Ula kembali melakukan PHK sebagai dampak atas penyesuaian strategi bisnis. Kabar ini secara resmi diumumkan melalui situs perusahaan, kendati demikian tidak menerangkan detail berapa banyak karyawan yang terdampak.
Sumber terpercaya yang kami wawancara mengatakan, ini adalah gelombang layoff ketiga dengan jumlah terbesar menyisakan 50-an pegawai di level VP dan Head saja. Perusahaan telah berkomitmen memberikan kompensasi pemutusan hubungan kerja yang adil sesuai dengan persyaratan hukum lokal yang berlaku.
Ia juga menyebutkan, bahwa rencana pivot Ula dilandasi atas performa bisnis yang kurang baik dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini diindikasi dengan penjualan yang sulit dan jumlah pemesanan kecil. Melayani usaha dii tingkat mikro, Ula turut dihadapkan dengan tantangan margin tipis dan biaya akuisisi konsumen yang besar.
Sebelumnya pada akhir 2022, Ula juga mengumumkan PHK. Berdampak pada 134 karyawan (23% dari total keseluruhan).
Dinyatakan dalam pernyataan resmi, Ula memutuskan segera keluar dari bisnis distribusi FMCG berbasis inventarisasi. Kendati demikian belum disampaikan ke mana arah bisnis selanjutnya. Mereka mengalihkan upaya ke usaha yang dapat berkembang lebih baik di lingkungan saat ini dengan memanfaatkan teknologi, juga fokus pada bisnis yang memiliki margin tinggi dan efisiensi modal yang lebih besar.
“Kami memulai perjalanan Ula dengan impian untuk mengubah perdagangan B2B. Saat dunia berjuang dengan dampak Covid, kami menciptakan platform distribusi komprehensif untuk mengirimkan barang kebutuhan sehari-hari ketika penyedia lain tidak konsisten atau tidak tersedia. Kami menyediakan pengiriman yang andal dengan pilihan yang luas dan harga yang bagus kepada pedagang kecil di Indonesia. Melayani pedagang di lingkungan sekitar membuka peluang untuk berkembang ke inti perdagangan di lingkungan tersebut.
Upaya kami awalnya berhasil, meskipun di tengah tantangan yang dibawa oleh pandemi karena bisnis distribusi FMCG Ula menjadi nama yang dihormati di kalangan pedagang, pemasok, dan investor. Tetapi seperti banyak bisnis lainnya, kami harus menyesuaikan fokus kami menuju keberlanjutan ekonomi jangka panjang. Skala dan kompleksitas model distribusi berbasis inventarisasi memerlukan tingkat investasi yang terbukti sulit, terutama di tengah ekonomi digital yang lesu.”
Konsep bisnis Ula
Melayani warung dan ritel tradisional, Ula mencoba memberdayakan teknologi untuk mengefisiensikan rantai pasok barang FMCG. Solusinya terdiri dari tiga fitur. Pertama ada “Sobat Ula”, berupa aplikasi marketplace B2B yang menyediakan berbagai produk dengan harga kompetitif. Kemudian ada “Teman Ula”, didesain sebagai program penjualan berbasis komunitas yang memungkinkan siapa saja untuk membantu orang lain mendapatkan barang dagangan.
Terakhir ada “Titik Ula”, menawarkan kepada mitra (individu) yang memiliki tempat kosong sebagai titik antar-jemput barang pesanan pelanggan. Statistik terakhir, ada sekitar 200 ribu Sobat Ula yang telah memanfaatkan ekosistem Ula untuk mengakses 10 ribu SKU produk.
Ula didirikan pada awal 2020 oleh 4 orang founder yang memiliki pengalaman cukup panjang di industri teknologi dan startup, yakni Alan Wong, Derry Sakti, Riky Tenggara, dan Nipun Mehra. Sejak debut, mereka telah mengumpulkan sekitar $140,6 juta pendanaan dari para investor. Berikut daftar putaran investasi yang berhasil dibukukan Ula:
Putaran | Nilai | Investor |
Seed | $10.500.000 | Pemimpin: Sequoia Capital India dan Lightspeed India. Partisipan: SMDV, Quona Capital, Saison Capital, Alter Global, angel investor (Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, dan Rahul Mehta). |
Series A | $20.000.000 | Pemimpin: Quona Capital dan B Capital Group. Partisipan: Sequoia Capital India, Lightspeed India. |
Series B | $87.000.000 | Pemimpin: Prosus Ventures, Tencent, dan B-Capital. Partisipan: Bezos Expeditions, Northstar Group, AC Ventures, Citius, Lighstpeed India, Sequoia Capital India, Quona Capital, dan Alter Global. |
Series B+ | $23.100.000 | Tiger Global dan angel investor (Binny Bansal) |