebut adalah kepercayaan dan perilaku konsumen.

Continue reading Tingkat Kepercayaan dan Perilaku Konsumen, Tantangan Pelaku E-Commerce Lokal