Esports Charts baru saja mengeluarkan daftar turnamen esports paling populer bulan September 2020. Kali ini, Mobile Legends Professional League Indonesia 2020 Season 6 menjadi satu-satunya esportsgamemobile yang masuk ke dalam daftar. Sisanya, pertandingan didominasi oleh berbagai bagian dari pertandingan esports League of Legends, mulai dari babak grup World Championship 2020, gelaran LCK Korea Selatan, dan LEC Eropa.
Bulan Agustus lalu, masih ada dua esportsgamemobile yang masuk ke dalam daftar. Dua game tersebut adalah PUBG Mobile lewat tayangan PMWL East 2020 dengan peakviewers sebanyak 1.153.865orang di peringkat 1, dan pertandingan El Clásico MPL ID 2020 Season 6 dengan peakviewers sebanyak 884.898orang di peringkat 3.
Sementara daftar 5 turnamen esports terpopuler bulan September 2020 hanya tinggal menyisakan MPL ID 2020 Season 6 saja yang masuk ke dalam daftar. Pertandingan yang masuk daftar adalah pertandingan antara RRQ Hoshi melawan ONIC Esports, yang terjadi pada pekan ke-5 tanggal 13 September 2020 lalu. Pertandingan tersebut menyedot perhatian banyak orang berkat karisma tim RRQ di komunitas MLBB, sehingga berhasil mencatatkan peakviewers sebanyak 1.092.949 orang, dan mengisi peringkat 2 daftar tersebut.
Pada bulan September, pertandingan League of Legends World Championship 2020 sudah dimulai. Jadi tidak heran jika tayangan salah satu ajang esports terbesar di dunia tersebut menarik perhatian banyak khalayak. Pertandingan yang menjadi sorotan adalah pertandingan antara Team Liquid dari LCS Amerika Serikat, melawan MAD Lions dari LEC Eropa. Walaupun dominasi Team Liquid terbilang cukup kuat dalam pertandingan tersebut, namun tayangan tersebut berhasil mencatatkan peakviewers sebanyak 1.168.105 orang, dan masuk peringkat 1 dalam daftar.
Kembali membahas MPL ID, masuknya salah satu liga esports terbesar di Indonesia ke dalam daftar terbilang jadi pembahasan yang menarik. Penyebabnya adalah, karena MPL ID 2020 Season 6 bisa dibilang sebagai salah satu turnamen esports dengan penonton Indonesia terbanyak. Namun, Esports Charts tidak menjelaskan secara gamblang, apakah angka peakviewers tersebut terdiri dari penonton Indonesia saja, atau bercampur dengan penonton internasional.
Penikmat esports Indonesia juga terbilang sebagai salah satu yang berpengaruh, karena jumlah dan antusiasnya yang cukup tinggi. Bukti atas pernyataan tersebut terlihat dari tayangan PMWL 2020 East Region Opening Weekend, yang berhasil menarik perhatian khalayak esports Indonesia, sehingga negara kita jadi negara konsumen tayangan PMWL terbesar kedua di dunia.
Akhir pekan lalu (25 Juli 2020) menjadi puncak dari gelaran Capcom Pro Tour Online Asia East #1. Kompetisi ini diikuti oleh pemain dari negara-negara Asia Timur, dengan Korea Selatan dan Jepang sebagai dua negara yang paling mendominasi. Setelah rangkaian pertandingan yang sengit, Daigo Umehara “The Beast” akhirnya muncul sebagai juara.
Walau Daigo bisa dibilang sebagai salah satu yang terbaik di Asia, namun bukan berarti ia menang mudah dalam gelaran ini. Lawan Daigo di babak final adalah Fuudo. Daigo sendiri masuk babak final melalui Upper Bracket, sementara Fuudo datang dari Lower Bracket. Beban mental Fuudo seharusnya lebih berat, namun pertandingan berjalan dengan sengit sekali, bahkan Daigo sempat beberapa kali terdesak.
Sepanjang pertandingan Final Daigo menggunakan Guile dan Fuudo menggunakan Poison. Pada fase Reset Bracket, Daigo melakukan permainan agresif yang mungkin akan membuat pemain lain menjadi gentar. Namun demikian Fuudo tetap tenang dan fokus pada pertandingan. Alhasil, Daigo dengan sendirinya melakukan kesalahan-kesalahan.
Setidaknya dua kesalahan besar yang paling terlihat dalam babak Reset Bracket adalah Daigo yang tidak bisa menghabisi Fuudo setelah melakukan Combo sebanyak 22 Hits, dan tendangan Low Kick Sweep yang berkali-kali berhasil dibaca yang langsung di-punish oleh Fuudo. Alhasil, setelah pertarungan yang menegangkan, Fuudo berhasil menang dan melakukan reset terhadap bracket. Kini skor jadi 0-0 lagi.
Setelah Bracket Reset, Daigo kembali melakukan serangan-serangan Sonic Boom yang agresif. Namun pada beberapa kesempatan Fuudo berhasil membaca gerakan-gerakan Guilde milik Daigo dan memanfaatkan celah tersebut. Namun, sebutan “The Beast” pada Daigo bukan berasal dari omong kosong belaka. Pembuktian sempat terlihat pada saat Daigo sedang akan mengejar poin. Ketika HP Daigo tinggal setitik, namun ia sangat sabar menahan pergerakan yang berbuah pada Whiff yang dilakukan oleh Fuudo.
Pada saat skor menjadi 2-2, Fuudo malah terlihat lengah. Padahal, ia adalah pemenang dari set pertandingan sebelumnya. Melihat keadaan ini, tentu saja Daigo segera memanfaatkan keadaan, dan kembali melakukan serangan-serangan agresif. Benar saja, pada set terakhir, Fuudo tidak berdaya, dilibas 2-0 oleh Daigo.
Dengan ini, maka berikut hasil dari CPT Online Asia East #1.
Babak final CPT Online Asia East #1 benar-benar menyajikan pertandingan yang sangat menghibur bagi para penggemar esports Street Fighter V. Juga tak kalah seru, sebelumnya ada CPT Online SEA, yang mana pemain Indonesia seperti Aron Manurung berhasil mendapat prestasi yang luar biasa. Gelaran CPT Online masih akan berlanjut, dan yang patut ditunggu tentunya sepak terjang pemain Indonesia di CPT Online SEA berikutnya yang menurut Aron akan hadir September mendatang.
Pandemi virus corona menyebabkan banyak kompetisi olahraga dihentikan. Namun, tidak begitu dengan esports. Memang, sebagian turnamen esportsharus dibatalkan, tapi, kompetisi esports tetap bisa diselenggarakan secara online. Esports bahkan dipercaya bisa menjadi hiburan pengganti bagi para fans olahraga yang merasa kehilangan.
Sepanjang semester pertama 2020, ada 1.622 turnamen esports yang diadakan dengan total hadiah sebesar US$38,8 juta, menurut data Unikrn. Amerika Serikat menjadi negara yang meraih total hadiah terbanyak. Dalam enam bulan, 1.999 atlet esports Amerika Serikat berhasil membawa pulang US$7,28 juta. Sementara itu, Tiongkok menduduki posisi nomor dua dengan total hadiah sebesar US$3,1 juta. Dengan memenangkan hadiah esports sebesar US$2,36 juta, Korea Selatan duduk di posisi ke-3, seperti yang disebutkan oleh Forbes.
Dalam daftar 25 negara peraih hadiah esports terbesar menurut Unikrn, ada 3 negara Asia Tenggara yang berhasil masuk, yaitu Thailand, Malaysia, dan Filipina. Dari ketiga negara tersebut, Thailand menduduki posisi paling tinggi di peringkat ke-13. Dengan 314 atlet esports, mereka berhasil memenangkan total hadiah sebesar US$827 ribu. Itu artinya, rata-rata hadiah yang dimenangkan oleh seorang atlet esports Thailand adalah US$2.633.
Filipina duduk di peringkat 21 dengan memenangkan hadiah sebesar US$291 ribu. Jumlah atlet esports Filipina jauh lebih sedikit dari Thailand, hanya 71 orang. Jadi, tidak heran jika rata-rata hadiah per pemain mereka lebih tinggi, yaitu US$4.095. Malaysia masuk dalam peringkat 23. Mereka memenangkan US$253 ribu sepanjang semester pertama 2020. Dengan 43 atlet esports, rata-rata hadiah yang dimenangkan oleh satu atlet esports Malaysia mencapai US$5.874.
AS mungkin menjadi negara dengan total hadiah esports terbesar. Namun, Bulgaria merupakan negara dengan rata-rata hadiah per pemain paling besar. Negara Eropa Timur tersebut memang hanya berhasil memenangkan hadiah sebesar US$310 ribu dalam satu semester. Meskipun begitu, mereka hanya memiliki 24 pemain. Jadi, rata-rata hadiah per pemain mereka mencapai hampir US$13 ribu. Dalam hal rata-rata hadiah per pemain, Denmark ada di posisi ke-2. Mereka memiliki 173 pemain profesional dan berhasil memenangkan total hadiah esports sebesar US$1,7 juta. Per pemain Denmark, mereka memenangkan US$9.564.
Sementara itu, Brasil menjadi negara dengan peningkatan peringkat paling besar. Pada 2019, mereka duduk di peringkat 9. Sekarang, mereka ada di peringkat 4. Sepanjang semester pertama 2020, Brasil berhasil memenangkan hadiah esports sebesar US$2,28 juta. Mengingat mereka memiki 420 pemain esports, itu artinya, setiap pemain membawa pulang US$5.438.
Inilah daftar 25 negara peraih hadiah esports terbesar sepanjang semester pertama 2020.
1) Amerika Serikat: $7,280,222.31 (1,999 pemain, rata-rata hadiah per pemain: $3,641.93)
Hanya saja, ada satu perbedaan antara pertandingan olahraga tradisional dan esports, setidaknya di Indonesia, yaitu soal tiket menonton. Jika Anda ingin menonton pertandingan sepak bola di Gelora Bung Karno, antara klub lokal sekalipun, Anda pasti harus membayar tiket. Namun, lain halnya dengan turnamen esports. Saat ini, kebanyakan turnamen esports masih mengizinkan penonton untuk datang secara gratis. Memang, ada beberapa kompetisi yang mencoba menawarkan tiket berbayar, tapi terkadang, hal ini justru membuat jumlah penonton turun.
Apakah Turnamen Esports Offline Penting?
Pandemi virus corona memaksa banyak kompetisi olahraga dibatalkan, mulai dari balapan sampai liga sepak bola. Untungnya, kompetisi esports masih bisa diadakan secara online, meski ada beberapa kendala yang harus diselesaikan. Memang, pertandingan esports sebenarnya bisa diadakan secara online sepenuhnya. Pertandingan bisa diadakan selama para peserta terhubung ke internet. Sementara untuk menyiarkan pertandingan itu, pihak penyelenggara bisa memanfaatkan berbagai platform streaming game seperti YouTube, Facebook Gaming, dan Twitch. Meskipun begitu, bukan berarti turnamen esports tak perlu digelar offline.
Salah satu masalah ketika turnamen esports diadakan secara online adalah ping yang tinggi, terutama jika pertandingan mempertemukan dua tim yang berada di negara atau bahkan benua yang berbeda. Masalah lainnya adalah soal validitas pertandingan. Saat pertandingan esports diadakan secara offline, pihak penyelenggara bisa memastikan bahwa tidak ada pemain yang bermain curang, bahwa semua perlengkapan yang digunakan peserta tidak dimodifikasi. Jika pertandingan diadakan secara online, penyelenggara harus mengambil langkah pencegahan seperti mendatangkan pengawas ke tempat tim berlaga.
Sekalipun semua masalah teknis di atas bisa diselesaikan, tetap ada alasan untuk menyelenggarakan turnamen esports secara offline. Apa itu? Sensasi. Di era serba internet ini, Anda dapat dengan mudah menemukan video konser dari band favorit Anda di YouTube. Pertandingan olahraga bergengsi — seperti Piala Dunia — juga pasti disiarkan di televisi. Namun, hal ini tidak menghentikan orang-orang untuk datang ke konser Maroon 5 atau pergi jauh-jauh ke negara tempat Piala Dunia diselenggarakan. Padahal, jelas jauh lebih mudah dan nyaman untuk menonton konser/pertandingan sepak bola dari rumah. Begitu juga dengan turnamen esports.
CEO Mineski Global Indonesia, Agustian Hwang juga setuju dengan pengalaman event offline yang tidak dapat disuguhkan lewat online. “Kalau menurut pandangan saya, kiblat esports adalah olahraga konvesional lainnya, seperti sepakbola. Walaupun pertandingan sepakbola dapat dinikmati melalui televisi ataupun platform online lainnya, ada beberapa experience yang tidak dapat dinikmati secara online seperti atmosfer pertandingan saat memberikan dukungan langsung tim yang bertanding, kesempatan meet and greet dengan pemain ataupun figur-figur esports, koleksi merchandise event maupun team, dan masih banyak lagi.” Jelasnya.
“Menonton secara online dan offline itu sangat berbeda. Hype yang diciptakan saat menonton offline jauh lebih asik daripada saat menonton online saja,” kata Reza Ramadan, Head of Broadcast and Content, Moonton saat dihubungi melalui pesan singkat. Dia juga menjelaskan tentang pentingnya penyelenggaraan turnamen esports offline bagi pihak penyelenggara turnamen. “Turnamen offline tetap dibutuhkan karena berfungsi untuk menjembatani berbagai pihak seperti para fans yang ingin menonton tim kesayangannya secara langsung dan punya chance besar untuk bertatap muka serta aktivasi untuk sponsor sehingga mereka bisa berinteraksi secara langsung dengan para audiens.”
Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer, RevivalTV juga mengatakan hal yang sama. “Pengalaman yang didapatkan oleh pemain dan penonton pastinya beda banget, antara offline dan online,” ujarnya saat dihubungi oleh Hybrid.co.id. “Adrenalinnya, euforianya, ajang temu kangen sama teman-temannya, pengalaman bisa foto bareng pemain profesional, teriak-teriak taunting lawan, dan pastinya bentuk apresiasi ketika juaranya nyata dan disaksikan oleh ribuan pasang mata lainnya.”
Dia membandingkan turnamen esports offline dengan konser musik. Selama sebuah kegiatan offline masih bisa memberikan pengalaman yang unik, maka para penonton akan tetap tertarik untuk datang. “Dan pada dasarnya, sebagai manusia, kita adalah makhluk komunal. Jadi, pastinya interaksi dengan orang-orang yang punya ketertarikan yang sama (yang datang ke turnamen esports juga) bakal jadi sebuah nilai plus,” katanya.
Kenapa Penonton Esports Indonesia Enggan Membayar Tiket?
Jika dibandingkan dengan menonton secara online, turnamen esports offline memang dapat memberikan pengalaman yang unik bagi para penontonnya. Namun, hal itu bukan berarti para penonton rela untuk membayar tiket demi menonton. Irli memperkirakan, saat ini, 9 dari 10 turnamen esports di Indonesia bisa ditonton secara gratis.
“Kalau pun berbayar, biasanya penonton dapat reward produk yang nilainya sama dengan harga tiket,” kata Irli. Contohnya, dalam Dunia Games League, penonton yang membeli tiket masuk juga akan mendapatkan kartu SIM Telkomsel berisi pulsa dengan nominal yang senilai harga tiket. Contoh lainnya adalah Mobile Legends Professional League. Reza menjelaskan, harga tiket MPL berkisar Rp20 ribu-an. Selain dapat menonton pertandingan MPL secara langsung, orang-orang yang membeli tiket juga akan mendapatkan in-game items senilai dengan tike tersebut.
“Hal ini demi mengajarkan fans esports di Indonesia ‘kebiasaan’ membeli tiket,” ujarnya. Memang, salah satu faktor mengapa kebanyakan turnamen esports tidak menjual tiket adalah karena penonton esports yang sudah terlanjur terbiasa datang ke acara tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun untuk membeli tiket.
“Kita terbiasa untuk datang ke acara esports dengan gratis. Dan kebanyakan orang yang datang pun memang orang-orang yang mau menonton pertandingannya saja,” ungkap Irli. “Karena marketnya masih berkembang dan animonya masih luar biasa untuk menarik orang-orang datang ke acara offline, jadi tidak diperlukan banyak compliment show atau hiburan lain selain game itu sendiri. Sehingga, penyelenggara tidak punya banyak opsi dalam melakukan eksperimen terkait acara yang mereka adakan.”
Irli menjelaskan, karena kebanyakan penonton datang untuk menonton pertandingan antara tim esports, jika penyelenggara mengadakan hiburan lain — misalnya, mengundang penyanyi sebagai acara pembuka atau penutup — hal itu justru menjadi sia-sia. “Sering kali, ketika guest star-nya tampil, penonton malah sudah bubar,” aku Irli. “Jadi, dari pihak penyelenggara juga tidak bisa memungut bayaran untuk hiburan tambahan. Karena pada akhirnya, penonton datang hanya untuk menonton main event-nya.”
Irli menyebutkan, alasan lain mengapa penonton esports enggan membayar tiket adalah soal ekslusivitas. “Beda dengan panggung hiburan lainnya seperti olahraga atau musik, para tokoh di esports sangat aktif. Kebanyakan dari mereka melakukan livestream dan membuat konten di YouTube serta Instagram, sehingga para fans-nya merasa ‘connected’ hampir setiap hari,” ujar Irli. Karena itulah, bagi para fans, bertemu dengan idolanya di turnamen offline atau event besar tak lagi terasa istimewa. “Nggak spesial, begitulah.”
Menurut Reza, alasan mengapa kebanyakan turnamen esports di Indonesia masih gratis adalah karena pasar esports Tanah Air yang masih muda, sesederhana itu. “Market Indonesia kan bisa dibilang masih baru, jadi perlu diedukasi. Sementara di luar sana, kebanyakan orang sudah terbiasa untuk menjual tiket acara offline secara proper, karena mereka memang sudah start jauh lebih dulu dari Indonesia.”
Irli mengungkap, target audiens dari sebuah turnamen esports juga akan memengaruhi harga tiket. “Ketika ada event internasional untuk game PC, dengan pemain yang rata-rata lebih dewasa, mereka akan lebih bersedia membayar ekstra untuk mendapatkan pengalaman eksklusif, bertemu dengan pemain profesional idola mereka dari luar negeri,” jelas Irli. “Sementara untuk mobile game, dengan audiens yang lebih muda, mereka kebanyakan belum punya buying power yang cukup dan masih mikir macam-macam kalau mau datang ke event.”
Namun, Agus memiliki pendapat yang berbeda. Dia berkata, pantas atau tidaknya sebuah turnamen esports menjual tiket tergantung pada kualitas dari acara itu sendiri. “Menurut pandangan saya, untuk memungut bayaran dari ticketing akan tergantung pada kualitas dari event dan fitur apa saja yang ditawarkan pada audiens sehingga mereka rela untuk spending. Jadi, kaitannya bukan dari segi target audiensnya, tapi dari segi value yang dapat diberikan dari event tersebut untuk audiens,” ujar pria yang akrab dengan panggilan Agus ini.
Sementara dari sudut pandang pihak penyelenggara turnamen, mereka juga punya alasan sendiri mengapa mereka memilih untuk tidak menjual tiket. “Alasan utamanya mungkin adalah untuk mengejar target jumlah audiens yang datang, yang ditetapkan pihak sponsor,” ujar Irli. Dia menjelaskan, biasanya, pada tahap pengajuan proposal pada sponsor, pihak penyelenggara akan menjanjikan bahwa acara mereka akan mendatangkan sekian banyak penonton. Jika penyelenggara turnamen menjual tiket, ada kemungkinan jumlah penonton yang datang justru turun dan tidak mencapai target. “Sehingga, jika dirasa biaya produksi sudah ditutup oleh uang dari sponsor, tidak perlu lagi menjual tiket untuk mendapatkan revenue.”
Apakah Turnamen Esports Offline di Indonesia akan Terus Gratis?
Saat ditanya apakah di masa depan, turnamen esports offline di Indonesia akan mulai menyediakan tiket berbayar, Irli mengatakan, “Aku yakin, nantinya penyelenggarakan akan menyediakan tiket dan harganya makin lama makin mahal, walau harga juga tergantung pada seberapa eksklusif event-event esports yang diadakan di Indonesia.” Seiring dengan waktu, gen Z yang menjadi target audiens utama turnamen esports mobile game saat ini juga akan tumbuh dewasa, sehingga mereka akan memiliki buying power yang lebih besar. Meskipun begitu, Irli percaya, uang bukanlah sumber utama mengapa turnamen esports di Indonesia tidak menjual tiket pada para penonton.
“Aku percaya, uang sebenarnya bukan faktor utama, walau memang cukup berpengaruh, sesuai target market game itu sendiri. Faktor utamanya adalah habit yang terbentuk di kalangan penonton,” ujar Irli. “Acara-acara esports besar di Indonesia, seperti MPL, PMPL, dan Free Fire itu gratis. Sebuah kompetisi level tertinggi dari sebuah game diadakan secara gratis dan acara itu diadakan resmi oleh publisher-nya sendiri. Jadi, saat ini, yang pegang kendali adalah para publisher. Mereka yang mengatur tren terkait game mereka.” Jika turnamen resmi yang diadakan oleh pihak publisher gratis, maka penonton akan berpikir bahwa turnamen yang diadakan oleh pihak ketiga seharusnya juga gratis. Apalagi, jika acara tersebut tidak lebih baik atau megah dari turnamen yang diadakan oleh publisher.
Reza menjelaskan, saat ini, Moonton sudah menyediakan tiket untuk MPL. Namun, tiket bukan merupakan sumber pemasukan. “Saat ini, kami menyediakan tiket demi mengedukasi fans esports untuk berkomitmen dan menghindari overcapacity di satu arena,” ujarnya. “Contoh kasusnya adalah saat MPL Season 4. Antusiasme fans yang sangat luar biasa mengharuskan kami untuk menahan mereka di luar stadion. Dan kami mengerti kekecewaan mereka: sudah datang jauh-jauh tapi tidak kebagian kursi atau bisa masuk ke dalam stadion. Dan jumlahnya tidak sedikit, mencapai ribuan. Kami ingin mengatasi masalah tersebut. Salah satunya dengan ticketing.”
“Untuk pemasukan, ada banyak sekali sumbernya. Salah satunya adalah sponsorship dari berbagai pihak. Seperti di Season 5, kami punya Realme dan NimoTV sebagai sponsor utama kita,” jawab Reza ketika ditanya tentang sumber pemasukan bagi penyelenggara turnamen esports. Lebih lanjut dia mengungkap, jika dibandingkan dengan sumber pemasukan utama, seperti sponsorship, potensi pemasukan dari penjualan tiket tidak terlalu signifikan. Jadi, tidak heran jika penyelenggara tak terlalu mengejar penjualan tiket turnamen esports, setidaknya untuk saat ini. Soal pendapatan, Agus menambahkan, selain pemasukan dari sponsor, acara esports juga bisa mendapatkan pemasukan dari penjualan merchandise dan juga hak siar.
Irli mengatakan, total pemasukan penyelenggara dari penjualan tiket hanya akan mencapai sekitar 10-25 persen dari total pendapatan mereka. “Misalnya, harga rata-rata tiket Rp50 ribu. Dengan kapasitas Tennis Indoor Senayan untuk seatings dan festival adalah 4 ribu orang, maka jumlah pemasukan maksimal yang didapatkan oleh penyelenggara adalah Rp200 juta per hari. Biasanya, acara diadakan selama 2 hari, jadi total pemasukan dari penjualan tiket adalah Rp400 juta, maksimal. Sementara menyewa Tennis Indoor untuk acara dua hari memakan biaya sekitar Rp440 juta, ditambah biaya sewa waktu instalasi dan tear down sekitar Rp200 juta-an lagi. Belum lagi biaya produksi yang diperlukan untuk memasang panggung dan lain-lain. Secara total, mengadakan acara selama 2 hari di Tennis Indoor bisa menghabiskan biaya minimal Rp2 miliar,” ungkap Irli panjang lebar.
Lebih lanjut, Irli mengatakan, salah satu kelemahan penggunaan tiket berbayar adalah jumlah penonton yang terbatas. Masalahnya, orang-orang yang telah membeli tiket pasti ingin bisa datang dan pergi sesuka hati mereka. Sementara, acara esports biasanya berjalan selama sekitar 8 jam dalam sehari. Menurut Irli, penjualan tiket justru bisa berdampak negatif pada audiens offline. “Mungkin mereka baru datang sore ketika pertandingan mulai memanas. Mungkin, mereka juga datang di awal, tapi tim favoritnya gugur, sehingga mereka pulang terlebih dahulu. Hal ini membuat stadion terlihat ‘kosong’, seolah-olah tak ada penonton yang datang,” ujarnya. Padahal, pihak penyelenggara tak mungkin menjual kembali tempat duduk yang telah dibeli karena sewaktu-waktu, pemilik tiket bisa kembali datang.
“Saat ini, kebanyakan penyelenggara turnamen esports yang audiesnya besar, seperti MPL dan Free Fire, menggunakan sistem rolling,” jelas Irli. “Setiap pertandingan, 4 ribu orang akan masuk ke stadion dan duduk. Ketika ada istirahat antar match dan orang-orang keluar, para penonton yang masih mengantre akan dipersilahkan masuk, begitu terus hingga selseai. Sehingga, pada akhirnya, walau Tennis Indoor kapasitasnya hanya 4 ribu orang, jumlah audiens yang menonton bisa mencapai 12-16 ribu orang per hari. Dan hal ini akan membuat sponsor senang. Mengingat sebagian besar sumber pemasukan datang dari sponsor, ya mau nggak mau, penyelenggara harus buat mereka senang.”
Bagaimana Bentuk Kerja Sama dengan Sponsor?
Seiring dengan semakin populernya esports, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor, termasuk merek non-endemik, seperti merek makanan atau perusahaan otomotif. Tentu saja, masing-masing perusahaan punya tujuan sendiri untuk menjajaki esports. Karena itulah, Reza mengatakan, bentuk kerja sama antara sponsor dan penyelenggara turnamen juga biasanya berbeda-beda. “Misalnya, pada MPL Season 5, kita punya sponsor Realme dan Nimo TV. Bentuk kerja sama kami dengan keduanya tentu jauh berbeda, walau benefit bagi mereka mungkin ada yang mirip, seperti placement logo. Meskipun begitu, objektif dari setiap sponsor ketika mereka menjalin kerja sama dengan kami pasti berbeda-beda.”
Sementara itu, Irli mengatakan, salah satu jenis bentuk kerja sama yang diinginkan oleh kebanyakan sponsor adalah adanya experience booth di tempat turnamen. Di booth tersebut, para penonton akan bisa langsung mencoba produk dari milik sponsor. “Tapi, kebanyakan, sponsor berharap penyelenggara akan bisa memberikan solusi ke mereka: kegiatan apa yang bagus untuk audiens esports,” ujarnya. Sayangnya, tidak semua penyelenggara memerhatikan hal ini. Dia berkata, ada banyak EO yang berpikir, “Yang penting sponsor mendapatkan eksposur” tanpa memerhatikan apakah keuntungan yang didapat sponsor maksimal atau tidak. Hal ini akan berdampak buruk karena menyebabkan sponsor kapok untuk kembali menjalin kerja sama di masa depan.
Namun, penyelenggara tak bisa hanya memuaskan sponsor tanpa memedulikan kepuasan pengunjung. “The worst thing that can happen to the audience adalah ketika mereka datang ke acara offline dan disodorin produk sponsor gede-gede ke muka mereka,” kata Irli. “Mereka datang untuk lihat tim esports, bukan untuk dipaksa beli barang sponsor. Organizer harus memikirkan cara dan bahasa yang cocok sama target market-nya, untuk memastikan audiens merasa produk sponsor sesuai dengan ketertarikan mereka dan memang mendukung game terkait.”
Kesimpulan
Pada dasarnya, esports memang kegiatan digital. Pertandingan esports bisa dilakukan secara online, tanpa mengharuskan para peserta bertatap muka. Namun, turnamen esports offline tetap memberikan pengalaman yang berbeda, sehingga tetap ada orang-orang yang lebih memilih untuk menonton pertandingan esports secara langsung daripada sekadar melalui online.
Hanya saja, kebanyakan turnamen esports offline belum menjual tiket berbayar. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi, mulai dari pasar yang belum matang, masyarakat yang sudah terlanjur terbiasa menonton gratis, sampai masalah eksklusivitas sebuah acara. Ke depan, seiring dengan berkembangnya esports, tak tertutup kemungkinan penyelenggara turnamen esports akan menjual tiket berbayar.
“Menurut saya, Indonesia punya potensi paling besar dibandingkan negara lain di wilayah SEA dalam perkembangan esports-nya. Jadi ketika tren sistem turnamen home-away muncul saya yakin Indonesia yang akan menjadi negara pertama yang akan implementasi.” Tutup Agus.
Esports kini telah jadi industri dengan nilai lebih dari US$1 miliar. Menjadi pemain esports pun tak lagi sekadar mimpi di siang bolong. Sama seperti atlet olahraga tradisional, pemain esports juga mendapatkan gaji bulanan. Beberapa developer bahkan menetapkan gaji minimal untuk pemain esports yang berlaga di liga game esports buatannya. Misalnya, Activision Blizzard menetapkan bahwa para pemain yang bertanding di Overwatch League berhak atas gaji minimal US$50 ribu per tahun, tempat tinggal, asuransi kesehatan, dan bahkan dana pensiun.
Jika tim esports harus membayar para pemainnya setiap bulan, maka mereka juga harus memiliki pemasukan. Di dunia sepak bola, sebuah tim bisa mendapatkan pemasukan dengan menjual merchandise pada fans. Itulah mengapa stadion yang menjadi markas sebuah klub biasanya dilengkapi dengan toko merchandise. Selain dari merchandise, sebuah klub sepak bola juga bisa “menjual” para pemainnya ke klub lain.
Sementara di industri esports, sponsorship menjadi sumber pemasukan utama, setidaknya untuk saat ini. Menurut laporan Newzoo, walau sponsorship masih menjadi sumber pemasukan terbesar di industri esports, hak siaran media mengalami pertumbuhan yang lebih besar. Tak tertutup kemungkinan, ke depan, hak siar media justru jadi sumber pemasukan utama di industri esports. Hadiah yang didapatkan tim esports ketika memenangkan turnamen juga bisa menambah kas tim, terutama karena turnamen esports kini memiliki hadiah yang tak kalah besar dengan kompetisi olahraga konvensional. Namun, sebagian dari hadiah yang dimenangkan oleh sebuah tim biasanya diberikan langsung pada para pemain.
RRQ merupakan salah satu tim esports paling ternama di Indonesia. Menurut situs resminya, ada puluhan gelar juara yang telah didapatkan oleh tim dengan julukan Sang Raja itu. Namun, berapa banyak total hadiah yang telah dimenangkan oleh RRQ sepanjang tahun ini?
Hybrid mencoba untuk menelusuri turnamen-turnamen yang telah dimenangkan oleh RRQ sepanjang 2019 dan juga besar hadiah yang mereka dapatkan. Meski tidak dapat mengumpulkan data secara lengkap, kami menemukan bahwa selama 2019, RRQ berhasil memenangkan total hadiah setidaknya Rp5,7 miliar. Salah satu kontribusi terbesar berasal dari RRQ Athena, yang bersama RRQ Kenboo, berhasil memenangkan PUBG Mobile Star Challenge dan memenangkan US$100 ribu (sekitar Rp1,4 miliar). RRQ Athena juga baru saja memenangkan PMCO Fall Split SEA dan membawa pulang US$35 ribu atau sekitar Rp490 juta. Sementara pada awal Oktober 2019, RRQ Epic menyumbangkan Rp580 juta dengan memenangkan PBNC 2019 dan menjadi juara dari PBIC 2019.RRQ Endeavor, yang dijagokan sebagai juara PBNC, justru hanya berkontribusi Rp20 juta sebagai juara tiga dari PBNC 2019.
Inilah beberapa turnamen dengan hadiah terbesar yang telah dimenangkan oleh RRQ pada 2019.
1. PUBG M Star Challenge 2019 – Rp1,4 miliar(US$100 ribu)
2. MPL ID S4 (runner-up) – Rp980 juta (US$70 ribu)
3. PMCO Fall Split SEA – Rp490 juta(US$35 ribu)
4. PUBG Mobile Club Open SEA Finals 2019 – Rp425 juta (US$30 ribu)
5. Point Blank World Championship 2019 – Rp425 juta (US$30 ribu)
6. Point Blank National Championship 2019 Season 2 – Rp300 juta
7. Point Blank National Championship 2019 Season 1 – Rp300 juta
8. Point Blank International Championship 2019 (juara dua) – Rp283 juta (US$20 ribu)
9. PUBG Southeast Asia Championship 2019 – Phase 2 – Rp283 juta (US$20 ribu)
10. Free Fire Indonesia Master Season 2 (juara 2) – Rp150 juta
11. Piala President Esports (juara 3) – Rp100 juta
12. IGL FIFA 2019 – Rp 50 juta
Tahun 2019 belum berakhir, RRQ telah berhasil membawa pulang setidaknya Rp5,7 miliar. Meskipun terdengar besar, ketika dihubungi melalui pesan singkat, CEO RRQ Andrian Pauline (AP) mengatakan bahwa jumlah hadiah yang dimenangkan oleh tim-tim RRQ tidak signifikan jika dibandingkan dengan total pendapatan RRQ sebagai tim. Alasannya, karena sebagian besar dari hadiah yang didapatkan oleh tim diberikan pada para pemain. Sayangnya, AP enggan untuk memberikan informasi lebih lanjut saat ditanya tentang persentase pembagian antara tim dan para pemainnya.
Dia mengatakan, sumber pendapatan terbesar RRQ saat ini masih berasal dari sponsorship. Pada awal tahun ini, dalam sebuah wawancara bersama media, AP mengatakan bahwa sponsorship memang masih jadi sumber pemasukan utama. Ketika itu, dia berkata, sebagai tim ternama yang sudah menyandang berbagai gelar, RRQ relatif lebih mudah untuk mencari sponsor. Memang, salah satu sponsor terbaru RRQ, GoPay, mengungkap bahwa alasan mereka memutuskan untuk mensponsori RRQ adalah karena reputasi Sang Raja yang baik dan prestasi mereka yang cukup banyak. Namun, AP mengatakan, bagi tim pemula, mendapatkan sponsor bukanlah perkara mudah.
Di India, negara yang memiliki karakteristik serupa Indonesia, total hadiah turnamen esports pada tahun ini naik hingga 118 persen dari tahun lalu. Tahun ini, hype esports masih cukup tinggi, termasuk di Indonesia. Esports juga semakin diakui sebagai olahraga. Setelah menjadi pertandingan eksibisi pada Asian Games tahun lalu, esports kini menjadi cabang olahraga dengan medali pada SEA Games. Dengan hype yang masih tinggi, tentu saja jumlah turnamen esports di Indonesia masih cukup banyak. Walau masih sedikit kalah jika dibandingkan dengan tahun lalu, total hadiah yang ditawarkan pun masih cukup fantastis.
Inilah beberapa turnamen esports berhadiah terbesar pada tahun ini.
Selain menjadi turnamen dengan hadiah terbesar tahun ini, Mobile Legends Professional League (MPL) Season 4 juga menjadi liga esports pertama di Indonesia yang menggunakan sistem franchise league. Itu artinya, setiap tim yang hendak bertanding harus ikut menyumbangkan dana investasi. Dalam kasus ini, delapan tim yang tertarik untuk bermain di MPL Season 4 harus membayarkan dana Rp15 miliar. Meskipun sempat menuai pro dan kontra, MPL Season 4 tetap berjalan. Delapan tim yang bertanding antara lain Alter Ego, Aura, Bigetron, EVOS Esports, Geek Fam ID, Genflix Aerowolf, ONIC Esports, dan RRQ.
Berbentuk liga, MPL Season 4 berlangsung selama delapan Minggu, mulai pada 23 Agustus sampai 13 Oktober 2019. Pertandingan musim reguler akan diadakan di XO Hall, Tanjung Duren sementara babak final akan diadakan pada 26-27 Oktober 2019 di Tennis Indoor Senayan.
SEACA pertama kali diadakan tahun lalu. Tahun ini, UniPin Esports kembali menggelar SEA Cyber Arena (SEACA) . Kompetisi tersebut diklaim sebagai kompetisi terbesar di Asia Tenggara. SEACA akan diadakan di Balai Kartini pada 8-10 November 2019. Ada empat game yang akan diadu, yaitu Dota 2, Free Fire, Player Unknown’s Battleground (PUBG) Mobile, dan Tekken. SEACA menawarkan total hadiah Rp2,4 miliar. Kompetisi ini menggunakan sistem terbuka, yang berarti semua tim dan pemain, tak peduli apakah mereka pemain profesional atau amatir, boleh ikut serta dan memiliki kesempatan untuk menang.
Mobile Legends Professional League Season 3 dimulai dengan tahap kualifikasi online yang diadakan pada 9-13 Januari 2019. Setelah itu, babak Final Qualifier diadakan pada 24-27 Januari 2019. Sama seperti musim sebelumnya, delapan tim terbaik dari Online Qualifier harus bertanding dengan dua tim yang duduk di peringkat tujuh dan delapan pada Season 2.
Musim Reguler dimulai setelah babak kualifikasi selesai. Musim Reguler diadakan pada 16 Februari sampai 31 Maret 2019. Satu hal yang membedakan Season 3 dengan dua musim sebelumnya adalah jumlah tim. Kali ini, ada 12 tim yang bertanding, bertambah dari 10 tim pada Season 2 dan Season 1. Sebanyak enam tim dapat langsung bertanding di Musim Reguler berkat Direct Invite sementara enam tim lainnya dipilih dari Final Qualifier. Total hadiah dalam MPL Season 3 mencapai US$120 ribu atau sekitar Rp1,7 miliar.
4. Piala Presiden – Rp1.500.000.000
Jika MPL Season 4 adalah liga pertama (dan saat ini, satu-satunya) yang menggunakan model franchise, Piala Presiden adalah turnamen pertama yang diadakan oleh Pemerintah Indonesia. Turnamen tersebut diselenggarakan dengan bantuan Indonesia Esports Premiere League (IESPL). Piala Presiden diadakan dengan tujuan untuk menjadi wadah bagi para gamers di Indonesia. Babak kualifikasi regional diadakan di delapan daerah, yaitu Palembang, Bali, Makassar, Surabaya, Manado, Bekasi, Pontianak, dan Yogyakarta.
Piala Presiden dimulai pada 28 Januari 2019. Sementara babak final diadakan pada 30-31 Maret 2019 di Istora Senayan. Pada babak final, ada 16 tim yang bertanding. Selain mendapatkan uang, tiga tim terbaik di Piala Presiden juga berhak untuk ikut serta dalam Pelatnas sebagai persiapan untuk bertanding di SEA Games yang akan diadakan di Filipina.
ESL National Championship dimulai pada Januari dan berakhir pada Maret. Di sini, ada dua game yang diadu, yaitu Dota 2 dan Arena of Valor. Dalam group stage, delapan tim esports akan saling diadu dengan format single round-robin. Empat tim dengan poin terbanyak akan maju ke babak playoff. Baik pertandingan di grup stage atau semi-final menggunakan sistem Best of Three. Namun, pada babak final, sistem yang digunakan adalah Best of Five.
Dalam pertandingan Dota 2, BOOM.ID keluar sebagai juara, membuktikan bahwa mereka memang tim Dota 2 terbaik di Indonesia. Mereka berhasil keluar sebagai juara setelah memenangkan pertandingan dengan The Prime di semi-final dan mengalahkan Aura Esports pada babak final. Sementara di Arena of Valor, EVOS Esports berhasil menjadi juara setelah mengalahkan Saudara e-Sports di babak final.
Sesuai namanya, JD.ID High School League ditujukan untuk pemain SMA atau setingkat. Ada tiga cabang kompetisi, yaitu liga Dota 2, turnamen Dota 2, dan turnamen Mobile Legends. Tujuan dari HSL adalah untuk melatih karakter para gamer muda yang nantinya akan menjadi bagian dari industri esports. Selain itu, dari HSL, juga diharapkan akan ditemukan gamer yang tidak hanya memiliki potensi untuk menjadi pemain profesional, tapi juga memiliki disiplin dan sportivitas tinggi.
Dalam dua musim sebelumnya, AOV Star League diadakan oleh Garena. Namun, ESL menjadikan ASL Season 3 dari program National Championship mereka. Meskipun begitu, mereka masih bekerja sama dengan Garena Indonesia untuk mengadakan turnamen ini. Menggunakan format liga, ASL berlangsung selama tiga minggu. Di sini, tujuh tim AOV terbaik di Indonesia yang akan bertanding dengan format double round robin. Itu artinya, semua tim akan bertemu dengan satu sama lain sebanyak dua kali sepanjang liga. Pemenang ditentukan menggunakan sistem Best of Three.
Ekspektasi akan ASL cukup tinggi. Tidak aneh, mengingat ESL memang sudah dikenal sebagai penyelenggara turnamen besar di dunia. Dalam konferensi media, ESL memang menjanjikan akan memberikan yang terbaik, baik dari segi penyelenggaraan turnamen maupun sisi broadcast. ASL dimulai pada 17 Juli 2019, sementara babak final diadakan pada 14 September di Tennis Indoor Senayan. Pada babak final, EVOS Esports bertemu dengan Saudara eSports, sebelum tim dengan loga macan itu keluar sebagai juara.
PINC pertama kali diadakan pada 2018. Sama seperti ASL, babak final PINC 2019 juga diadakan di Tennis Indoor Senayan. Mengingat stadion khusus esports di Indonesia memang tidak banyak, bukan hal yang aneh jika akhirnya, exhibition hall atau mall juga digunakan sebagai tempat. Babak kualifikasi PINC diadakan di 48 kota, tapi hanya 16 tim terbaik yang bisa bertanding di PINC.
Pihak PUBG Mobile mengatakan, tujuan mereka mengadakan turnamen ini adalah untuk mengembangkan scene esports di Indonesia. Selain turnamen PUBG Mobile, PINC juga menawarkan hiburan lain, seperti Ladies Tournament, yang dimenangkan oleh Belletron eSports. Sementara tim yang berhasil menjadi juara dan membawa pulang Rp400 juta adalah EVOS Esports.
IEL Universities Series diadakan oleh Indonesia Esports Association (IESPA) dengan kerja sama dari MIX 360. Seperti namanya, IEL hanya akan mengadu para mahasiswa. IEL diikuti oleh 12 kampus. Menariknya, sama seperti Piala Presiden, IEL juga juga didukung oleh berbagai elemen pemerintahan, seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), dan Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI). Tujuan dari IEL adalah untuk mencari talenta esports di kalangan mahasiswa.
Para peserta IEL masuk dalam kategori pemain semi-pro. Pihak MIX 360 mengatakan, untuk membantu para pemain semi-pro ini agar bisa maju ke tingkat profesional, mereka bekerja sama dengan meta.us dan Razer. Dengan diadakan IEL, diharapkan para pemain yang berbakat dapat memamerkan kemampuan mereka dan dilirik oleh tim profesional.
Esports tengah booming. Bubu.com mengambil kesempatan ini untuk menjadikan esports sebagai tema dalam IDBYTE. Di sini, mereka tidak hanya mengadakan konferensi esports dengan mengundang pembicara ternama seperti COO Twitch, Kevin Lin tapi juga menggelar turnamen esports. Game yang diadu adalah PUBG Mobile. Total hadiah yang diberikan adalah Rp750 juta. Masing-masing turnamen pria dan perempuan memiliki total hadiah Rp290 juta, sementara Rp54 juta adalah hadiah talent hunt.
Shinta Dhanuwardoyo, CEO dan Pendiri Bubu.com serta Chairwoman IDBYTE Esports 2019 mengklaim bahwa BEST menawarkan prize pool terbesar untuk kompetisi esports perempuan di Asia Tenggara. Shinta ingin menjadikan turnamen esports untuk perempuan ini sebagai wadah bagi gamer perempuan untuk unjuk gigi. Harapannya, di masa depan, pemain perempuan dan laki-laki bisa bermain bersama tanpa harus memandang gender.
9. Free Fire Asia Invitational (FFAI) 2019 – Rp713.000.000 (US$50.000)
Indonesia terpilih untuk menjadi tuan rumah dari Free Fire Asia Invitational. Turnamen ini diadakan di ICE BSD pada September lalu. Dalam turnamen ini, ada 13 tim yang bertanding dari berbagai negara di Asia. Selain Indonesia, negara-negara yang mengirimkan tim di sini adalah Thailand, Taiwan, Vietnam, India, Singapura/Malaysia, Timur Tengah, dan Amerika Utara. Ada tiga tim yang mewakili Indonesia di sini, yaitu RRQ Poseidon, EVOS Roar, dan Island of Gods. Tiga tim itu terpilih setelah masuk dalam tiga besar di Free Fire Summer League 2019. Island of Gods keluar sebagai juara dan membawa hadiah sebesar US1.000 atau sekitar Rp14,2 juta.
Dalam Clash of Nations, enam tim Arena of Valor dari Indonesia dan Asia Tenggara akan bertanding untuk memperebutkan gelar juara. Kompetisi tersebut diadakan di Jakarta International Expo (JIE) selama tiga hari, yaitu pada 29-31 Maret 2019. Dari enam tim yang bertanding, dua tim merupakan tim yang lolos babak kualifikasi ESL Indonesia Championship. Sementara empat sisanya merupakan perwakilan dari Filipina, Thailand, Vietnam, dan Malaysia/Singapura.
Babak playoff memiliki sistem double-elimination. Pemenang ditentukan menggunakan metode Best of Three, kecuali pada babak final, yang menggunakan sistem Best of Five. EVOS Esports berhasil menjadi juara satu setelah mengalahkan Devita dari Thailand.
—
Jika Anda membandingkan daftar turnamen dengan hadiah terbesar pada 2018 dengan 2019, Anda akan menemukan dua fakta menarik. Pertama, ada lebih banyak turnamen dengan hadiah sama atau lebih besar dari Rp1 miliar pada tahun lalu. Tahun ini, hanya ada 9 turnamen esports dengan hadiah setara Rp1 miliar atau lebih besar, sementara tahun lalu, ada 12 turnamen yang menawarkan hadiah setara atau lebih besar dari Rp1 miliar.
MPL Season 4 menjadi turnamen dengan hadiah terbesar pada tahun ini. Sementara tahun lalu, gelar itu dipegang oleh GESC: Indonesia Dota 2 Minor, walau keduanya menawarkan total hadiah yang sama, yaitu US$300 ribu. Hal ini sebenarnya memang tidak aneh, mengingat dua game esports paling populer di Indonesia memang game mobile.
Tahun 2019 memang belum berakhir. Namun apakah ada lagi turnamen lain yang bisa menawarkan total hadiah yang lebih besar dari US$300 ribu? Bagaimana dengan tahun depan? Apakah trennya akan menurun lagi rata-ratanya seperti dari 2018 ke 2019, meski nominal tertingginya masih di angka yang sama?
“Semua akan esports pada waktunya”, begitulah moto yang belakangan terus diulang oleh editor-in-chief kami. Melihat lebih jauh, ranah olahraga elektronik bukan hanya sekadar soal bermain game, tapi juga membuka banyak peluang bisnis lain. Ia memberi kita kesempatan buat jadi pengelola event, manager tim, pelatih, hingga shoutcaster. Dalam pelaksanaannya, acara esports tak akan lengkap tanpa mereka.
Sebelum perhelatan Legion of Champions Series III 2019 dibuka di Bangkok minggu lalu, Lenovo dan Intel terlebih dulu mengundang tiga orang shoutcaster berpengalaman untuk berbagi tip serta masukan bagi Anda yang menaruh minat di ranah shoutcasting atau berkeinginan menjadi komentator esports profesional. Trio caster Ino ‘Amplifire’ Barreiro, Darwell ‘Asurai’ Llerena, dan Theo ‘Arctikuno’ Rodriguez juga ditunjuk sebagai analis sekaligus host LoC 2019 selama tiga hari.
Siapa mereka?
Sebelum meniti karier sebagai caster pro, ketiga pemuda itu punya latar belakang, minat, serta menempuh pendidikan berbeda. Namun mereka memiliki satu kesamaan: mereka mencintai gaming. Amplifire mulai menikmati permainan video sejak berusia tiga tahun, Asurai telah mencicipi begitu banyak genre permainan, sedangkan Arctikuno turut berpelangaman mengelola game center pernah jadi manager tim esports.
Ketiga shoutcaster berasal dari Filipina, dan satu aspek paling menonjol dari negara ini adalah, sebagian besar penduduknya mampu berbahasa Inggris dengan fasih. Selain reputasi dan pengalaman mereka, inilah alasan mengapa Amplifire, Asurai dan Arctikuno dipilih untuk jadi host dan komentator versi stream Inggris di kompetisi Legion of Champions 2019. Melengkapi bahasa Inggris, shoutcast juga disajikan dalam bahasa Thailand serta Korea.
Kemahiran berbasa Inggris memang jadi keunggulan, tapi juga sempat membuat para caster ini bingung. Karena berasal dari Filipina, banyak orang meminta mereka memandu permainan dalam bahasa Tagalog, khususnya buat turnamen-turnamen lokal. Namun akhirnya mereka memutuskan untuk tetap menggunakan bahasa Inggris.
Tip untuk jadi caster yang lebih baik
Presentasi dibuka oleh Amplifire dan dialihkan ke Arctikuno untuk menjelaskan apa saja yang bisa kita lakukan saat ingin mulai menggeluti bidang shoutcasting.
1. Cari cara untuk berlatih. Sebelum jadi caster profesional, Arctikuno mengaku bahwa dirinya ialah seorang introvert. Ia tak membayangkan dapat berdiri di atas panggung seperti sekarang. Yang Arctikuno lakukan buat latihan adalah menyaksikan dan mendengarkan komentator lain bekerja, lalu ia akan mencoba meniru mereka.
2. Bergabung dalam komunitas. Saat ini memang tidak banyak ada grup yang secara eksklusif diisi oleh caster, tetapi Anda bisa masuk dalam komunitas gaming berbeda di jejaring sosial. Dengan bergabung di sana, ada banyak hal dapat dipelajari, dan kita juga akan selalu up-to-date terhadap situasi di ranah gaming.
3. Rekam suara Anda, kemudian dengarkan. Umumnya kita tidak menyukai versi rekaman suara diri sendiri. Namun dengan begini, kita bisa mulai ‘memakluminya’ serta segera menyadari jika ada kekurangan. Misalnya, boleh jadi ternyata volume suara kita terlalu kecil atau kita berbicara terlalu buru-buru. Cara ini turut memudahkan kita menemukan karakter unik diri.
4. Unggah sampel-sampel itu ke platform video, misalnya YouTube atau Facebook. Arctikuno menyampaikan bahwa cara mengomentari dan jadi shoutcaster satu game akan berbeda dari permainan lain. Itu sebabnya rekaman kita harus mudah diakses dan ditunjukkan ke penyelenggara event, supaya mereka bisa mengetahui apakah Anda merupakan talenta yang tepat buat turnamen mereka atau bukan.
5. Dengarkan dan pelajari bagaimana caster pro beraksi. Metode ini sangat efektif buat meningkatkan kualitas shoutcasting Anda. Kita juga disarankan untuk mengenal lebih banyak caster profesional, karena lewat cara ini, kita dapat mempelajari metode serta proses mereka berlatih. Contoh praktisnya, seorang shoutcaster lama-lama akan terdengar membosankan jika ia hanya fokus pada pertandingan. Ia setidaknya perlu mengetahui latar belakang pemain, atau perjalanan tim dalam mencapai di babak itu, sehingga pembahasan jadi lebih bervariasi.
6. Jalin hubungan baik dengan liga lokal. Merupakan aspek paling krusial, teruma bagi para caster freelance, karena mayoritas kesempatan tidak datang sendiri. Kita-lah yang harus proaktif, dan liga lokal ialah tempat terbaik untuk jadi batu lompatan.
–
Di sesi berikutnya, Asurai memaparkan kesalahan-kesalahan umum yang sering dilakukan oleh para caster. Dengan mengetahui hal-hal ini, kita bisa lebih mudah menghindarinya.
1. Mencoba mengubah karakter Anda dengan terlalu meniru orang lain. Menurut Asurai, jadi diri sendiri membuat penampilan kita lebih natural.
2. Terlalu bersemangat. Memang ada saatnya caster perlu menyemarakkan suasana, terutama ketika sedang terjadi momen menegangkan di permainan, namun kita tetap harus bisa menjaga diri dan menyadari kapan intonasi tinggi dibutuhkan.
3. Terlalu banyak menyampaikan informasi. Caster disarankan untuk tidak memberikan terlalu banyak info dalam satu waktu. Kita perlu menyaring informasi-informasi apa saja yang relevan diungkapkan saat itu. Lalu sang shoutcaster juga perlu fokus, jangan sampai sewaktu kamera sedang di arahkan di lokasi A tapi Anda malah membahas kejadian di titik B.
4. Terlampau mendominasi panggung, terutama saat casting dalam grup. Anda harus memberikan rekan lain kesempatan untuk berbicara dan berekspresi. Dengan saling berbagi, panggung jadi lebih berwarna.
5. Menanggapi masukan atau kritik orang lain secara personal. Saran dan kritik memang bermanfaat, tapi kita juga harus sadar bahwa tak semua orang setuju dengan pilihan dan keputusan kita. Perbedaanlah yang membuat diri Anda unik.
6. Kurang persiapan. Jika, misalnya Anda diberi kesempatan buat jadi caster pertandingan Dota 2, tentu saja Anda sebaiknya mengetahui segala hal yang terjadi sejauh ini, apakah ada update yang memengaruhi permainan, dan lain sebagainya.
7. Berpuas diri dan menutup ruang buat belajar. Akan selalu ada orang yang lebih baik dari Anda, dan jangan pernah berpuas diri karena Anda merasa jadi yang paling berkompeten di bidang itu. Selalu ada hal baru yang dapat dipelajari.
Ada banyak sekali turnamen gaming profesional dilangsungkan di Indonesia belakangan ini. Animo publik terhadap beberapa perhelatan itu sangat positif, mendorong penyelenggara mengadakan acara lanjutan secara berkala. Namun baru di bulan Agustus lalu sebuah agenda ambisius dicetus oleh IESPL. Dan kabar gembiranya, akan ada lebih banyak acara esport bertema liga dilaksanakan di tanah air.
Tepat di tanggal 6 September 2018 kemarin, diresmikanlah Indonesia High School League 2018, yaitu liga esports yang dikhususkan untuk kalangan pelajar dengan tujuan buatmenyaring bibit-bibit berpotensi baru di ranah gaming profesional. Sesuai judulnya, hal paling menarik dari HSL 2018 adalah upaya penyelenggara menggapai institusi pendidikan di Indonesia secara resmi untuk berkolaborasi dalam program mereka.
High School League 2018 akan mempertandingkan dua permainan, yaitu Dota 2 (liga) dan Mobile Legends (sebagai ekshibisi). Dua judul ini dipilih penyelenggara karena diyakini dapat meningkatkan kemampuan kerja sama, kekompakan tim, pengambilan keputusan, kecerdasan berstrategi, serta mendorong sifat disiplin serta sportif. Dari pengamatan saya, kedua game MOBA ini mendapatkan lampu hijau karena mereka tidak terlalu mengekspos aspek kekerasan dan juga cukup populer di kalangan gamer.
Gerbang pendaftaran HSL 2018 telah dibuka, dan panitia akan terus menerima registrasi hingga tanggal 12 Oktober 2018 nanti. Tiap tim akan mewakili nama sekolah mereka, dan harus mendapatkan izin resmi. Itu berarti, siswa tidak bisa serta-merta mendaftar tanpa dukungan sekolah. High School League juga didesain agar tidak menggangu kegiatan belajar mengajar. Turnamen-turnamennya diadakan tiap hari Sabtu dan Minggu.
Setelah periode registrasi berakhir, tim HSL 2018 akan menggelar babak penyisihan di sepuluh game center bersertifikasi GeForce yang berlokasi di delapan kota di Indonesia pada tanggal 20 Oktober sampai 12 November. iCafe-iCafe terpilih itu di antaranya adalah BarracX (Jakarta), Redfox (Bogor), Immortal (Bandung), Poseidon (Solo), Three Kingdoms (Surabaya), Hardcore (Malang), Noblenation dan iCafe Medan (Medan), GIX (Makassar), lalu final akan dilangsungkan pada bulan Desember di High Grounds Pantai Indah Kapuk.
Presiden HSL, Stevanus, menjelaskan bahwa esports ialah jenis olahraga yang masih tergolong baru di kalangan masyarakat, terutama di sekolah. Meski begitu, ada banyak hal positif yang bisa ditumbuhkan olehnya, misalnya mengajarkan sportivitas, membangun mental, sebagai cara aktualisasi diri, dan berpotensi meningkatkan prestasi akademis. Dan bagi mereka, sekolah menengah atas merupakan mitra terbaik buat mencari bibit-bibit berbakat.
Dalam presentasinya, Anna Surti Ariani selaku pakar kejiwaan anak dan keluarga dari Universitas Indonesia menekankan bahwa ada batasan nyata antara aktivitas esports dengan sindrom ketergantungan game. Faktor nomor satunya adalah, esports menuntut disiplin, lalu mereka yang berpartisipasi di sana harus memiliki target yang jelas – bukan bermain buat sekadar menghilangkan rasa bosan atau bergantung mood.
HSL mengajak pihak pengajar untuk melihat esports sebagai ekstrakulikuler, sehingga kegiatan ini tetap punya kaitan erat dengan aktivitas belajar formal di sekolah. Jadi jika nilai akademis siswa menunjukkan penurunan, guru dapat mengurangi jatah waktu mereka buat berlatih esport. Melalui cara ini, interaksi anak-anak dan konten digital lebih terkontrol. Selain itu, panitia juga sudah menentukan umur termuda para peserta liga, yaitu 15 tahun – tidak bisa kurang dari itu.
Penyelenggaraan High School League 2018 didukung oleh JD.id dan Lenovo. Bagi JD.id, menopang ranah gaming profesional ialah salah satu wujud dari misi mereka dalam ‘advancing Indonesia’. Sedangkan Lenovo sendiri sudah lama berkecimpung di bidang esports lewat sub-brand Legion. Mereka terus melakukan kemitraan dengan tim Evos, bahkan mengadakan turnamennya sendiri.
Jumlah hadiah yang disediakan panitia HSL 2018 juga tidak mengecewakan, namun mereka memutuskan buat mengambil arahan yang bersifat edukatif. Para pemenang kompetisi ini akan memperoleh beasiswa, bantuan penyediaan kurikulum esports, ada pula biaya untuk guru pembimbing kegiatan ekstrakulikuler esports, sampai perlengkapan lab. Total nilainya mencapai Rp 1,2 miliar.
Silakan kunjungi situs resmi Indonesia High School League untuk melakukan pendaftaran serta mendapatkan informasi lebih jauh mengenai HSL 2018.
Tahun demi tahun, ekosistem eSports terus bertambah besar, dan Indonesia pun tidak luput dari perkembangan tren baru ini. Berdasarkan survei yang DailySocial lakukan baru-baru ini, setidaknya separuh responden pernah menonton pertandingan eSports, dan tiga perempat dari mereka setuju kalau eSports pantas diperlakukan sebagai olahraga ketangkasan profesional.
Melihat pesatnya perkembangan tren eSports sekaligus peningkatan pangsa pasar gaming di tanah air akhir-akhir ini, Bhinneka rupanya tidak mau ketinggalan momentum. Mereka pun sedang bersiap untuk menggelar event gaming perdananya yang bertajuk Bhinneka E-Sports Zone pada tanggal 5 – 10 Juni mendatang.
Dalam event ini, game yang menjadi fokus adalah Dota 2. Kegiatan utama dalam acara ini melibatkan dua jenis kompetisi, yakni kompetisi Dota 2 itu sendiri dan cosplay (costume play) bertema Dota 2 – yup, bersiaplah menjumpai Dragon Knight, Queen of Pain, Kunkka dan masih banyak lagi di ajang ini.
Total hadiah sebesar 50 juta rupiah sudah disiapkan untuk kompetisi Dota 2 tersebut. Sesi kualifikasi akan berlangsung pada tanggal 8 dan 9 Juni, sedangkan grand final-nya menyusul di hari terakhir event.
Untuk kompetisi cosplay, Bhinneka menunjuk Kailareina sebagai juri utamanya. Lebih menarik lagi, mereka rupanya juga bakal mendatangkan juri tamu yang cukup istimewa, yakni Milokuma dan Kimi Hime.
Selain dua kompetisi di atas, acara juga akan diisi oleh meet and greet dengan icon gaming Indonesia, yakni Nixia beserta RRQ (Rex Regum Qeon), plus talk show bersama DailySocial dan Inigame. Pengunjung bahkan bakal punya kesempatan untuk bertanding satu lawan satu melawan Nixia, RRQ dan Milokuma.
Di sepanjang acara, Bhinneka rupanya juga akan menggelar bazaar produk dengan potongan harga hingga 70 persen, yang mencakup laptop gaming, laptop non-gaming, aksesori gadget dan laptop, serta peralatan elektronik untuk keperluan rumah tangga.
Bhinneka E-Sports Zone akan diselenggarakan pada tanggal 5 – 10 Juni 2017 di Main Atrium Ratu Plaza. Untuk informasi lebih lanjut. Anda bisa langsung kunjungi tautan ini.
Sponsor untuk acara ini meliputi Intel Indonesia, MSI, Lenovo, XL, Citilink, KreditPlus, Bank Mandiri dan Codashop, dan acara juga didukung oleh DailySocial, Cyberia, Bigo Live dan Dota Indonesia 2.
–
*Disclosure: DailySocial adalah media partner untuk acara Bhinneka E-Sports Zone.