Sebagai lanjutan dari seed funding senilai $3 juta yang telah diterima, pengembang sport wearableTuringSense kembali membukukan pre-series A awal bulan ini. Nilainya sama dengan pendanaan sebelumnya, yakni $3 juta (40 miliar rupiah), sehingga kini pengembang produk bermerek PIVOT tersebut telah mengantongi nilai investasi $6 juta. Pendanaan kali ini dipimpin oleh Ideosource (berpartisipasi juga dalam seed funding), didukung oleh The Core Group dan Fenox Venture Capital.
Dihubungi DailySocial, Vice President of Product and Marketing TuringSense Chris Lim mengatakan bahwa saat ini belum ada debut baru yang diluncurkan bersamaan dengan pendanaan yang didapat. Ditargetkan akan ada peluncuran (fitur atau produk) yang akan diumumkan pada bulan Agustus mendatang. Pendanaan yang didapat akan turut difokuskan untuk secara agresif memperluas pangsa pasar penawaran produk PIVOT yang telah dimatangkannya.
Produk PIVOT dibangun dengan beberapa kecanggihan teknologi berbasis wearable, IoT, biomekanik dan analisis data mendalam. Hal ini memanfaatkan temuan para ilmuan yang juga menjadi founder TuringSense. Di fase awal, PIVOT diuji coba untuk atlet tenis, dengan perangkat yang dipasang alat tersebut mampu merekam gerakan tubuh pemain tenis dan menganalisisnya.
Terdiri dari tiga sensor utama, yakni Accelerometer, Gyroscope dan Magnetometer, saat ini PIVOT sudah jauh berkembang dan mulai merambah pasar olahraga secara umum. Salah satu yang sudah mulai ditawarkan ialah untuk cabang olahraga sepakbola dan bulu tangkis. Beberapa kerja sama juga dijalin, salah satunya bersama Sport Surgery Clinic di Dublin dan Stanford Neuroscience, hasilnya ialah pengembangan teknologi berbasis game untuk rehabilitasi pasien.
Kerja sama dengan Sports Surgery Clinic juga membawakan produk baru TuringSense, yakni VU. Perangkat nirkabel biomekanik yang lebih kecil untuk memberikan umpan balik performa secara real time dalam kegiatan altetis.
Menurut pengamat industri, peningkatan pasar global untuk produk berbasis wearable akan mencapai $14 miliar. Salah satu pendorongnya adalah fakta bahwa perangkan wearable memiliki peran pelaporan data dan terhubung dengan ponsel pintar.
CEO TuringSense Joe Chamdani menggambarkan laju peningkatan konsumen wearable seperti pengguna GPS. Apa yang membuat GPS “lepas landas” adalah pengenalan petunjuk arah yang tepat. Pola seperti itu yang juga ingin dibawa ke PIVOT, tidak hanya memberikan data, namun juga petunjuk untuk membimbing konsumen dalam berolahraga.
Hal menarik lainnya, investor TuringSense dari awal juga berasal dari Indonesia. Sejak pendanaan awal Ideosource berpartisipasi penuh. Di kesempatan sebelumnya, Managing Partner Ideosource Andi S. Boediman mengatakan pihaknya meyakini solusi inovatif TuringSense memiliki potensi besar dalam berbagai hal, termasuk potensinya dalam pasar Internet of Things (IoT). Andi juga mengatakan bahwa produk PIVOT yang dimiliki TuringSense akan banyak diminati di pasar Asia, karena di pasar ini solusi untuk kebutuhan olahraga dan kesehatan cukup berkembang dan diminati masyarakat.
Setelah mendapatkan seed fundingdelapan bulan silam, TuringSense terus bergerak untuk merealisasikan tujuan mereka dalam merevolusi dunia olahraga. Sekarang mereka tengah menjajaki kerja sama di berbagai belahan dunia. Kami mendapat kesempatan berbincang kembali dengan CTO dan Co-Founder TuringSense Joseph Chamdani, PhD dan Managing Partner Ideosource Edward Ismawan Chamdani untuk mengetahui lebih jauh rencana-rencana apa saja yang disiapkan TuringSense.
TuringSense adalah startup pengembang teknologi wearable untuk olahraga yang berbasis di Sillicon Valley. Startup ini juga digawangi oleh dua orang researcher asal Indonesia, yaitu Joseph Chamdani (CTO) dan Chris Lim (VP of Product and Marketing). Keduanya turut andil dalam pengembangan produk PIVOT yang berfungsi untuk merekam dan menganalisa gerakan tubuh yang kini digunakan untuk cabang olahraga tenis.
Joseph mengatakan, “Bicara tentang alat [wearable devices] PIVOT, di dalamnya ada tiga sensor yang terdiri dari Accelerometer, Gyroscope, dan Magnetometer. Itu semua dikombinasikan, istilahnya sensor fusion. Sensor ini dapat mengikuti apa yang digerakan-tanpa kamera, dan kami bisa lihat animasinya. Ini sebenarnya banyak digunakan di Hollywood, tetapi [cost] lebih mahal.”
Kisah singkat di balik membangun TuringSense yang berbasis di Sillicon Valley
TuringSense sendiri adalah startup berbasis teknologi ketiga yang dibangun oleh Joseph (Joe), pria yang kini memegang 46 paten dari penelitiannya dan 35 paten sedang dalam proses. Salah satu alasan Joe mendirikan TuringSense adalah karena kecintaan dia pada olahraga, terutama tenis. Di sisi lain, faktor harga sensor yang sudah jauh lebih terjangkau adalah alasan lainnya.
“Sensor juga sekarang sudah mulai canggih, affordable, dan akurat. […] Kami kombinasikan itu dengan software yang kami buat sendiri [dan]sensor ini wireless. Wireless yang kami pakai sama gelombangnya dengan yang 2,4 GHz, tetapi kami develop protokolnya sendiri […] dan itu sudah jadi paten kami,” kata Joe.
Meski berdiri di Sillicon Valley, namun membangun TuringSense sebagai startup wearable device yang mengarah ke IoT pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan membangun startup pada umumnya. Mulai dari konsep, mengetahui kondisi pasar, hingga membentuk tim untuk eksekusi sudah dijalani oleh Joe dan rekannya agar bisa mendapatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modal.
Ada satu perbedaan nyata yang bisa dilihat bila dibandingkan dengan membangun startup IoT di Indonesia. Perbedaan itu datang dari sisi kemudahan mendapat material untuk membangun produk yang saat ini belum bisa dirasakan di Indonesia.
Joe menjelaskan, “Membangun TuringSense harus kerja payah sendiri. Tidak ada insentif dari pemerintah, semua private funding. […] Tapi di sana itu kan pusatnya, jadi semuanya lebih mudah untuk didapatkan[material untuk produk]. […] Infrastruktur di sana memang sudah bagus.”
Langkah dan rencana setelah pendanaan
Pasar yang dibidik oleh TuringSense adalah pasar internasional dan saat ini TuringSense tengah menjajaki kerja sama di berbagai negara. Indonesia adalah salah satu pasar yang dituju. Di samping itu, masih ada Tiongkok dan juga negara-negara Eropa lainnya
Edwin mengungkapkan, “Di Indonesia, selain bertemu dengan investor , kami juga bertemu dengan calon-calon yang nantinya bisa pakai PIVOT. Kami sudah datang ke Djarum Foundation, dan akan berbincang dengan Persib. Jadi kami mau lihat PIVOT ini bisa tidak dipakai untuk sepak bola dan badminton.”
“Di Indonesia sendiri ada beberapa investor. Kami juga akan bantu TuringSense untuk fundraising lagi berikutnya, baik dari investor yang sudah ada maupun yang baru. Jadi, untuk cashflow positif mungkin ada dua round fundraising lagi yang akan dilakukan TuringSense,” lanjut Edwin menjelaskan.
Sementara itu di pasar Amerika Serikat sendiri, Joe mengungkap bahwa pihaknya telah menjalin kerja sama dengan tim basket Dallas Mavericks. Di bulan September nanti, teknologi PIVOT akan dikirim dan digunakan Mavs untuk membantu meningkatkan performa pemainnya.
TuringSense juga saat ini tengah dalam penjajakan kerja sama dengan partner yang ada di Inggris. Kerja sama ini nantinya akan memungkinkan PIVOT untuk masuk ke dalam English Premier League dan juga cabang olahraga Rugby.
Di samping olahraga, kerja sama di bidang kesehatan juga sudah dijalin. Di sini, TuringSense bekerja sama dengan Sport Surgery Clinic di Dublin dan Stanford Neuroscience. Pada dasarnya, melalui kerja sama ini TuringSense akan mencoba membantu rehabilitasi pasien dengan cara yang menyenangkan seperti menggunakan game.
Joe mengatakan, “Ini kembali kepada membangun ekostem. Jadi kami itu sebagai company terlalu kecil, dan fokusnya akan kemana-mana kalau mengerjakan ini semua sendiri. […] Nah, yang kami akan bangun adalah 3D Motion Platform, dari teknologi hardware dan software dan juga cloud-nya supaya bisa masif deployment-nya. […] Seperti Apple dengan iPod yang sukses. Music platform-nya iPod, 3D Motion platform-nya TuringSense. Itu analoginya.”
Dengan menciptakan 3D Motion Library dari PIVOT, gerakan seorang atlet atau penari bisa terekam. Selain bisa dimanfaatkan untuk melatih generasi berikutnya, Joe menyampaikan bahwa tidak menutup kemungkinan juga seorang atlet untuk bisa mendapatkan royalty dari gerakan yang diciptakannya.
Lebih jauh, Joe menjelaskan bahwa di tahap awal ini TuringSense memang sengaja melancarkan strategi go-to-market B2B terlebih dahulu. Alasannya, lebih mudah menjual melalui channel. Tapi, ke depannya tidak menutup kemungkinan untuk masuk ke ranah hiburan seperti game. Bila sudah masuk ke ranah ini maka bisnis TuringSense juga akan menjadi B2C.
“Agar adopsinya cepat dan tidak susah, kami pakai model subscription. Jadi, boleh dibilang hardware-nya free, dalam arti ada bayar bulanan. Kalau di Amerika itu $49/month. Kami jual ke akademi untuk bisa dipakai lima orang dengan kontrak satu tahun. Tapi, kalau muridnya suka dan ingin beli sendiri, mereka juga bisa dengan membeli satu set seharga $399. Karena store data di cloud, akan ada bayar bulanan juga sebesar $10/month,” ungkap Joe lebih jauh.
Saat ini, tim TuringSense sudah mencapai 15 orang di Sillicon Valley, enam orang di Italia, dan dua orang di Tiongkok. Sementara itu tim TuringSense di Indonesia sendiri sudah mencapai lima orang, salah satunya adalah Bullit Sesariza yang saat ini fokus dalam pengembangan UI/UX aplikasi PIVOT.
TuringSense, startup pengembang teknologi wearable untuk olahraga asal Silicon Valley yang juga digawangi researcher Indonesia, mengumumkan bahwa pihaknya telah memperoleh seed funding senilai $3 juta (atau lebih dari 41 miliar Rupiah). Dalam putaran pendanaan ini terdapat beberapa venture capital yang berpartisipasi, seperti Angel Plus, ChinaRock Capital, Ideosource, SV Tech Ventures, dan Zen Water Capital. Dalam rilis yang diterbitkan TuringSense juga disebutkan bahwa beberapa pengusaha dan angel investor terlibat.
Dalam wawancara khusus dengan dua petinggi TuringSense Joseph Chamdani dan Chris Lim beberapa waktu lalu, DailySocial banyak mengulik tentang solusi yang dikembangkan startup tersebut. Produk wearable bernama PIVOT adalah produk yang saat ini tengah dimatangkan. PIVOT dirancang dengan menggabungkan kecanggihan teknologi biomekanik, sensor dan kecerdasan buatan untuk membantu atlet tenis belajar teknik bermain yang benar, menghindari cedera, dan melakukan analisis permainan.
Pendanaan yang diperoleh akan dimanfaatkan TurinSense untuk memperluas pusat pengembangan serta menguatkan strategi pemasaran dan penjualan produk PIVOT. TuringSense juga mengatakan bahwa diraihnya pendanaan ini juga akan dijadikan sebagai salah satu modal untuk memperluas cakupan produk yang dimiliki.
Disampaikan Co-Founder dan CEO TuringSense Limin He, pendanaan ini merupakan salah satu indikasi yang baik, artinya produk multi-sensor yang dikembangkan dianggap berpotensi di pasar oleh banyak pihak.
“Dana ini memberikan kami kekuatan finansial untuk memajukan tujuan kami merevolusi cara olahraga dimainkan, dipraktikkan dan dilatih dengan mengubah metode latihan yang memungkinkan sang atlet mempelajari teknik secara lebih detil sembari mengurangi terjadinya risiko cidera,” ujar Limin He.
Managing Partner Ideosource Andi S. Boediman mengatakan pihaknya meyakini solusi inovatif TuringSense memiliki potensi besar dalam berbagai hal, termasuk potensinya dalam pasar Internet of Things (IoT). Andi juga mengatakan bahwa produk PIVOT yang dimiliki TuringSense akan banyak diminati di pasar Asia, karena di pasar ini solusi untuk kebutuhan olahraga dan kesehatan cukup berkembang dan diminati masyarakat.
Andi menambahkan minat TuringSense untuk membuka lebih banyak pusat pengembangan dapat disinergikan dengan komunitas pengembang game di Asia yang saat ini begitu bertumbuh di pasar dunia. Dalam wawancara DailySocial dengan Joseph Chamdani yang menjadi CTO TuringSense, dikatakan bahwa TuringSense akan membuka pusat pengembangan di wilayah Asia, khususnya di Indonesia.
Perusahaan wearable untuk kegiatan olahraga TuringSense yang berbasis di Amerika Serikat baru saja meluncurkan produk unggulannya PIVOT (saat ini masih dalam versi beta), sebuah teknologi untuk merekam gerakan tubuh pemain tenis dan menganalisisnya. PIVOT dirancang dengan menggabungkan kecanggihan teknologi biomekanik, sensor dan kecerdasan buatan untuk membantu atlet tenis belajar teknik bermain yang benar, menghindari cedera, dan melakukan analisis permainan. Disampaikan Vice President of Product and Marketing TuringSense Chris Lim (atau juga dikenal sebagai Taufik Arifin), pada awalnya PIVOT akan difokuskan pada cabang olahraga taekwondo, namun setelah melakukan analisis pasar dan membandingkannya dengan cabang olahraga lain, akhirnya dipilih tenis sebagai fokus pengembangan produk. Continue reading Dua Pendiri Berkebangsaan Indonesia Menghasilkan PIVOT, Gunakan Teknologi “Motion Capture” untuk Mendukung Permainan Tenis→